Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

G. Peraturan Hukum Setelah Indonesia Merdeka

1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa APS Salah satu ketentuan yang merupakan sumber pokok dapat dilaksanakannya arbitrase atau ketentuan hukum yang mengatur arbitrase Internasional Indonesia sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang APS adalah ketentuan yang dalam Pasal 337 Reglemen Indonesia yang diperbaharui Het Herziene Reglement, Staasblad; 44 HIR untuk Jawa dan Madura, atau Pasal 705 Reglemen Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura Rechtsreglement Buitengewesten, Staatsblad 1927;227 Rbg. Kedua ketentuan dasar tersebut, dianggap menjadi sumber dari berlakunya ketentuan arbitrase yang diatur pratanya secara cukup lengkap dalam ketentuan Pasal 615 sampai dengan Pasal 651 Reglemen Acara Perdata atau Reglement op de Rechtsvordering Staatsblad 1847;52 bagi seluruh golongan penduduk Hindia Belanda pada waktu itu. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang APS, maka seluruh ketentuan tersebut di atas, yaitu Pasal 337 Reglemen Indonesia yang diperbaharui Het Herziene Reglement, Staasblad; 44 HIR, Pasal 705 Reglemen Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura Rechtsreglement Buitengewesten, Staatsblad 1927;227 Rbg, dan Pasal 615 sampai dengan Pasal 651 Reglemen Acara Perdata atau Reglement op de Rechtsvordering Staatsblad 1847;52, dinyatakan tidak berlaku lagi. Universitas Sumatera Utara Pada Bab I Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang APS, menyatakan mengenai penyelesaian sengketa dimana para pihak telah memutus dari sejak awal bahwa dalam kesepakatan perjanjian mereka apabila terjadi sengketa, maka akan diselesaikan dengan cara arbitrase. Klausula perjanjian arbitrase tersebut menjadi bagian yang sah dari perikatan tersebut. Tetapi tidak terttutup kemungkinan bahwa penyelesaian sengketa dengan cara arbitrase dapat dipilih sesudah terjadinya sengketa di belakangan. Hal penting lainnya adalah pengakuan akan eksistensi dari akan dibentuknya suatu lembaga alternatif penyelesaian sengketa selain dari lembaga arbitrase yang sudah ada di Indonesia yaitu Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI. 142 Berdasarkan defenisi yang diberikan dalam Pasal 1 Angka 1 Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang APS, dapat dipahami bahwa penyelesaian perselisihan atau sengketa melalui pranata arbitrase memiliki ”kompetensi absolut” terhadap penyelesaian atau sengketa melalui pengadilan. Hal ini berarti, setiap perjanjian yang telah mencantumkan klausula arbitrase tersebut atau yang telah timbul sebelum ditandatanganinya perjanjian arbitrase oleh para pihak. Secara umum Undang-Undang mengenai APS mengatur tentang syarat arbitrase, hak ingkar, dan lain-lain. Pada Bab III mengatur mengenai acara yang berlaku di hadapan Majelis Arbitrase, Bab V mengatur mengenai pendapat dan keputusan arbitrase, Bab VI mengatur mengenai putusan untuk arbitrase Nasional 142 Ningrum Natasya Sirait., Hukum Kontrak Internasional, Bab Alternative Dispute Resolution, bahan Kuliah Program Pascasarjana Fakultas Hukum MHB UMA, 2004, hal. 21. Universitas Sumatera Utara maupun arbitrase Internasional, Bab VII mengatur mengenai pembatalan putusan arbitrase serta Bab VIII mengenai berakhirnya tugas arbiter, dan Bab IX mengenai biaya arbitrase. Adapun perkara – perkara yang khusus diatur di dalam UU No. 30 tahun 1999 tentang APS ialah diatur dalam Pasal 5 yaitu: 1 Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. 2 Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang –undangan tidak dapat diadakan perdamaian. Berdasarkan pengamatan di atas, terlihat bahwa pengaturan Undang-Undang APS ini, masih terfokus pada penyelesaian sengketa non litigasi melalui arbitrase tanpa menyinggung substansi pengaturan yang lebih jelas pada metode penyelesaian sengketa lain melalui Alternative Disputes Resolution ADR non litigasi. 143 Melihat pada substansi Bab VI tentang putusan arbitrase Internasional yang secara substansial sesuai prediksi banyak sengketa dagang Internasional ADR dalam upaya penyelesaian sengketa, perincian lebih jelas untuk pembahasan arbitrase Internasional terkandung pada bagian kedua Pasal 65 sampai dengan Pasal 69. 144 143 Ibid. 144 Lihat, Pasal 65 sampai dengan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Alternatif dan Penyelesaian Sengketa, menjelaskan tentang wewenang penanganan masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase Internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, diamana putusan yang diakui serta dapat dilaksanakan di Indonesia adalah yang memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dalam Pasal 66 Undang-Undang APS, juga mengatur mengenai permohonan pelaksanaan putusan, penolakan putusan, dan eksekusi putusan. Universitas Sumatera Utara Namun tentunya permasalahan dalam arbitrase Internasional tidak terlepas dari proses adanya sengketa dan pembatalan putusan, hal ini juga diatur pada Bab VII perihal pembatalan putusan arbitrase, dari Pasal 70 sampai dengan Pasal 72. 145

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1968 tentang Persetujuan Atas Konvensi