Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

Pada tahun 1602 VOC datang ke Nusantara, merupakan penggabungan enam Kamers di Amsterdam, Middelburg untuk Zeeland, Enkhuizen, Delft, Hoorn dan Rotterdam. Setelah Compagnie van Verre yang berpangkal di Amsterdam menyelenggarakan ekspedisi pertama 5 yang di pimpin oleh Cornelius de Hautman bersaudara tahun 1596 pertama kali tiba di Banten, mereka disambut dengan sangat ramah setelah mendaratkan kapal dagang di Pelabuhan Banten, 6 kemudian disambut oleh penguasa-penguasa Banten. Namun dengan adanya persaingan dagang dengan pihak setempat, kemudian Belanda merebut Jayakarta pada tahun 1619. 7 Menurut data sejarah, di bawah pimpinan Jan Piterszoon Coen, para pedagang Arab, Cina, Persia, India, dan lain sebagainya sudah terbiasa dengan perdagangan bebas. 8 Setelah Jayakarta berganti nama menjadi Batavia, kemudian Belanda berkuasa penuh atas wilayah tersebut. Perkumpulan dagang ‘atau’ VOC di Batavia membangun pelabuhan dengan menyediakan bandar di Pelabuhan Batavia. Pelabuhan Batavia menyediakan Syahbandar untuk menarik bea dan cukai hingga jumlah barang dagangan dapat diketahui dan dicatat di dalam negeri Batavia. Hal tersebut sebagai tindakan pengawasan barang-barang dagangan yang ke luar-masuk di Pelabuhan Batavia. Selain itu, Batavia dapat menjalin hubungan 5 Onghokham, ‘’Kelas Penguasa Menerima Kolonialisme’’ dalam Prisma, No. 11, 1984 tahun XIII 6 Prof. Dr. Adrian. B Lapian, Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke-16 dan 17 Jakarta: Komunitas Bambu, 2009, hal. 90 7 Bernard H. M. Vlekke, Nusantara: Sejarah Indonesia, Jakarta: PT Gramedia, 2008, hal. 37-40 8 Susan Abeyasekere, Jakarta A History, Oxford Newyork: Oxford University, 1987, hal. 8 dagang dengan pihak asing agar dapat menjalin akses perdagangan maritim hingga ke luar negeri. Situasi ini yang memunculkan aktivitas perdagangan yang memiliki corak maritim, dan hal ini bukanlah sekedar perkara baru bagi masyarakat dalam negeri dan masyarakat luar negeri. Kegiatan perdagangan maritim di Batavia menjadi pusat perhatian bagi dunia perdagangan. Kegiatan perdagangan maritim merupakan warisan dan penerus ekonomi orang Pribumi dan Melayu yang telah berjalan berabad-abad silam. Batavia dikenal sebagai penggerak roda ekonomi dan pantai yang berdekatan dengan Selat Sunda yang mempunyai nilai lebih dan istimewa dan didukung dengan Sungai Ciliwung. Semenjak itu, hubungan dagang mulai berkembang dan bertambah dari jumlah barang dagangan yang diangkut oleh kapal dagang dan perahu dagang yang merapat di Pelabuhan Batavia. Hal ini kemudian yang menjadi karakter yang kuat dalam dunia perdagangan. Sebagai salah satu upaya untuk memperkuat simpati dari dunia luar. Selain itu, juga sebagai unsur yang penting dalam menciptakan keramaian dalam hal perdagangan, dan didukung dengan keberadaan kawasan niaga di Pasar Ikan yang menjadi besar di Indonesia. Semenjak itu Belanda semakin memiliki peranan penting dan kekuatan di Batavia yang difungsikan sebagai salah satu tempat transaksi barang-barang dagangan antar- bangsa, baik asing ataupun lokal. Belanda menyediakan kapal dagang untuk mengangkut barang dagangan dari Pulau Jawa ataupun yang di tuju ke Pelabuhan Batavia. Hal tersebut sebagai bentuk usaha untuk ingin memajukan perdagangan Batavia. Pemerintah Batavia yang diperkuat oleh Belanda kemudian mendominasi perdagangan dari dalam negeri maupun luar negeri. Perhimpunan dagang Belanda atau VOC telah membangun pos dagang di Batavia untuk memperlancar jalannya distribusi dan kegiatan ekonomi di Asia Tenggara. Dengan demikian, perdagangan membawa dampak yang positif bagi ekonomi Batavia. Perdagangan maritim telah berpengaruh di tubuh VOC. Hal ini telihat jelas bahwa perdagangan maritim akan menambah pesat dengan kedatangan pedagang-pedagang asing yang tiba di Pelabuhan Batavia. Pada abad XVII, Pelabuhan Batavia telah berhasil tumbuh dan berkembang dengan kedatangan bangsa-bangsa asing di Pelabuhan Batavia baik yang didukung dari kalangan pedagang-pedagang dalam negeri ataupun luar negeri. 9 Pelabuhan Batavia telah berhasil tumbuh menjadi lebih padat di Indonesia. Bagi para pedagang kota ini memiliki arti khusus, terutama dalam perdagangan maritim. VOC di Batavia, telah mendominasi kekuasaannya pada abad XVII, bahkan mendapatkan julukan Koningin van het Oosten Ratu dari Timur 10 hal ini disebabkan karena, memiliki letak yang strategis, baik geografis ataupun lalu- lintas persilangan dunia perdagangan yang bercorak maritim dan memiliki arti pertumbuhan dalam hal komoditas andalan, seperti rempah-rempah, yang memiliki nilai yang cukup tinggi di pasar dagang dunia. 9 Lihat ANRI, dalam koleksi Inventaris van het archief van de Gouverneur Generaal en Raden van Indie Hoge Regering, 1612-1811, Jakarta, 2002, hal. 37 10 Lihat Mona Lohanda, The Kapitan of Batavia 1837-1942, Jakarta: Djambatan, 1996, hal. 7 Situasi tersebut menjadi keuntungan besar bagi Belanda di Batavia dan faktor itulah yang menjadi salah satu unsur yang memiliki potensi besar dalam memperkuat aktivitas perdagangan. Sejak masa Jan Piterszoon Coen, ia seorang pegawai Belanda, yang dianggap lebih piawai dalam menjalankan roda ekonomi dan berani tampil menjalankan perdagangan maritim. Hal ini didasari oleh pendapat Coen yang ingin mensejahterakan bangsa Belanda dan orang Belanda yang mempunyai hak legal untuk meneruskan perdagangan ini dan bahkan memonopoli perdagangan di Batavia. 11 Pada abad XVIII, kejatuhan harga barang dagangan tidak terkendali lagi, 12 sehingga, persediaan barang dagangan semakin berkurang. Hal ini sebagai kendala yang dihadapi oleh pedagang dalam negeri maupun luar negeri. Tetapi kecenderungan Belanda pada saat itu mengekang pedagang Cina di Batavia, karena dianggap pandai memainkan penjualan barang dagangan, di sisi lain terjadinya monopoli barang dagangan secara besar-besaran di tubuh VOC yang terus meluas, serta korupsi yang melibatkan para pegawainya. Situasi tersebut menjadi awal penyebab kejatuhan VOC di Batavia sehingga tidak berjalan dengan optimal, dan persoalan ini juga yang menjadi collepse dalam dunia perdagangan. faktor lain adalah kurangnya tindakan dari pihak Pemerintah Betavia dalam mengontrol monopoli ekonomi-perdagangan antar- Pulau, antar-penjual dan pembeli. 13 11 Bernard H. M. Vlekke, Nusantara : Sejarah Indonesia, seri terj., Jakarta: PT Gramedia, 2008, hal. 149 12 Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 231-232 13 Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 231-234 Kekacauan dalam dunia perdagangan di tubuh VOC juga akibat dari adanya kejadian pembunuhan orang-orang Cina oleh Belanda sehingga dapat merusak citra Belanda. Saat itulah, dapat dikatakan Cina punya keinginan untuk menaklukan Batavia secara mendadak. 14 Karena pada 1740 Cina dibatasi dari ruang gerak aktivitas dalam berdagang.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Tampilnya Batavia sebagai dunia perdagangan tidak semata-mata sebagai salah satu letak Batavia yang strategis dan selalu terbuka untuk umum dalam perdagangan antar-Pulau, antar-Asia dan sebagainya. Hal ini dapat dikatakan Batavia berada pada posisi persilangan yang menjalin hubungan dagang di Asia Tenggara. Sesuai dengan fokus bahasan dalam skripsi ini, yaitu ekonomi dengan menggambarkan Batavia sebagai kota dagang. Maka hal pokok yang harus dijadikan pijakan adalah bahwa Batavia haruslah yang dipandang sebagai tempat menimbun dan tukar-menukar barang dagangan yang dikaitkan dengan kebijakan pemerintah Batavia pada Abad XVII-XVIII yang diperkuat oleh Belanda, terutama dalam hal ekonomi-perdagangan, dan memberikan kesan penekanan pada Pelabuhan Batavia. Selain itu, masyarakat Batavia sangat mengandalkan aktivitas berlayar dan berdagang. Sehingga nampak fungsi Batavia sebagai kota dagang dan kota maritim. Namun demikian, haruslah pula dipahami bahwa kenyataannya hubungan dagang di Batavia, dan juga di kota-kota lainnya di Nusantara, tidaklah 14 Lihat Mona Lohanda, op. cit., hal. 20 berdiri sendiri. Hal itu menjadi alasan utama agar dapat di fokuskan, pada hal-hal yang terikat dengan seputar perdagangan yang meliputi: keadaan perdagangan, komoditas barang dagangan, transaksi dan pelaksanaannya. Untuk itu agar pembatasan tidak melebar, maka penulis batasi pada lingkup masalah, mengenai Batavia sebagai kota dagang. Adapun masalah waktu yang dibatasi pada abad XVII sampai XVIII. Dari uraian pembatasan tersebut maka rumusan masalah, sebagai berikut: 1. Apa saja faktor-faktor yang mendukung Batavia sebagai pusat perdagangan ? 2. Bagaimana peranan Batavia sebagai kota dagang ? 3. Komoditas apa saja yang diperjual-belikan di bandar niaga dan di pelabuhan di Batavia ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

1. Penelitian mengenai Batavia sebagai kota dagang pada awal pertumbuhan dan perkembangan dalam dunia perdagangan dimaksudkan untuk mengetahui profil kota Batavia sebagai center of change dan center of integrasion. 2. Untuk mengetahui perjalanan sejarah VOC atau Belanda, khususnya di Batavia yang pernah dijadikan pusat perdagangan. 3. Untuk mengetahui keadaan etnis Cina di Batavia yang menjadi pesaing dalam ekonomi perdagangan.

2. Manfaat Penelitian

1. Untuk memenuhi Syarat-syarat mencapai Gelar Sarjana S1, ataupun Sarjana Humaniora S. Hum pada Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam. 2. Untuk memberikan Informasi tentang sejarah pelayaran dan perdagangan di Pulau Jawa. 3. Untuk memberikan informasi tentang Sejarah perekonomian di Batavia baik kemajuan hingga collepse atau kejatuhan.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam bukunya D. G. E Hall Sejarah Asia Tenggara, Jan Pieterszoon Coen adalah salah satu pendiri dari Kerajaan Belanda di Hindia Timur. Menurut rencana, dia ingin menjadikan Batavia sebagai salah satu pusat perdagangan besar dunia yang didasarkan pada penguasaan sepenuhnya atas laut. Dia belum menghadapi perluasan kekuasaan teritorial yang luas manapun dan tidak tertarik pada masalah-masalah politik pedalaman Jawa. Teritorial menurut pandangannya, ingin menguasai pulau-pulau di Maluku. Bagian lain yang didominasi terdiri dari daerah-daerah perdagangan yang diduduki dan memperkuat hubungan dan dilindungi oleh kekuatan dilaut yang belum nampak. 15 Dalam bukunya Bernard H. M. Vlekke Nusantara : Sejarah Indonesia, Coen mempunyai rencana untuk membangun imperium komersil yang besar di Asia dengan ibukotanya Batavia, dia tidak tertarik sama dengan perkembangan politik di pedalaman Kepulauan Indonesia. Baginya hanyalah mempertahankan beberapa posisi Belanda yang ingin dia bangun dan mengontrol total atas laut. 15 D. G. E Hall, Sejarah Asia Tenggara, seri terj., Surabaya: Usaha Nasional, 1988, hal. 273