24
2.2 Resolusi Konflik
2.2.1 Definisi konflik
Menurut Willmot Hocker 2001 konflik adalah ekspresi pertentangan dari sekurang-kurangnya dua orang yang memiliki tujuan yang bertentangan.
Berikut merupakan kutipan dari tulisannya: Conflict is an expressed strunggle between at least two interpendent
parties who perceive incompatible goals, scare resources, and interference from other in achieving their goals.
2.2.2 Definisi resolusi konflik
Konflik merupakan sebuah pengalaman yang selalu ada dalam suatu hubungan, tidak terkecuali pernikahan, resolusi konflik mencerminkan perilaku
interpersonal yang digunakan untuk menyelesaikan konflik dalam pernikahan. Menurut Hocker dan Wilmott 1995, resolusi konflik adalah pola dari
respon atau serangkaian perilaku yang sesorang gunakan dalam konflik. Berikut adalah kutipan dari tulisannya: “.... patterned responses or clusters of behavior
that people use in conflict” Dalam resolusi konflik ada dua perdekatan, yaitu konstruktif dan
destruktif. Pada pendekatan konstruktif, resolusi konflik cenderung dilakukan secara kooperatif prososial dan menjaga hubungan secara alami, fokus pada yang
terjadi saat ini dibandingkan dengan masalah yang lalu, mengontrol perasan negative dan positif, mengungkapkan informasi dengan terbuka, menerima
25
kesalahan bersama dan berusaha mencari persamaan-persamaan. Olson DeFrain, 2006.
Sebaliknya, dalam resolusi konflik dengan pendekatan destruktif, mengarah pada pada sikap kompetitif, antisosial, dan cenderung merusak
hubungan, memperlihatkan perilaku negatif , kekerasan pasangan dalam mengungkit masalah-masalah yang telah lalu, hanya mengekpresikan perasaan-
perasaan negative, dan menekankan pada perbedaan-perbedaan tujuan untuk perubahan minim
2.2.3 Gaya resolusi konflik
Dalam kedua pendekatan resolusi konflik yang telah dipaparkan diatas, terdapat bebrapa pengkategorian gaya resolusi konflik. Mulai dari yang
mengkategorikan hanya dua gaya sampai yang mengkategorikan lima gaya resolusi konflik. Pengkategorian gaya resolusi konflik tersebut yaitu dalam
Willmot Hocker, 2001: 1. Dua gaya resolusi konflik yaitu kooperatif dan kompetisi Deutsch, 1949;
Tjosvold, 1990 2. Tiga gaya resolusi konflik yaitu non-konfrontasi, orientasi pada solusi, dan
control Putnam Wilson, 1982 3. Empat gaya resolusi konflik yaitu mengalah, inaction, problem solving,
dan menantang Pruiit, 1983
26
4. Lima gaya resolusi konflik yaitu penghindaran, dominasi, obligasi, integrasi dan kompromi Rahim Magner, 1995
Dalam penelitian ini, peneliti akan mengikuti gaya resolusi konflik yang dipaparkan oleh Rahim dan Magner 1995 yaitu lima gaya resolusi konflik yang
terdiri dari penghindaran, dominasi, obligasi, integrasi dan kompromi. Berikut ini peneliti akan menjelaskan pengertian dari masing-masing gaya
resolusi konflik tersebut. 1. Gaya penghindaran
Penghindaran adalah cara menangani konflik di mana pasangan mencoba untuk tidak secara terbuka mengakui keberadaan atau untuk mengakui peran
mereka masing-masing dalam konflik. Penghindaran adalah gaya yang ditandai oleh perilaku seperti penolakan, konflik menjadi datar, dan bahkan dijadikan
lelucon sebagai cara untuk menghindarinya. Pasangan mungkin mengubah topik untuk menghindari masalah tersebut.
2. Gaya dominasi Gaya dominasi mengacu pada sikap seseorang untuk memecahkan
masalah berdasarkan cara mereka sendiri tanpa memperhatikan pasangannya. Gaya ini dicirikan oleh perilaku agresi, paksaan, manipulasi, intimidasi, dan
perdebatan. Aspek lain dari gaya dominasi ini adalah pengabaian. Pengabaian mengacu pada tindakan pasif dimana satu pasangan gagal untuk
mempertimbangkan kebutuhan pasangannya.
27
3. Gaya obligasi Gaya obligasi yaitu gaya yang lebih mementingkan kebutuhan
pasangannya daripada kebutuhan dirinya sendiri. Pasangan yang memiliki tingkat gaya resolusi konflik obligasi yang tinggi cenderung mengalah. Hal ini sering
didorong oleh keinginan untuk menyenangkan pasangan mereka, untuk menghindari kemarahan pasangan, dan untuk menjaga hubungan yang harmonis.
4. Gaya integrasi Gaya integrasi merupakan gaya yang menggambarkan adanya
kekhawatiran umum dalam pernikahan dan menekankan pentingnya hubungan pernikahan dan tujuan kedua pasangan. Gaya ini juga dikenal sebagai gaya
kolaboratif. Gaya resolusi konflik ini dicirikan dengan sikap mengekspresikan dan menunjukkan kepedulian terhadap kebutuhan masing-masing, kesadaran akan
kebutuhan diri sendiri dan orang lain, serta kesediaan untuk mencoba menyatukan perbedaan, dan menawarkan cara yang terbaik untuk menyelesaikan konflik.
5. Gaya kompromi Pada gaya ini kedua individu membuat kesepakatan yang mengarah pada
persetujuan bersama. Pasangan memberikan beberapa tujuan penting untuk mendapat kesepakatan.
28
2.2.4 Pengukuran gaya resolusi konflik