Gambaran Karakteristik Pasien di Klinik RUMAT

Apabila kadar glukosa darah tidak terkendali, akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati dan mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan atau luka pada kaki pasien DM yang sering tidak dirasakan karena terjadinya gangguan neuropati perifer Waspadji, 2006. Hal ini diperkuat oleh Frykberb 2002 yang mengatakan bahwa neuropati diabetik cenderung terjadi sekitar 10 tahun setelah menderita DM, sehingga kelainan kaki diabetik dan ulkus diabetika dapat terjadi setelah itu. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan banyak penelitian lain dan teori-teori yang telah diungkapkan diatas, bisa saja dikarenakan perbedaan proporsi responden dan sebagian besar responden dalam penelitian ini memiliki kontrol gula darah yang buruk serta tidak melakukan perawatan kaki dengan baik sehingga lebih cepat terjadi neuropati perifer dan berbagai komplikasi lainnya. Selain itu, di Negara berkembang seperti Indonesia penanganan terhadap penyakit kronis belum sebaik di Negara maju, program pencegahan dan pendidikan kesehatan yang diberikan juga belum optimal.

2. Gambaran Skor Monofilamen Pasien Ulkus Diabetika di Klinik RUMAT

Monofilamen dengan berbagai ukuran telah banyak diteliti untuk skrining dan deteksi neuropati diabetik dalam upaya mencegah terjadinya ulkus, dan kejadian ulkus berulang. Monofilamen 10g pada umumnya dipakai sebagai ukuran standar, serta dari berbagai penelitian menunjukkan hasil lebih baik dibandingkan monofilamen ukuran 1g dan 75g Armstrong, 2000; Perkins, 2002. Pada penelitian ini dipilih 10 titik lokasi pada masing-masing telapak kaki, yaitu sisi plantar pertama, ketiga, dan kelima; sisi plantar pertama, ketiga, dan kelima metatarsal;sisi plantar pertengahan bagian medial dan lateral; sisi plantar tumit; dan sisi dorsal sela ibu jari kaki dan jari telunjuk kaki Hess, 2005. Kehilangan sensasi proteksi secara umum ditandai oleh ketidakmampuan pasien untuk merasakan monofilamen pada empat titik atau lebih Hess, 2005. Penelitian yang dilakukan oleh Setyoko 2003 dari 76 pasien DM yang dilakukan pemeriksaan EMG didapatkan 62 pasien neuropati diabetik 81.6 dan 14 pasien tidak mendukung neuropati 18.4 sedangkan hasil pemeriksaan monofilamen 10g dengan skor 0 didapatkan 44 pasien neuropati dan 18 pasien tidak menunjukkan neuropati, lima pasien menunjukkan neuropati dengan pemeriksaan monofilamen namun EMG tidak mendukung neuropati, pada 9 kasus, baik monofilamen maupun EMG tidak mendukung neuropati. Hasil penelitian monofilamen 10g jika dibandingkan dengan EMG sebagai standar baku untuk menentukan neuropati memiliki nilai sensitifitas dan spesifisitas masing-masing 70.9 dan 64.3 dengan skor 0 sebagai titik potong. Bila dipakai skor ≤6 sebagai batasan didapatkan sensitifitas 80.6 dan spesifisitas 57.1. Untuk tujuan deteksi dini neuropati nilai sensitifitas yang tinggi lebih penting dari pada spesifisitas. Dari 35 pasien ulkus diabetika diketahui skor monofilamen bervariasi antara 1-10, rata-rata skor monofilamen responden 6 dengan standar deviasi 2.5. Skor monofilamen paling banyak yaitu 5 dengan jumlah responden 7 orang, dan 4 orang responden memiliki skor monofilamen 10 yang menunjukkan bahwa tidak semua pasien ulkus diabetika mengalami penurunan sensasi proteksi. Hasil penelitian di atas dapat dijelaskan melalui teori yang mengatakan bahwa tidak semua ulkus diabetika di akibatkan oleh masaalah neuropati tetapi bisa juga oleh penyebab lain seperti iskemia dan infeksi. Neuropati diabetik adalah satu dari banyak komplikasi diabetes jangka panjang yang mengakibatkan sekitar 50 pasien diabetes. Neuropati sangat berkaitan dengan durasi dan tingkat keparahan hiperglikemia. Prevalensi neuropati meningkat seiring dengan peningkatan durasi DM dan rendahnya kontrol glukosa Rajeev, 2012. Kontrol glukosa yang buruk dan durasi DM yang lama merupakan faktor resiko utama terjadinya neuropati diabetik. Durasi diabetes yang lebih lama dihubungkan dengan tiga kali lipat kemungkinan terjadinya perkembangan neuropati diabetik. Faktor resiko lain seperti usia tua, obesitas, hipertensi, hiperlipidemia, merokok, konsumsi alkohol Rajeev, 2012. penelitian yang dilakaukan oleh Purwanti 2012 menggunakan alat monofilamen 10 gram dan menggunakan cut of point 0, mengatakan bahwa pasien ulkus diabetika sebagian besar mengalami neuropati sensoriik 85.3. Penelitian yang dilakukan oleh Miranda et al 2005 dengan menggunakan monofilamen 10 gram sebagai instrumen penelitian mengatakan bahwa 52 dari 93 pasien ulkus diabetika mengalami neuropati diabetik dengan melakukan test monofilamen pada empat titik dan menggunakan cut of point ≥ 1 untuk menyatakan terjadinya neuropati pada responden, dengan nilai sensitifitas dan spesifisitas masing-masing 81 dan 63.

3. Gambaran Derajat Ulkus Diabetika Pasien di Klinik RUMAT

Beragam sistem klasifikasi derajat ulkus diabetika digunakan dalam upaya menentukan perbedaan luka tempat, kedalaman, ada atau tidak adanya neuropati, infeksi, dan iskemi Livingston, 2008. Beberapa macam sistem klasifikasi yang digunakan untuk menentukan derajat luka, yang paling sering digunakan adalah sistem klasifikasi derajat luka menurut Wagner, yang dikembangkan oleh Wagner dan Meggitt Hess, 2005. Dalam penelitian ini, peneliti juga menggunakan sistem klasifikasi derajat luka menurut Wagner yaitu dengan klasifikasi derajat luka 0 sampai derajat luka 5. Hasil analisis data menunjukkan bahwa dari 35 responden, 5 orang memiliki derajat luka 1, 17 orang memiliki derajat luka 2, 8 orang memiliki derajat luka 3, dan 5 orang memiliki derajat luka 4. Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki ulkus diabetika derajat 2. Penelitian lain oleh Supriyanto 2001, dari 35 responden dengan ulkus diabetika yang melakukan rawat jalan di RSUP Kariadi semarang dengan menggunakan klasifikasi derajat luka menurut Wagner didapatkan hasil pada analisa univariat yaitu derajat ulkus 1 sebanyak 13 orang 18.6, ulkus diabetika derajat 2 sebanyak 10 orang 14.3,dan ulkus diabetika derajat 3 sebanyak 13 orang 17.1. Dari hasil analisa univariat tersebut tidak didapatkan perbedaan yang signifikan antara responden yang memiliki derajat luka 1, derajat luka 2, dan derajat luka, tetapi derajat luka 1 memiliki nilai persentase tertinggi. Pasien DM yang gula darahnya tidak terkontrol, lebih mudah untuk tumbuh kembangnya bakteri-bakteri daripada pasien yang terkendali dan orang-orang yang tidak menderita DM Misnadiarly, 2006. Menurut peneliti, kurangnya pengetahuan dan kesadaran pasien ulkus diabetika terhadap perawatan luka yang tepat dapat menyebabkan perburukan perkembangan luka dan dapat meningkatkan derajat luka, serta keterlambatan pasien ulkus diabetika dalam menyadari masalah pada kaki mereka juga dapat mengakibatkan perburukan kondisi luka dan tidak jarang sampai harus dilakuakn amputasi. Untuk meminimalisir kondisi tersebut diatas sebaiknya pihak RSklinik melakukan pemeriksaan rutin kesehatan kaki pasien DM dan memberikan pendidikan kesehatan terkait perawatan kaki yang tepat dan kiat-kiat yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya ulkus diabetika.

4. Gambaran Frekuensi Ulkus pada Pasien Ulkus Diabetika di Klinik

RUMAT Hasil analisis data dalam penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang baru pertama kali memiliki ulkus diabetika sebanyak 16 orang, 15 orang responden menyatakan bahwa saat ini adalah kedua kalinya responden memiliki ulkus diabetika, 3 orang responden menyatakan saat ini merupakan ulkus diabetika yang ke-tiga kalinya, dan 1 orang responden menyatakan saat ini adalah ke-empat kalinya responden memiliki ulkus diabetika. Data tersebut dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki riwayat luka sebelumnya lebih banyak dibandingkan responden yang tidak memiliki riwayat luka sebelumnya.