3. Peranan Sungai Ciliwung bagi Pelabuhan Batavia
ekspor yang berada jauh di pedalaman dan mendistribusikan barang-barang impor ke wilayah tersebut. Jaringan sungai dan aktivitas berlayar dan berdagang di
atasnya telah menjadi satu kesatuan dan merupakan pendukung utama bagi lalu lintas perdagangan maritim di tingkat masyarakat dalam negeri dan luar negeri.
57
Mengingat pada waktu itu belum banyak dibuat jalan darat maka hubungan antar-sungai merupakan sarana transportasi dan komunikasi utama bagi kantong-
kantong yang bermukim di tepian Sungai Ciliwung sampai ke arah Pantai Batavia untuk melakukan aktivitas perdagangan dengan pihak masyarakat.
58
Berlayar dan berdagang menyusuri Sungai Ciliwung mempunyai peran penting dalam pengangkutan barang dagangan bagi masyarakat sekitarnya. Hasil
agraris dan hasil hutan merupakan salah satu komoditas utama yang diangkut melalui pelayaran sungai. Sebagai contoh, komoditas lada diangkut dari daerah
negara lain, sebagai penyuplai produsen lada ke daerah hilir atau ke Pelabuhan Batavia. Di tempat itu para pedagang dari berbagai daerah dan negara seperti
pedagang Cina, Inggris, Belanda, dan pedagang Melayu sudah menunggu untuk membeli komoditas tersebut. Namun adakalanya para pedagang tersebut, terutama
pedagang Cina dan Melayu sudah terlebih dahulu membawa perahu dagang mereka masuk ke pedalaman untuk membeli langsung komoditas dagang yang
mereka butuhkan.
59
Di sepanjang aliran Sungai Ciliwung banyak dijumpai hutan lebat dengan berbagai jenis pohon. Oleh karena itu, sepanjang daerah itu kaya akan hasil kayu.
57
F. De Haan, op. cit., hal. 10-37
58
F. De Haan, op. cit., hal. 10
59
Wawancara Pribadi, Dr. Harto Juwono, peneliti, pada tanggal 24 Mei 2011 digedung Arsip Nasional Republik Indonesia.
Kayu-kayu yang telah ditebang biasanya dihanyutkan ke arah hilir melalui sungai, dengan cara dirangkai seperti sebuah rakit. Kayu-kayu itu selanjutnya, dimuat ke
kapal-kapal yang akan membawanya ke Jawa atau daerah lain yang membutuhkannya. Selain kayu, hutan-hutan di sepanjang aliran Sungai Ciliwung
juga kaya akan pohon karet yang getahnya laku di pasar Nusantara. Pohon karet boleh disadap secara bebas dan hasilnya yang berupa getah biasanya diangkut ke
tepian Sungai Ciliwung oleh para pencari getah karet. Pengangkutan getah dari hutan ke tepi sungai dilakukan dengan berjalan kaki. Selanjutnya, hasil hutan
tersebut diangkut ke Pelabuhan Batavia untuk dimasukkan ke atas kapal untuk diberangkatkan ke berbagai daerah yang membutuhkannya.
Komoditas lada, banyak diangkut dari wilayah hulu Sungai dan daerah pedalaman di sekitar Sungai Ciliwung yang akan menuju ke Batavia. Namun pada
saat terjadi kenaikan harga lada di pasaran, biasanya para pedagang Melayu, Cina dan Eropa berlomba-lomba untuk mendatangi daerah produsen agar bisa
langsung membeli lada. Oleh karena itu, kondisi sungai di daerah yang dekat dengan hulu mulai sulit untuk dilayari sehingga dibuatlah terusan-terusan handil
untuk membawa lada ke tepi sungai yang dapat dilayari perahu atau kapal kecil. Dari sungai-sungai itu kemudian hasil karet diangkut ke Pelabuhan Batavia.
60
Berlayar dan berdagang merupakan unsur kehidupan sehari-hari, seringkali pedagang menyusuri Sungai Ciliwung ke Batavia untuk berdagang. Pada
pertengahan abad XVII memegang peranan yang penting, karena pengangkutan darat masih terbatas. Lalu lintas di Sungai Ciliwung Batavia diramaikan dengan
60
Adolf Heuken SJ, op. cit., hal 18 dan hal 22 dan lihat Makalah Didik Pradjoko, ‘’Pokok-pokok Kajian Peradaban Masyarakat dan Sejarah Kebudayaan Indonesia’’, sebagai
Bahan Perkuliahan Etnografi Indonesia, hal 6
pelayaran penduduk Batavia dan pribumi yang mengangkut komoditas perdagangan dari daerah pedalaman dengan perahu dan kapal. Para pedagang
Pribumi dan Melayu juga senantiasa ikut berlayar ke arah Sungai Ciliwung menuju ke pedalaman dengan menggunakan kapal-kapal dagang berukuran kecil,
sedang, hingga besar guna membeli komoditas perdagangan langsung dari daerah produsen. Pada waktu itu, para pedagang Pribumi dan Melayu yang memegang
peranan penting dalam perdagangan Sungai Ciliwung dapat dikatakan memonopoli perdagangan dari sarana angkutan Sungai Ciliwung.
Sejak abad XVII, lalu lintas orang berlayar dan berdagang untuk menyusuri Sungai Ciliwung selalu diramaikan dengan kehadiran kapal dagang yang
menyusuri ruote Batavia sampai Kepulauan Seribu setiap dua minggu sekali. Sejak saat itu kapal-kapal asing mulai melakukan kontrol secara langsung
terhadap daerah-daerah penghasil komoditas dagang yang selama ini berada di bawah kekuasaan para saudagarpedagang besar yang kebanyakan berasal dari
keluarga Belanda.
61
Menurut Adolf Heuken SJ, bagi daerah-daerah yang termasuk dalam kategori dunia perdagangan dengan sejumlah kapal besar dan perahu dagang yang
menyusuri Sungai Ciliwung yang mengalir dari pedalaman hingga ke arah pesisir, adalah sangat penting pula untuk menegakkan hegemoni secara parsial melalui
pemerintah Batavia atas pesisir Pantai dan muara sungai karena tidak mungkin untuk mengontrol arus kesibukan transaksi perdagangan melalu Sungai
61
Lihat Fe de Haan, op. cit., hal 10-15
Ciliwung.
62
Dengan pengontrolan terhadap muara sungai, sangat dimungkinkan untuk dapat mempengaruhi pergerakan naik turunnya sebuah sistem sungai.
Seorang penguasa muara sungai dapat menggunakan kontrolnya terhadap hubungan komunikasi sungai untuk membentuk berbagai aliansi dengan
kelompok-kelompok yang berada di hulu sungai. Seorang penguasa yang efektif tentu juga menaruh perhatian kepada
aktivitas ekonomi wilayah kekuasaannya. Sumber ekonomi negara sangatlah penting untuk mengelola kekuasaan. Sebuah hubungan aliansi dengan kelompok-
kelompok penduduk dan anggota masyarkat Batavia di daerah pedalaman akan menghasilkan aliran barang-barang dari pedalaman ke Pelabuhan Batavia.
Perdagangan maritim seperti itulah yang terjadi pada VOC, sehingga Batavia dapat tumbuh menjadi lebih besar lagi dan menjadi yang lebih kuat dengan baik
secara ekonomi ke penjuru dunia.