Etnis Cina berdagang di Batavia

Selain itu, untuk melakukan monopoli pembelian produk-produk dari penduduk pribumi sehingga perahu dagang Cina VOC Belanda menghadapi kesulitan untuk memperoleh isi muatan barang dagangan. kapal dagang yang melambangkan pedagang asing, dilarang oleh Cina untuk singgah di pelabuhan Batavia yang dikuasai oleh Belanda kecuali di beberapa pelabuhan yang telah ditetapkan secara khusus untuk perdagangan maritim maupun yang lainnya. Di pelabuhan-pelabuhan, ini biasanya Belanda sudah memiliki kontrol yang sangat ketat bagi Cina. Hal tersebut ditandai oleh Belanda yang sudah mulai berhasil merebut berbagai kepentingan di areal Pelabuhan Batavia dan menguasai perdagangan maritim, menunjukkan prilaku keangkuhan Belanda pada abad XVII dan XVIII. Akan tetapi, dalam menegakkan monopoli dagang dan melarang bangsa tertentu untuk melakukan perdagangan maritim ke Batavia. Persoalan ini dapat dilihat dari kasus hubungan yang penuh ketegangan semakin sulit dan mempersulit antara Cina dalam tahun 1740. 90 Hal ini memungkinkan adanya monopoli perdagangan terhadap laju komunitas Cina yang tidak tertahan lagi dan bertambah pesat lagi dengan jumlah penduduk mencapai 10.000 jiwa. Pada umumnya bekerja di perkebunan atau pabrik gula dan perusahaan kayuan, mereka hidup bersebelahan dekat Pelabuhan Batavia, dan sebagian diantara mereka hidup dari menyewa tanah pemerintah Batavia. Tahun 1740, terdapat 2500 rumah Cina yang sudah berbentuk tembok, ` 90 Lihat Pierre Labrousse, Denys Lombard, Christian Pelras, op. cit., hal. 195-199 dan 15.000 belum menyerupai tembok yang tinggal hanya di luar Pelabuhan. 91 Hal ini memungkinkan orang Cina diizinkan untuk bermukim disebelah dalam tembok kota, dan meliputi 39 dari sejumlah penduduk abad XVII dan 58 dalam tahun 1739. Hal ini untuk mewujudkan agar Cina tetap bertahan disitu dan disertai bentuk perampasan barang dagangan Cina. 92 Belanda mendatangkan orang-orang Cina ke Batavia, banyak dari mereka yang berhasil menjadi pedagang dengan kedudukan sebagai lapisan menengah yang berfungsi sebagai perantara antara orang-orang Eropa dan Pribumi. Sekitar tahun 1690, penguasa VOC mencoba mulai membatasi masuknya orang-orang Cina ke Batavia, namun tidak berhasil. 93 Namun lama setelah itu, jumlah mereka akan meningkat dan mencapai puluhan ribu orang maupun puluhan orang, dan menjelang tahun 1740, separuh penduduk di Batavia dan sekitarnya adalah orang-orang Cina. Selain itu, Cina juga telah menguasai berbagai bidang ekonomi dan usaha, yang menjadi ancaman serius bagi orang-orang Belanda dan Eropa lainnya, karena dengan adanya pesaing dari Cina. Alhasil keuntungan mereka menjadi sangat berkurang. Salah satu bidang usaha yang dikuasai oleh etnis Cina adalah perkebunan tebu di sekitar Batavia dan Ommeladen Tangerang. Dalam tahun 1740, pasar penjualan gula mengalami collapse, karena adanya persaingan dagang yang di pasarkan ke Eropa. 94 91 Benny G. Setiono, op. cit., hal. 109 92 Lihat Anthony Reid, op. cit., , hal. 108 93 Lihat Mona Lohanda, op. cit., hal. 11-12 94 Lihat Denys Lombard, op. cit., hal. 61-62 dan Lihat Mona Lohanda, op. cit., hal. 13 Banyak di antara puluhan pedagang mengalami Collepse sehingga mengalami kebangkrutan dan harus memberhentikan pekerja dari Cina. Sedikit Banyaknya pengangguran besar-besaran akan mendadak, ini memunculkan kelompok-kelompok yang menjurus terhadap pelaku kriminal. pelaku kriminal tersebut juga memperlakukan tindakan kekerasan, sehingga menimbulkan keresahan di kalangan orang-orang Belanda dan Eropa lainnya. Penguasa Belanda kemudian mulai mengambil langkah-langkah untuk mengatasi hal ini, dengan memulangkan orang-orang dari Cina ke Ceylon Afrika Selatan, yang juga dikuasai oleh VOC pada waktu itu. 95 Hal ini sebagai langkah baru bagi pemerintah Batavia saat itu masih dikendalikan Belanda dengan menggunakan kesempatan untuk memeras orang- orang Cina yang kaya pada saat itu dan serta dimintai sejumlah uang agar medapatkan izin berdagang, sebagai bentuk dilandasi kepentingan Belanda. 96 Setelah itu, Cina menerima penyerahan dari VOC pada Abad XVIII, pemerintah Batavia rupanya tetap mempertahankan kebijakan sebagaimana yang dilakukan oleh Belanda, adalah ikut menekan Cina dan monopoli barang-barang dagang yang ketat terhadap kekuatan pribumi maupun Cina serta melakukan pembatasan-pembatasan bongkar muat barang dagangan terhadap kapal-kapal asing untuk berlabuh hanya di beberapa pelabuhan di bawah administrasi yang ketat dari pihak Belanda. 97

D. Etnis Arab berdagang di Batavia

95 Lihat Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya kajian terpadu, Bagian I: Batas- Batas Pembaratan , Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, hal. 63 dan hal 65 96 Lihat Benny G. Setiono, op. cit., hal. 114 dan hal 117 97 Lihat Mona Lohanda, op. cit., 20-21 Faktor-faktor yang menimbulkan orang-orang Arab Hadramaut bermigrasi ke Nusantara mempunyai dua faktor yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor intern sendiri mempunyai 5 penyebab mereka melakukan ekspedisi ke Nusantara. Pertama, geografis, keadaan geografis Hadramaut yang sebagian besar terdiri dari Rabb al-Khali padang pasir yang luas dan tandus serta di kelilingi oleh pegunungan-pegunungan yang bebatuan di tambah lagi iklim di Hadramaut yang hanya turun hujan. 98 Kedua, pelayaran dan perdagangan 99 , ramainya jalur perdagangan di Hadramaut yang berada di sekitar pesisir Laut Merah yang menjadi motivasi migrasi orang Arab Hadramaut ke Nusantara. Ketiga, Dakwah 100 , merupakan suatu hal yang di anjurkan kepada orang muslim untuk mengajak saudara muslim memeluk Islam,karena dalam istilah Islam mengenal Hijriah.berhijriah ke Madinah ke Mekah. Hijriah dalam Islam untuk tujuan memperbaikki nasib yang lebih di jalan Allah. Keempat, kekeluargaan, 101 banyak diantara mereka bermigrasi ke Nusantara dengan maksud menjumpai sanak saudaranya baik keluarga, maupun oarng tuanya yang berada di Nusantara. Selain untuk mencari pekerjaan yang layak di dalam perusahaan keluarga mereka yang berada di Nusantara, dengan kedatangan orang Arab dari Hadramaut disambut hangat oleh keluarga mereka 98 Van Den Berg, Hadramaut dan koloni Arab di Nusantara, judul asli,Le hadramaut et Les Colonis Arabes dans L’Acchipel Indien, Jilid III, terj., Jakarta: INIS, 1989, hal. 90 99 Joko Pramono, Budaya Bahari, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005, hal. 102- 103. 100 Alwi Shahab, Islam Inklusif; menuju sikap terbuka dalam beragama, Jakarta: Mizan, Desember 1998, hal. 324. 101 Van Den Berg, op. cit, hal. 90 yang sudah berdomisili di Pekojan dengan membawa kabar baik tentang keluarga mereka yang tinggal di Hadramaut. Kelima, adanya penjajah Inggris, orang Arab Hadramaut pada masa kolonialisme di jajah oleh pihak Inggris, pada saat itu Inggris sudah menguasai India. Faktor inilah Inggris lebih mudah masuk ke daerah Hadramaut pada saat itu, dianggap oleh pihak Inggris merupakan daerah perniagaan besar dan mempunyai nilai potensial, dengan masuknya Inggris ke Hadramaut, hal ini membuat malapetaka dan terjadinya perang melawan tentara Inggris di tambah lagi adanya konflik antara kedua kerajaan di Hadramaut yaitu Queti dan Katiri yang tak kunjung selesai, dan mendorong Hadramaut bermigrasi demi kebutuhan pokok sehari-hari. Faktor Kedua Ekstern adalah faktor haji. Para jamaah haji yang berada di Mekkah demi menunaikan rukun Islam yang kelima membawa dampak kepada orang Arab Hadramaut melalui cerita-cerita para jamaah haji tentang Nusantara yang memiliki wilayah yang subur kaya akan sumber daya alam, banyaknya beriklim tropis, biaya hidupnya lebih murah dibandingkan di wilayah lain, banyaknya pengusaha Hadramaut yang sukses di Nusantara, mayoritas beragama Islam, sikap tolerasinya sangat kuat, keanekaragaman budaya yang kental dan penduduknya amat ramah. Faktor inilah yang mendorong bermigrasi ke Nusantara dengan Harapan membawa kehidupan yang layak dan lebih baik dari negeri asalnya. Jalur selat Malaka merupakan sebagai jalur perdagangan international menjadi tempat bersandar para pedagang dari berbagai Negara, baik dari Arab,