Peralihan Jayakarta ke Batavia
berdagang di Jayakarta dan tinggal seperlunya melindungi barang-barang dagangan.
Setelah meninggalnya Tubagus Angke, ia digantikan oleh puteranya, yaitu Maulana Hidayatullah dan menurut naskah Purwaka Caruban Nagari
6
Maulana Hidayatullah yang mempunyai nama Pangeran Jayakarta Wijayakrama. Pada saat
di bawah kekuasaan Pangeran Jayakarta Wijayakrama, inilah orang-orang Belanda diizinkan membangun pusat perdagangan.
Semenjak itu, orang-orang Belanda telah memberi informasi lebih mengenai Jayakarta. Pada saat itu masa pemerintahan Pangeran Jayakarta Wijayakrama
telah membuka luas pintu perdagangan maritim, bagi berbagai bangsa seperti; Negeri Keling, Bombay, Cina, Belanda, Inggris, Gujarat, Abesina, Persia, Arab,
serta bangsa-bangsa dari Asia Tenggara. Demikian juga kawasan Nusantara sendiri, Bandar Jayakarta telah ramai didatangi pedagang Aceh, Tidore, Ternate,
Hitu, Kepulauan Maluku, Tuban, Demak, Cirebon, Banten, dan lain sebagainya. Diberitakan, bahwa beras, ikan, sayur-mayur dan buah-buahan banyak
diperdagangkan. Juga tuak yang dijual dalam tempayan-tempayan besar.
7
Yang selalu diramaikan perdagangan maritimnya dengan perahu-perahu dagang untuk
menyusuri Perairan Jayakarta yang melanjutkan ke tempat ke arah bandar Jayakarta.
6
Menurut naskah Purwaraka Caruban Nagari Hidayatullah wafat tahun 1568 Masehi atas penguasaan atas daerah pemerintahan Jayakarta diserahkan kepada putranya yaitu Pangeran
Jakarta Wijayakrama inilah yang terkenal sebagai; Regent atau koning ven Jakarta’’di kalangan
orang-orang asing, Belanda, Inggris, dan Sebagainya. Ia terkenal dalam percaturan politik karena menentang VOC terutama pada masa Jan Pieterszoon., Lihat H. J de Graaf dan Th. G. Th.
Pigueaud, Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa: Peralihan dari Majapahit ke Mataram, seri terjemahan , Jakarta: Grafite Pers, hal. 137
7
Taufik Ahmad, Jakarta Berawal dari Pelayaran dan Pelabuhan, Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Dinas Kebudayaan dan Permuseuman, Museum Bahari, 2008, hal. 9
Setelah Pangeran Jayakarta Wijayakrama memantau secara langsung orang- orang Belanda secara ketat dalam berdagang, dan akhirnya orang-orang Belanda
merasa terancam hingga kematian maka lantas bersekutu dengan Inggris pada tahun 1615.
8
Hal ini sebagai bentuk dan upaya untuk membangun pos dagang di sebelah Barat Sungai Ciliwung yang terdapat gudang Belanda, Nasau dibangun pada
tahun 1610 dan Mauritius dibangun 1617. Sementara pos dagang Inggris di sebelah Barat yang berhadapan dengan gudang Belanda. dibangun pada tahun
1618. Meskipun demikian mereka selalu melanggar perjanjian yang mengharuskannya dengan membayar denda kepada Pangeran Jayakarta
Wijayakrama. Setelah mereka membangun benteng pertahanan dan pos dagang yang saling berdekatan, namun dengan adanya pembayaran denda sebanyak 1.200
real, maka Pangeran Jayakarta menutup mata.
9
Seolah Pengeran Jayakarta sebetulnya mengetahui apa yang terjadi dan memprotes, sambil meminta bantuan
ke pihak Inggris. Oleh karena itu Coen berencana ingin memindahkan pos dagangnya menjadi pusat kantor perdagangan ke Jayakarta dan menyerang satu
kubu pertahanan yang telah didirikan dipemukiman Belanda.
10
Maka kubu ditaklukan, dalam peristiwa itu pos dagang Inggris dibakar habis. Sebelah armada
dagang Inggris berpatroli di dermaga Jayakarta dan memberikan peringatan akan memotong komunikasi dengan dunia luar.
8
Lihat Benny G. Setiono, Tionghoa dalam Pusaran Politik, Jakarta: Transmedia Pustaka, 2008, hal. 79
9
Uka Tjadrasasmita, Pengeran Jayakarta Wijayakrama, Jakarta: Dinas Museum dan Sejarah DKI, 1977, hal. 3-4 dan lihat A. Willard Hanna, Hikayat Jakarta, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 1998, hal. 4
10
Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 155
Pada tanggal 31 Desember 1618 Jan Pieterszoon Coen mencoba menyerang armada dagang Inggris kembali di Teluk Jayakarta itu, akan tetapi tidak mampu,
karena terjepit antara armada dagang Inggris dengan orang-orang Jayakarta. Kemudian ia meninggalkan Jayakarta menuju Maluku untuk meminta bantuan
dan menghimpun armada dagangnya yang bercerai-berai di daerah itu. Pemimpin benteng VOC di Jayakarta diserahkan kepada Pieter van den Broeck. Penghuni
benteng tersebut berjumlah 250 orang, termasuk di antaranya 25 orang Jepang. Pada tanggal 22 Januari 1619, ketika sedang berkunjung ke keraton Jayakarta,
Van den Broeck ditangkap atas perintah Pangeran Jayakarta Wijayakrama. Pada tanggal 31 Januari 1619 tercapai persetujuan antara orang-orang
Inggris dengan Pangeran Jayakarta tentang benteng VOC, dan sesudah itu benteng dikepung dan diambil alih dengan paksa oleh Pangeran Jayakarta dan Inggris,
sehingga peti-peti kemas yang berisi dokumen dan barang dagangan milik Jan Piterszoon Coen dan barang-barang lainnya ikut dirusak.
11
Sementara, peristiwa pengepungan benteng tersebut diketahui pula oleh pihak Banten dan mengirim
kapal-kapal dan tentaranya ke Teluk Jayakarta dan muara sungai Ciliwung dikepung kapal-kapal dari Banten.
Pada tanggal 1 Februari 1619 Admiral Th. Dale yang melihat armada dagang Banten yang sudah dikepung sehingga ia merasa tidak mampu
menghadapinya. Dalam situasi yang kritis itu, akhirnya Pengeran Jayakarta
11
Uka Tjandrasasmita, Sejarah Jakarta Zaman Pra Sejarah Sampai Batavia Tahun ± 1755, Jakarta: Dinas Museum dan Sejarah DKI, 1977, hal. 65 dan 67 dan lihat Sutrisno Kutoyo,
dkk, op. cit., hal. 56
diambil untuk kemudian dibawa ke Banten. Daerahnya menjadi pengawasan Mangkubumi Banten.
12
Maka Syahbandar atas nama sunannya mengerahkan armada dagang di sekitar benteng Belanda yang berdekatan langsung dengan Sungai Ciliwung.
Dalam situasi tersebut, Pengeran Jayakarta menyerahkan tawanan-tawanan Belanda kepada Banten. Maka pada tanggal 15 Februari 1619 kekuasaan
Jayakarta diambil alih oleh Mangkubumi Banten, dan Pengeran Jayakarta Wijayakrama di bawah kekuasaan langsung Kesultanan Banten. Namun Pangeran
Jayakarta Wijayakrama dibawa kembali ke Tanara di Banten. Pada pertengahan bulan Mei 1619 Jan Piterszoon Coen masuk ke Pelabuhan
Jayakarta dari Maluku dengan 16 buah armada dagangnya. Daerah benteng dan sekitarnya diserbu oleh Jan Pieterszoon Coen dengan kekuatan 1000 orang.
Dengan tidak mendapat perlawanan yang berarti, karena Pangeran Jayakarta Wijayakrama telah tersingkir dari Banten dan tentara Banten saat itu sudah
pulang.
13
Pada tanggal 30 Mei 1619 - Jan Pieterszoon Coen melakukan penyerangan terhadap Banten, memukul mundur tentara Banten. Membangun Batavia sebagai
pangkalan militer dan administrasi yang relatif aman bagi pergudangan dan pertukaran barang-barang, sehingga lokasi Batavia menjadi strategis dan
memudahkan mencapai jalur-jalur perdagangan ke Nusantara bagian Timur atau Timur jauh dari Eropa.
14
12
M.C. Ricklefs, op. cit., hal. 70 dan lihat Taufik Ahmad, op. cit., hal. 10
13
Uka Tjandrasasmita, op. cit., hal. 65 dan 67
14
Adolf Heuken SJ, Historical Sites in Jakarta, Jakarta: Cipta Loka Caraka, 1989, hal 13-16
Semenjak itu, Jan Pieterszoon Coen mengubah nama Jayakarta menjadi Batavia. Semenjak itu, Batavia dijadikan sebagai pusat perdagangan atas
kekuasaan Belanda di Nusantara. Tetapi, adanya campur tangan Jan Piterszoon Coen, seorang pegawai Belanda yang telah mempunyai wewenang atas basis
dagang Belanda di Batavia kemudian memutuskan bahwa Batavia menjadi pusat perdagangan VOC yang berlayar dan berdagang di Kepulauan Nusantara.
15