Pengertian Metode Metode Sorogan dan Bandongan dalam Pembelajaran
14
mendengarkan dan menyimak bacaan guru tersebut dengan mencatat hal- hal yang dianggap penting pada kitabnya masing-masing.
Kegiatan belajar mengajar di atas berlangsung tanpa perjenjangan kelas dan kurikulum yang ketat, dan biasanya dengan memisahkan
kelompok santri berdasarkan jenis kelamin.
15
Metode sorogan dan bandongan ini merupakan bagian dari metode klasik yang masih digunakan dalam mempelajari kitab kuning di
pesantren, khususnya pesantren tradisional. Aktivitas pengajaran semacam ini sering dilakukan di masjid-masjid, langgar atau bahkan di rumah para
kyai.
16
Metode sorogan dan bandongan sama-sama memiliki ciri utama dalam pengajarannya yang ditekankan pada penangkapan harfiyah atas
suatu kitab teks tertentu.
17
Metode sorogan terbukti memiliki efektivitas dan signifikasi yang tinggi dalam mencapai hasil belajar. Sebab, dalam
metode ini guru membimbing secara maksimal kemampuan santri dalam menguasai materi. Sedangkan, efektivitas metode bandongan terletak pada
pencapaian kuantitas dan kedekatan relasi santri dengan kyai.
18
Selain masih mempertahankan metode-metode klasiknya pesantren tradisional berusaha mengimbangi institusi-institusi pendidikan lainnya
dengan tidak meninggalkan identitasnya yang prinsipil. Intinya, pesantren tetap mempertahankan tradisi dan tata nilai yang masih relevan al
muhafadzah ‘ala al-Qadim al-Shalih. Namun, di pihak lain secara selektif beradaptasi dengan pola baru yang bisa menopang kelanggengan sistem
pendidikan pesantren al-akhdzu bi al-jadid al-Ashlah.
19
Adapun sistem evaluasi metode bandongan yakni meliputi : a.
Aspek pengetahuan kognitif dilakukan dengan menilai kemampuan santri dalam membaca,menterjemahkan dan menjelaskan.
15
A. Malik MTT, Inovasi Kurikulum Berbasis Lokal di Pondok Pesantren, Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta 2008, Cet. I, h.16
16
Mohammad Tidjani Djauhari, Masa Depan Pesantren, Agenda Yang Belum Terselesaikan, Jakarta: Taj, 2008, Cet. I, h. 72
17
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, Yogyakarta: LkiS, 2001, Cet. I, h. 55
18
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institus, Jakarta: Erlangga, h. 72
19
Malik, op. cit., h. 19
15
b. Aspek sikap afektif dapat dinilai dari sikap dan kepribadian santri
dalam kehidupan keseharian. c.
Aspek keterampilan skill yang dikuasai oleh para santri dapat dilihat melalui praktek kehidupan sehari-hari ataupun dalam bidang fiqh,
misalnya dapat dilakukan dengan praktek atau demonstrasi yang dilakukan oleh para santri pada halaqah tersebut.