Gambaran Skor Monofilamen Pasien Ulkus Diabetika di Klinik RUMAT

Pasien DM yang gula darahnya tidak terkontrol, lebih mudah untuk tumbuh kembangnya bakteri-bakteri daripada pasien yang terkendali dan orang-orang yang tidak menderita DM Misnadiarly, 2006. Menurut peneliti, kurangnya pengetahuan dan kesadaran pasien ulkus diabetika terhadap perawatan luka yang tepat dapat menyebabkan perburukan perkembangan luka dan dapat meningkatkan derajat luka, serta keterlambatan pasien ulkus diabetika dalam menyadari masalah pada kaki mereka juga dapat mengakibatkan perburukan kondisi luka dan tidak jarang sampai harus dilakuakn amputasi. Untuk meminimalisir kondisi tersebut diatas sebaiknya pihak RSklinik melakukan pemeriksaan rutin kesehatan kaki pasien DM dan memberikan pendidikan kesehatan terkait perawatan kaki yang tepat dan kiat-kiat yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya ulkus diabetika.

4. Gambaran Frekuensi Ulkus pada Pasien Ulkus Diabetika di Klinik

RUMAT Hasil analisis data dalam penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang baru pertama kali memiliki ulkus diabetika sebanyak 16 orang, 15 orang responden menyatakan bahwa saat ini adalah kedua kalinya responden memiliki ulkus diabetika, 3 orang responden menyatakan saat ini merupakan ulkus diabetika yang ke-tiga kalinya, dan 1 orang responden menyatakan saat ini adalah ke-empat kalinya responden memiliki ulkus diabetika. Data tersebut dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki riwayat luka sebelumnya lebih banyak dibandingkan responden yang tidak memiliki riwayat luka sebelumnya. Ada tiga faktor yang berperan dalam ulkus diabetik, yaitu neuropati, iskemia, dan infeksi. Biasanya, amputasi harus dilakukan Baradero, 2009. Pada pasien DM, infeksi pada kaki sangat mudah terjadi. Hal ini bila sudah terjadi vaskulopati dan neuroati sensorik, motorik, dan otonom, pasien tidak akan merasakan jika ada robekanluka pada kaki sehingga beresiko tinggi untuk terjadinya ulkus dan kekambuhan ulkus Riyanto, 2007.Kejadian ulkus pada pasien DM sekitar 15, faktor resiko yang paling utama adalah masalah neuropati diabetik, dan 3-4 diantaranya akan mengalami infeksi. Pada pasien DM infeksi pada kaki merupakan problem yang penting dan sulit untuk diatasi. Infeksi pada kaki diabetes merupakan satu indikasi terbanyak DM yang harus dirawat dan di amputasi. Pada umumnya infeksi terjadi setelah pasien memiliki masalah neuropati. Sekitar 85 pasien yang diamputasi sebelumnya memiliki riwayat ulkus dikaki Riyanto, 2007. Menurut peneliti, hilangnya sensori pada kaki bisa mengakibatkan trauma berulang dan potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskular dan makrovaskular dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan infeksi. Neuropati, iskemia, dan infeksi bisa menyebabkan gangren, amputasi, dan potensial terjadinya ulkus berulang, maka dari itu sangat penting sekali bagi pasien DM untuk dapat mengontrol gula darah dengan baik, melakukan olahraga sesuai kemampuan dan toleransi tubuh, melakukan perawatan kaki secara rutin, penggunaan alas kaki yang tepat, dan juga menghindari faktor-faktor resiko lain yang dapat menyebabkan terjadinya ulkus diabetika.

B. Analisa Bivariat

1. Hubungan antara Skor Monofilamen dan Derajat Ulkus Diabetika di

Klinik RUMAT Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan kuat antara skor monofilamen dan derajat ulkus diabetika p = 0.002, r = −0.504. Koefisien korelasi dalam penelitian ini bernilai negatif, arinya hubungan antara variabel skor monofilamen dan variabel derajat ulkus diabetika merupakan hubungan yang terbalik, yaitu semakin tinggi skor monofilamen maka semakin rendah derajat ulkus diabetika dan semakin rendah skor monofilamen maka semakin tinggi derajat ulkus diabetika. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwanti 2012 menggunakan monofilamen 10g sebagai instrumen dalam penelitiannya, disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara neuropati sensorik dan kejadian ulkus diabetika p=0.001Penelitian lain yang dilakukan oleh Supriyanto 2001 dengan menggunakan EMG dan monofilamen 10g sebagai instrumen untuk menilai neuropati responden, penelitian ini menyimpulkan bahwa semua pasien ulkus diabetika derajat 2 dan 3 memiliki kelainan neuropati perifer berat, sedangkan hasil normal dan neuropati ringan hanya dimiliki pada pasien dengan ulkus diabetika derajat 0, serta terdapat hubungan bermakna antara neuropati perifer dan derajat ulkus diabetika p=0.001, yang berarti semakin berat neuropati perifer semakin berat derajat ulkus diabetika. Ulkus merupakan salah satu keadaan yang terjadi akibat adanya komplikasi makroangiopati dan neuropati diabetik Boulton, 2004. Dengan adanya neuropati perifer pasien akan mengalami gangguan sensorik, yang menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki sehingga pasien mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan ulkus pada kaki. Umumnya ulkus diabetika diakibatkan oleh trauma ringan pada kaki yang tidak sensitif Boulton, 2004. Menurut peneliti, berdasarkan teori-teori dan hasil penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pada pasien-pasien dengan neuropati perifer, pengurangan maupun hilangnya sensasi nyeri pada kaki dapat menyebabkan tidak diperhatikannya trauma akibat pemakaian sepatu, trauma- trauma kecil, dan kuku jari kaki yang cacat. Berkurangnya sensibilitas kulit pada penonjolan tulang dan sela-sela jari sering menghambat deteksi dari luka-luka kecil pada kaki. Sehubungan dengan hal tersebut sebaiknya pasien-pasien neuropati diabetik harus menjaga kesehatan kaki dengan melakukan perawatan dan pemeriksaan kaki secara rutin. Apabila ada ulkus yang sulit disembuhkan dengan segala pengobatan, maka tenaga kesehatan dapat meminta pemeriksaan X-Ray dan melakukan pemeriksaan laboraturium untuk melihat leukosit pasien agar dapat meniadakan kemungkinan osteomielitis, gangren, atau tertahannya benda asing yang tidak dirasakan oleh pasien.

2. Hubungan antara Skor Monofilamen dan Frekuensi Ulkus di Klinik

RUMAT