3. Konvensi New York Tahun 1958
Konvensi arbitrase utama adalah The New York Convention on the Recognition and Enforcement of Arbitrase Awards of 1958 yakni Konvensi New
York tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase tahun 1958. Seperti yang tersirat pada judulnya, bahwa konvensi ini tidak berkenaan dengan peraturan
pelaksanaan arbitrase internasional, tetapi mengatur pelaksanaan putusan arbitrase internasional yang dibuat oleh berbagai badan arbitrase, baik domestik maupun
internasional. Konvensi ini juga mengatur pelaksanaan kesepakatan-kesepakatan arbitrase.
Konvesi New York 1958 merupakan kependekan dari The New York Convention on Recoganation and Enforcement of Arbitral Award of 1958. Konvensi
Internasional ini sebenarnya tidak secara langsung mengatur mengenai kontrak Internasional. Konvensi hanya mengatur masalah pengakuan dan pelaksanaan
putusan arbitrase asing. Dalam hukum arbitrase, konvensi ini merupakan konvensi yang paling penting. Konvensi ini sedikit banyak memberi kepastian dan jaminan
hukum bahwa putusan arbitrase asing yang dibuat di suatu negara peserta konvensi dapat dilaksanakan di negara anggota konvensi lainnya.
115
Langkah-langkah Konvensi New York 1958 diawali dengan adanya usul atau insiatif the International Chamber of Commerce ICC Paris yang disampaikan
kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB pada tahun 1953 mengenai ketentuan
115
Huala Adolf., Dasar-Dasar Hukum Kontrak Internasional, Cet. Pertama 2007, Bandung: Refika Aditama, 2007, hal. 94.
Universitas Sumatera Utara
Internasional di bidang arbitrase sekaligus membuat rancangan tentang arbitrase komersial. Kemudian langkah yang sama juga dilakukan oleh Dewan Ekonomi dan
Sosial PBB ECOSOC, yaitu pada bulan April 1955 membentuk komisi yang terdiri dari delapan anggota. Komisi tersebut menghasilkan rancangan konvensi tentang
arbitrase Internasional yang dinilai lebih rasional dibandingkan dengan rancangan pembentukan lembaga arbitrase ICC.
Lembaga Arbitrase ICC atau International Chamber of Commerce adalah lembaga arbitrase Internasional lainnya. Lembaga ini disebut juga Kamar Dagang
Internasional yakni sebuah badan peradilan arbitrase internasional terpenting dan tertua di dunia. Badan ini berdiri pada tahun 1923 di Paris yang juga menjadi lokasi
pendirian ICC
116
. Menggambarkan ICC merupakan pengadilan yang sesungguhnya adalah tidak tepat, karena sebenarnya pengadilan ini adalah sebuah badan
administratif yang dibentuk untuk mengelola arbitrase dan merancang peraturan ICC. Anggotanya terdiri dari pengacara yang memiliki pengalaman luas dalam pemecahan
perselisihan komersial internasional.
117
Setelah rancangan tersebut mendapatkan masukan dan tanggapan dari pemerintahan negara-negara maupun organisasi-organisasi Internasional, maka
tanggal 20 Mei 1958 diadakan Konvensi Pleno di New York yang dihadiri 13 tiga belas organisasi Internasional dan 28 dua puluh delapan negara tiga negara
116
Bugners Hans, Dispute Settlement, dalam Julian DM Lew and Clive Stanbrook, International Trade and Parctice, Euromoney Publications, 1983, hal. 173, lihat juga De Hancock,
Tila Maria, Journal of International Arbitration, The ICC Court of Arbitration, 1984, Vol. 1, hal. 21.
117
Toope Stephen J., Mixed International Arbitration, Studies in Arbitration between States and Private Persons, University of Combridge, 1990, hal. 206.
Universitas Sumatera Utara
sebagai pengamat.
118
Hasil akhir adalah disahkannya sebuah konvensi tentang pengakuan dan pelaksanaan arbitrase asing Comvention on the Recognition and
Enforcement of Foreign Arbitral Award, pada tanggal 10 Juni 1958 yang ditandatangani oleh 40 empat puluh negara dan mulai diberlakukan pada tanggal 7
Juni 1958. Konvensi tersebut, sampai saat ini lebih dikenal dengan sebutan Konvensi New York 1958.
Konvensi New York 1958 ini, juga dikenal dengan sebutan New york Convention, terdiri dari 16 enam belas pasal yang terkandung di dalamnya yaitu:
119
1. Pasal 1, berisi tentang daya berlakunya konvensi dan arti istilah “putusan
arbitrase”; 2.
Pasal 2 sampai dengan Pasal 5 tentang kewajiban setiap negara untuk mengakui setiap perjanjian tertulis, yang di dalamnya harus berisikan klausula arbitrase;
3. Pasal 4 berisi tentang penegasan tidak berlakunya protokol Jenewa tentang
klausula-klausula arbitrase tahun 1923 dan Konevensi Jenewa tentang eksekusi putusan-putusan arbitrase asing tahun 1927; dan
4. Pasal 8 sampai dengan Pasal 16 mengatur tentang keanggotaan konvensi dan
bahasa otentik yang dipakai dalam konvensi. Negara Indonesia telah meratifikasi Konvensi New York 1958 ini melalui
Keppres Nomor: 34 Tahun 1981 tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan
118
H. Priyatna Abdurrasyid., Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Suatu Pengantar, Jakarta: Fikahati Aneska bekerjasama dengan Badan Arbitrase Nasional Indonesia, 2002,
hal. 242-243.
119
Ibid, hal. 244.
Universitas Sumatera Utara
Arbitrase Asing. Dalam ratifikasi tersebut, Indonesia meletakkan persyaratan yaitu; Pertama, Indonesia hanya akan melaksanakan putusan apabila putusan tersebut
mengenai sengketa yang termasuk ke dalam ruang lingkup hukum dagang. Kedua, Indonesia hanya akan melaksanakan putusan arbitrase asing, apabila negara dimana
putusan arbitrase tersebut dibuat, juga adalah negara peserta Konvensi New York 1958. prinsip ini dikenal pula dengan istilah resiprositas. Ketiga, Indonesia hanya
akan melaksanakan putusan arbitrase asing apabila putusan tersebut tidak melanggar ketertiban umum ditanah air. Sebaliknya apabila ternyata putusan tersebut melanggar
ketertiban umum, maka putusan tersebut tidak akan diakui dan dilaksankan.
120
Konvensi New York berfungsi untuk mendorong kerjasama antara negara- negara pembuat kontrak, dan menyeragamkan kebiasaan negara-negara tersebut
dalam melaksanakan putusan arbitase asing. Konvensi ini dianggap sebagai traktat Internasional yang paling penting sehubungan dengan arbitrase komersial
Internasional, karena konvensi ini menawarkan kepastian dan efisiensi dalam pelaksanaan putusan-putusan arbitrase Internasional. Konvensi ini juga mengatur
pengakuan dan pelaksaan putusan arbitrase di dalam wilayah para pihak yang membuat perjanjian.
Alasan konvensi ini dikaitkan dengan hukum kontrak Inernasional, semata- mata karena arbitrase adalah salah satu kajian dari hukum kontrak Internasional.
Kajian di bidang ini berada di bawah pilihan forum choice of forum atau pilihan
120
Ratifikasi Konvensi New York 1958 ini melalui Keppres Nomor: 34 Tahun 1981 tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing.
Universitas Sumatera Utara
yurisdiksi. Pihak-pihak yang terikat dalam pembuatan kontrakperjanjian di dalam konvensi ini diijinkan untuk mengumumkan bahwa pelaksanaan putusan hanya
terbatas pada mereka yang melakukan hubungan komersial sebagaimana diakui di dalam hukum pihak yang membuat perjanjian atau kontrak tersebut.
121
Konvensi New York 1958, mengandung 16 Pasal. Dari pasal-pasal ini dapat ditarik lima perinsip sebagai berikut:
122
1 Konvensi menerapkan prinsip pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase luar
negeri dan menempatkan putusan tersebut pada kedudukan yang sama dengan putusan peradilan nasional;
2 Konvensi ini mengakui prinsip putusan arbitrase yang mengikat tanpa perlu
dinyatakan secara tegas dalam putusannya; 3
Konvensi menghindari proses pelaksanaan ganda double enforcement process. Artinya, proses pelaksanaan cukup diberikan di negara dimana pelaksanaan
dimana pelaksanaan dimintakan; 4
Konvensi New York menyatakan dokumentasi sederhana yang diberikan oleh pihak yang mencari pengakuan dan pelaksanaan konvensi, dalam hal ini hanya
mensyaratkan dua dokumen saja untuk dapat melaksanakan suatu putusan, yakni: a
Dokumen putusan yang sah atau salinannya yang sah; dan
121
Teks asli menyatakan, ”saat menandatangai, mensahkan atau mnyetujia konvensi ini, atau memberitahukan perpanjangan di abwah Pasal X, negara manapun pada dasar pelaksanaan putusan
yang mengeluarkan di wilayah negara pembuat perjanjian lainnya. Negara tersebut juga dapat menyaakan bahwa mereka akan menggunakan konvensi tersebut kepada perbedaan-perbedaan yang
timbul dari hubungan-hubungan hukum, baik mngenai perjanjian maupun tidak, yang dianggap sebagai komersial di bawah hukum nasional dari negara yang mengeluarkan deklarasi tersebut”.
122
Pasal 16 Konvensi New York 1958.
Universitas Sumatera Utara
b Dokumen perjanjian arbitrase atau salinannya yang sah Pasal IV.
5 Muatan atau substansi Konvensi New York 1958 lebih lengkap, lebih
komprehensif dari pada hukum nasional pada umumnya. Berbeda dengan hukum nasional pada umumnya yang hanya mengatur tentang pelaksanaan enforcement
suatu putusan pengadilan termasuk erbitrase, Konvensi New York di samping mengatur tentang pelaksanaan, juga tentang pengakuan recognition terhadap
suatu putusan arbitrase. Ketentuan utama Konvensi terdapat dalam Pasal I, III, dan V. Menurut Pasal
I, konvensi berlaku terhadap putusan-putusan arbitrase yang dibuat dalam wilayah suatu negara selain dari pada negara dimana pengakuan dan pelaksanaan putusan
arbitrase itu diminta. Konvensi berlaku terhadap putusan-putusan arbitrase yang bukan sifatnya domestik di sutau negara di mana pengakuan dan pelaksanaannya
diminta. Pasal III mewajibkan setiap negara peserta untuk mengakui putusan arbitrase
yang dibuat di luar negeri sebagai putusan yang mempunyai kekuatan hukum dan melaksanakannya sesuai dengan hukum acara nasional dimana putusan tersebut
akan dilaksanakan. Ketentuan pasal ini hanya mengatur hal-hal pokoknya saja tentang pelaksanaan putusan arbitrase, tidak detail.
123
Dalam konvensi tersebut, disebutkan daya mengikat terhadap suatu putusan dan tentang bagaimana pelaksanaan atau
eksekusinya. Konvensi tidak mengatur siapa pihak yang berwenang untuk mengeksekusi putusan tersebut di dalam suatu wilayah negara.
123
Rene David., Op. cit, hal. 395-396.
Universitas Sumatera Utara
Pasal V memuat alasan-alasan yang dapat diajukan oleh para pihak untuk menolak pengakuan dan pelaksanaan suatu putusan arbitrase asing. Prinsipnya yaitu
bahwa pihak yang mengajukan putusan arbitrase harus mengajukan dan membuktikan alasan-alasan penolakan tersebut. Pasal ini memuat 4 empat alasan penolakan
pelaksanaan suatu putusan arbitrase yaitu: 1.
Bahwa para pihak yang terkait dalam perjanjian tersebut ternyata menurut hukum nasionalnya tidak mampu atau menurut hukum yang mengatur perjanjian tersebut
atau menurut hukum negara dimana putusan tersebut dibuat apabila tidak ada petunjuk hukum mana yang berlaku;
2. Pihak terhadap mana putusan diminta tidak diberikan pemberitahuan yang
sepatutnya tentang penunjukan arbitrator atau persidangan arbitrase atau tidak dapat mempertahankan sengketa pembelaannya;
3. Putusan yang dikeluarkan tidak menyangkut hal-hal yang diserahkan untuk
diputuskan oleh arbitrase, atau putusan tersebut mengandung hal-hal yang berada di luar dari hal-hal yang seharusnya diputuskan oleh badan arbitrase; dan
4. Komposisi arbitrator atau prosedur arbitrase tidak sesuai dengan persetujuan para
pihak atau tidak sesuai dengan hukum nasional tempat arbitrase berlangsung, atau putusan tersebut belum mengikat terhadap para pihak atau dikesampingkan atau
ditangguhkan oleh pejabat yang berwenang di negara dimana putusan dibuat.
Universitas Sumatera Utara
Dua alasan lainnya terdapat di Pasal V ayat 2 huruf b ini, yaitu tentang penolakan apabila pejabat yang berwenang di negara dimana pengakuan dan
pelaksanaan putusan arbitrase tersebut menemukan :
124
a. Materi yang dipersengketakan tidak dapat dilaksanakan oleh arbitrase
menurut hukum negara tempat arbitrase berlangsung; atau b.
Pengakuan dan pelaksanaan putusan tersebut bertentangan dengan ketertiban umum public policy negara tersebut.
4. Konvensi Washington 1965