Mediasi Analisis Hukum Terhadap Penyelesaian Sengketa Dalam Transaksi Bisnis Internasional

menyerahkan penyelesaian sengketa tersebut dengan cara lainnya, seperti arbitrase, mediasi, atau konsiliasi.

3. Mediasi

Pengaturan mengenai mediasi dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 6 ayat 3, Pasal 6 ayat 4, Pasal 6 ayat 5 UU No. 30 Tahun 1999. Ketentuan mengenai mediasi yang diatur dalam Pasal 6 ayat 3 UU No. 30 Tahun 1999 adalah merupakan suatu proses kegiatan sebagai kelanjutan dari gagalnya negosiasi yang dilakukan oleh para pihak menurut ketentuan Pasal 6 ayat 2 UU No. 30 Tahun 1999. 64 Undang-undang tidak memberikan rumusan defnisi atau pengertian yang jelas dari mediasi maupun mediator. Dari literatur hukum, misalnya dalam Black’s Law Dictionary, Mediasi adalah: “a method of nonbinding dispute resolution involving a neutral third party who tries to help the disputing parties reach a mutually agreeable solution”. Mediasi adalah usaha untuk menyelesaikan perselisihan hukum melalui partisipasi aktif pihak ketiga mediator yang bekerja untuk menemukan poin kesepakatan dan membuat orang yang menghadapi konflik menemukan hasil yang baik. 65 Christopher W.Moore, menyebutkan bahwa mediasi adalah intervensi dalam sebuah sengketa atau negosiasi pihak ketiga yang bisa diterima oleh pihak yang bersengketa, bukan merupakan bagian dari kedua belah pihak dan bersifat netral. Pihak ketiga ini tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan. Melainkan 64 Ibid. Hal. 90. 65 Black’s Law Dictionary, Bryan A. Garner, Seventh Edition, West Group, 1999 halaman 996. Bandingkan juga definisi mediasi yang diberikan oleh para ahli hukum, seperti misalnya Prof. Dr. H. Priyatna Abdurrasyid, S.H. dalam bukunya “Arbitrase Alternatif Penyelesaian Sengketa”, Suatu Pengantar, PT Fikahati Aneska, 2002. Universitas Sumatera Utara bertugas untuk membantu pihak-pihak yang bertikai agar secara sukarela mau mencapai kata sepakat yang diterima oleh masing-masing dalam suatu persengketaan. 66 Mediasi, dari pengertian yang diberikan, jelas melibatkan keberadaan pihak ketiga yang bersifat netral dan tidak memihak, yang akan berfungsi sebagai mediator. Mediator adalah pihak yang ditunjuk oleh salah satu atau kedua pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketa, dalam hal ini diperlukan kesepakatan atau konsensus dari para pihak sebagai prasyarat utama. Sifatnya hanya rekomendatif atau usulan saja.Dalam hal menyelesaikan suatu sengketa, mediator bebas menentukan bagaimana cara penyelesaian sengketa yang sedang berlangsung dan mediator harus mampu menciptakan suasana dan kondisi yang kondusif bagi terciptanya kompromi di antara kedua belah pihak yang bersengketa untuk memperoleh hasil yang menguntungkan win-win. Mediator seharusnya dapat mengetahui sejak awal apabila ada proses pemaksaan, ketidakjujuran atau posisi tawar menawar yang tidak seimbang diantara para pihak. Mediator juga berhak untuk memutuskan proses mediasi apabila telah terbukti menemukan unsur diatas. Mediator harus dapat membedakan kepentingan pribadi. 67 Beberapa hal penting dalam proses mediasi ini, yaitu pertama, penyelesaian perselisihan dilakukan dengan itikad baik good faith di antara para pihak dan keinginan sukarela untuk menyelesaikan masalah dengan mengesampingkan 66 Runtung Sitepu, Loc. cit, hal. 7. 67 ABA Model Rules of Professional Conduct, Rule 2.2. Universitas Sumatera Utara penyelesaian dengan proses arbitrase atau litigasi di Pengadilan Negeri. Jadi, di sini para pihak berperan aktif untuk mencari solusi atas sengketa yang timbul di antara mereka. Kedua, mediator tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan yang mengikat, tetapi mediator hanya sebagai penengah atau fasilitator di antara para yang bersengketa untuk membantu para pihak guna mengidentifikasikan permasalahan yang timbul dan menemukan cara pemecahan yang terbaik. Tidak seperti hakim atau arbiter yang mempunyai kemampuan teknis tertentu dalam menyelesaikan sengketa. Ketiga, hasil kesepakatan yang disepakati oleh para pihak yang bersengketa akan dituangkan dalam perjanjian, yang mengikat kedua belah pihak. Dengan adanya perjanjian tersebut, maka hubungan kerja sama di antara para pihak yang sebelumnya sudah terbina, dapat berjalan kembali. Apabila tidak dapat dicapai kesepakatan, maka para pihak dapat mengajukan penyelesaian masalahnya melalui lembaga arbitrase atau meneruskannya ke dalam proses litigasi. Segi positif dari proses mediasi adalah sebagai berikut: 68 a Dapat menyelesaikan sengketa dengan cepat dan relatif murah dibandingkan jika membawa sengketa tersebut ke pengadilan atau arbitrase; b Memfokuskan para pihak pada kepentingan mereka secara nyata dan pada kebutuhan emosi atau psikologis mereka, jadi bukan hanya hak-hak hukumnya saja; 68 Runtung Sitepu., “Pemberdayaan Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa di Indonesia”, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Adat pada Fakultas Hukum, diucapkan di hadapan rapat terbuka Universitas Sumatera Utara, Gelanggang Mahasiswa, Kampus USU, 1 April 2006, hal. 6-7. Universitas Sumatera Utara c Memberi kesempatan kepada para pihak untuk berpartisipasi secara langsung dan secara informal di dalam menyelesaikan sengketa mereka; d Memberikan kemampuan kepada para pihak untuk melakukan kontrol terhadap proses dan hasilnya; e Dapat mengubah hasil yang dalam litigasi dan arbitrase sulit diprediksi, dengan suatu kepastian melalui konsensus; f Memberikan hasil yang tahan uji dan akan mampu menciptakan saling pengertian yang lebih baik di antara para pihak yang bersengketa karena mereka sendiri yang memutuskannya; dan g Mampu menghilangkan konflik atau permusuhan yang hampir selalu mengiringi setiap putusan yang bersifat memaksa yang diputuskan oleh hakim di pengadilan atau arbiter pada arbitrase; Segi negatif dari penyelesaian sengketa dengan cara mediasi adalah mediator dapat saja dalam menjalankan fungsinya lebih memperhatikan pihak lainnya. 69 Menurut penulis, hal yang harus diperhatikan dalam proses mediasi, seperti faktor kerahasiaan. Kemungkinan salah satu pihak mempunyai itikad yang tidak baik yang menjadikan proses ini sebagai peluang untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin sebelum akhirnya memutuskan untuk berlitigasi dan mediator yang mempunyai kemungkinan akan keberatan atau tuntutan para pihak apabila dianggap membuka atau membocorkan rahasia. Namun hal ini dapat diantisipasi melalui 69 Huala Adolf, Loc. cit, Hal.34 Universitas Sumatera Utara semacam perjanjian bahwa sesuai dengan kode etik yang berlaku maka mediator tidak dapat dituntut untuk suatu rahasia yang diberikannya selama proses. 70

4. Konsiliasi