UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tubulus. Molekul-molekul yang besar seperti protein plasma dan sel darah akan ditahan. Aliran darah kemudian melewati bagian lain
tubulus ginjal sehingga terjadi transport aktif yang memindahkan obat dan metabolitnya dari darah ke filtrat tubulus. Sel tubulus kemudian
melakukan transport aktif maupun pasif melalui difusi untuk mereabsorpsi obat. Interaksi bisa terjadi karena perubahan ekskresi
aktif di tubulus ginjal, perubahan pH, dan perubahan aliran darah ginjal Anonim, 2011.
2.3.2.2 Interaksi Farmakodinamika
Interaksi farmakodinamik dapat terjadi dalam berbagai cara. Berikut ini beberapa interaksi yang perlu dipertimbangkan. Antagonis β-adrenoseptor
mengurangi efektivitas agonis β-reseptor, seperti salbutamol atau terbutaline.
Beberapa diuretik dapat menurunkan konsentrasi plasma kalium, sehingga meningkatkan efek digoksin dan menyebabkan risiko toksisitas glikosida tersebut.
Penghambat monoamin oksidase meningkatkan jumlah norepinefrin yang disimpan dalam terminal saraf noradrenergik dan interaksinya dengan obat lain
akan berbahaya, seperti efedrin atau tiramin yang bekerja melepaskan norepinefrin. Ini juga dapat terjadi dengan makanan kaya tiramin seperti keju hasil
fermentasi misalnya keju Camembert. Warfarin bersaing dengan vitamin K, mencegah sintesis hepatik berbagai faktor koagulasi. Jika produksi vitamin K
dalam usus dihambat misalnya dengan antibiotik, aksi antikoagulan warfarin meningkat. Obat yang menyebabkan perdarahan dengan mekanisme yang berbeda
misalnya aspirin, yang menghambat biosintesis tromboksan A2 trombosit dan dapat merusak lambung akan meningkatkan risiko perdarahan yang disebabkan
oleh warfarin. Sulfonamid mencegah sintesis asam folat oleh bakteri dan mikroorganisme
lainnya; trimetoprim
menghambat pengurangan
untuk tetrahydrofolate. Jika diberikan bersama dengan obat yang memiliki aksi sinergis
dalam mengobati Pneumocystis carinii. Non-steroid anti-inflammatory drugs NSAID, seperti ibuprofen atau indometasin, menghambat biosintesis
prostaglandin, yang bersifat sebagai vasodilator ginjal natriuretik prostaglandin PGE2, diikuti PGI2. Jika diberikan kepada pasien yang menerima pengobatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk hipertensi, akan menyebabkan peningkatan tekanan darah, dan jika diberikan kepada pasien yang menerima diuretik untuk gagal jantung kronis akan
menyebabkan retensi garam dan air dan dekompensasi jantung. Antagonis reseptor H1, seperti mepiramin, sering menyebabkan rasa kantuk sebagai efek
yang tidak diinginkan. Ini lebih parah jika obat tersebut diberi bersamaan dengan alkohol, dan dapat menyebabkan kecelakaan di tempat kerja atau di jalan
Hashem, 2005.
2.3.3 Tingkat Keparahan Interaksi Obat
Keparahan interaksi dapat diklasifikasikan ke berdasarkantingkatan keparahanan : minor, moderate, atau major.
1. Keparahan minor
Interaksi obat minor biasanya memberikan potensi yang rendah secara klinis dan tidak membutuhkan terapi tambahan. Contoh interaksi minor adalah
interaksi hidralazin dan furosemid. Dimana efek farmakologis furosemid dapat meningkat jika diberikan bersamaan dengan hidralazin, tetapi secara klinis tidak
signifikan. Interaksi obat minor dapat diatasi dengan menilai rejimen pengobatan.
2. Keparahan
moderate
Interaksi moderate sering membutuhkan pengaturan dosis atau dilakukan pemantauan. Contohnya, obat rifampisin dan isoniazid yang dapat menyebabkan
peningkatan terjadinya hepatotoksisitas. Namun, kombinasi ini masih sering digunakan dan diiringi dengan melakukan pemantauan enzim hati.
3. Keparahan
major
Interaksi major pada umumnya harus dihindari bila memungkinkan, karena dapat menyebabkan potensi toksisitas yang serius. Contohnya, ketokonazol
yang dapat menyebabkan peningkatan cisaprid sehingga dapat memperpanjang interval QT dan mengancam jiwa. Sehingga kombinasi ini tidak disarankan untuk
digunakan Atkinson, dkk., 2007.