Hubungan Perdagangan dengan Perkembangan Agama Islam di Pulau

Bandar terpenting dari Kerajaan Pakuan Pajajaran, tidak dipastikan dengan ilmu pelayaran dan perdagangan yang memadai. Bahkan tidak hanya dari berbagai macam daerah yang telah mengekalkan kawasan Asia Tenggara, hal inilah yang menjadi pesat dengan kedatangan orang Palembang, Tanjungpura Kalimantan Selatan, Maluku, Gowa Makasar, dan Madura tetapi juga berbagai kapal berdatangan baik negara di Asia maupun kawasan Timur-tengah sekalipun, semisal; Cina, Arab, Persia dan Ryuku Jepang. Kedatangan kapal-kapal ini tidak hanya untuk kepentingan perdagangan saja, melainkan sebagai salah satu yang memiliki menyebarkan agama Islam. Negara-negara Asia seperti Cina dan India telah banyak mengirimkan pendetanya dari dan ke Nusantara yang ikut serta dalam pelayaran di Nusantara. Negara- negara Timur-tengah seperti; Arab, Persia, dan Turki pada abad XIII M, dalam pelayarannya ke Nusantara selain pedagang-pedagang yang memiliki misi untuk menyebarkan agama Islam. 4 Hal ini karena, jalan pelayaran dan perdagangan di jalur laut yang menyusuri Pantai Timur Sumatra melalui Laut Jawa ke Nusantara bagian Timur Jauh sudah ditempuh sejak zaman dahulu. Para pedagang yang telah beragama Islam, dalam perjalanannya telah singgah di banyak tempat, karena pusat-pusat pemukiman di Pantai Utara Jawa ternyata lebih tepat. Salah seorang yang terkenal dan tertua di antara para penyebar agama Islam di Pulau Jawa adalah Raden Rahmat dari Ngampel Delta. Ia diberi nama sesuai kampung halamannya yaitu Sunan Ampel. Sejak dahulu dalam hal pelayaran dan perdagangan di Jawa Timur, Raden Rahmat telah berhubungan 4 Lihat Anwar Ibrahim, dkk, Islam Di Asia Tenggara, Jakarta: LP3ES, 1989, hal. 78-79 dagang dengan tokoh dari Negeri Campa. 5 Setelah Raden Rahmat bersama putera seorang dâ’î Arab di Campa, pedagang Muslim memperoleh kesempatan baik di istana Majapahit, hingga kemudian tersebar luas. Raden Rahmat memegang peran penting dalam aspek perniagaan besar yang sangat penting dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa dan dipandang sebagai pemimpin wali sanga dengan gelar Sunan Ampel. Sejarah Campa disebut di dalam Hikayat Hasanudin versi Banten. Dalam hikayat tersebut, bahwa Kerajaan Campa Kamboja sudah ditaklukan oleh ‘’Raja Koci’’ Campa, akibat adanya serangan Cina terhadap Vietnam pada tahun 1471. Besar kemungkinan pedagang Muslim tersebut, telah datang ekspedisi besar melalui jalan laut sebagai jalan utamanya guna menyusuri selat Sunda dan dilanjutkan ke Pantai Utara Jawa, setelah perjalanan pelayaran dan perdagangannya hingga diluruskan ke daerah yang di tuju yaitu Surabaya. Untuk mencari dukungan dan perlindungan orang-orang Muslim, sehingga jumlah pedagang Muslim dan masyarakat Pribumi, Melayu, Cina mereka akan bertambah dan berkumpul di tempat tinggal Raden Rahmat yang berpusat di daerah Ngampel Delta. 6 Raden Rahmat bersama saudaranya, Raja Panjita, berangkat berlayar dan berdagang melewati rute perjalanan dari Negeri Campa ke arah Jawa Timur pada tahun 1471, sambil menyebarkan agama Islam. Karena itu, sekali lagi kita dapatkan bagian Timur Pulau Jawa menjadi persimpangan jalur laut, berhubungan dengan Gujarat maupun indo-cina, sebagai petunjuk telah ada golongan menengah kaum pedagang. 5 Lihat H. J de Graaf dan Th. G. Th. Pigueaud, Kerajaan-kerajaan Islam Pertama: Kajian Sejarah Politik Abad XV dan XVI, seri terjemahan, op. cit., hal. 23 6 Lihat H. J de Graaf dan Th. G. Th. Pigueaud, op. cit., hal. 23 Bahkan Sunan Giri pada masa mudanya adalah anak angkat Nyai Gede Pinatih, seorang isteri pedagang asing yang sudah berusia lanjut yang telah mengadakan pelayaran dan perdagangan ke arah Tanjung Pura Kalimantan Selatan dan Lawe Kalimantan Selatan. Ki Gede Pandan Arang yang bekerja sebagai penjual beras, berdakwah agama Islam. Sunan Kalijaga mengungkapkan pendapatnya mengenai orang yang menyamar sebagai penjual alang-alang adalah benar Ki Gede Pandan Arang. Semenjak itu, telah ada dugaan bahwa di dalam Kerajaan Majapahit di banyak tempat terdapat pasar perniagaan besar yang membentuk pusat hubungan dagang dan ke Islaman ke pelosok-pelosok pedalaman yang hendak menyusuri Sungai Brantas. Ini merupakan bukti yang telah menunjukkan secara tepat bahwa di pedalaman Majapahit telah ada pedagang-pedagang kecil hingga besar di sekitar Sungai Brantas yang di tuju ke daerah pedalaman Majapahit. Dalam buku Pigeaud, Java, 7 didapatkan perhatian secara khusus bahwa pada abad XIV dan awal abad XV, yang banyak terlibat bukan hanya orang-orang Jawa yang berpengaruh besar terhadap pedagang Muslim dengan hadirnya jalan lintas menuju pedalaman. Mereka ialah yang berasal dari keluarga pedagang Cina Indocina, yang sejatinya mempunyai misi berdagang dan mengislamkan penduduk setempat baik perorangan maupun kelompok. Dalam tradisi Jawa, diungkapkan ada seorang adi pati, bawahan raja di Terung Sungai Brantas telah memiliki darah keluarga Cina, yang melantik menjadi Imam pertama di Masjid tua di Ngampel Delta. Di sini terlihat jelas, bahwasannya telah ada hubungan 7 Lihat H. J de Graaf dan Th. G. Th. Pigueaud, op. cit., hal. 23 Islam antar golongan menengah, dengan diikuti pedagang-pedagang yang beragama Islam, yang telah memilih jalan laut sebagai jalan utamanya. Seringkali diikutsertakan pedagang Cina guna menyusuri Laut Cina Selatan hingga yang di tuju ke arah Laut Jawa dan singgah secara menetap di Jawa Timur. Lain halnya dengan Tome Pires adalah seorang apoteker Lisabon yang dikirim ke India sebagai agen obat- obatan’ ketika ia berusia 40 tahun. Sesudah bekerja kurang lebih setahun di Cannanoree dan di Cochin di Pantai Barat India Selatan, ia naik pangkat setelah dikirim ke Malaka oleh Alfonso d’ Albuqurque. Sewaktu ditempatkan di Malaka, ia melakukan perjalanan ke Pantai Utara Jawa selama beberapa bulan. Dalam perjalanan Tome Pires ke Jawa Tengah, wilayah Demak menjadi wilayah yang strategis, besar kemungkinan telah ada hubungan dagang dengan pedagang Muslim yang berlayar dan berdagang dari Semarang hingga yang di tuju ke arah Rembang, dengan membawa misi berdagang dan mendakwahkan agama Islam. Semenjak, masa pimpinan awal Raden Patah yang hendak mengawali penyebaran agama Islam di Jawa Tengah melalui kegiatan dagang. Bahkan, di sepanjang Pantai Utara Jawa pada abad XVI, telah ada kakek tua di Gresik, yang dimaksudkan adalah Raja Demak yaitu Raden Patah yang berangkat berlayar mengelilingi Pantai Jawa Barat yang di tuju ke arah Cirebon, untuk melawan orang-orang kafir yang ada di sana. Setelah di Cirebon, ia diberi gelar pate yang diterjemahkan sebagai tuannya, sejak berkuasanya secara penuh atas wilayah Cirebon tahun 1470-1475. 8 Demikian juga halnya, ia telah mengadakan penyerbuan atas pelawanan-perlawanan dan telah mengalahkan Palembang Sumatra Selatan, dan Jambi Provinsi Jambi di Sumatra. Tome Pires, telah memberi sumber informasi yang lebih, di dalam bukunya ‘’The Suma Oriental of Tome Pires’’, pada tahun 1513 telah ada bentuk hubungan dagang dengan pedagang Muslim yang berpusat di Pantai Utara Jawa. Menurutnya bahwa yang memegang kekuasaan di Cirebon adalah seorang lebe’ Uca atau yang bernama Husain jadi patih dari Demak. Nama tersebut dimaksudkan adalah Raden Patah. Selain itu Tome Pires, melukiskan di dalam bukunya tentang Gresik elle veio teer a Dema, Tome Pires sendiri telah menjelaskan secara utuh telah ada bentuk hubungan dagang di Nusantara dan keislaman di Gresik, yang menjadi pusat tertua agama Islam di Jawa Timur. 9 Dalam cerita Aria Damang, yaitu cerita yang berasal dari Palembang, disebutkan bahwa yang menjadi raja Demak pertama adalah Raden Patah. Sementara dalam naskah cerita babad dari Jawa Timur dan Jawa Tengah, diceritakan tentang raja Demak yang disebut sebagai Sabrang-Lor, yang diterjemahkan sebagai tempat tinggalnya ‘’di Seberang Utara’’Demak. Sabrang Lor berlayar menyebrang ke Utara ‘atau’ ke arah Malaka, yang mempunyai 8 Lihat Armando Cortesao ed, The Suma Oriental of Tome Pires: An Account of the east from the Red Sea to Japan; Written in Malacca and Indiain 1512-1515. Jilid 2, London: Hakluyt Society, 1967, hal. 195-200 9 Tome Pires adalah seorang apoteker Lisabon yang dikirim ke India sebagai agen obat- obatan’ ketika ia berusia 40 tahun. Sesudah bekerja kurang lebih setahun di Cannanoree dan di Cochin di Pantai Barat India Selatan, ia naik pangkat setelah dikirim ke Malaka oleh Alfonso d’ Albuqurque. Sewaktu ditempatkan di Malaka, ia melakukan perjalanan ke Pantai Utara Jawa selama beberapa bulan. Pada tahun 1515, ia kembali ke Cochin, untuk meny elesaikan bukunya, ‘’ The Suma Oriental of Tome Pires ’’, yang sebagaimana dikatakan pada halaman judul dari terjemahan Inggris: suatu laporan dari negeri-negeri Timur dari Laut Merah hingga ke Jepang. Lihat Armando Cortesao ed, op. cit., hal. 424 armada sebanyak 40 kapal jung yang kesemuanya itu, berasal dari kekuatan orang-orang Muslim sebagai daerah-daerah taklukan Jepara. 10 Selain itu dalam babad Jawa Tengah Raden Patah disebut juga Pate Rodim Demak. Raden Patah dalam pandangan Slamet Muljana adalah sebagian walisongo yang merupakan tokoh penyebaran Islam di Pulau Jawa. Ia merupakan keturunan pedagang Cina Muslim. Kerajaan Demak tidak bisa dilepaskan dari peran pedagang Cina Muslim yang telah membentuk simpul-simpul keislaman. Malah, Raden Patah adalah penguasa pertama Demak yang bergelar ‘’Jin Bun’’. 11 Dalam The Suma Oriental of Tome Pires dikatakan Trenggana, yang besar kemungkinannya adalah Raden Patah dan ayahnya ikut serta dalam peresmian Masjid Raya di Demak tersebut kemudian menjadi pusat kerajaan Islam pertama di Jawa Tengah. Menurut beberapa catatan tampaknya lebih dikenal dengan ibukota Demak, yang didirikan pada pertengahan abad XV. 12 Yang kemudian menjadi pusat ibadah bagi masyarakat Muslim dan berdakwah agama Islam. Berlanjut pada abad XVI, Tome Pires menyebut secara berkali-kali tentang Jepara di dalam bukunya ‘’The Suma Oriental of Tome Pires’’ yang dimaksudkan adalah Pate Unus sebagai tuannya, yang telah berkuasa penuh atas wilayah Jepara. Pati Unus telah berperan di dalam negeri Jepara serta pemegang kota Pelabuhan Jepara. Ketika Tome Pires meyakini, bahwa Pate Unus sangat 10 Lihat H. J de Graaf dan Th. G. Th. Pigueaud, op. cit., hal. 23 dan lihat Donald Maacintyre, Sea Pasifis: A History from the Sixteenth Century to the Present Day London:Arthur Baker Limeted, 1972, hal. 35-38 11 Tulisan Munawir Aziz yang berjudul Jejak Cheng Ho, Antitesis Benturan Peradaban dalam harian Kompas, Minggu, 17-10-2010, hal 22. 12 Lihat Armando Cortesao ed, op. cit., hal. 195-200 berperan dalam berdagang dan menyebarkan agama Islam dan sekaligus membentuk budaya keislaman antara wilayah Jepara dengan Demak. Pate Unus telah mendapatkan kekuasaan yang sangat penting, baik ke Islaman atas wilayah Jepara dan hubungan dakwah sampai ke seberang lautan Jepara yaitu Demak. Pate Unus juga memiliki tempat terbuka untuk umum dan bagi orang-orang Muslim di Jepara, sampai menyusuri ke Pantai Utara Jawa Tengah. Ini merupakan route perjalanan jarak dekatnya. 13 Hal tersebut terkait dengan kota-kota pelabuhan di Jawa pada abad XV dan pada awal abad XVI. Yang agaknya telah ada hubungan dagang jarak dekat dan hubungan dagang jarak jauh dalam berlayar untuk membentuk ke Islaman di Demak, Jepara, Cirebon, Banten, Tuban, Surabaya, Aros Baya, Wiraba dan Pasuruan. Pada tahun 1521-1546 Sultan Trenggana telah mendakwahkan agama Islam ‘atau’ penyebaran agama Islam yang dilakukan di seluruh wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat meliputi; Cirebon, Sunda Kelapa Jakarta, dan Banten. 14 Semenjak tahun 1542, atas bantuan kekuasaan Sultan Trenggana, Nurullah atau yang lebih dikenal Sunan Gunung Jati yang merupakan saudara dari Sultan Trenggana yang telah berangkat berlayar ke arah Demak guna menyusuri Pantai Jawa Barat yang di tuju Banten. Hal tersebut mempunyai misi mendirikan komunitas muslim di wilayah raja Pajajaran. Menurut pemberitaan Portugis, penguasa agama Islam Banten yang baru, dalam tahun 1546, telah membidani ‘atau’ membantu Kerajaan Demak atas serangan ke Panarukan di ujung Timur 13 Lihat Armando Cortesao ed, op. cit., hal. 169-170 14 Lihat H. J de Graaf dan Th. G. Th. Pigueaud, op.cit., hal. 23-79 Pulau Jawa, namun serangan tersebut menimbulkan Sultan Trenggana meninggal dunia. Sementara, dari kisah Sejarah Banten Nurullah menyerahkan Cirebon sudah sejak lama yang telah dikuasai Demak kepada salah satu puteranya. 15 Namun ketika puteranya ini meninggal tahun 1552, ia memutuskan meninggalkan Banten dan menetap di Cirebon. Sementara itu di Banten tinggal salah seorang puteranya yang lain, yaitu Hasanuddin yang kemudian menjadi raja. Selama di Cirebon, Nurullah dan Sunan Gunung Jati telah mengabdikan dirinya untuk memimpin wilayah Cirebon dan menyebarkan agama Islam. Namun di wilayah Mataram, besar kemungkinan Mataram mempunyai koneksi langsung lebih jauh lagi, melewati Laut Asia ke arah Timur-tengah, karena Mataram yang merupakan Kerajaan besar Muslim, posisinya berada di Tengah-tengah Pulau Jawa, sudah menjalin hubungan ekonomi dengan Syarif Makkah, dan sekaligus untuk mendapatkan gelar sultan sebagai penguasa. Hal ini, dengan tujuan untuk mempererat tali persaudaraan atas penguasa Mataram yaitu Pangeran Rangsang dengan mengirimkan perwakilan untuk berangkat berlayar ke Makkah pada tahun 1641. 16 Sebagai dewan perwakilan di Mataram, ia menumpang kapal dagang Inggris untuk berlayar ke India kemudian ke Mekkah menemui Syarif Makkah. Syarif Makkah berkeinginan memberikan gelar sultan 15 lihat Supratikno Raharjo, Diskusi Ilmiah Bandar Jalur Sutra: Kumpulan Makalah Diskusi, Jakarta: Proyek Penelitian Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1998, hal. 26-27 16 Lihat Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur-Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII XVIII Akar Pembaharuan Islam Indonesia, edisi ke-3 Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007, hal 47 kepada Pangeran Rangsang sejak Sultan Agung berkuasa penuh atas wilayah Mataram.

B. Peranan Politik dalam Pelayaran dan Perdagangan di Pulau Jawa

Pada tahun 1416, seorang Muslim Cina, Ma Huan, mengunjungi daerah pesisir Jawa dan memberikan suatu laporan di dalam bukunya yang berjudul Ying- Yai Seng-lan Peninjauan tentang Pantai-Pantai Samudra. Laporan Ma Huan memberi kesan tersendiri, bahwa agama Islam dianut dilingkungan istana di Jawa. 17 Berita Ma Huan tersebut dalam tahun 1416, ia mengungkapkan telah ada hubungan politik kepada pelaut dan pedagang Muslim yang berlayar dan berdagang di sekitar Majapahit dan Gresik. Bahkan berita tersebut memberikan kesan tersendiri dan penjelasan, yang sesungguhnya di wilayah Majapahit telah mempunyai koneksi politik yang lebih erat dengan tumbuhnya aktivitas pelayaran dan perdagangan dikalangan orang- orang Muslim. Semenjak tumbuhnya dan berkembangnya perniagaan besar di Samudra Pasai dan Malaka, berdampak terhadap kerajaan-kerajaan Islam di Pulau Jawa dan daerah-daerah di sepanjang Pantai Utara Pulau Jawa. Situasi ini yang memunculkan, adanya perkembangan politik dan tumbuhnya negara-negara baru seperti; berdiri kerajaan-kerajaan Islam, yakni Kerajaan Demak kurang lebih 1500- 1550, Kerajaan Islam Banten, Kerajaan Pajang 1546- 1580, Kerajaan Cirebon dan lain sebagainya 18 Hal tersebut terkait dengan beritanya J. C. Van Leur yang mengungkapkan adanya pertentangan antara keluarga bangsawan dengan adanya kekuasaan pusat 17 http:ekkyij.multiply.comjournalitem10 dikunjungi tanggal 16 juli. 18 Lihat Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia Jilid III, Jakarta: Balai Pustaka, 1993, hal. 19 Majapahit serta aspirasi-aspirasi politik keluarga bangsawan untuk berkuasa sendiri atas negara, maka penyebaran agama Islam, melewati jalan trayek pelayaran dan perdagangan menjadi alat politik. Pada awalnya serentetan pedagang yang berjualan hingga dapat mendakwahkan agama Islam di Pantai Utara Jawa, tetapi kemudian dipengaruhi adanya proses pedagang Muslim hingga mencapai kekuasaan dan kekuatan politik, seperti contoh di Demak. 19 Semenjak Tome pires mengungkapkan secara jelas bahwa telah ada kerajaan-kerajaan Islam yang bercorak Islam yang menjalin hubungan politik di daerah-daerah pedalaman Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat di samping adanya kerajaan yang bercorak Islam ke arah nuansa politik di Demak dan daerah- daerah di Pantai Utara Jawa Timur, Jawa Tengah, sampai daerah Jawa Barat. Saat itu Tome Pires meyakini dan memberikan informasi mengenai Raja Daha Kediri, sebagai Vigiaya dan kapten-utama. 20 Mungkin saja yang jadi patihnya adalah Patih Gusti Pate atau Raden Patah, sebagai pemegang kekuasaan pemerintahannya. Sejak berdirinya Demak, dimulailah pemegang dari kalangan elite terhadap perniagaan besar dan kekuasaan kesultanan dari Pate Rodim atau Raden Patah, diikuti oleh Pate Unus, kemudian dilanjutkan oleh Sultan Trenggana yang sudah meluaskan kekuasaan politiknya sampai ke wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat. Pada waktu itu, Demak merupakan kota perniagaan besar di 19 Lihat Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, op. cit., hal. 19 dan lihat Makalah Hasan Muarif Ambary, Dinamika Sejarah dan Sosialisasi Islam Asia Tenggara Abaf XI-XVII M, Jakarta: Kongres Nasional Sejarah, 1996, hal. 6-7 20 Lihat Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, op. cit., hal. 19 Nusantara dan kiprah Pate Rodim dalam berpolitik di Jawa, hal ini terkait dengan uraian di atas. Maka Panarukan merupakan wilayah yang pernah dijajah dan tunduk kepada kekuasaan Demak yang di pimpin Sultan Trenggana pada tahun 1546. Sultan Trenggana telah melakukan kebijakan politik dengan cara merubah haluan secara besar-besaran ke arah masyarakat Muslim di Jawa Tengah. Untuk mempererat tali persaudaraan dalam mendakwahkan Islam dan menanamkan nuansa politik di Demak, secara bertahap meluaskan kegiatan dagang dan menyebarkan Islam ke arah Jepara dan Tuban. Besar kemungkinan, telah mendapat dukungan dari persaingan politik tersebut. Hal ini terkait dengan kota- kota pelabuhan di Pantai Utara Jawa. Semenjak itu, dapat dipastikan kekuasaan Demak telah menjalin hubungan dagang secara langsung maupun tidak langsung terhadap kerajaan-kerajaan Islam yang terdapat di sepanjang Pantai Utara Jawa. 21 Semenjak itu pula Sultan Trenggana telah mengubah kehidupan masyarakat dalam hal menggunakan trayek pelayaran dan perdagangan, sehingga berhasil mengubah nuansa perpolitikan secara besar-besaran. Raja ke-III adalah Sultan Trenggana, yang secara khusus telah berperan secara aktif dalam berpolitik, untuk melakukan kegiatan berlayar dan berdagang di Pantai Utara Jawa. Hal tersebut, untuk mendapatkan perhatian dan menarik simpati di dalam negeri hingga ke luar negeri. Dalam menjaga jalannya lalu-lintas 21 Lihat Supraktikno Rahardjo dan Wiwik Djuwita Ramelan, Demak Sebagai Kota Bandar Dagang Di Jalur Sutra Jakarta: Proyek Penelitian Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998, hal. 18 dan 19