Putusan Arbitrase Asing. Untuk Pelaksanaan arbitrase Internasional berdasarkan Konvensi New York 1985.
B. Pengakuan dan Pelaksanaan Terhadap Putusan Pengadilan atau Arbitrase
Asing
Istilah Pelaksanaan enforcement harus dibedakan dengan istilah Pengakuan recognition, menurut Sudargo Gautama
161
pengakuan tidak begitu dalam akibatnya daripada pelaksanaan. Melaksanakan putusan meminta lebih banyak tindakan, seperti
tindakan-tindakan aktif dari instansi tertentu yang berkaitan dengan Peradilan dan administrasi, terhadap pengakuan tidak diperlukan atau diharapkan tindakan demikian
itu. Oleh karena itu, kiranya mudah dimengerti mengapa orang dapat mudah sampai pada pengakuan keputusan yang diucapkan di luar negeri daripada melaksanakannya.
Sudah sejak lama dianut asas bahwa putusan – putusan badan peradilan suatu negara tidak dapat dilaksanakan di wilayah negara lain. Putusan Hakim suatu negara hanya
dapat dilaksanakan di wilayah negaranya saja.
162
Berlakunnya putusan pengadilan asing secara timbal balik reiprocal hanya dapat dilakukan apabila telah ada perjanjian bilateral yang secara tegas mengatur
mengenai sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 436 R.V. Disebabkan sampai saat ini belum pernah ada perjanjian bilateral bilateral treaty yang ditandatangani oleh
Indonesia dengan negara lainnya mengenai pelaksanaan secara timbal balik putusan
161
Sudargo Gautama, Hukum Perdata International, Jidil III Bagian II Bandung : Binacipta, 2007, hal. 210.
162
Ibid, Hal. 211
Universitas Sumatera Utara
pengadilan reciprocal enforcement of foreign judgement
163
, maka putusan pengadilan dari negara lainnyatidak dapat diberlakukan di wilayah Indonesia, dan
begitu pula sebaliknya, bahwa putusan pengadilan Indonesia juga tidak dapat diterapkan pada pengadilan di Yuridiksi hukum Negara lainnya. Agar putusan
pengadilan asing dapat diterapkan di Indonesia, maka klaim tersebut harus diajukan kembali relitigation di Indonesia. Akan tetapi, dalam prakteknya putusan
pengadilan asing dapat saja dalam hal tertentu diterima oleh pengadilan Indonesia sebagai bukti awal nonconclusive evidence atas hal-hal yang telah diputuskan oleh
pengadilan asing tersebut.
164
Putusan asing di Indoenesia hanya akan dihormati dan tidak akan dilaksanakan. Sengketa yang diputus di luar negeri harus diperiksa ulang kembali dari
proses awalnya. Putusan asing hanya sekedar suatu ”fakta”, berupa putusan yang sifatnya tidak mengikuti hakim di Indonesia, karena Rv masih menjadi pedoman di
Indonesia, dalam Pasal 436 Rv antara lain menyatakan bahwa ”...keputusan- keputusan yang diberikan oleh badan-badan peradilan di luar negeri tidak dapat
dieksekusi atau dilaksanakan di Indonesia.”
165
Sebelum berlakunya UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Lainnya tersebut, Indonesia telah meratifikasi Konvensi
163
Ida Susanti dan Bayu Seto, Loc.Cit, Hal. 311-312.
164
Ibid, Hal. 312
165
Putusan asing di Indoensia hanya akan dihormati dan tidak akan dilaksanakan. Sengketa yang diputus di luar negeri harus diperiksa ulang kembali dari poses awalnya. Putusan asing hanya
sekedar suatu ”fakta”, berupa putusan yang sifatnya tidak mengikuti hakim di Indonesia, karena Rv masih menjadi pedoman di Indonesia, dalam Pasal 436 Rv antara lain menyatakan bahwa
”...keputusan-keputusan yang diberikan oleh badan-badan peradilan di luar negeri tidak dapat dieksekusi atau dilaksanakan di Indonesia.”
Universitas Sumatera Utara
tentang pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing Convention on the Recognition and Enforcement of Arbitrase Awards of 1958 yang di”undang”kan
dalam Keppres Nomor: 34 Tahun 1981 tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing, Keputusan Presiden tersebut , yang meskipun telah disahkan untuk
diberlakukan di Indonesia di tahun 1981, namun pelaksanaannya baru efktif dengan dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Eksekusi Putusan Arbitrase Asing tanggal 1 Maret 1990. Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian
Sengketa, putusan arbitrase Internasional dapat dilaksanakan di Indonesia apabila putusan arbitrase itu dijatuhkan oleh arbiter atau Majelis Arbitrase di suatu negara
yang terikat secara bilateral maupun multilateral terhadap pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase Internasional.
UU No. 30 tahun 1999 tidak mengenal istilah putusan arbitrase asing melainkan putusan arbitrase internasional, yang didefinisikan sebagai berikut :
“putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter
perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional”.
Definisi yang diberikan tersebut pada pokoknya merupakan pengulangan dari ketentuan yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1990,
dimana yang dimaksud dengan putusan arbitrase asing adalah putusan yang dijatuhkan suatu badan arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum
Universitas Sumatera Utara
Republik Indonesia, ataupun putusan suatu badan arbitrase ataupun arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai
suatu putusan arbitrase asing yang berkekuatan hukum tetap sesuai dengan Keppres Nomor 34 Tahun 1981.
166
Ketentuan Pasal 65 UU No. 30 Tahun 1999 secara tegas menyatakan bahwa yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase
internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ketentuan ini juga pada dasarnya merupakan pengulangan kembali dari rumusan Pasal 1 Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1990.
167
Putusan Arbitrase Internasional hanya dapat diakui serta dilaksanakan di wilayah hukum Republik Indonesia, bila
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
168
1. Putusan arbitrase internasional djatuhkan oleh arbiter atau Majelis Arbitrase di
suatu negara yang dengan Negara Indonesi terkait pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan
arbitrase internasional. 2.
putusan arbitrase internasional tersebut terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesiatermasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan,
yaitu kegiatan-kegiatan antara lain di bidang : perniagaan, perbankan, keuangan, penanaman modal, industri, hak kekayaan intelektual.
166
Gunawan Widjaja, Loc.Cit, Hal. 156.
167
Ibid. Hal.157
168
Bernadette waluyo, iArbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jurnal Hukum Bisnis, Volume9, 1999, Hal 44.
Universitas Sumatera Utara
3. Putusan Arbitrase Internasional tidak bertentangan dengan kepentingan umum.
4. Putusan arbitrase internasional tersebut telah memperoleh ekskuator dari Ketua
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; terhadap putusan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut yang mengakui dan melaksnakan putusan arbitrase
internasional, tidak dapat diajukan banding dan kasasi. Terhadap putusan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menolak untuk mengakui dan
melaksanakan putusan arbitrase internasional , dapat diajukan kasasi. Terhadap pengajuan kasasi ini, Mahkamah Agung harus mempertimbangkan dan
memutuskannya dalam jangka waktu paling lama 90 hari setelah permohonan kasasi tersebut diteriima oleh Mahkamah Agung. Terhadap putusan Mahkamah
Agung ini, tidak dapat diajukan perlawanan. 5.
Apabila putusan arbitrase internasional tersebut menyangkut Negara Republik Indonesia sebagai salah pihak dalam sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah
memperoleh ekskuatur dari Mahkamah Agung RI untuk selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Untuk lebih jelasnya, mengenai pengaturan tentang pengakuan dan pelaksanaan putusan Arbitrase Asing di Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian Masalah, telah menggariskan ketentuan di dalam Pasal 65, Pasal 66, Pasal 67, Pasal 68, dan Pasal 69.
Pasal 66 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 jo Pasal 3 Perma Nomor 1 Tahun 1990 dinyatakan bahwa putusan hanya diakui dan dapat dilaksanakan di
wilayah hukum Indonesia apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Putusan arbitrase internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di
suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan Putusan
arbitrase internasional; 2.
Putusan arbitrase internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang
lingkup hukum perdagangan; 3.
Putusan arbitrase internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan
ketertiban umum; 4.
Putusan arbitrase internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekuatur dari ketua pengadilan negeri Jakarta Pusat; dan
5. Putusan arbitrase internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang
menyangkut negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur dari amhkamah agung
Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Pasal 67 dinyatakan sebagai berikut : 1.
Permohonan pelaksanaan Putusan arbitrase internasional dilakukan setelah putusan tersebut diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada
Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat;
Universitas Sumatera Utara
2. Penyampaian berkas permohonan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
1 harus disertai dengan: a.
lembar asli atau salinan otentik Putusan arbitrase internasional, sesuai ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing, dan naskah terjemahan
resminya dalam bahasa Indonesia; b.
lembar asli atau salinan otentik perjanjian yang menjadi dasar Putusan arbitrase internasional sesuai ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing,
dan naskah terjemahan resminya dalam bahas Indonesia; dan c.
keterangan dari perwakilan diplomatik Republik Indonesia di negara tempat Putusan arbitrase internasional tersebut ditetapkan, yang menyatakan bahwa
negara pemohon terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral dengan negara Republik Indonesia perihal pengakuan dan
pelaksanaan Putusan arbitrase internasional. Pasal 68 dinyatakan sebagai berikut :
1. Terhadap putusan ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagaimana dimaksud
dalam pasal 66 huruf d yang mengakui dan melaksanakan Putusan arbitrase internasional, tidak dapat diajukan banding atau kasasi;
2. Terhadap putusan ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagaimana dimaksud
dalam pasal 66 huruf d yang menolak untuk mengakui dan melaksanakan suatu Putusan arbitrase internasional, dapat diajukan kasasi;
Universitas Sumatera Utara
3. Mahkamah Agung mempertimbangkan serta memutuskan setiap kasasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat 2, dalam jangka waktu paling lama 90 hari setelah permohonan kasasi tersebut diterima oleh Mahkamah Agung; dan
4. Terhadap putusan Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam pasal 66
huruf e, tidak dapat diajukan upaya perlawanan. Dalam Pasal 69, telah disebutkan secara tegas sebagai berikut:
1. Setelah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan perintah eksekusi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 64, maka pelaksanaan selanjutnya dilimpahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang secara relatif berwenang
melaksanakannya; 2.
Sita eksekusi dapat dilakukan atas harta kekayaan serta barang milik termohon eksekusi; dan
3. Tata cara penyitaan serta pelaksanaan putusan megikuti tata cara sebagaimana
ditentukan dalam Hukum Acara Perdata.
C. Penolakan Terhadap Putusan Pengadilan Arbitrase Asing