Kondisi Perdagangan Maritim Batavia
terbatas pada sedikit kapal per tahun,
3
tetapi ini adalah kapal dagang yang memuat barang dagangan yang berharga jutaan gulden, sementara perlayaran dan
perdagangan Belanda selalu hidup dan terus berlangsung dengan koloninya di sepanjang pantai Asia dari Persia sampai Jepang.
Lokasi yang sedemikian baik menjadikannya sangat ideal untuk dijadikan tempat berlabuh bagi kapal-kapal kecil yang melayari rute antar-pulau maupun
kapal-kapal besar yang melayarai jalur antar samudra. Jung-jung Cina dan kapal- kapal kecil dari pulau-pulau lain di Nusantara berlabuh di lepas pantai, sementara
kapal-kapal besar milik VOC maupun maskapai dagang lainnya membuang sauh dan jangkar kapal agak jauh dari garis pantai.
Secara prosedural, semua kapal besar yang akan membuang jangkar di pelabuhan Batavia akan didatangi oleh seorang fiscal Jaksa Penuntut. Petugas
VOC ini akan memeriksa keadaan kapal dan barang-barang yang dibawanya. Jika fiscaal tidak menemukan barang-barang selundupan ataupun yang terlarang untuk
diperdagangkan, maka kapal dapat membuang sauh.
4
Setelah itu kapal akan didatangi oleh para pedagang Cina yang ingin melihat-lihat dan membeli barang-
barang yang dapat dijual kembali ke pihak ketiga dengan keuntungan yang tinggi. Berikutnya yang datang mendekat ke kapal adalah para pedagang kecil
menggunakan perahu yang menawarkan berbagai barang dagangan mereka seperti sayuran, buah-buahan, arak, dan lain sebagainya.
3
Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 152
4
http:kns-ix.geosejarah.orgwpcontentuploads201107dataBondan20 Kanumoyoso, 20 M.Hum. Pdf Dikunjungi Tanggal 16 Desember 2011
Setiap tahunnya Batavia mengirimkan pemasukan dalam jumlah yang besar yaitu 4 juta gulden ke Belanda. Berkat pelabuhan ini pula, Batavia berkembang
sangat maju, banyak pengusaha yang menjadi kaya di kota ini. Dengan adanya kanal-kanalnya yang di aliri air yang jernih dan bangunan-bangunan yang megah
dan indah yang mengisi kota, membuat Batavia mendapatkan julukan ‘’Ratu Dari Timur’’ Koningen van Het Oosten dan menjadi daya tarik tersendiri bagi
negara-negara lainnya khususnya negara-negara di Eropa untuk datang dan berkunjung ke Batavia seperti; Inggris, Prancis, dan negara-negara Skandanavia
seperti Swedia, pada tahun 1732-1733 dengan kapal Gotheborg dalam pelayaran pertamanya menuju Canton Cina tertarik untuk datang dan singgah di Batavia.
5
Dari sudut ekonomi Internasional, bandar Batavia sangat strategis di jalur perdagangan rempah-rempah yang melalui selat Malaka, selat Sunda, Laut Jawa,
Flores, sampai ke Maluku. Semua kapal yang berlayar dan berdagang antara Cina dan Eropa harus melewati Batavia sehingga menjadi pusat pasar dan perdagangan
yang memilik corak maritim di Hindia Timur. Semua barang dagangan dari Eropa ditimbun di Batavia sebelum didistribusikan untuk pasar-pasar di Asia, begitu
pula barang-barang yang dikirim ke Eropa. Dengan demikian Batavia berfungsi sebagai interpots wilayah yang sangat luas.
6
Seperti yang dikemukakan dalam Bab sebelumnya, bahwa Jan Piterszoon Coen lebih memilih Pelabuhan Batavia sebagai pusat perdagangan Belanda di
Asia. Situasi pedagangan maritim ini yang muncul sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan cita-citanya untuk memajukan perdagangan maritim Batavia.
5
Taufik Ahmad, op. cit., hal. 11
6
R Kenneth Hall, Maritime Trade and State Development in Early Southeast Asia, Honolulu: University of Hawai Press, 1985, hal. 97
Dengan demikian dalam kenyataannya para pedagang telah menggerakkan roda ekonomi, khususnya perdagangan yang memiliki corak maritim, sehingga
Pelabuhan Batavia menjadi pusat yang paling baik, tempat berkumpulnya pedagang-pedagang dalam negeri dan luar negeri dan selalu diramaikan dengan
kedatangan para pedagang lainnya. Penghasilan pokok masyarakat Batavia pada saat itu masih mengandalkan
dari hasil agraris dan hasil laut. Sedangkan perdagangan maritim dianggap sebagai salah satu upaya untuk memperlancar jalannya distribusi barang
dagangan, yang akan menambah penghasilan dari sektor perdagangan corak maritim.
Namun pada tahun 1619, kondisi perdagangan maritim saat itu sedang tidak stabil. Hal ini disebabkan masyarakat Maluku memprotes dengan adanya
monopoli perdagangan yang dimainkan oleh Belanda di Maluku dan di Batavia.
7
Sementara kehadiran Belanda adalah faktor penting bagi masyarakat Batavia dan kerajaan di Nusantara dalam menekan kekuasaan Portugis di Malaka dan di
Maluku. Faktor utama orang Belanda yang berani tampil mempropagandakan taktik
dan misi melalui penawaran yang diikuti bantuan hibah untuk menangani konflik internal dan eksternal masyarakat Batavia dalam bidang ekonomi, serta adanya
imbalan berupa wilayah kekuasaan. Belanda memperoleh hak-hak istimewa di Batavia yang sangat menggiurkan dalam aspek perdagangan seperti hak beli
barang dagangan, monopoli hasil bumi, penyerahan atas barang-barang dagangan
7
Arsip Nasional RI, dalam koleksi Colenbrander, Coen, 1: 245.
yang harus diberikan kepada Belanda, sehingga jumlah barang-barang dagangan dapat berubah-ubah sesuai ukuran barang dagangan dan harga beli dengan diikuti
harga jual barang dagangan yang sudah ditetapkan oleh Belanda, dan adanya upeti tanpa ganti rugi dari pihak VOC.
8
Dengan berhasilnya Belanda memperkuat kedudukan di Batavia berarti makin besar pula pengaruhnya terhadap monopoli perdagangan maritim di seluruh
Nusantara. Hal ini pula menimbulkan harga-harga sejenis rempah-rempah seperti lada, cengkeh dan lainnya di Batavia naik sangat tinggi sehingga dijadikan aspek
penjualan hingga ke pasar Eropa, walaupun adanya di antara pesaing-pesaing para pedagang seperti Belanda, Inggris, dan Cina. Markas gudang penyimpanan
barang dagangan dan benteng-benteng pertahanan sebagai pangkalan loji dan tempat penyimpanan barang dagangan Belanda mulai di serang, korban pun mulai
banyak berjatuhan dari pihak Belanda.
9
Setelah beberapa lama kemudian orang-orang Belanda masih memperkuat pemerintah Batavia dan pada saat itu berhasil selamat dari kepungan para
musuhnya di kalangan pedagang di Perairan Batavia. Di antara para pedagang di Nusantara, yang dapat bernapas dengan lega di markas gudang tempat
penyimpanan barang-barang dagangan adalah Jan Piterszoon Coen yang ingin menyusun rencana dagangnya ke Pulau Jawa.
10
Sementara masa pemerintahan Sultan Agung terjadi perselisihan antara para pedagang Belanda di Jepara. Hal ini mengakibatkan Sultan Agung
melakukan serangan ke pusat perdagangan maritim Belanda di Batavia dan ingin
8
D. G. E Hall, op. cit., hal. 257-258
9
Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 146
10
M.C. Ricklefs, op. cit., hal. 66-67
mengusir Belanda dari Batavia tetapi gagal.
11
Untuk menghadapi Belanda, Mataram dalam hal ini dipimpin oleh Sultan Agung menjalin hubungan dengan
Portugis musuh Belanda dari Eropa. Agar terpenuhi segala kebutuhan berasnya dari Mataram, Portugis berjanji akan menyerang Belanda dari laut, namun janji itu
tidak pernah dipenuhi. Perlawanan demi perlawanan dari serangan armada dagang terhadap Belanda di Batavia. Akhirnya dilakukan melalui ekonomi perdagangan
dengan cara memblokir seluruh keperluan logistik yang terdapat di Batavia dan melarang pengiriman beras sebagai jalan distribusi barang dagangan ke kota
tersebut. Saatnya pemerintah Batavia berupaya untuk memperkuat armada dagang
Garnisiun yang di dalamnya terdapat orang Cina, Jepang, dan Belanda, dan berhasil menahan serangan serta dapat melumpuhkan kekuatan armada dagang
dari Kerajaan Mataram dan Banten.
12
Situasi ini yang muncul dalam aspek perdagangan maritim di Batavia tetap berjalan dengan para pedagang dan koloninya beserta orang-orang Eropa. Sultan
Agung Mataram yang mengalami kekalahan atas Belanda masih bisa bertahan dan terus ingin memperluas wilayahnya dan mengincar pos dagang Belanda di
Batavia, di bawah pimpinan Sultan Agung.
13
Diberitakan pula bahwa 50 kapal Cirebon dengan membawa muatan beras, memasuki perairan sebelah Timur Karawang. Pada tanggal 7 Mei 1632 datang
11
Wawancara Pribadi, Dr. Harto Juwono, peneliti, pada tanggal 24 Mei 2011 digedung Arsip Nasional Republik Indonesia.
12
Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 166-167
13
M.C. Ricklefs, op. cit., hal. 70-71
juga perahu-perahu dari Cirebon dan kapal yang membawa gula, minyak, dan lain-lain, yang oleh pihak Belanda diduga menuju Batavia.
Kemudian tanggal 12 Mei 1632, datang kapal-kapal Melayu dengan membawa gula, minyak, dan lain-lain.
14
Kesibukan pelabuhan Batavia telah dicatat dalam Dagh-Register dalam tahun 1633 dan 1634, yang menjelaskan
datang komoditas perdagangan beras, minyak kelapa, gula, sayuran, daging, dan lain sebagainya.
15
Sebagaimana dicatat dalam Dagh-Rigister dalam tahun 1675 bahwa pada tanggal 30 April 1675 semakin melengkapi bukti-bukti adanya kontak dagang
Batavia dengan Cirebon. Tanggal 30 April 1675 terdapat 25 kapal dari Cirebon membawa penumpang sebanyak 1067 sampai yang di tuju Batavia, dengan
membawa 38.000 potong arax pullenkens, 10 pot ibung asinan, 287 karung gula hitam, 10 karung gula putih, 1717 karung beras, 155 pot minyak, 24 sak kapuk,
10.000 butir telur asin, 1300 ikat padi, 2 pikul tembakau dari Jawa, dan 200 lembar kulit kerbau. Sedangkan kapal yang menuju Cirebon berjumlah 14 buah
dengan membawa pakaian seharga 135 rds, porselin seharga 16 rds, amphium seharga 700 rds. Slaafkooper seharga 760 rds, dan uang kontan senilai 50 rds.
Selanjutnya Dagh-Register tahun 1676, 1677, dan 1678 mencatat bahwa kapal- kapal yang berasal dari Cirebon yang tiba di Batavia untuk memperdagangkan
14
H.T. Colenbrander ed, Dagh-Register genouden te Casteel Batavia vant paserende daer ter plaetse als overgeheel Naderlandts India Anno 1631-1634 Batavia Landsdrukkery:
Gravenbage Martinus Nijhoff, 1898, Dagh-Register 1632 hal. 291, 374, 408, 409, 410, 418
15
H.T. Colenbrander ed, Dagh-Register genouden te Casteel Batavia vant paserende daer ter plaetse als overgeheel Naderlandts India Anno 1631-1634, Batavia Landsdrukkery:
Gravenbage Martinus Nijhoff 1898, Dagh-Register 1632 hal. 291, 374, 408, 409, 410, 418
komoditas barang-barang dagangan yang hampir sama dengan barang-barang yang diperdagangkan di Batavia.
16
Sampai tahun 1780 VOC telah berhasil menguasai jalinan pelayaran dan perdagangan di Pulau Jawa dan Pemerintah Batavia pada saat itu, dikendalikan
oleh orang-orang Belanda. Situasi tersebut, berdampak dengan adanya larangan dari sektor swasta di Pulau Jawa untuk menjalankan pengakutan komoditas
rempah-rempah dari Maluku, bahkan Batavia berupaya memainkan monopoli impor dan ekspor bagi komoditas barang dagangan. Untuk memaksimalkan
keuntungan sebanyak mungkin Pemerintah Batavia memberlakukan peraturan pembatasan bagi 15 pelabuhan yang terdapat di Pulau Jawa.
Di antara peraturannya tersebut adalah seperti Surabaya, Gresik, Semarang, dan Cirebon. Sebuah kapal bisa mendapatkan dokumennya untuk berlayar dengan
tujuan pasar luar negeri, yang di tempatkan di sekitar Selat Malaka dan Pulau Sulawesi, Jika nahkoda kapal memberi izin untuk berlayar dan berdagang yang
lebih lama dengan tujuan yang lebih jauh.
17
Dari kebijakan VOC di Batavia, Gerrit J. Knaap mengungkapkan tentang volume perdagangan maritim yang rata-rata per-tahun dari kedatangan dan
keberangkatan di pelabuhan-pelabuhan dihitung dalam ukuran ton, seperti dalam tabel di bawah ini:
16
Fe de Haan ed, Dagh-Register genouden te Casteel Batavia vant paserende daer ter plaetse als overgeheel Naderlandts India Anno 1680 Batavia Landsdrukkery: Gravenbage
Martinus Nijhoff, 1919, Dagh-Register , 1675: hal. 111, 113; Dagh-Register, 1676: hal. 111, 118 dan lihat Departemen Dor Buregelike Openbaare: Havewezen No. 5. Nederlandsh-Indishe,
Batavia Februari, 1920
17
Lihat misalnya Gerrit J. Knaap, Shallow Water, Rising Tide: Shipping and Trade in Java around 1775, Leiden: KITLV, 1996, hal. 9
Tabel 1.
18
Volume Rata-rata muatan barang Pertahun dari Kedatangan dan Keberangkatan kapal hingga ke Pelabuhan-pelabuhan
Seperti Gerrit J. Knaap, ia mengungkapkan dalam perhitungannya, jumlah total secara keseluruhan volume tahunan. Setidaknya, seluruh pelabuhan yang
terdapat di Pulau Jawa mencapai 600.800 ton. Di mana Batavia menjadi basis utama aktivitas perdagangan maritim di Pulau Jawa dan sekitarnya, Batavia
masih memperoleh pendapatannya sebesar 40 × 600.800 = 240. 320. Batavia
menjadi pusat perdagangan maritim di Pulau Jawa. Sedangkan mengenai komoditas ekspor per-tahun yang diangkut dengan kapal-kapal dagang adalah
seperti dalam Tabel 2 di bawah ini.
19
18
Lihat misalnya Gerrit J. Knaap Shallow Water, op. cit., 12
19
Gerrit J. Knaap Shallow Water, op. cit., 12
Kota Dalam ukuran ton
Kota DalamUkuran ton
Banyuwangi 2.000
Pasuruan 2.400
Sumenep 7.200
Surabaya 35.800
Gresik 35.800
Rembang 38.800
Juwana 30.400
Jepara 19.000
Semarang 108.800
Pekalongan 19.200
Tegal 14.000
Cirebon 19.200
Batavia 240. 320
Banten 19.400
Komoditas Volume
Diekspor oleh VOC
Lada Hitam 23.000 pikul
100 oleh VOC Kopi
43.000 pikul 100 oleh VOC
Gula Tepung 57.000 pikul
80 oleh VOC Beras
427.000 pikul 41 oleh VOC
Papan Kayu 126.000 pikul
40 oleh VOC Arak
15.000 pikul 20 oleh VOC
Menurut Gerrit J. Knaap, tampilnya Batavia sebagai pusat dunia perdagangan karena disokong oleh pelabuhan-pelabuhan yang ada di Pulau Jawa
dan beserta barang muatannya.
20
Batavia menjadi ibukota VOC di Asia, dan sebagai pusat perdagangan maritim khususnya untuk daerah di Pantai Utara Jawa.
Arus perdagangan maritim dikonsolidasikan dari Batavia baik melalui jalur dalam negeri sampai ke luar negeri.
Pelabuhan-pelabuhan di sepanjang Pantai Utara Pulau Jawa itu hanya berperan sebagai penyuplai kebutuhan barang dagangan, dan akan persediaan
barang dagangan yang dibutuhkan di Batavia. Sementara itu, orang-orang Eropa terus monopoli perdagangan maritim tersebut dan menguasai wilayah Indonesia.
Batavia dikuasai VOC dan perang di laut antara koloni dagang pun tak terelakan lagi antara Portugis yang menguasai Malaka, Spanyol dan menguasai Ternate. Di
bawah kepemimpinan Jenderal Jaques Specx, VOC di Batavia mencapai perluasan terbesar. Perang antara koloni dagang dengan Portugis terus
berlangsung tanpa henti sampai tahun 1640.
21
Pada tahun 1645 Batavia berdamai dengan Sultan Banten dengan alasan agar dapat mendistribusikan barang-barang dagangan,
22
Semenjak itu, Batavia
20
Gerrit J. Knaap Shallow Water, op. cit., 12
21
D. G. E Hall, op. cit., hal. 280
22
Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 166-167
Kayu Gelondongan 56.000 pikul
10 oleh VOC Garam
142.000 pikul 0 oleh VOC
Tembakau Jawa 17.000 pikul
0 oleh VOC Pakaian Jawa
146.000 pikul 0 oleh VOC
Gula Jawa 22.000 pikul
0 oleh VOC
memakai jalan diplomatik yang dimiliki untuk berdamai selain dengan Banten juga dengan Mataram. Diplomasi tersebut dengan tujuan untuk meluaskan
kekuasaan dagangnya sehingga dapat memonopoli seluruh barang dagangannya disebagian besar Pantai Selatan Asia dan memperluas hubungan dengan
pedagang-pedagang Asia lainnya. Semenjak itu, keadaan perdagangan maritim Batavia makin memburuk bagi
para pedagang Pribumi dan etnis lainnya. Selama Gubernur Jendral Speelman, ia tidak menghiraukan nasihat Dewan Hindia Timur yang ada di Batavia sehingga
selama kekuasaannya 1681-1684 jumlah penjualan kain tekstil turun 90, dan monopoli candu tidak efektif, serta para pedagang swasta dibiarkan melanggar
monopoli VOC. Dia menggelapkan sejumlah dana besar perekonomian. Dalam tahun 1682 membuat hutang-hutang tidak dapat dilunasi kepada para raja
Belanda. Hutang tersebut sudah mencapai jumlah 1.540.000 real.
23
VOC di Batavia ketika itu juga sedang memasuki masa sulit terlebih ketika Gubernur Jenderal Speelman meninggal pada tahun 1684. Melemahnya VOC di
Batavia sangat terasa pada akhir abad ini, dan hal ini pasti menguntungkan kesultanan-kesultanan pribumi terutama Kesultanan Riau dan Sulu, yang
keduanya terletak di dekat selat Malaka yang pasti dan menguntungkan bagi dunia perdagangan.
Pada waktu itu Batavia dicemaskan oleh Sultan Riau yang membawahi orang-orang Bugis sebagai petualang dan pedagang, mereka selamat tanpa ragu-
ragu mengepung Malaka pada tahun 1784. Bahkan Ceylon, di mana VOC
23
M.C. Ricklefs, op. cit., hal. 70-71
berkedudukan lebih mantap dan menjalankan perdagangan kayu manis yang sangat menguntungkan. Belanda harus menghadapi pemberontakan dahsyat yang
beberapa lama membuat mereka terpojok di dalam Kota Kolombo 1716-1766.
24
Namun dengan adanya kondisi perdagangan maritim yang tidak stabil di wilayah otonom Belanda di Kolombo, maka harga pejualan hasil bumi dan hasil
laut ikut melambung tinggi karena adanya monopoli dagang secara besar-besaran sehingga akhirnya alat-alat produksi diambil oleh Belanda dan keadaan tersebut
sangat menguntungkan bagi Belanda di Batavia. Kiriman dagang pun terus mengalir dari pos-pos dagang di Batavia dan pos-pos dagang di luar Batavia
sampai ke luar negeri. Pada masa VOC kota Batavia menjadi pusat perdagangan yang memiliki
jaringan perdagangan yang sangat luas, kapal-kapal dagang dari VOC mendatangi bandar-bandar penting di Indonesia dan Asia seperti; Jepang, Taiwan, Malaka,
Taiwan, Siam, Patani, Arakan, Kamboja, Benggala, Koromandel dan Sri Langka. Pada saat itu Jan Piterszoon Coen berusaha agar VOC yang berpusat di
Batavia mengikuti pola-pola perdagangan Asia yang bertumpu pada perdagangan antar-Asia, yaitu, Jawa, Jepang, Thailand, dan Cina. Keuntungan di dunia
perdagangan untuk membiayai pos-pos dagang di Pulau rempah-rempah dan amat penting bagi Belanda di pasar Eropa. Dengan demikian perdagangan Asia dapat
mendukung perdagangan rempah-rempah Belanda ke pasar Eropa.
25
Pada saat itu keinginan Belanda tercapai di Batavia, mereka berhasil menguasai perdagangan dunia internasional dan menjadikan Batavia sebagai
24
Lihat Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya Kajian Terpadu, Bagian I: Batas- Batas Pembaratan , Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, hal. 63
25
Tawalinudin Haris, op. cit., hal. 188 dan lihat F. De Haan, op. cit., hal. 30-35
ibukota. Rencana raksasa Jan Piterszoon Coen untuk membuat Batavia menjadi pusat perdagangan Asia yang lebih besar melalui perdagangan maritim ini,
mendapatkan cara untuk memperoleh produk berharga yang bisa di ekspor ke Eropa tampaknya telah tercapai.
Beberapa hal yang menarik yang perlu diperhatikan bahwa keterikatan Batavia dipengaruhi unsur-unsur sebagai berikut :