Dinamika Ekonomi Perdagangan PENGARUH PELAYARAN DAN PERDAGANGAN TERHADAP AGAMA

negeri sampai ke luar negeri. Hal ini didukung dari penghasilan utamanya adalah berbagai macam jenis tumbuhan, seperti; beras, jagung, gula, terutama lada dan rempah-rempah yang kemudian dikirim ke Jawa Barat. 29 Beberapa saudagar Palembang ikut berdatangan ke tempat ini, dengan membawa berbagai mata barang dagangan. Barang dagangan tersebut kemudian ditukar kembali dengan kain belacu yang berasal dari India. Pertukaran barang dagangan tersebut juga terjadi dengan Semenanjung Malaya Melayu, yang memanfaatkan waktunya dan memainkan kegiatan perdagangannya itu di Malaka dengan masyarakat yang datang dari Pulau Jawa. Perdagangan antara Malaka dengan Pulau Jawa yang dibantu melalui pelabuhan Sunda Kalapa semakin erat terlebih dengan munculnya kota-kota pelabuhan di Pulau Jawa seperti Banten, Jepara, Cirebon, Gresik, dan Tuban sebagai penghasil beras. 30 Dengan demikian ekonomi perdagangan di Nusantara memperlihatkan situasi persaingan dagang yang semakin hebat dan selalu diramaikan dengan pesatnya pedagang-pedagang asing seperti; dari Gujarat, Persia, Cina, Turki, Pegu, Birma atau Myanmar, Keling, Portugis dan lain sebagainya, yang dipusatkan di Pulau Jawa. Demikian juga para pedagang seperti; Patih Adam, Patih Kadir, Patih Yusoff, Pati Unus dan Utimutiraja ikut berdatangan melalui jalur laut menuju Demak. Selain itu, dalam penerapan unsur Melayu-Jawa dalam berdagang dapat dilihat dalam tradisi sastra budaya di dalam Sejarah Melayu dan Hikayat Hang 29 Lihat Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, op. cit., hal. 35 30 Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900; Dari Emporium Sampai Imperium, Jakarta, Gramedia, 1988, hal. 3-4 Tuah. 31 Dahulu rempah-rempah diangkut dari Maluku Utara ke Hitu dan Banda serta Pelabuhan Gresik yang dijalankan oleh Sultan Giri semenjak menjalin hubungan dagang dengan dua hulu ini agar membentuk suatu persekutuan dagang di Pulau Jawa. 32 Semenjak itu, pesatnya kedatangan para pedagang dari luar negeri yang selalu diramaikan setiap harinya mengakibatkan transaksi barang-barang dagangan semakin banyak terdapat di Pulau Jawa. Hal itu, membawa dampak positif dan membawa angin segar bagi pelabuhan-pelabuhan di sepanjang Utara Jawa. Pelabuhan-pelabuhan tersebut semakin dipadati oleh transaksi-transaksi para pedagang dari dan ke arah Malaka yang kemudian mereka kembali ke Pulau Jawa. 33 Dari Jawa mereka terus meluaskan pengaruhnya ke arah kepulauan rempah- rempah, yaitu Maluku. Dari Maluku Utara ke Hitu kemudian ke Banda mereka membawa rempah-rempah seperti pala dan cengkeh. Para pedagang harus menempuh jalan secara bertahap dan memakan waktu lama. Dalam perjalanannya tersebut mereka setelah itu dari tempat ini mereka membawa rempah-rempah tersebut ke bagian Barat Indonesia, tepatnya ke arah pelabuhan-pelabuhan yang ada di Pantai Utara Jawa. 34 Pada abad XV, Demak dan Malaka merupakan mata rantai yang tidak dapat dipisahkan antara dua hulu ini, Demak dan Malaka telah berhasil menjadi pusat utama lalu-lintas pelayaran dan perdagangan rempah- 31 Teks klasik Melayu yang dianggap oleh R.O.Winstedt sebagai,’’…Malayo-Javanese, Kuala Lumpur,1969, hlm 62 dan Lihat Anthony Reid, op. cit., hal. 218-223 32 Lihat Prof. Dr. Adrian. B Lapian, op. cit., hal. 41 33 Armando Cortesao ed, op. cit., hal. 184-186 34 Lihat Prof. Dr. Adrian. B Lapian, op. cit., hal. 41 rempah sampai para pedagang dapat menukarkan barang dagangan yang dibeli dari Jawa, dan Malaka, dan Maluku. 35 Hal ini, diperjelas dalam buku Anthony Reid Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680: Bahkan di sepanjang Pantai Utara Jawa, di provinsi Jawa Tengah terdapat kota Jepara sebagai pemasok beras untuk ke Malaka Untuk daerah ini mengirimkan beras lima sampai lima jung sekitar 15.000 merupakan jumlah beras yang dipasok dari Pulau Jawa setiap tahunnya pada awal abad XVI. Jepara juga merupakan pemasok beras utama ke Banjarmasin, Maluku, dan kota-kota pelabuhan besar Banten dan Jakarta-Batavia. Pada tahun 1615, Belanda memperkirakan bahwa yang sanggup membeli 2.000 ton beras setiap tahunnya di Jepara. Sedangkan, dalam tahun 1680, mereka kenyataannya sanggup mengimpor 8.000 ton ke Maluku dan Sunda Kelapa, dan juga sanggup mengirimkan 2.000-4.000 ton dari Surabaya sekitar abad XVII. 36 Kebangkitan ekonomi-perdagangan di Pulau Jawa merupakan sumbangan besar dari Malaka ke arah kebangkitan dan kemajuan pelabuhan-pelabuhan di sepanjang Utara Pulau Jawa pada penghujung abad XVI, termasuk Demak, Cirebon, Jepara 37 , Rembang, 38 Gresik, Surabaya, Tuban, dan daerah-daerah sekitarnya. 35 Wilayah Maluku meliputi; Ternate, Tidore, Bacan, Hitu, ditambahkan lagi Kepulaun Banda. Saya membacanya di dalam Museum Bahari pada tanggal 8-9 Juni 2011, merupakan hasil penelitian selama 2 hari di Museum Bahari, dibantu oleh Bapak M. Isa Ansyari, SS. yang merupakan staff Museum Bahari. 36 Anthony Reid, Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680, Jilid I: Tanah di Bawah Angin, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1992, hal. 27 37 Pada tahun 1519, Jepara telah menjalin hubungan langsung dengan Jambi. Saat itu, Jepara sebagai pemasok beras dan garam dengan lada ke Jambi. Ini yang telah membuat pedagang Cina datang ke Jepara, untuk menukarkan lada dengan Sutera, Porselin, Belanga, besi dari Cina. saya mendapatkan informasi ini, dari hasil penelitian di Museum Bahari pada tanggal 8-9 Juni 2011, merupakan hasil penelitian selama 2 hari di Museum Bahari dan dibantu oleh Bapak M. Isa Ansyari, S.S, selaku staff Museum Bahari. Kota-kota pelabuhan tersebut telah memberikan warna tersendiri bagi kemajuan ekonomi-perdagangan di Pulau Jawa. Pada saat itu, Sultan Trenggana, telah menggunakan hak atas perluasan Banten setelah melakukan perjalanan berlayarnya ke arah Banten. Hal ini disebabkan, karena ekonomi-perdagangan pada saat itu telah tumbuh dan berkembang setiap harinya dalam melakukan transaksi beras, rempah-rempah, dan bentuk perdagangan lainnya. Bahkan Sultan Trenggana, telah memperluas wilayah kekuasan Kerajaan Demak sampai ke wilayah Jawa Barat Banten, Jayakarta, Cirebon, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. 39 Di Jawa Barat, Demak mendukung pertumbuhan Banten dan Cirebon. Sehingga pada abad XV Cirebon telah berhasil dikuasai Demak dan masyarakatnya menganut agama Islam, tetapi masa kejayaan Cirebon ini dari beberapa catatan selalu dihubungkan dengan Sunan Gunung Jati wafat 1570. Sunan Gunung Jati pun telah berhasil menguasai Banten sebagai penguasa lokal. Sunan Gunung Jati berhasil merebut pelabuhan utama Pajajaran, yaitu Sunda Kalapa. Setelah menaklukkan wilayah Jawa Barat yang dipimpin oleh Sunan Gunung Jati yang mereka beri nama Fatahillah atau Tagaril yang merupakan pemegang kekuasaan dan perdagangan besar Kerajaan Cirebon dan Kerajaan Banten, pada abad XVI, 40 yang nantinya memegang peranan penting 38 Rembang berperan sebagai pemasok kapal yang telah menggantikan Pelabuhan Lasem, pada awal perkembangan Kerajaan Demak, sekitar abad XV, saat rembang menghasilkan kapal- kapal besar, di antaranya yang diutus Pati Unus dari Demak menyerang ke Malaka pada abad XVI. Rembang menghasilkan kayu jati yang melimpah sebagai bahan dasar pembuatan kapal. Saya mendapatkan informasi ini di dalam Museum Bahari pada tanggal 8-9 Juni 2011, merupakan hasil penelitian selama 2 hari di Museum Bahari. 39 Denys Lombard, op. cit., hal. 52 40 M.C. Ricklefs, Sejarah Modern Indonesia, terj., Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press, 1995, hal. 56 dan 57 bagi kekuasaan Kerajaan Banten, hingga kemudian Banten menjadi bandar perdagangan terpenting dan makin pesat dari penjualan barang dagangan, seperti; rempah-rempah yang berkualitas tinggi. Yang diperjual-belikan ditempat ini seperti lada, asam, cengkeh, dan kayu manis. Masyarakat daerah Banten telah berhasil diislamkan oleh Sunan Gunung Jati atau Fatahillah. Banten menjadi berkembang sebagai bandar perdagangan dan sekaligus sebagai pusat penyebaran agama Islam. 41 Faktor-faktor yang mendukung berkembangnya Banten sebagai pusat kerajaan Islam dan pusat perdagangan, adalah sebagai berikut: 1. Banten terletak di Teluk Banten dan pelabuhan terlindungi oleh Pulau Panjang, sehingga baik sekali menjadi pelabuhan. 2. Kedudukan Banten yang strategis di tepi Selat Sunda menyebabkan karena aktivitas yang tinggi untuk berlayar dan berdagang dari kalangan pedagang Islam dan pedagang asing, dan selalu diramaikan sejak Portugis berkuasa di Malaka. 3 Banten telah memiliki bahan ekspor yang begitu penting yakni lada, sehingga dapat menjadi daya tarik yang kuat bagi pedagang- pedagang asing seperti dari Gujarat, Persia, Cina, Turki, Pegu, Birma atau Myanmar, Keling, Portugis dan lain-lain. 4. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis mendorong pedagang- pedagang mencari jalan baru melalui Selat Sunda hingga kemudian Banten dijadikan sebagai salah satu pusat perdagangan di Jawa Barat di samping Cirebon. 42 Dengan demikian, ketika Fatahillah atau Sunan Gunung Jati turut membangun kota itu, kegiatan berlayar dan berdagangnya mempunyai peranan penting dan menjadi pemilik kapal dagang dan barang dagangan, sekaligus pemegang uang ‘atau’ harta yang melimpah. Pedagang Arab, Persia, maupun 41 Lihat Nina H Lubis, Banten dalam Pergemulan Sejarah: Sultan, Ulama, Jawara, Jakarta: LP3ES, 2003, hal. 26-27 42 Armando Cortesao ed, op. cit., hal. 183-195 dan M.C. Ricklefs, Sejarah Modern Indonesia, op. cit., hal. 56 dan 57 India ikut berdatangan yang besar kemugkinan menambah jumlah pedagang yang meramaikan bentuk pertukaran barang dagangan. Hal ini, disebabkan faktor jual- beli kain sutra, pala, rempah-rempah atau hasil agraris, dan hasil lainnya. 43 Kegiatan ekonomi-perdagangan di Pantai Utara Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, lebih banyak ditentukan pada masa Sultan Trenggana. Setelah Fatahillah berperan secara aktif di Kerajaan Cirebon dan mendapatkan bantuan dari pihak Kerajaan Demak Trenggana. Fatahillah telah berhasil mematahkan hegemoni atas ekonomi-perdagangan. 44 Atas wilayah taklukannya yang meliputi daratan dan lautan, sehingga sangat erat hubungannya dengan para pedagang di Jawa Barat. Sunda Kalapa pada abad XVI, telah ada pelayaran Eropa yang pertama kali dengan memakai empat kapal Portugis di bawah pimpinan Jorge d’ Albouerqe ‘’de Alvin’’ dalam misinya mencari rempah-rempah di wilayah Nusantara dengan menyusuri laut Asia. Hal ini, didukung oleh Portugis semenjak keberadaannya di Sunda Kalapa Bandar Kalapa. 45 Dalam catatan Tome Pires yang menjadi salah satu bentuk berlayar dan berdagang tersebut, adalah karena Banten dan Sunda Kelapa telah memainkan peranan penting yang didukung sebuah bandar Pelabuhan dan dibantu beberapa pelabuhan lainnya. Sekarang Sunda Kelapa merupakan sebuah bandar terpenting 43 Uka Tjandrasasmita, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-Kota Muslim di Indonesia , Jakarta: Penerbit Menara Kudus, hal. 13-19 44 Daerah Jawa Barat telah ditaklukan oleh Demak, terbukti dengan keterangan Urdaneta yang dalam perjalanannya pulang ke tanah Maluku singgah di Panarukan pada tahun 1535, ia melaporkan bahwa raja Demak yang Moor Islam adalah raja yang paling berkuasa di Jawa, atas lada dari Sunda., Lihat Hoesein Djajadiningrat, lokal study or Indonesian History’’, dalam Soedjamoko ed, An Introduction to Indonesia Historiografy, New York: Coenell University Press, hal. 74-86 45 Adolf Heuken SJ, Dokumen-dokemen Sejarah Jakarta sampai dengan akhir abad ke- 16, Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1999, 74 pada masa Kerajaan Cirebon setelah Fatahillah memegang peranannya. Lalu Sunda Kelapa dijadikan oleh Fatahillah sebagai bandar pelabuhan yang pesat dan diramaikan dengan kedatangan barang –barang dagangan yang diangkut oleh kapal-kapal dagang dan perahu-perahu dagang yang merapat di Sunda Kalapa. 46 Nampaknya terlihat kesungguhan Tome Pires melakukan perjalanannya untuk mempelajari secara khusus tentang Pulau Jawa. 47 Perdagangan di Pulau Jawa tersebut banyak dilukiskan di dalam bukunya, ‘’The Suma Oriental of Tome Pires’’’. Buku ini bercerita tentang gambaran adanya hubungan berlayar dan berdagang yang dilakukan antara Sunda Kelapa dengan Kepulauan Maladewa disebelah Barat Sri Langka atau Ceylon. Selain itu, Sunda Kelapa merupakan sebuah bandar penting terutama dalam negeri, bahkan berhasil menjalin kerjasama hingga ke luar negeri dengan mendatangkan pedagang-pedagang dari Indonesia maupun negara-negara Asia lainnya. 46 Armando Cortesao ed, The Suma Oriental of Tome Pires: An Account of the east from the Red Sea to Japan, hal. 184-185 47 Tome Pires adalah seorang apoteker Lisabon yang dikirim ke India sebagai agen obat- obatan’ ketika ia berusia 40 tahun. Sesudah bekerja kurang lebih setahun di Cannanoree dan di Cochin di Pantai Barat India Selatan, ia naik pangkat setelah dikirim ke Malaka oleh Alfonso d’ Albuqurque. Sewaktu ditempatkan di Malaka, ia melakukan perjalanan ke Pantai Utara Jawa selama beberapa bulan. Pada tahun 1515, ia kembali ke Cochin, untuk menyelesaikan bukunya, ‘’ The Suma Oriental of Tome Pires’’, yang sebagaimana dikatakan pada halaman judul dari terjemahan Inggris: suatu laporan dari negeri-negeri Timur dari Laut Merah hingga ke Jepang. Lihat Armando Cortesao ed, op. cit., Jilid 2, 184 41

BAB III PROFIL BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG

A. Peralihan Jayakarta ke Batavia

Kota Jayakarta yang didirikan di tepi Sungai Ciliwung ini memiliki pola tata kota seperti pusat kerajaan-kerajaan Islam di Pulau Jawa. Alun-alun, dalem, masjid-masjid, pasar-pasar, kampung Angke dan Kampung Cina yang diperkuat pagar kayu sebagai garis pertahanan kota. 1 Dari struktur fisik contohnya, dapat dibedakan konstruksi tata ruang dan fungsi-fungsi bangunannya yang berada di dalam dan di luar sektor benteng kota. Secara fisik kebanyakan kota-kota muslim berada pada silangan jalan pengangkutan darat, sungai, selat, teluk atau pantai laut bebas yang sangat potensial bagi kelancaran dan pengembangan lintas orang, barang –barang dagangan dan jasa. Kota Jayakarta juga berfungsi sebagai salah satu pusat pemerintahan dan pusat perdagangan baik dalam negeri hingga ke luar negeri, kemudian berkembang menjadi pusat perdagangan internasional, perbentengan dan pusat pemerintahan. Ketika VOC pindah dari Maluku ke Jayakarta, Maluku ditinggalkan ketika rempah-rempah bukan lagi komoditas penting dalam perdagangan dunia saat itu, dan Jayakarta dipilih untuk memudahkan pengendalian perdagangan beras dan kayu yang banyak dihasilkan di Pulau Jawa, bahkan menjadi primadona baru dalam perdagangan internasional pada saat itu. 1 Lihat Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, Jakarta: PT Gramedia, 2009, 143 dan Lihat Max Weber, The City, New York: The Free Press, 1966, hal. 67 Semenjak Tubagus Angke yaitu menantu Maulana Hasanudin yang menikah dengan Ratu Pembayun, pada saat itu Jayakarta masih tetap berada di bawah naungan Banten dan semenjak Tubagus Angke yang telah memegang peranan penting di bidang perdagangan. 2 Daerah ini merupakan kota dagang pada abad XVI, yang dikelola secara penuh oleh Tubagus Angke, namun setelah Jayakarta didatangi oleh orang-orang Belanda, maka orang-orang Belanda kemudian menguasainya dan mendominasi pelayaran dan perdagangan. 3 Tubagus Angke, sebagai Syahbandar terkuat pada saat itu. Setelah Cornelis de Hautman melakukan tawar-menawar barang-barang dagangan yang terlalu rendah, tetapi tidak mendapatkan muatan barang secara melimpah, kemudian Cornelis de Hautman, melanjutkan perjalanannya ke Bali, untuk kemudian pulang ke negerinya dengan membawa 240 karung lada, 45 ton pala, serta 30 bal bunga pala, sebagian lagi hasil rampasan. 4 Semenjak kedatangan armada dagang Belanda diikuti iring-iringan oleh armada-armada lainnya, kemudian atas perintah Admiral Verhoeven pada tahun 1609, maka tahun 1610, Jacquas lHermit, kepala pos dagang Banten, 5 berhasil menandatangani perjanjian dengan Pengeran Jayakarta Wijayakrama yang berisikan memberi izin kepada orang-orang Belanda untuk 2 Menurut cerita orang-orang Belanda yang datang ke Teluk Jayakarta di bawah pimpinan Cornelis de Hautman di kapal Hollanda tanggal 13-16 November 1596, Kota ini dikelilingi pagar kayu. Waktu itu mungkin masih berada pemerintahan Tubagus Angke, karena berdasarkan berita pada abad XVII. pada masa pemerintahan Pangeran Jayakarta Wijayakrama, pagar kota tersebut diganti oleh Belanda, pertama-pertama juga telah diceritakan mempunyai pagar tembok terutama di pantai sebagai tirai Laut zee gordijn., lihat Uka Tjandrasasmita, Sejarah Perkembangan Kota Jakarta, Jakarta: Pemda DKI, Dinas Museum Dan Pemugaran, April 2000, hal. 13 dan lihat Armando Cortesao ed, op. cit., . Jilid 2, hal. 169 3 Sutrisno Kutoyo, dkk, Sejarah Ekspedisi Pasukan Sultan Agung Ke Batavia, Jakarta: Proyek Penelitian Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986, hal. 43 4 Lihat Fe de Haan, Oud Batavia, Bandung: A.C. Nix Co., 1935, hal 15-30 5 Lihat Fe de Haan, op. cit., hal 15-30 berdagang di Jayakarta dan tinggal seperlunya melindungi barang-barang dagangan. Setelah meninggalnya Tubagus Angke, ia digantikan oleh puteranya, yaitu Maulana Hidayatullah dan menurut naskah Purwaka Caruban Nagari 6 Maulana Hidayatullah yang mempunyai nama Pangeran Jayakarta Wijayakrama. Pada saat di bawah kekuasaan Pangeran Jayakarta Wijayakrama, inilah orang-orang Belanda diizinkan membangun pusat perdagangan. Semenjak itu, orang-orang Belanda telah memberi informasi lebih mengenai Jayakarta. Pada saat itu masa pemerintahan Pangeran Jayakarta Wijayakrama telah membuka luas pintu perdagangan maritim, bagi berbagai bangsa seperti; Negeri Keling, Bombay, Cina, Belanda, Inggris, Gujarat, Abesina, Persia, Arab, serta bangsa-bangsa dari Asia Tenggara. Demikian juga kawasan Nusantara sendiri, Bandar Jayakarta telah ramai didatangi pedagang Aceh, Tidore, Ternate, Hitu, Kepulauan Maluku, Tuban, Demak, Cirebon, Banten, dan lain sebagainya. Diberitakan, bahwa beras, ikan, sayur-mayur dan buah-buahan banyak diperdagangkan. Juga tuak yang dijual dalam tempayan-tempayan besar. 7 Yang selalu diramaikan perdagangan maritimnya dengan perahu-perahu dagang untuk menyusuri Perairan Jayakarta yang melanjutkan ke tempat ke arah bandar Jayakarta. 6 Menurut naskah Purwaraka Caruban Nagari Hidayatullah wafat tahun 1568 Masehi atas penguasaan atas daerah pemerintahan Jayakarta diserahkan kepada putranya yaitu Pangeran Jakarta Wijayakrama inilah yang terkenal sebagai; Regent atau koning ven Jakarta’’di kalangan orang-orang asing, Belanda, Inggris, dan Sebagainya. Ia terkenal dalam percaturan politik karena menentang VOC terutama pada masa Jan Pieterszoon., Lihat H. J de Graaf dan Th. G. Th. Pigueaud, Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa: Peralihan dari Majapahit ke Mataram, seri terjemahan , Jakarta: Grafite Pers, hal. 137 7 Taufik Ahmad, Jakarta Berawal dari Pelayaran dan Pelabuhan, Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Dinas Kebudayaan dan Permuseuman, Museum Bahari, 2008, hal. 9