Komoditas Ekspor dan Impor Batavia

perak, tembaga dan lain sebagainya. Barang tersebut diperjualbelikan antar-Pulau, antar-pedagang di Nusantara dan juga pedagang asing yang memasuki Batavia sampai ke luar-masuk Pelabuhan Batavia. 75 Ketika Batavia mendatangkan produk dari India, maka Cina berdagang dengan membawa misi berdagang, menjual barang untuk impor dan sebagian komoditasnya andalan dalam bentuk barang dagangan yang dimiliki oleh Cina. Banyak indikasi yang menggambarkan distribusi barang dagangan melalui jalan laut. Banyak yang dilakukan China di Batavia, semisal; melakukan aktivitas perdagangan maritim disertai dengan transito bagi barang-barang dagangan ke tempat di tuju Batavia. China selalu meramaikan barang impor, yakni porselin dan teh dalam abad XVII. Ada beberapa kategori yang mengasumsikan tentang adanya barang dagangan yang diimpor oleh Belanda di wilayah Batavia semisal; ikan, gambir, beras, dan untuk Pulau Jawa mengekspor tembakau. Dalam kategori konsumsi manusia, itu muncul bahwa Batavia adalah importir besar ikan, gambir, padi, dan tembakau Jawa. Jumlah beras, yang paling dasar komoditas, mencapai lebih dari 122,000 pikul. 76 Beras serta lebih dari 4.000 pikul tembakau terutama berasal dari Jawa Tengah. Gambir, sebesar lebih dari 3,500 pikul, datang selat Malaka, khususnya dari Malaka. Ikan, sebesar 1000 pikul yang diimpor dari berbagai tempat, antara yang paling menonjol adalah Siam. Apakah hubungan ini adalah bagian dari pola yang teratur atau yang bersifat sekali-kali berhubungan dalam jalur perdagangan 75 Armando Cortesao ed, op. cit., jilid 2, hal. 270 dan lihat Thomas Stamford Raffles, op. cit., hal 125 76 Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit., 49 adalah hubungan hal yang tak diketahui. Satu item dengan karakter yang cukup sesekali adalah hubungan dagang dengan tingkat tinggi dari impor barang dagang sejenis opium pribadi. VOC secara resmi hanya diizinkan untuk mengimpor opium, sementara sektor swasta yang seharusnya untuk menangani ekspor. Surat itu membelinya dari Societeit Amphioen, perusahaan swasta di Batavia, dibiayai terutama oleh pejabat VOC, yang diberi monopoli atas penjualan opium di 1745. Namun, dalam tahun kita berhadapan dengan, ada pengecualian untuk aturan ini. Satu kapal pribadi yang besar dari Bengal memasuki Batavia membawa sejumlah besar opium, yang di belakang sana dan mungkin dimasukkan ke dalam perdagangan Swasta dan VOC. 77 Gula merupakan produk yang penting di Batavia. Hal ini menunjukkan ekspor penjualan dalam skala besar. India selalu mengirimkan gula yang berkualitas baik untuk diperjualbelikan ke Batavia, India mengimpor beras untuk diperdagangkan ke Batavia dan Pulau Jawa. Perjalanan akan memakan waktu istirahat yang cukup panjang dari setiap ada penjualan. 78 Menurut pemberitaan sejarahwan Belanda, J.C. Van Leur, barang-barang yang diperdagangkan di dalam negeri dan di luar negeri mencakup Asia Tenggara, termasuk juga yang terdapat di dalam negeri Batavia. Hingga pada saat itu, barang-barang yang diperdagangkan, sejenis; barang-barang bernilai tinggi, seperti: sejenis logam mulia emas dan perak, perhiasan, barang tenunan, barang 77 Lihat Gerrit J. Knaap, Shallow water, op. cit., 49 78 F. De Haan, op. cit., hal. 195 dan Lihat misalnya Gerrit J. Knaap, Shallow water, op. cit., 49 pecah belah dan berbagai barang kerajinan, rempah-rempah, wangi-wangian, serta obat-obatan dan lain sebagainya. 79 Besar kemungkinan dapat dikatakan pedagang-pedagang dari kalangan orang-orang Eropa meliputi; Negara Swedia, Negara Turki, tiba di Batavia, dengan membawa barang muatan bahan ekspor sejenis lada, dan hasil bumi lainnya yang diangkut dengan armada dagang yang memilikinya dengan muatan yang lebih besar maupung ukuran tidak besar. Di tahun 1724 Valentijn menerbitkan karyanya yang memuat catatan tentang kegiatan perdagangan intra-Asia yang dilakukan oleh VOC melalui pelabuhan Batavia. 80 Dalam catatatan Valentijn negara dan daerah yang terlibat perdagangan dengan Batavia antara lain adalah: Tanjung Harapan Afrika Selatan, Koromandel, Srilangka, Persia, Benggala, Burma, Malaka, Siam, Tonkin, Cina, dan Jepang. Barang-barang yang diimpor Batavia dari daerah- daerah tersebut antara lain adalah: koin emas dan tembaga Jepang, tekstil Koromandel dan Benggala, teh Cina, porselin Cina, kain sutra Cina, gading gajah Siam, kayu eboni Tanjung Harapan, dan budak Koromandel, Benggala, dan Burma. Sedangkan komoditi yang diekspor oleh Batavia antara lain adalah: rempah-rempah Eropa tekstil Jepang, Siam, dan Tanjung Harapan, gula Persia, Benggala, dan Jepang, dan beras Tanjung Harapan, dan budak Tanjung Harapan dan Malaka. 81 79 Lihat J. C. Van Leur, Indonesia Trade and Society, Bandung: Sumur Bandung, 1960, hal. 198 80 http:kns-ix.geosejarah.orgwpcontentuploads201107dataBondan20 Kanumoyoso, 20 M.Hum. Pdf Dikunjungi Tanggal 16 Desember 2011 81 http:kns-ix.geosejarah.orgwpcontentuploads201107dataBondan20 Kanumoyoso, 20 M.Hum. Pdf Dikunjungi Tanggal 16 Desember 2011 Pada saat itu juga, tidak dapat dipungkiri juga sejumlah pedagang-pedagang dari Pasai Nangroe Aceh Darussalam, Pidie Nangroe Aceh Darussalam, Jambi Provinsi Jambi, Palembang Sumatra Selatan, Tulang Bawang Lampung dan kota Pariaman Sumatra Barat, Tiku, Barus, dan di Jawa Barat, Banten, ikut berjualan di Batavia. 82 Menurut pemberitaan Thomas Stamford Raffles, pada abad XVIII di Pelabuhan Batavia sebanyak 239 kapal yang berlabuh ke Pelabuhan Batavia dengan membawa jumlah barang dagangan dengan kapasitas yang bertambah dari sejumlah 48.290 ton di dalamnya terdapat barang dagangan yang berisikan muatan beras, rempah-rempah, bahan pokok sehari-hari dan sebagainya. 83 Dalam pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya, transaksi perdagangan maritim, di Batavia bukanlah sebagai tempat penghasil komoditas yang dicari oleh pedagang di sepanjang Jalur Sutera melalui jalan laut, tetapi peranannya sangatlah amat penting. Namun sebagai tempat transito, baik untuk pembekalan pelayaran dan perdagangan, maupun komoditas lainnya yang telah dikumpulan dari daerah-daerah di Indonesia, atau bagi para para pedagang pribumi untuk membeli komoditas-komoditas yang dibawa oleh para pedagang yang datang dari Asia Tenggara. 84 Barang-barang dagangan yang diperjual-belikan di Batavia baik ekspor maupun Impor yang berasal dari; Bugis Makasar, Melayu, Arab, semisal: kamper kayu, sarang burung walet, lilin lebah, kain yang bernilai tinggi. 82 Thomas Stamford Raffles, op. cit., hal 125-140 83 Lihat Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, op. cit., hal. 144 dan Lihat Thomas Stamford Raffles, op. cit., hal 121 84 Thomas Stamford Raffles, op. cit., hal 125 Transaksi barang dagangan berlangsung sangat cepat di Batavia. Usaha pedagang besar dan menengah diupayakan oleh VOC Belanda mungkin sekali dilakukan oleh pemerintah Batavia dan para pembesar Belanda dan kelas saudagar, di samping itu tentu saja saudagar-saudagar asing berdatangan di Batavia. Para bangsawan tinggi besar dan pembesar kerajaan mungkin sekali menjadi pembeli tunggal atas barang dagangan hasil produk rakyat daerah yang dikuasainya, yang menjualnya kembali dengan harga yang cukup tinggi. Kepada kelas saudagar ‘atau’ Hoge Regering Pemerintah AgungPusat yang akan mengekspor ke luar negeri dan menjual dengan pedagang Asing. Kelompok kelas saudagar terutama melakukan usaha perdagangan luar negeri, baik mengekspor barang dagangan hasil produk maritim maupun mengimpor barang dagangan kebutuhan masyarakat banyak, yang mereka lakukan dengan perahu sampan, milik sendiri. Usaha ekspor dan impor ini juga dilakukan oleh pedagang-pedagang dari pendatang, semisal; pedagang-pedagang Eropa, Cina, Jawa, Arab, dan lain sebagainya, akan tetapi pernah berhubungan langsung dengan produsen. Barang dagangan yang diekspor ketika itu adalah lada, cengkeh yang terpenting damar, lilin, kayu manis, kayu jati dan lain sebagainya, sedangkan barang-barang yang diimpor pada saat itu terdiri dari, berjeniskan beras, gula, garam, barang-barang pecah belah, dan sejenis kayu gelondongan. Barang tersebut diperjual-belikan antar-pedagang di Batavia dan juga di Pantai Utara Jawa dan juga pedagang asing untuk melakukan transaksi perdagangan maritim yang terdapat di Batavia.

C. Etnis Cina berdagang di Batavia

Dalam pandangan Mona Lohanda, Sejarahwan dari Arsip Nasional Republik Indonesia, yang terlihat dari aktivitas perdagangan di pesisir Utara Jawa ada hubungan perdagangan maritim menjadi lebih erat pada awal abad XVII sampai abad XVIII antara Batavia dan Tainan,” kata Mona Lohanda. Hubungan perdagangan maritim itu, semakin kokoh semasa Kapiten Tjina pertama Batavia, Souw Beng Kong, seorang pemimpin komunitas Cina di Batavia 1580-1644. 85 Sejarawan dari Arsip Nasional Republik Indonesia, Mona Lohanda, telah menjelaskan Cina berdagang memakai jalan maritim yang terbentang dari Amoy di Provinsi Fujian yang letaknya di Laut China Selatan menuju ke arah Batavia sejak 1620 hingga awal abad XIX. Provinsi Fujian atau Hokkian adalah tempat Souw Beng Kong. Pada saat itu, ia membutuhkan waktu berlayar 28 hingga 30 hari untuk menempuh perjalanan jarak jauh dalam berdagang dari Cina ke Batavia. Cina memiliki armada dagang yang memuat barang dagangan yang cukup besar pada abad XVII dan abad XVIII. Besar kemungkinan Batavia menjadi pusat ekonomi. Hal ini diperkuat oleh fakta China, bahwa China berdagang dari Amoy dengan memakai perahu dagang dan selalu diramaikan dari Macoa Taiwan. Kemungkinan pasti banyak perahu dagang melewati Kepulauan Nusantara, dan yang di tuju yaitu Batavia. 86 Menurut pemberitaan Blusse sendiri pada tahun 1620, Coen telah mengajak Souw Beng Kong dan pedagang-pedagang Cina untuk datang ke Batavia dengan 85 Wawancara Pribadi, Mona Lohanda, Sejarawan dari Arsip Nasional Republik Indonesia, 9 Maret 2011 86 Lihat Pierre Labrousse, Denys Lombard, Christian Pelras, Etudes Interdisiplineres sur le monde insulindien: archipel 18, Paris: Cedex, 1979 dalam artikel Leonard Blusse Chinese, Trade To Batavia During The Days Of The VOC, hal. 195-197 tujuan membangun Batavia. Selain itu, untuk menyuplai barang dagangan dari berbagai keperluan ke pihak Belanda dimaksudkan adalah dengan cara menarik Cina untuk berdagang ke Batavia. Pengaruh Cina dalam berdagang di Batavia hampir semua produk-produk perdagangan maritim yang akan diperjual-belikan di Asia dan Eropa dan antar-Pulau Sumatra dengan Jawa. 87 Pada saat itu Cina dianggap oleh Belanda punya andil besar, selain pemegang modal besar dan juga cukup pintar dalam hal berdagang, bisa dikatakan seringkali Cina telah melakukan tindakan kurang baik dalam berdagang, Souw Beng Kong pun ingin menguasai produk yang sangat strategis. Barang-barang pokok sehari-hari digunakan untuk ekspor dan impor dari pesisir Batavia dan menukarkan barang dagangan, Batavia juga mengimpor untuk dijual ke pelosok- pelosok pedalaman. Kemudian masyarakat Batavia juga senantiasa memunculkan mengolah produksi hasil tani dan hasil nelayan yang menjadi produksinya untuk di bawa ke Batavia. 88 Pada Abad XVIII, padatnya perdagangan maritim yang disuplai dari negeri Cina, dengan adanya jalinan dagang dengan Belanda, dan semakin hari akan tumbuh dan berkembang dari komoditas yang diangkut dari Cina semisal teh, kopi, perak, tekstil barang-barang porselin dan beling. Sedangkan dari Batavia diangkut sebagian lagi jumlahnya akan melimpah dengan pesatnya ditandai dengan adanya barang-barang dagangan meliputi; rempah-rempah lada rotan kayu, cendana, sarang burung walet, dan komoditi lainnya. 89 87 Lihat Pierre Labrousse, Denys Lombard, Christian Pelras, op. cit., hal. 197-198 88 Lihat Pierre Labrousse, Denys Lombard, Christian Pelras, op. cit., hal. 195-197 89 Lihat Benny G. Setiono, Tionghoa dalam Pusaran Politik, Jakarta: Transmedia Pustaka, 2008, hal. 109 Selain itu, untuk melakukan monopoli pembelian produk-produk dari penduduk pribumi sehingga perahu dagang Cina VOC Belanda menghadapi kesulitan untuk memperoleh isi muatan barang dagangan. kapal dagang yang melambangkan pedagang asing, dilarang oleh Cina untuk singgah di pelabuhan Batavia yang dikuasai oleh Belanda kecuali di beberapa pelabuhan yang telah ditetapkan secara khusus untuk perdagangan maritim maupun yang lainnya. Di pelabuhan-pelabuhan, ini biasanya Belanda sudah memiliki kontrol yang sangat ketat bagi Cina. Hal tersebut ditandai oleh Belanda yang sudah mulai berhasil merebut berbagai kepentingan di areal Pelabuhan Batavia dan menguasai perdagangan maritim, menunjukkan prilaku keangkuhan Belanda pada abad XVII dan XVIII. Akan tetapi, dalam menegakkan monopoli dagang dan melarang bangsa tertentu untuk melakukan perdagangan maritim ke Batavia. Persoalan ini dapat dilihat dari kasus hubungan yang penuh ketegangan semakin sulit dan mempersulit antara Cina dalam tahun 1740. 90 Hal ini memungkinkan adanya monopoli perdagangan terhadap laju komunitas Cina yang tidak tertahan lagi dan bertambah pesat lagi dengan jumlah penduduk mencapai 10.000 jiwa. Pada umumnya bekerja di perkebunan atau pabrik gula dan perusahaan kayuan, mereka hidup bersebelahan dekat Pelabuhan Batavia, dan sebagian diantara mereka hidup dari menyewa tanah pemerintah Batavia. Tahun 1740, terdapat 2500 rumah Cina yang sudah berbentuk tembok, ` 90 Lihat Pierre Labrousse, Denys Lombard, Christian Pelras, op. cit., hal. 195-199