3. Mahkamah Agung mempertimbangkan serta memutuskan setiap kasasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat 2, dalam jangka waktu paling lama 90 hari setelah permohonan kasasi tersebut diterima oleh Mahkamah Agung; dan
4. Terhadap putusan Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam pasal 66
huruf e, tidak dapat diajukan upaya perlawanan. Dalam Pasal 69, telah disebutkan secara tegas sebagai berikut:
1. Setelah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan perintah eksekusi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 64, maka pelaksanaan selanjutnya dilimpahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang secara relatif berwenang
melaksanakannya; 2.
Sita eksekusi dapat dilakukan atas harta kekayaan serta barang milik termohon eksekusi; dan
3. Tata cara penyitaan serta pelaksanaan putusan megikuti tata cara sebagaimana
ditentukan dalam Hukum Acara Perdata.
C. Penolakan Terhadap Putusan Pengadilan Arbitrase Asing
Penolakan terhadap putusan pengadilan arbitase asing, sangat berkaitan erat dengan fungsi dan kewenangan suatu lembaga arbitrase domestik. Putusan arbitrase
asing yang dimohonkan untuk dilaksanakan atau dieksekusi pada suatu negara tertentu dapat ditolak permohonannya jika tidak sesuai atau bertentangan dengan
kewenangan kompetensi atau jurisdiksi suatu negara.
Universitas Sumatera Utara
Begitu pula dengan suatu perkara yang belum diputus ataupun yang akan dieksekusi pada suatu negara tertentu, dapat dibatalkan permohonannya apabila
bertentangan dengan wilayah kekuasaan hukum negara tersebut. Misalnya di Indonesia, Permohonan pembatalan hanya dapat diajukan terhadap putusan arbitrase
yang sudah didaftarkan di pengadilan. Alasan-alasan permohonan pembatalan disebut dalam pasal-pasal harus dibuktikan dengan putusan pengadilan. Apabila pengadilan
menyatakan bahwa alasan-alasan tersebut terbukti atau tidak terbukti, maka putusan pengadilan ini dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan bagi hakim untuk
mengabulkan atau menolak permohonan.
169
Masalah pembatalan putusan arbitrase di Indonesia dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 yaitu sebagai berikut: Pasal 70 menyebutkan
bahwa: ”Terhadap putusan arbitrase para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur sebagai
berikut: a.
Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atu dinyatakan palsu;
b. Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang
disembunyikan oleh pihak lawan; dan c.
Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.”
169
Lihat, penjelasan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa.
Universitas Sumatera Utara
Alasan-alasan permohonan ini harus dibuktikan dengan putusan pengadilan, apabila pengadilan menyatakan bahwa alasan-alasan tersebut terbukti atau tidak
terbukti, maka putusan pengadilan ini dpat digunakan sebagai dasar pertimbangan bagi hakim untuk mengabulkan atau menolak permohonan. Permohonan pembatalan
putusan arbitrase harus diajukan harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri secara tertulis Pasal 71 UU No. 30 Tahun 1999, dalam waktu paling lama 30 hari
terhitung sejak hari penyerahan dan pendaftaran putusan arbitrase melalui panitera Pengadilan Negeri Pasal 72 UU No. 30 Tahun 1999.
Bila permohonan pembatalan tersebut dikabulkan, maka Ketua Pengadilan Negeri akan menentukan lebih lanjut akibat pembatalan seluruhnya atau sebagian
terhadap putusan arbitrase, misalnya: Ketua Pengadilan Negeri Dapat Memutuskan bahwa setelah diucapkan pembatalan, arbiter yang sama atau arbiter lain akan
memeriksa kembali sengketa yang bersangkutan atau menentukan bahwa suatu sengketa tidak mungkin diselesaikan lagi melalui arbitrase. Ketua Pengadilan Negeri
harus memeriksa dan menjatuhkan putusan terhadap permohonan pembatalan dalam waktu paling lama 30 hari sejak permohonan diterima Pengadilan Negeri dan
terhadap putusan Pengadilan Negeri tentang pembatalan putusan arbitrase tersebut dapat diajukan permohonan banding ke Mahkamah Agung
Masalah penolakan terhadap putusan pengadilan arbitase asing, erat kaitannya dengan masalah kewenangan kompetensi atau yurisdiksi suatu lembaga arbitrase
domestik untuk menerima, mengadili, dan memutus, serta mengeksekusi terhadap suatu perkara bisnis Internasional.
Universitas Sumatera Utara
Dalam Pasal V Konvensi New York 1958, memuat alasan-alasan yang dapat diajukan oleh para pihak untuk menolak pengakuan dan pelaksanaan suatu putusan
arbitrase asing. Prinsipnya yaitu bahwa pihak yang mengajukan putusan arbitrase harus mengajukan dan membuktikan alasan-alasan penolakan tersebut. Pasal ini
memuat 4 empat alasan penolakan pelaksanaan suatu putusan arbitrase yaitu :
170
1. Bahwa para pihak yang terkait dalam perjanjian tersebut ternyata menurut hukum
nasionalnya tidak mampu atau menurut hukum yang mengatur perjanjian tersebut atau menurut hukum negara dimana putusan tersebut dibuat apabila tidak ada
petunjuk hukum mana yang berlaku; 2.
Pihak terhadap mana putusan diminta tidak diberikan pemberitahuan yang sepatutnya tentang penunjukan arbitrator atau persidangan arbitrase atau tidak
dapat mempertahankan sengketa pembelaannya; 3.
Putusan yang dikeluarkan tidak menyangkut hal-hal yang diserahkan untuk diputuskan oleh arbitrase, atau putusan tersebut mengandung hal-hal yang berada
di luar dari hal-hal yang seharusnya diputuskan oleh badan arbitrase; dan 4.
Komposisi arbitrator atau prosedur arbitrase tidak sesuai dengan persetujuan para pihak atau tidak sesuai dengan hukum nasional tempat arbitrase berlangsung, atau
putusan tersebut belum mengikat terhadap para pihak atau dikesampingkan atau ditangguhkan oleh pejabat yang berwenang di negara dimana putusan dibuat.
170
Huala Adolf, Loc. cit, hal. 96.
Universitas Sumatera Utara
D. Analisis Kasus Karaha Bodas PERTAMINA VS KBC LLC