Peranan Politik dalam Pelayaran dan Perdagangan di Pulau Jawa
Nusantara dan kiprah Pate Rodim dalam berpolitik di Jawa, hal ini terkait dengan uraian di atas. Maka Panarukan merupakan wilayah yang pernah dijajah dan
tunduk kepada kekuasaan Demak yang di pimpin Sultan Trenggana pada tahun 1546.
Sultan Trenggana telah melakukan kebijakan politik dengan cara merubah haluan secara besar-besaran ke arah masyarakat Muslim di Jawa Tengah. Untuk
mempererat tali persaudaraan dalam mendakwahkan Islam dan menanamkan nuansa politik di Demak, secara bertahap meluaskan kegiatan dagang dan
menyebarkan Islam ke arah Jepara dan Tuban. Besar kemungkinan, telah mendapat dukungan dari persaingan politik tersebut. Hal ini terkait dengan kota-
kota pelabuhan di Pantai Utara Jawa. Semenjak itu, dapat dipastikan kekuasaan Demak telah menjalin hubungan
dagang secara langsung maupun tidak langsung terhadap kerajaan-kerajaan Islam yang terdapat di sepanjang Pantai Utara Jawa.
21
Semenjak itu pula Sultan Trenggana telah mengubah kehidupan masyarakat dalam hal menggunakan trayek
pelayaran dan perdagangan, sehingga berhasil mengubah nuansa perpolitikan secara besar-besaran.
Raja ke-III adalah Sultan Trenggana, yang secara khusus telah berperan secara aktif dalam berpolitik, untuk melakukan kegiatan berlayar dan berdagang
di Pantai Utara Jawa. Hal tersebut, untuk mendapatkan perhatian dan menarik simpati di dalam negeri hingga ke luar negeri. Dalam menjaga jalannya lalu-lintas
21
Lihat Supraktikno Rahardjo dan Wiwik Djuwita Ramelan, Demak Sebagai Kota Bandar Dagang Di Jalur Sutra Jakarta: Proyek Penelitian Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah
Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998, hal. 18 dan 19
berlayar disertai politik dan semakin berkembang dengan pesat, dengan adanya kedatangan orang-orang besar dari kalangan pedagang dari Arab, Melayu, Persia,
Turki Cina, yang baru saja tiba di Pulau Jawa. Pada abad XVI, Demak menjadi semakin berkuasa di Pulau Jawa, sejak Sultan Trenggana telah menjalankan
politik Islam, dengan tujuan untuk mencapai tahta tertinggi diikuti motifnya ekonomi-politik di Pulau Jawa.
22
Kerajaan Demak kemudian semakin tumbuh dan berkembang dan bertambah jumlah pedagang Muslim dan mereka di antaranya terdiri dari orang
Pribumi, Melayu, dan Cina, mereka menyusuri Pantai Utara Jawa. Maka semenjak itu Demak yang di pimpin oleh Sultan Trenggana 1504-1546 menjadi pusat
perniagaan besar, politik dan kekuasaan Islam dan semuanya dalam pengawasan Sultan Trenggana dalam berpolitik di sepanjang Pantai Utara Jawa. Hal tersebut,
seperti dalam Denys Lombard,
23
maka berita tersebut berkesan dengan adanya orang-orang Muslim meliputi; Pribumi, India, Turki Melayu, dan Cina. Dengan
adanya kegiatan berlayar dan berdagang di sepanjang Utara Jawa, semenjak Sultan Trenggana telah berperan secara aktif dan menanamkan aspirasi-aspirasi
politiknya di Juwana, Pati, Rembang, dan terutama Kudus dan Jepara.
24
Kondisi ini yang dialami dalam nuansa perpolitikkan, sejak masa sultan Trenggana yang mendatangkan jumlah masyarakat Muslim, Melayu yang pesat.
Perkembangan agama Islam pada masa Sultan Trenggana di Demak melalui
22
Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya Kajian Terpadu Bagian II: Jaringan Asia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, hal. 52
23
Denys Lombard, op. cit., hal. 52
24
Uka Tjandrasasmita, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-Kota Muslim di Indonesia , Kudus: Menara Kudus, 2000, hal. 20-30 dan lihat Supratikno Raharjo, Diskusi Ilmiah Bandar
Jalur Sutra: Kumpulan Makalah Diskusi, op. cit., hal. 26-27
aktivitas hubungan politik dengan beberapa kerajaan-kerajaan Islam di sepanjang Pantai Utara Jawa meliputi; Banten, Cirebon, Demak, dan Jepara.
Dengan demikian kota Demak menjadi kota Muslim,
25
yang berhasil menjalankan hubungan politik dengan beberapa kerajaan-kerajaan Islam di
sepanjang Pantai Utara Jawa meliputi; Banten, Cirebon, Demak, dan Jepara. Besar kemungkinan, sebagai tempat persekutuan pedagang Muslim pada saat itu.
Persaingan antara kota-kota tersebut tentu turut melemahnya posisi vis- a’-vis
politik ekspansi Mataram. Pada tahun 1619 terjadi perubahan mendasar dalam politik berlayar dan berdagang dengan pelabuhan-pelabuhan ini, Tuban menyerah,
Gresik diduduki tahun 1623 namun Surabaya tetap bertahan sampai 1625. Meski begitu, dapat dikatakan bahwa pesisir sudah berada di tangan Sultan Agung
Mataram.
26