4. Keunggulan Penggunaan Pembelajaran Kooperatif
Ada banyak nilai pembelajaran kooperatif diantaranya adalah: a.
Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial. b.
Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan.
c. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.
d. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan
komitmen. e.
Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois. f.
Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa. g.
Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekan.
h. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.
i. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai
perspektif. j.
Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik.
k. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan
kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama, dan orientasi tugas.
5. Prosedur Pembelajaran Kooperatif
Menurut Trianto 2009:66-67, terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif.
Langkah-langkah itu ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Fase Tingkah laku guru
Fase-1 Menyampaiakan tujuan dan
memotivasi siswa Guru menyampaiakan semua tujuan pelajaran
yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Fase-2 Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase-3 Mengorganisasi siswa ke
dalam kelompok kooperatif Bagaimana caranya membentuk kelompok belajar
dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Fase-4 Membimbing kelompok
bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Fase-5
Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase-6 Memberikan pengahargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan
kelompok.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah metode pembelajaran yang membentuk siswa dalam kelompok kecil
dan membuat siswa aktif dan peka dalam kelompok tersebut. Pembentukan kelompok dilakukan secara heterogen baik prestasi, jenis kelamin, ras, dan
suku budaya. Setiap kelompok tersebut diberikan tugas dan menjadi tanggung jawab seluruh anggota kelompok karena mereka berkontribusi terhadap nilai
kelompok. Pada akhir pembelajaran, siswa diberi pengahargaan apabila skor kelompok yang didapat sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.
F. Metode-Metode Pembelajaran Kooperatif
Menurut Trianto 2009: 67-83, beberapa variasi dalam model cooperative learning sebagai berikut:
1. Student Team Achievement Division STAD
Pembelajaran kooperatif tipe STAD ini merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-
kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran,
penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.
2. Jigsaw
a. Gambaran Umum Jigsaw
Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aroson dan teman-teman dari Universitas Texas, dan diadopsi oleh Slavin dan
teman-teman di Universitas John Hopkins. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b. Langkah-langkah Pembelajaran Jigsaw
Siswa dibagi atas beberapa kelompok tiap kelompok anggotanya 5-6 orang.
Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab.
Setiap anggota kelompok membaca subbab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajarinya.
Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama
bertemu dalam
kelompok-kelompok ahli
untuk mendiskusikannya.
Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas mengajar teman-temannya.
Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswi diberikan soal berupa kuis individu.
Persyaratan lain yang perlu disiapkan guru, antara lain: 1 Bahan Kuis; 2 Lembar Kerja Siswa LKS; 3 Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran RPP. Sistem evaluasi pada jigsaw sama dengan sistem evaluasi pada tipe STAD, yaitu pemberian skor nilai baik
secara individual maupun kelompok. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Jigsaw Tipe II
Jigsaw tipe II dikembangkan oleh Slavin dengan sedikit perbedaan. Dalam belajar kooperatif tipe Jigsaw, secara umum siswa dikelompokkan
oleh secara heterogen dalam kemampuan. Siswa diberi materi yang baru atau pendalaman dari materi sebelumnya untuk dipelajari. Masing-masing
anggota kelompok secara acak ditugaskan untuk menjadi ahli expert pada suatu aspek tertentu dari materi tersebut. Setelah membaca dan
mempelajari materi,”ahli” dari kelompok berbeda berkumpul untuk mendiskusikan topik yang sama dari kelompok yang lain sampai mereka
menjadi “ahli” di konsep yang ia pelajari. Kemudian kembali ke kelompok semula untuk mengajarkan topik yang mereka kuasai kepada
teman sekelompoknya. Terakhir diberikan tes atau assessment yang lain pada semua topik yang diberikan.
Model pembelajaran Jigsaw tipe II sudah dikembangkan oleh Slavin. Ada perbedaan mendasar antara pembelajaran Jigsaw I dan Jigsaw II,
kalau pada tipe I, awalnya siswa hanya belajar konsep tertentu yang akan menjadi spesialisasinya sementara konsep-konsep yang lain ia dapatkan
melalui diskusi dengan teman segrupnya. Pada tipe II ini setiap siswa memperoleh kesempatan belajar secara keseluruhan konsep scan read
sebelum ia belajar spesialisasinya untuk menjadi expert. Hal ini untuk memperoleh gambaran menyeluruh dari konsep yang akan dibicarakan.
4. Investigasi Kelompok Grup Investigation
Investigasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Model ini
dikembangkan pertama kali oleh Thelan. Dalam perkembangannya model ini diperluas dan dipertajam oleh Sharan dari Universitas Tel Aviv.
Berbeda dengan STAD dan Jigsaw, siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang dipelajari dan bagaimana jalannya penyelidikan mereka.
Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih berpusat pada guru. Pendekatan ini juga
memerlukan mengajar siswa keterampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik.
Dalam implementasi tipe investigasi kelompok guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5-6 siswa yang heterogen.
Kelompok di sini dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya
siswa memilih topik untuk diselidiki, dan melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih. Selanjutnya, ia menyiapkan dan
mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas. 5.
Think Pair Share TPS Strategi think-pair-share TPS atau berpikir berpasangan berbagi
adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa. Strategi think-pair-share ini
dikembangkan dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan koleganya di
Universitas Maryland sesuai yang dikutip Arends 1997, menyatakan bahwa think-pair-share merupakan suatu cara yang efektif untuk
membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas
secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think-pair-share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan
saling membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya.
Sekarang guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah dijelaskan dan dialami. Guru memilih menggunakan think-
pair-share untuk membandingkan tanya jawab kelompok keseluruhan. 6.
Numbered Head Together NHT Numbered Head Together NHT atau penomoran berpikir bersama
adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur
kelas tradisional. Numbered Head Together NHT pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen 1993 untuk melibatkan lebih banyak
siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.