Hubungan Pelayaran dan Perdagangan Masyarakat Batavia dengan Dunia Luar.

diiyakan, sesuai mutu barang dagangan yang ingin dibeli sesuai kualitas dan kuantitas barang dagangan, sehingga anggota masyarakat Batavia baik dari golongan Pribumi, Melayu, Cina, dan keluarga Belanda ikut serta dalam berdagang dan berlayar untuk memperoleh pendapatan dari segi keutungan yang cukup memuaskan dari segi penjualan rempah-rempah dan perdagangan lainnya. Terutama masyarakat Batavia memiliki arti khusus untuk menjalin kerjasama dalam berlayar dan berdagang di kawasan Hindia Timur, yang mencakup bangsa Eropa dan juga masyarakat Pribumi dan Melayu. Demikian halnya dengan para pedagang Cina, Jepang, Tonquin, Malaka, Cochin Cina dan Pulau Celebes Pulau Sulawesi, dan Maluku. Hal ini dijadikan pinjakan dari aktivitas berlayar dan berdagang yang menuju Perairan Batavia. 53 Hal ini didasari agar setiap hubungan dagang itu memiliki jembatan yang menghubungkan dengan daerah-daerah sekitarnya dan masyarakat Batavia membentuk hubungan dagang dengan dunia luar. Masyarakat Batavia tidak hanya menjadi pusat perhatian aktivitas ekonomi dan politik tetapi memegang peranan yang penting dalam bidang ekonomi, yaitu berperan sebagai mitra dagang. Dalam sebuah lintas perdagangan maritim akan didapati berbagai kelompok bangsa yang berperan penting dalam kehidupan ekonomi kota perdagangan. Karena mereka itu merupakan pemain yang aktif dalam perdagangan dalam negeri hingga ke luar negeri. Hal ini yang menjadikan sebuah 53 Lihat Thomas Stamford Raffles, op. cit., hal. 120-121 kota perdagangan yang sifatnya pluralistik yang mempertemukan bangsa-bangsa dari seluruh wilayah. 54 Abad XVII sampai pertengahan abad XVIII merupakan puncak kegemilangan masyarakat Batavia. Batavia banyak didatangi oleh berbagai bangsa yang ikut meramaikan perdagangan maritim. Seringnya mereka melakukan perdagangan, lambat laun mereka berdomisili di Batavia. Valentijn mengungkapkan bahwa jumlah masyarakat Batavia pada tahun 1772 berkisar 100.000 orang karena kedatangan orang-orang yang berlayar dan berdagang ke Batavia dan kerjasama dengan masyarakat Batavia. Mereka yang berasal dari berbagai bangsa dan negara seperti Belanda, Inggris, Portugis, Mestizo, Mardiker orang-orang Koromandel, Arakan, Malabar, Sri Langka, dan Melayu, Cina, Markiner, Armenia, Parsi, Moor, Benggala, Tonkin, Timor, Jawa, Makasar, Ambon, Ternate, Melayu, Bugis, Mandar, Bugis, Buton, Sumbawa, Bima dan lain sebagainya. 55 Milone juga menambahkan dengan adanya orang-orang asing maka bertambah pula orang-orang asing juga berlayar dan berdagang ke Batavia, seperti; Prancis, Cina, Arab, Jepang, Papanger dan orang-orang berkulit hitam Afrika ikut berdatangan ke tempat ini, untuk memperdagangkan hasil agraris, hasil laut dan lain sebagainya. 56 54 Anthony Reid, Dari Ekspansi Hingga Krisis: Jaringan Perdagangan Global Asia Tenggara 1450-1680, Jilid II terj, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998, hal. 88 55 Franciscos Valentijn, Beschriving van Grot Djawa of the Java Major, Amsterdam: Johanes van Bram, Grard on der de linden, 1726. Hal. 244 56 Lihat Uka Tjandrasasmita, op. cit., 143 dan lihat Tawalinuddin Haris, op. cit., hal. 70 Para pedagang Cina, Arab, dan Nusantara pada umumnya datang ke Batavia hanya untuk berdagang. Namun, tidak dipungkiri lagi bahwa para pedagang dari Arab dan Indonesia membawa misi mengislamkan masyarakat sekitar. Berdasarkan sumber-sumber sejarah bahwa dalam abad ke-XVII dan pertengahan abad XVIII Cina, Melayu, Nusantara, dan Belanda-lah yang memiliki peranan yang amat berarti bagi perdagangan di Batavia. Peran penting ini dapat dilihat dari sejauh mana mereka dapat memainkan pengaruhnya dalam faktor ekonomi dan politik. Faktor hubungan ekonomi dan politik itulah-yang biasanya melibatkan orang-orang berlainan budaya, suku, dan loyalitas disatukan tidak hanya dengan aliansi formal, 57 yang dibuat dalam menjalankan aktivitas berlayar dan berdagang di perairan Batavia tetapi dengan berbagai barang-barang rampasan dari perdagangan dari dunia luar. Hal tersebut agar tidak rapuh karena keseimbangan tersebut terganggu jika perdagangan menurun dan keuntungan juga menurun sehingga produsen akan menahan produknya, atau bahkan mencari pasar yang lain, atau kemungkinan pergi berlayar mencari peruntungan yang lebih baik lagi, atau kembali ke kehidupan yang lama. Hal ini menunjukkan bahwa ketika berlayar untuk mencari peruntungan yang lebih baik maka selalu memadati lalu litas orang berlayar dan berdagang hanya dari kalangan masyarakat Batavia. Sementara melibatkan masyarakat Pribumi dan Melayu adalah sebagai hasil yang diupayakan untuk berhubungan langsung dengan masyarakat Batavia atau bahkan untuk menjalin hubungan 57 Lihat Prof. Dr. Adrian. B Lapian, Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad XIX, Jakarta: Komunitas Bambu, 2009, hal. 57 dagang ke luar negeri melalui Negara Cina, Jepang, Inggris, Iran, Arab, Abessinia, India, dan lain sebagainya. 58 Hubungan ini membawa angin segar dan mempunyai dampak yang menguntungkan secara ekonomis dari segi pendapatan masyarakat Batavia. Karena masyarakat Batavia dapat melakukan transaksi tukar-menukar barang dagangan, sejenis rempah-rempahagraris atau bahkan hasil laut sekalipun. Selain itu masyarakat Batavia telah menjalani kontak dagang baik dalam negeri maupun luar negeri. Dengan tujuan mencari keuntungan sebanyak mungkin tetapi tetap dengan kegiatan ekonomi perdagangan di bawah pengawasan pemerintah Belanda. 59 Masyarakat Batavia memiliki loyalitas yang tinggi terhadap penguasa pribumi dan Belanda. Masyarakat Batavia hidup berprofesi sebagai nelayan, pedagang serta penjaga keamanan sungai Ciliwung dan pantai Batavia. Mereka berdomisili di Pantai Batavia, sebagian besar hidup mereka di tepi sungai Ciliwung dan pantai Batavia untuk menangkap ikan dengan jaring, yang sudah mereka siapkan dari rumah tempat tinggalnya, sehingga masyarakat Batavia membawa jaring dan mencari peruntungan demi menutupi kebutuhan sehari-hari dengan harapan mendapatkan uang untuk menghidupi keluarganya di rumah. Sementara itu, masyarakat Batavia dapat dikatakan masyarakat yang nomaden, sebagian besar maupun kecil kehidupannya masih tergantung pada perahu dan kapal dagang sebagai alat transportasi yang dilakukan untuk berlayar 58 Lihat Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, Jakarta: PT Gramedia, 2009, 143 59 Lihat Singgih Tri Sulistioyono, ‘’The Java Sea Network: Pattern in the development of Integrrgional Shipping and Trade in the Process of economic Integration in Indonesia, 1870-2 1970s Disertasi pada Leiden University, 2003, hal. 225 dan sebagai tempat tinggal mereka. Kesemuanya itu, atas dasar suka maupun tidak suka dalam melakukan pekerjaan sebagai nelayan dan penjaga pantai, kehidupannya dan transaksi perdagangan secara barter ataupun membeli secara langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan hasil rempah-rempah dan sejenis barang-barang dagangan lainnya yang mereka butuhkan. Kondisi ini yang dialami, dapat menunjang ekonomi masyarakat Batavia yang telah membuka kontak dagang sampai ke pelosok pedalaman dan daerah- daerah lainnya. Hal ini untuk menggerakkan ekonomi nelayan, ekonomi pertanian, dan ekonomi kelautan di sekitar perairan Batavia. Oleh sebab itu, masyarakat Batavia juga dapat menjalin dengan Malaka, sehingga Batavia dapat digolongkan sebagai jalinan perdagangan yang penting bagi Belanda. Besar kemungkinan banyak transaksi barang-barang dagangan yang dilakukan di sekitar Pelabuhan Batavia dengan Malaka. Malaka dan Batavia mempunyai nilai ekonomi perdagangan terhadap masyarakat yang dinilai cukup tinggi dan telah berhasil menjual dari hasil ladarempah-rempah, beras, hasil ikan dan lain sebagainya. 60 Dalam menjalankan aktivitas berlayar dan berdagang dalam transaksi barang dagangan di sekitar Pantai Batavia, kapal dagang maupun perahu dagang ikut melakukan transaksi barang dagangan secara barter hingga mendapatkan hasil yang lebih baik dari pedagang-pedagang lainnya dan tidak berat sebelah, serta saling percaya di antara keduanya. Transaksi barang dagangan tersebut didorong adanya upaya-upaya untuk saling kerjasama dalam bentuk persekutuan atau 60 Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 150 persahabatan sehingga hubungan antar suku bangsa terutama dalam hal lalu-lintas berlayar dan berdagang dapat berjalan dengan baik. Hubungan dagang ini pada awalnya berbentuk tukar-menukar barang berdasarkan didorong oleh kebutuhan masing-masing akan kebutuhan pokok. 72

BAB IV KONDISI PERDAGANGAN MARITIM BATAVIA

A. Kondisi Perdagangan Maritim Batavia

Di bawah kekuasaan VOC, situasi perdagangan maritim diupayakan masuk Pelabuhan Batavia dan berkembang lebih pesat lagi menjadi sebuah pelabuhan transito Internasional dan Batavia menjadi bandar pelabuhan terpenting di Asia. Saat itu Batavia menjadi urat nadi jaringan perniagaan yang terbentang dari Jepang sampai Afrika dan dari Ternate hingga bandar Surat di Teluk Arab. Sistem perdagangan Nusantara melalui selat Malaka dihubungkan jalur- jalur yang membentang ke Barat sampai India, Persia, Arabia, Syria, Afrika Timur dan Laut Tengah, ke Utara sampai Siam, Pegu serta ke Timur sampai Cina dan Jepang. Ini merupakan sistem perdagangan terbesar di dunia perdagangan pada saat itu. Tidak seperti kota-kota pelabuhan lain di Asia, Batavia adalah pelabuhan yang dapat dicapai dalam semua musim di sepanjang tahun. Angin musim timur bertiup antara bulan Mei hingga Oktober, sedangkan angin musim barat bertiup antara bulan Desember hingga Maret. Keteraturan angin musim menyebabkan waktu kedatangan dan keberangkatan kapal-kapal ke dan dari Batavia dapat direncanakan dengan baik. 1 1 http:kns-ix.geosejarah.orgwpcontentuploads201107dataBondan20 Kanumoyoso, 20 M.Hum. Pdf Dikunjungi Tanggal 16 Desember 2011 Melalui selat Malaka para pedagang datang, kemudian menyusuri selat Sunda dan para pedagang terlibat dalam dunia perdagangan di Batavia. Dengan modal utama seperti rempah-rempah menjadi komoditas unggulan, yaitu lada dan merica dari Sumatera, 2 cengkeh dan pala dari Maluku dan sejenis kayu gelodongan dari Rembang yang diangkut ke Pelabuhan Batavia. Posisi Batavia pada saat itu sangatlah strategis dari letak geografis dan hasil sumber daya alam, serta ditambah dengan sumber daya manusia dari kalangan pedagang Pribumi, Melayu, Cina, dan Belanda yang memadai dan melimpah. Hal ini menyebabkan Batavia mampu dan berhasil menjadi salah satu pusat perdagangan yang diperhitungkan di dunia perdagangan. Sebagai sebuah kota pelabuhan transito Internasional, Batavia dapat menyuplai berbagai jenis barang dagangan ke negara-negara Eropa dari berbagai daerah Indonesia maupun negara di Asia lainnya seperti Cina dan India dengan komoditas perdagangan seperti kain, sutra, teh, kopi, tembakau, rempah-rempah, arak tuak, dan berbagai jenis keramik. Kejayaan bandar Pelabuhan Batavia inilah yang secara langsung menjadi faktor utama pesatnya Batavia di masa kekuasaaan VOC. Tidak hanya itu, dengan adanya Batavia ini, Batavia juga membantu kemajuan perekonomian Belanda. Keuntungan dari perdagangan yang berpusat di pelabuhan Batavia akan cukup untuk menyediakan rempah dan lada jumlah yang diperlukan untuk diekspor ke Eropa. Bahwa pelayaran dan perdagangan antara Eropa dan Asia akan 2 Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 138, 139 dan 152 terbatas pada sedikit kapal per tahun, 3 tetapi ini adalah kapal dagang yang memuat barang dagangan yang berharga jutaan gulden, sementara perlayaran dan perdagangan Belanda selalu hidup dan terus berlangsung dengan koloninya di sepanjang pantai Asia dari Persia sampai Jepang. Lokasi yang sedemikian baik menjadikannya sangat ideal untuk dijadikan tempat berlabuh bagi kapal-kapal kecil yang melayari rute antar-pulau maupun kapal-kapal besar yang melayarai jalur antar samudra. Jung-jung Cina dan kapal- kapal kecil dari pulau-pulau lain di Nusantara berlabuh di lepas pantai, sementara kapal-kapal besar milik VOC maupun maskapai dagang lainnya membuang sauh dan jangkar kapal agak jauh dari garis pantai. Secara prosedural, semua kapal besar yang akan membuang jangkar di pelabuhan Batavia akan didatangi oleh seorang fiscal Jaksa Penuntut. Petugas VOC ini akan memeriksa keadaan kapal dan barang-barang yang dibawanya. Jika fiscaal tidak menemukan barang-barang selundupan ataupun yang terlarang untuk diperdagangkan, maka kapal dapat membuang sauh. 4 Setelah itu kapal akan didatangi oleh para pedagang Cina yang ingin melihat-lihat dan membeli barang- barang yang dapat dijual kembali ke pihak ketiga dengan keuntungan yang tinggi. Berikutnya yang datang mendekat ke kapal adalah para pedagang kecil menggunakan perahu yang menawarkan berbagai barang dagangan mereka seperti sayuran, buah-buahan, arak, dan lain sebagainya. 3 Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 152 4 http:kns-ix.geosejarah.orgwpcontentuploads201107dataBondan20 Kanumoyoso, 20 M.Hum. Pdf Dikunjungi Tanggal 16 Desember 2011