Analisis Regresi Variabel Penelitian

74 penelitian terbanyak terdapat pada tingkat pendidikan SMA yang berjumlah 110 atau mencapai 55.

4.2 Uji Hipotesis penelitian

4.2.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian

Pada tahapan ini peneliti menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi berganda dengan menggunakan software SPSS 16. Seperti yang sudah disebutkan pada bab 3, dalam regresi ada 3 hal yang dilihat, yaitu melihat besaran R square untuk mengetahui berapa persen varians DV yang dijelaskan oleh IV, kedua apakah secara keseluruhan IV berpengaruh secara signifikan terhadap DV, kemudian terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing – masing IV. Langkah pertama peneliti melihat besaran R square untuk mengetahui berapa persen varians DV yang dijelaskan oleh IV. Selanjutnya untuk tabel R square, dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut. Tabel 4.4 Tabel Rsquare Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .642 a .412 .371 7.65886 a. Predictors: Constant, UP, obligasi, conscientiousness, penghindaran, neuroticism, dominasi, Pendidikan, extaversion, kompromi, openness, agreeableness, integrasi, usia 75 Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa perolehan R square sebesar 0.412 atau 41.2. Artinya proporsi varians dari kepuasan pernikahan yang dijelaskan oleh semua independen variabel adalah sebesar 41.2, sedangkan 50.8 sisanya dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini. Langkah kedua peneliti menganalisis dampak dari seluruh independent variabel terhadap kepuasan pernikahan. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut. Tabel 4.5 Tabel Anova Jika melihat kolom ke 6 dari kiri diketahui bahwa p 0.05, maka hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari seluruh independen variabel terhadap kepuasan pernikahan ditolak. Artinya, ada pengaruh yang signifikan dari gaya resolusi konflik penghindaran, dominasi, obligasi, integrasi, kompromi, tipe kepribadian extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, dan oppeness to experience, usia, usia pernikahan, dan pendidikan terhadap kepuasan pernikahan. ANOVA b Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 7649.864 13 588.451 10.032 .000 a Residual 10910.405 186 58.658 Total 18560.269 199 a. Predictors: Constant, UP, obligasi, conscientiousness, penghindaran, neuroticism, dominasi, Pendidikan, extaversion, kompromi, openness, agreeableness, integrasi, usia b. Dependent Variable: kepuasan 76 Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi tiap independen variabel. Jika nilai t 1,96 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti bahwa IV tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap kepuasan pernikahan. Adapun penyajiannya ditampilkan pada table 4.6 berikut. Tabel 4.6 Koefisien Regresi Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig. B Std. Error Beta 1 Constant 43.408 9.307 4.664 .000 penghindaran -.096 .068 -.084 -1.411 .160 dominasi -.163 .066 -.149 -2.482 .014 obligasi -.022 .083 -.019 -.264 .792 integrasi .446 .092 .424 4.823 .000 kompromi .162 .094 .139 1.732 .085 extaversion .017 .082 .015 .203 .839 agreeableness -.006 .093 -.005 -.070 .944 conscientiousness -.089 .093 -.080 -.954 .341 neuroticism -.279 .071 -.250 -3.947 .000 openness .057 .094 .046 .601 .548 usia .029 .181 .018 .162 .872 UP .337 .223 .154 1.514 .132 Pendidikan .592 .583 .065 1.016 .311 a. Dependent Variable: kepuasan 77 Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.6 Dapat disampaikan persamaan regresi sebagai berikut: signifikan Kepuasan Pernikahan = 43.408 - 0.096penghindaran - 0.163dominasi - 0.022 obligasi + 0.446integrasi + 0.162kompromi + 0.017 extraversion - 0.006 agreeableness – 0.089 conscietiousness – 0.297neuroticism + 0,057 oppeness of experience + 0.029usia + 0.337usia pernikahan + 0.592pendidikan Dari tabel 4.6, untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang dihasilkan, kita cukup melihat nilai sig pada kolom yang paling kanan kolom ke-6, jika P 0.05, maka koefisien regresi yang dihasilkan, signifikan pengaruhnya terhadap kepuasan pernikahan dan sebaliknya. Dari hasil diatas hanya koefisien regresi dominasi, integrasi, kompromi, dan neoriticism yang signifikan, sedangkan sisa lainnya tidak. Hal ini berarti bahwa dari 13 hipotesis minor hanya terdapat tiga yang signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh pada masing-masing IV adalah sebagai berikut: 1. Variabel gaya resolusi konflik penghindaran: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.096 p 0.05, yang berarti bahwa variabel gaya resolusi konflik penghindaran secara negatif mempengaruhi kepuasan pernikahan tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi gaya resolusi konflik penghindaran maka semakin rendah kepuasan pernikahan, walaupun secara statistik tidak signifikan. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, gaya resolusi konflik penghindaran didapatkan selalu berhubungan negatif dengan 78 kepuasan pernikahan walau tidak signifikan secara statistik, termasuk dalam penelitian ini. Menurut peneliti, hal tersebut dikarenakan gaya penghindaran termasuk kedalam pendekatan destruktif. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bab kajian teori, pendekatan destruktif mengarah pada sikap kompetitif, antisosial dan cenderung memperburuk masalah dalam hubungan. Gaya resolusi penghindaran ditandai dengan perilaku penolakan terhadap konflik sehingga menjadi datar dan tidak dapat terselesaikan yang mengakibatkan hubungan pernikahan menjadi tidak memuaskan. 2. Variabel gaya resolusi konflik dominasi : Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.163 p 0.05, yang berarti bahwa variabel gaya resolusi konflik dominasi secara negatif mempengaruhi kepuasan pernikahan serta signifikan. Jadi, semakin tinggi gaya resolusi konflik dominasi maka semakin rendah kepuasan pernikahan. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, gaya resolusi konflik dominasi didapatkan selalu berpengaruh secara negatif dengan kepuasan pernikahan dan signifikan, termasuk dalam penelitian ini. Menurut peneliti, hal tersebut dikarenakan gaya dominasi termasuk kedalam pendekatan destruktif. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bab kajian teori, pendekatan destruktif mengarah pada sikap kompetitif, antisosial dan cenderung memperburuk masalah dalam hubungan. Gaya resolusi dominasi ditandai dengan perilaku menyelesaikan masalah hanya berdasarkan cara mereka sendiri tanpa memperhatikan pasangannya. Gaya ini dicirikan dengan perilaku agresif, intimidasi dan paksaan yang berujung pada pengabaian dimana kegagalan untuk mempertimbangkan kebutuhan 79 pasangannya. Saat gaya dominasi dipakai dalam menyelesaikan konflik dalam hubungan pernikahan, banyak dampak negatif yang akan terjadi dan mengakibatkan menurunnya kepuasan dalam pernikahan. 3. Variabel gaya resolusi konflik obligasi : Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.022 p 0.05, yang berarti bahwa variabel gaya resolusi konflik obligasi secara negatif mempengaruhi kepuasan pernikahan tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi gaya resolusi konflik obligasi maka semakin rendah kepuasan pernikahan, walaupun dalam hal ini secara statistik tidak signifikan. gaya resolusi konflik obligasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pernikahan. Menurut peneliti, hubungan negatif gaya resolusi konflik obligasi terhadap kepuasan pernikahan dikarenakan gaya obligasi yang ditandai dengan perilaku selalu mengalah dan menghindari kemarahan pasangan membuat para istri tidak dapat mengekspresikan apa yang dirasakan sebenarnya dan tidak dapat mengemukakan keinginan mereka karena terlalu sibuk memikirkan keinginan suami. Semakin tinggi gaya obligasi diterapkan maka semakin banyak perasaan yang dipendam istri terhadap suami yang tidak dapat diungkapkan, sehingga perasaan yang terpendam tersebut mengakibatkan kelelahan dan menjadikan kepuasan mereka menjadi rendah.. 4. Variabel gaya resolusi konflik integrasi : Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.446 p 0.05, yang berarti bahwa variabel gaya resolusi konflik integrasi secara positif mempengaruhi kepuasan pernikahan serta signifikan. Jadi, semakin tinggi gaya resolusi konflik integrasi maka semakin tinggi 80 kepuasan pernikahan. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, gaya resolusi konflik integrasi didapatkan selalu berhubungan positif secara signifikan dengan kepuasan pernikahan, termasuk dalam penelitian ini. Menurut peneliti, hal tersebut dikarenakan gaya integrasi termasuk kedalam pendekatan konstruktif. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bab kajian teori, pendekatan konstruktif mengarah pada sikap kooperatif, asertif dan prososial. Gaya resolusi konflik integrasi ditandai dengan perilaku kolaboratif dimana sikap mengekspresikan kepedulian terhadap pasangan, kesadaran akan kebutuhan sendiri dan pasangan, serta menawarkan cara yang terbaik dalam menyelesaikan konflik. Hal-hal positif tersebut bila digunakan dalam penyelesaian konflik tentunya akan menghasilkan hasil yang positif pula. Selain konflik ditangani secara baik, kepuasan dalam hubungan pernikahan pun akan meningkat. 5. Variabel gaya resolusi konflik kompromi : Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.162 p 0.05, yang berarti bahwa variabel gaya resolusi konflik kompromi secara positif mempengaruhi kepuasan pernikahan meskipun tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi gaya resolusi konflik kompromi maka semakin tinggi pula kepuasan pernikahan. Menurut peneliti, gaya resolusi konflik kompromi tentunya akan menghasilkan kepuasan pernikahan yang tinggi, hal tersebut dikarenakan gaya kompromi termasuk kedalam pendekatan konstruktif. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bab kajian teori, pendekatan konstruktif mengarah pada sikap kooperatif, asertif dan prososial. Gaya resolusi konflik kompromi ditandai dengan perilaku 81 membuat beberapa tujuan penting untuk mencapai kesepakatan dengan pasangan. Kesepakatan baik yang dibuat tentunya akan mempengaruhi kualitas kepuasan dalam hubungan pernikahan. Semakin baik kesepakatan yang diciptakan, semakin tinggi kepuasan pernikahan akan dirasakan. 6. Variabel tipe kepribadian extraversion: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.017 p 0.05, yang berarti bahwa variabel tipe kepribadian extraversion secara positif mempengaruhi kepuasan pernikahan tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi tipe kepribadian extraversion maka semakin tinggi pula kepuasan pernikahan, walaupun secara statistik tidak signifikan. Dari beberapa teori dan penelitian yang ada, peneliti menyimpulkan bahwa seseorang dengan kepribadian extraversion yang tinggi dicirikan dengan sikap yang senang bersosialisasi, ramah dan terbuka, menghabiskan banyak waktu untuk mempertahankan dan menikmati sebuah hubungan. Seseorang yang memiliki karakteristik skor extraversion yang tinggi tentunya akan menikmati dan terus mempertahankan hubungan pernikahannya agar tetap harmonis sehingga mencapai kepuasan yang tinggi. 7. Variabel tipe kepribadian agreeableness: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.006 p0.05, yang berarti bahwa variabel tipe kepribadian agreeableness secara negatif mempengaruhi kepuasan pernikahan tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi tipe kepribadian agreeableness maka semakin rendah kepuasan pernikahan, walaupun secara statistik tidak signifikan. Dari beberapa teori dan penelitian yang ada, peneliti menyimpulkan bahwa seseorang dengan kepribadian agreeableness yang tinggi dicirikan dengan 82 sikap mengalah dan menuruti saja keinginan orang lain. Istri yang memiliki karakteristik skor agreeableness yang tinggi tentunya akan selalu mengalah dan hanya mengikuti dan mementingkan pasangannya dalam hubungan pernikahannya. Hal yang demikian tentunya akan menimbulkan kurangnya perhatian akan dirinya sendiri, bahkan mungkin istri akan merasa tertekan dibalik pernikahannya yang terlihat baik-baik saja. Perasaan seperti itu tentunya menjadikan kepuasan yang dirasakan akan rendah. 8. Variabel tipe kepribadian conscientiousnes: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.089 p 0.05, yang berarti bahwa variabel tipe kepribadian conscientiousness secara negatif mempengaruhi kepuasan pernikahan tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi tipe kepribadian conscientiousness maka semakin rendah kepuasan pernikahan, walaupun secara statistik tidak signifikan. Dari beberapa teori dan penelitian yang ada, peneliti menyimpulkan bahwa seseorang dengan kepribadian conscientiousness yang tinggi dicirikan dengan sikap ambisius, mengikuti norma dan peraturan secara kaku sehingga menunda kepuasan. Seseorang yang memiliki karakteristik skor conscientiousness yang tinggi tentunya akan kaku dan ambisius dalam sebuah hubungan termasuk pernikahan, yang artinya tidak mudah merasakan kepuasan karena selalu menunda kepuasan demi ambisinya. Dengan demikian mereka akan sulit mencapai kepuasan pernikahan yang tinggi. 9. Variabel tipe kepribadian neuroticism: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.279 p 0.05, yang berarti bahwa variabel tipe kepribadian neuroticism secara negatif mempengaruhi kepuasan pernikahan serta 83 signifikan. Jadi, semakin tinggi tipe kepribadian neuroticism maka semakin rendah kepuasan pernikahan. Dari beberapa teori dan penelitian yang ada, peneliti menyimpulkan bahwa seseorang dengan kepribadian neuroticism yang tinggi dicirikan dengan sikap mudah cemas, marah, depresi dan selalu dipenuhi emosi yang negatif. Seseorang yang memiliki karakteristik skor neuroticism yang tinggi tentunya selalu merasa cemas dan khawatir terhadap apapun termasuk terhadap sebuah hubungan pernikahan yang dijalani. Perasaan-perasaan negatif tersebutlah yang menghalangi terciptanya rasa kepuasan. Sehingga semakin tinggi rasa cemas, khawatir dan emosi-emosi negatif lainnya yang dirasakan, maka tentunya kan semakin rendah kepuasan yang mereka rasakan. 10. Variabel tipe kepribadian oppeness of experience: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.057 p 0.05, yang berarti bahwa variabel tipe kepribadian oppeness of experience secara positif mempengaruhi kepuasan pernikahan tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi tipe kepribadian oppeness of experience maka semakin tinggi pula kepuasan pernikahan, walaupun secara statistik tidak signifikan. Dari beberapa teori dan penelitian yang ada, peneliti menyimpulkan bahwa seseorang dengan kepribadian oppeness of experience yang tinggi dicirikan dengan sikap kreatif, terbuka dengan pengalaman baru, serta mau beradaptasi dengan situasi baru. Seseorang yang memiliki karakteristik skor oppeness of experience yang tinggi tentunya selalu berfikir kreatif dalam menciptakan sesuatu yang baru agar tidak monoton dan membosankan. Dalam sebuah hubungan pernikahan, Seseorang yang 84 memiliki karakteristik skor oppeness of experience yang tinggi akan terus belajar dan beradaptasi agar menghasilkan sebuah keharmonisan. Sehingga semakin tinggi sikap seperti itu ditunjukan, maka memungkinkan terciptanya kepuasan pernikahan yang tinggi pula. 11. Variabel usia: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.029 p 0.05, yang berarti bahwa variabel usia secara positif mempengaruhi kepuasan pernikahan tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi usia maka semakin tinggi pula kepuasan pernikahan, walaupun secara statistik tidak signifikan. Dari beberapa teori dan penelitian yang ada, peneliti menyimpulkan bahwa istri dengan Usia yang semakin matang, dapat semakin tenang dan memahami makna pernikahan yang mereka jalani. Pemikiran yang dewasa menjadi dasar dalam bersikap dan menerima pernikahan mereka dengan baik. Hal tersebut yang menjadika kepuasan pernikahan akan tinggi. 12. Variabel usia pernikahan: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.337 p 0.05, yang berarti bahwa variabel usia pernikahan secara positif mempengaruhi kepuasan pernikahan tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin lama usia pernikahan maka semakin tinggi pula kepuasan pernikahan, walaupun secara statistik tidak signifikan. Dalam hal ini, peneliti menyimpulkan bahwa dengan usia pernikahan yang semakin matang, dapat semakin mengenal dan beradaptasi dengan kondisi pasangan dan pernikahannya. Hal tersebut menjadikan semakin puas pula pernikahan yang dirasakan. 85 13. Variabel pendidikan : Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.592 p 0.05, yang berarti bahwa variabel pendidikan secara positif mempengaruhi kepuasan pernikahan tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula kepuasan pernikahan, walaupun secara statistik tidak signifikan. Dari beberapa teori dan penelitian yang ada, peneliti menyimpulkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi, maka istri dapat semakin raional dalam berfikir, dan mengetahui dampak-dampak apabila pernikahan mereka berjalan dengan tidak baik. Oleh karena itu, mereka akan berfikir lebih dalam lagi makna dari pernikahan. Hal tersebut menjadikan mereka semakin menata kehidupan pernikahan dengan baik, dengan demikan akan tercapai kepuasan pernikahan yang baik pula. Pada tabel 4.6 koefisien regresi diatas, dari ketiga IV yang berpengaruh signifikan terhadap DV dapat diketahui mana yang memiliki pengaruh lebih besar. Untuk melihat perbandingan besar kecilnya pengaruh antara tiap IV terhadap DV dapat diketahui dengan dua cara, yaitu melihat nilai signifikansinya p dan melihat Standardized coefficients beta Umar, 2011. Maka dari tabel diatas dapat diketahui perbandingan atau urutan IV yang memiliki pengaruh terbesar adalah sebagai berikut: 1. Integrasi dengan beta = 0.424 2. Neuroticism dengan beta = 0.251 3. Dominasi dengan beta = 0.149, 86

4.2.2 Pengujian Proporsi Varians masing–masing Independent Variabel