Etnis Arab berdagang di Batavia
yang sudah berdomisili di Pekojan dengan membawa kabar baik tentang keluarga mereka yang tinggal di Hadramaut.
Kelima, adanya penjajah Inggris, orang Arab Hadramaut pada masa
kolonialisme di jajah oleh pihak Inggris, pada saat itu Inggris sudah menguasai India. Faktor inilah Inggris lebih mudah masuk ke daerah Hadramaut pada saat
itu, dianggap oleh pihak Inggris merupakan daerah perniagaan besar dan mempunyai nilai potensial, dengan masuknya Inggris ke Hadramaut, hal ini
membuat malapetaka dan terjadinya perang melawan tentara Inggris di tambah lagi adanya konflik antara kedua kerajaan di Hadramaut yaitu Queti dan Katiri
yang tak kunjung selesai, dan mendorong Hadramaut bermigrasi demi kebutuhan pokok sehari-hari.
Faktor Kedua Ekstern adalah faktor haji. Para jamaah haji yang berada di
Mekkah demi menunaikan rukun Islam yang kelima membawa dampak kepada orang Arab Hadramaut melalui cerita-cerita para jamaah haji tentang Nusantara
yang memiliki wilayah yang subur kaya akan sumber daya alam, banyaknya beriklim tropis, biaya hidupnya lebih murah dibandingkan di wilayah lain,
banyaknya pengusaha Hadramaut yang sukses di Nusantara, mayoritas beragama Islam, sikap tolerasinya sangat kuat, keanekaragaman budaya yang kental dan
penduduknya amat ramah. Faktor inilah yang mendorong bermigrasi ke Nusantara dengan Harapan membawa kehidupan yang layak dan lebih baik dari negeri
asalnya. Jalur selat Malaka merupakan sebagai jalur perdagangan international
menjadi tempat bersandar para pedagang dari berbagai Negara, baik dari Arab,
Persia, India ataupun China Perdagangan International memunculkan kontak antara Peradaban dunia dengan wilayah Nusantara, tak terkecuali Persia yang
Mayoritas berpahaman Syi ’ah.
Sejak sebelum masehi, Hadramaut sudah menjadi pintu masuk perdagangan ke Jazirah Arab bagi kapal-kapal asing Eropa, Cina, dan India atau
tempat persinggahan bagi pedagang dan pelaut yang kehabisan air minum dan makanan di pelayaran. Pelabuhan yang amat penting di Hadramaut adalah
Mukolla Shihr, dua pelabuhan ini merupaka jalur perniagaan besar yang banyak didatangi kapal-kapal asing yang hendak berdagang. Hadramaut dikenal sebagai
pengekspor Tembakau Hamuni dan di samping Kopi dan sejenis Kayuwangi seperti dupa myrrh, dan orang Arab Hadramaut dikenal amat makmur dari
wilayahnya sebagai perantara barang-barang yang dihasilkan di kerajaan bekas Romawi, mereka juga memperjual-belikan rempah-rempah pada saat itu di
gunakan sebagai pengawet makanan dan penyedap makanan. Serta juga sebagai obat-obatan. Hal ini menjadi pedagang Romawi geram dengan orang Hadramaut,
yang pada waktu itu menaikkan harga cukai seperti Sutera dan kayuwangi dan menaikkan barang dagangan dari luar daerah sesuka hatinya. Orang Romawi saat
itu sangat marah dan mengalami puncaknya terhadap perlakukan dirinya yang di rugikan oleh bangsa Hadramaut.
Pada abad pertama sebelum masehi, setelah tentara Romawi,
102
berhasil menaklukkan Mesir, mereka segera memasuki Laut Merah, serta berhasil
102
Husein Haikal, Indonesia –Arab dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia 1900-
1942 dalam Disertasi, Universitas Indonesia, 1986, hlm, 45.
menghancurkan armada pedagang Arab Hadramaut. Sejak itu orang Arab Hadramaut bermigrasi ke Nusantara.
Dalam surat al-Fiil ayat ke 2 Allah telah berfirman:
Artinya : yaitu kebiasaan mereka berpergian pada musim dingin dan musim panas.
Melalui teks Al-Fill kebiasaan orang Arab berpergian musim dingin dan musim panas mereka melakukan perdagangan dan tempat yang mereka tuju
tentunya daerah Arabia Selatan, yakni Hadramaut. Peneliti orientalis seperti : Mr Wendel Philips dalam kitabnya Qutban dan
Saba’, dan Gustave Le Bon dalam Bukunya Khadrah al-Arab yang diterjemahkan oleh adil Zuiter
103
mereka dengan sepakat bahwa Yaman dan Hadramaut merupakan pintu gerbang perdagangan Timur-Tengah dan Eropa. Sehingga
padatnya lalu-lintas perdagangan dan pelayaran di pesisir Laut Merah, orang Hadramaut untuk berlayar ke Nusantara. Jalur pelayaran melalui Laut Merah
menuju Sri Langka kemudian menyebar tiga jalur pelayaran:
Pertama, jalur pelayaran Laut Merah terus menuju perairan terdekat
sampai ke ujung Sumatra,yaitu pulau We dan Sabang.Kemudian melanjutkan pelayaran selat Malaka.
103
Gustave, Le Bon, Khadrah al-Arab,di terjemahkan oleh Adil Zuiter, penerbit: Isa al- bab halbi wa sirkah,cetakan ke 4, hal,95
Kedua , jalur pelayaran dari Sri Langka Ceylon melalui perairan laut
menuju ujung Sumatra, Kemudian menyusuri selat Malaka, berlabuh di pelabuhan Sunda Kelapa.
Ketiga, jalur pelayaran dari Sri langka melewati lautan Hindia, kemudian
menusuri menyusuri pesisir barat Sumatra,dan berlabuh di pulau Nias, dengan tujuan mendapatkan komoditas daerah setempat. Selanjutnya melanjutkan
pelayaran sampai pelabuhan di perairan selat Sunda.
104
Melalui selat Malaka pelabuhan sabang yang digunakan untuk melintasi pelayaran dan perdagangan. setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis 1511 M
banyak dari pedagang Arab, Cina, dan India ikut berdatangan ke Sunda Kelapa. Sunda Kelapa merupakan pelabuhan yang di tuju pedagang Muslim dari
Arab, sehingga orang Arab diberikan tempat pemukiman orang Arab di daerah Pekojan. Menurut Van Den Berg, migrasi orang Arab Hadramaut dalam skala
besar di mulai akhir Abad ke XVIII. Perjalanan dari Hadramaut ke Nusantara berlangsung.pertama berangkat
dari pelabuhan di Hadramaut yakni Mokalla dan as-Shihr menuju Bombay India
105
. Dari pulau Ceylon Sri Langka dan akhirnya ke Aceh atau Singapura. Seluruhnya pelayaran dilakukan degan kapal berlayar. Namun setelah di bukanya
terusan Suez oleh Prancis di Mesir berdampak pada perjalanan pelayaran menuju ke Nusantara.
104
Joko Pramono, Budaya Bahari, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005, hal. 102
105
Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional Indonesia III, ed, Marwati djoened Poesponegoro dan Nogroho Notosusanto, Jakarta: Penerbit balai Pustaka, Depdikbud, 1993 , hal.
30
Setelah Islam masuk ke Nusantara pada awal abad pertama Hijriah tepatnya pada abad ke 7 M, sebagian dari orang Arab yang menyebarkan Islam ke
Nusantara mereka berasal dari Hadramaut, karena Hadramaut semenjak sebelum masehi atau sebelum kelahiran Islam sudah menjadi pelabuhan di Jazirah Arab
letak di Hadramaut yang berada di pesisir Laut Merah.
106
Kedatangan orang Arab Hadramaut ke Nusantara telah memainkan peran penting dalam perniagaan besar dan penyebaran Islam, tetapi seorang Muslim
mereka mempunyai kewajiban untuk menyebarkan Islam, walaupun pada waktu itu penduduk Pribumi berada di bawah kekuasaan kerajaan Pakuwan Pajajaran
yang bercorak Hindu. Namun, peristiwa adhesi ini di manfaatkan oleh kerajaan Pakuwan Pajajaran untuk menarik minat orang Arab untuk berdagang agar terjalin
hubungan erat dengan diantara keduanya. Pada tahun 1527 M, setelah jatuhnya Sunda Kelapa ke tangan Islam di
bawah pimpinan Fatahillah atas perintah Kerajaan Demak. Maka, Sunda Kelapa berganti nama menjadi Jayakarta, dengan beralihnya ke Jayakarta. Bahkan
sebaliknya, di Jayakarta dengan bertambah ke Jayakarta. Bahkan adanya agama Islam banyak orang Hadramaut ke Jayakarta. Pada tahun 1619 M, Jayakarta ke
tangan Belanda di bawah pimpinan JP. Coen. Di masa Belanda ini Jayakarta berganti nama menjadi Batavia, yang mana perdagangan para pedagang Arab,
Persia, Cina, dan India yang sudah terbiasa dengan perdagangan bebas. Migrasi orang Arab ke Nusantara mempunyai Misi agama di samping
mereka melakukan aktivitas perdagangan di perkuat oleh T.W. Arnold dalam
106
Azyumardi Azra, Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara, Jakarta: Penerbit Mizan, Oktober 2002, hal. 67
Preacing of Islam, G.E Marrison dalam tulisannya Islam and Churh in Malay, SQ. Fatimi dalam buku Islam Comes To Malasia, ke semuanya sepakat bahwa orang
arab Hadramaut yang memperkenalkan Islam ke Asia Tenggara adalah para pedagang yang memiliki misi agama dengan bukti nyata adalah kesamaan
Mazhab Syafei yang di anut oleh masyarakat Pribumi.
107
Migrasi orang Arab Hadramaut di Nusantara, Azyumardi Azra mengatakan bahwa awal masehi hubungan Nusantara dengan Dunia Arab telah
terjalin yaitu antara kerajaan Sriwijaya dan dinasti Umayyah. Orang Hadramaut sudah berada di Nusantara abad pertama Hijriah dan sebagian yang sudah ada di
Pekojan, perkampungan Arab. Proses Islamisasi di Nusantara ke Batavia biasa terlihat dengan berdiri
sebuah masjid luar batang yang didirikan oleh Sayyid Husein bin Abu Bakar al- Idruys wafat 1789
Migrasi orang Hadramaut secara massal terjadi akhir abad XVIII dan mencapai puncaknya pada abad ke XIX tepatnya tahun 1870 M. Migrasi orang
Arab Hadramaut Ke Nusantara yakni salah satu Sunda Kelapa. Sunda Kelapa merupakan salah satu yang terpenting dan ramai dikunjungi oleh kapal-kapal
asing Cina, Eropa, India, dan Arab. Menurut Prof. Dr. Dien Madjid, MA, jauh sebelum Belanda datang ke Sunda Kelapa Komunitas Arab Hadramaut sudah
berada di Sunda Kelapa.
108
107
Susan Abeyasekere, Jakarta A History, New York: Oxford University Press, Oxford New York,1987, hal. 8
108
Dien, Madjid, Awal Perkembangan Islam di Jakarta dan Pengaruhnya hingga abad ke XVIII, dalam buku Pelabuhan Sunda Kelapa sebagai Bandar Jalur Perdagangan Sutra, Jakarta:
DEPDIKBUD, hal. 78
Sayyid Ali Ibn Husein al- Attas dalam kitab Ta’jul A’ras mengatakan
bahwa tujuan awal orang Arab Hadramaut bermigrasi dengan motivasi berdagang. Seperti yang dilakukan oleh Sayyid Husein ibn Abu Bakar al-Idrus yang sekarang
makamnya berada di Luar batang, Pasar Ikan Jakarta Utara. Motivasi migrasi orang Arab hadramaut dengan tujuan berdakwah juga di
benarkan oleh Prof Badri Yatim, yang mengatakan bahwa keislaman di Jakarta dahulu Sunda Kelapa, di zaman Belanda menjadi Batavia. Di Jakarta masih
terdapat orang Arab Hadramaut seperti : al-jufri, as-Seggaf,al-Atas, al-Habsyi, dan lain-lain,
109
dan ditambahnya dengan banyaknya orang Hadramaut ke Batavia membawa dampak positif bagi masyarakat Pribumi yakni bagian dari mereka
mengirim anak-anak mereka ke Timur-Tengah terutama ke Mekkah dan Madinah terbukti dengan lahirnya seorang ulama dari Betawi yang Bernama Abdul
Rahman al-Misri al-Batawi. Unsur lain yang menyebabkan orang Arab Hadramaut bisa di terima
dengan baik oleh penduduk Pribumi di Batavia. Menurut Van Den Berg bahwa kebanyakan orang Arab Hadramaut telah berasimilasi secara keseluruhan dengan
masyarakat Pribumi dalam tiga generasi atau empat generasi. Beberapa unsur yang ikut mendorong proses ini, pertama mayoritas imigran adalah laki-laki.
Sesuatu yang tabu bagi kaum perempuan berjualan dari masyarakat Hadramaut untuk meninggalakan wilayah Hadramaut. Konsekuensi yang terjadi
adalah perkawinan silang antar-pedagang pribumi dan Arab, yang terdapat menjembatan interaksi dengan penduduk lokal. Kedua, islam merupakan unsur
109
Badri Yatim,Peran Ulama Dalam masyarakat Betawi, dalam buku, Ruh Islam dalam Budaya Bangsa, Jakarta: Yayasan Festival Istiqlal, juni 1996, hal. 21
penting dalam perkawinan mereka ini. Karena mereka menganggap agama yang sama dengan masyarakat pribumi telah membuat integrasi lebih menjalin. Pada
umumnya, komunitas pedagang Muslim yang besar maka Islam merupakan unsur pemersatu yang kuat.
Baik anggota keluarga atau sedaerah, atau kenalan saja dari orang arab hadramaut yang sudah menetap lebih ke Batavia,orang Hadramaut mendapat
keterangan-keterangan yang di perlukan karena umunya mereka saling mengenal baik ada ikatan darah.
110
Sebagi faktor intern yang telah di jelaskan di atas tadi motivasi orang Arab Hadramaut juga dipengaruhi oleh Inggris atas Hadramaut.
111
Pedagang-pedagang dari Arab, Cina, dan Eropa juga banyak yang memiliki tinggal di Batavia dengan alasan agar mereka berdagang jenis komoditas
sejak abad XVII dan XVIII. Mereka termasuk dalam stratifikasi sosial-ekonomi di Batavia dan dengan cara masing-masing dalam berusaha menjalin kerja sama
dengan pihak Pribumi Betawi, Cina, dan Belanda. Orang Cina masuk dalam mitra dagang di Batavia dan menjadi salah satu koloni tertua di Batavia dengan
Belanda. Sebagai bagian dari pusat pemerintahan Belanda, Penguasa dari pusat
seperti gubernur jenderal dan bangsawan, dan para pembesar istana masuk dalam kelompok pengurus pusat VOC dan lembaga-lembaga pemerintahan Batavia.
Maka Batavia sekaligus menjadi bandar pelabuhan, Batavia berperan menghubungkan berbagai kawasan dan menjadi tempat tinggal aneka macam
110
Van Den Bergt, Le Hadramaut et Les Colonis Arabes Dans L ’Acchipel indien, judul
terjemahan,hadramaut dan koloni arab di Nusantara, pent rahayu Hidayat,penerbit: INIS,jilid III,Jakarta 1989,hlm 80.
111
Husein Hailkal, Indonesia-Arab dalam Pergerakan Kemerdekaan Indonesia 1900- 1942 Depok: Disertasi,Universitas Indonesia, 1986, hal. 48.
etnis seperti Cina, Arab, Eropa dan lain sebagainya. Itulah yang membedakan dengan kawasan lain. Pedagang dari dunia Muslim merupakan sosok
‘’misionaris’’ paling umum di wilayah Pekojan. Inilah mengapa dalam hal ini keimanan mengikuti jalur perdagangan.
Sementara kelompok ‘’priyayi’’, berusaha memenuhi kebutahan sehari- hari dengan melakukan kerja tukang pengrajin emas, perak, dan perak, tikar, atau
berdagang. Mereka menjadi mitra dagang dengan ulama dan sebagian lagi mengambil peran sebagai ‘’makelar’’ atau saudagar perantara memenuhi
permintahan akan berbagai kebutuhan barang impor. Pedagang Muslim yang datang ke pusat perniagaan besar di wilayah-
wilayah yang asing, kemungkinan besar kembali dengan segera. Mereka menunggu barang dagangan mereka untuk dijual agar mereka membeli barang
dagangan setempat dan membawa kembali ke negeri mereka. Selain itu, pelayaran kembali mereka tergantung pada musim. Oleh karena itu, dalam banayk hal
proses berbulan-bulan sebelum keberangkatan. Biasanya mereka tinggal berkelompok di perkampungan di dekat pelabuhan kota. Perkampungan jenis ini
biasanya disebut dengan ‘’Pekojan’’ yang berarti sebuah kampung pedagang Muslim yang datang dari Arab, Persia, India, Tamil, dan lain sebagainya.
Kampung Pekojan masih banyak di tempat-tempat nyata di kota-kota sejarah seperti Banten, Batavia Jakarta, dan lainnya.
Hubungan antara pedagang Muslim dengan pedagang Muslim lainnya memiliki ketergantungan satu sama lain dan saling membutuhkan antar-pedagang
Muslim. Komunitas Muslim lokal biasa diwujudkan secara bertahap. Lewat
komunikasi melalui transaksi perdagangan di daerah Pekojan dengan pembelinya, dari komunikasi inilah lama-kelamaan pedagang Muslim cepat berinteraksi
dengan masyarakat Eropa, Cina, Persia, India, dan lain sebagainya. Ketika perdagangan maritim makin berkembang pada pertengahan abad XVII, maka hal
ini perdagangan semakin pesat antar-pedagang Pribumi Betawi maupun pedagang Hadramaut. Lewat proses komunikasi inilah terbangun dunia Islam di
Batavia, saat itu Islam dianggap jadi duri penghalang bagi VOC. Sejak itu pedagang diberikan tempat untuk tinggal dan berdagang di daerah Pekojan.
Secara bertahap hubungan kelompok pedagang Muslim ini dan komunitas lokal mewujudkan keluarga Muslim.
Kelompok-kelompok ini sebenarnya memiliki asal yang berbeda, mereka ditempatkan di sini hanya karena mereka adalah Muslim. Bangsa Moor yang
Muslim awalnya India dari Kalinga, wilayah Selatan Utara Paliacate, terletak di lepas pantai Coromandel. Mereka menetap di Batavia di daerah Pekojan Koja
atau coja berarti Muslim yang hitam yang kemudian dihuni oleh orang Arab. Moor memiliki identitas Islam yang sangat kuat, mengenakan jubah panjang dan
memiliki masjid mereka, yang dikenal sebagai Mesjid Pekojan di Pekojan di pusat kota yang hadir di Jakarta. Mereka terlibat dalam perdagangan pesisir bersama-
sama dengan orang Arab. Berbeda dengan non-Kristen penduduk Batavia, VOC memungkinkan Moor untuk membentuk mereka menjadi kewarganegaraan dari
kebebasan yang mulai berkembang pada 1751, permintaan mereka telah teroraganisir dengan baik pada tahun 1704. Kapten Moor pertama diangkat pada
1753. Hal ini dikatakan keuntungan ekonomi yang besar untuk bangsa Moor.
Meskipun pada awal abad XX, orang Arab membentuk kelompok besar yang kedua dari Asia dan di Indonesia, sumber mengenai asal mereka dan
kehidupan agak langka, dibandingkan dengan mereka di Cina. Untuk alasan apapun, Masyarakat Arab tumbuh dan berkembang menjadi pedagang dan berbaur
dengan Cina, Eropa, dan Pribumi. Pertumbuhan komunitas Arab di Indonesia sebagian besar akibat kenaikan alami daripada imigrasi. Dikatakan bahwa 90
dari Penduduk Arab saat ini bahasa Indonesia-Arab atau Indo-Arab atau Paranakan, telah dikenal dengan baik atau dibesarkan di Nusantara. Orang-orang
Arab muncul sebagai kelompok yang hidup Batavia terutama di pertengahan abad XIX, namun pengaruh mereka sangat besar dalam ekonomi-budaya Betawi.
Mereka tersebar luar di wilayah di Krukut, Pekojan, Tanah Abang, Kwitang, Cawang dan Meester Cornelis atau Jatinegara. Kebanyakan dari mereka
yang datang ke Indonesia berasal dari Hadramaut bagian Selatan Saudi, mayoritas dari mereka dari kelas kedua di Hadramaut, rakyat kelompok umum yang
mencakup pedagang keliling. Dapat dicatat bahwa kata masikin, berarti miskin, kecil, atau signifikansi. Namun, beberapa orang mengklaim bahwa Sayyid
merupakan keturunan Nabi dan lain-lain Syech ulama dari kaum bangsawan religius Hadramaut, dan sangat dihormati oleh orang Arab sendiri serta
Indonesia.
112
Perbedaan ini mungkin berasal dari pola dagang bertahap, dengan cara mengembangkan diskriminasi ekonomi-sosial, yang dibedakan antara orang-orang
Arab yang berasal dari Selatan Saudi dengan metode dan aktivitas perdagangan
112
Lihat Mona Lohanda, The Kapitan of Batavia 1837-1942, Jakarta: Djambatan, 1996, hal. 18
uang pinjaman yang telah menyebabkan lebih populernya mereka di banyak desa di wilayah Batavia, dan mereka yang tidak terlibat dalam praktek-praktek tajam
seperti tetapi dihormati sebagai guru Muslim dan sarjana, dan dengan demikian lebih benar-benar representatif dari tradisional dihormati Orang Arab.
Selain dari pinjaman uang, banyak orang Arab yang terlibat dalam perdagangan batik dan sewa rumah.
113
Meskipun ada dua hambatan untuk kegiatan meminjamkan uang mereka, larangan riba bunga didefinisikan dalam
Al-Qur ’an, dan pemerintah Belanda sebagai pengkhianatan atas tanah air mereka,
orang Arab biasanya menghidari larangan riba dalam berdagang di tanah Batavia , agar menghindari cara yang dilakuakan pemerintah Belanda dan entis Cina.