Perbandingan hasil belajar kimia siswa antara yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh : MUZALIFAH

106016200622

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

YANG MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE NHT DAN TPS

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh: Muzalifah NIM: 106016200622

Mengesahkan,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd Tonih Feronika, M.Pd

NIP. 19681228 200003 1 004 NIP. 19760107 200501 1 007

PROGRAN STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan LULUS dalam ujian Munaqosah pada tanggal 7 Juni 2011 di hadapan Dewan Penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Kimia.

Jakarta, 7 Juni 2011

Panitia Ujian Munaqosah

Tanggal TandaTangan

Ketua Jurusan Pendidikan IPA Baiq Hana Susanti, M.Sc

NIP. 19700209 200003 2 001

Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA Nengsih Juanengsih, M.Pd

NIP. 19760309 200501 2 002

Penguji I

Dedi Irwandi, M.Si

NIP. 19710528 200003 1 002

Penguji II

Burhanudin Milama, M.Pd NIP. 19770201 200801 1 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Prof. Dr. H. Dede Rosyada, MA NIP. 19571005 198703 1 003


(4)

Nama : Muzalifah

Tempat/Tgl.Lahir : Jakarta/23 Desember 1989

Jurusan / Prodi : Pendidikan IPA / Pendidikan Kimia

Judul Skripsi : Perbandingan Hasil Belajar Kimia Siswa antara yang

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

NHT dan TPS

Dosen Pembimbing : 1. Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd

2. Tonih Feronika, M.Pd

dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.

Jakarta, Juni 2011

Mahasiswa Ybs,

Muzalifah


(5)

i

Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan hasil belajar kimia siswa antara yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS. Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan tahun ajaran 2010/2011. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dan pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Sampel penelitian berjumlah 34 siswa kelas XI IPA 6 sebagai kelas eksperimen pertama dan 34 siswa kelas XI IPA 7 sebagai kelas eksperimen kedua. Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen hasil belajar dan hasilnya diuji dengan menggunakan uji “t”. Dari hasil perhitungan uji t diperoleh nilai thitung

sebesar 5,72 sedangkan nilai ttabel pada taraf signifikansi α = 0,05 sebesar 1,99

atau thitung > ttabel. Ini berarti Ho ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa Ha yang

menyatakan terdapat perbedaan hasil belajar kimia siswa antara yang diberikan pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS diterima. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.

Kata kunci: Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT, Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS, Hasil Belajar Kimia.


(6)

ii

Hidayatullah Jakarta Islamic State University.

This research aims to know comparison the result of students chemistry between using cooperative learning model type NHT and TPS. The research has conducted in SMAN 3 Kota Tangerang Selatan, academic year 2010/2011. The research method used is a quasi experimental and sampling using a purposive sampling technique. Study sample amounted to 34 students a class XI IPA 6 as the first experimental class and 34 students a class XI IPA 7 as second experimental class. The instrument of research is instrument of learning achievement test, and result tested using t-test. The research shows the result from the calculation of “t” test (α = 0,05), obtained that score (5,74) > ttable (1,99). It’s means Ho refused.

Finally, It can be concluded that Ha have a difference between the results of students chemistry is taught with cooperative learning type NHT and TPS acceptable. This suggests that the use of cooperative learning model type NHT can improve student learning outcomes in comparison with the chemical using a model of cooperative learning type TPS.

Keyword: Cooperative Learning Model Type NHT, Cooperative Learning Model Type TPS, The Result of Student Chemistry


(7)

iii

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan karya ilmiah berupa skripsi dengan judul “Perbandingan Hasil balajar Kimia Siswa Antara yang Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dan TPS”. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana Strata I (S1) pada Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dengan segala daya dan upaya, penulis berusaha menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Namun, penulis tidak menutup diri untuk menerima kritik dan saran dari berbagai pihak demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini mungkin tidak terlaksana tanpa adanya bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak/ibu:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Baiq Hana Susanti, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Nengsih Juanengsih, M.Pd. selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd, selaku pembimbing I yang telah memberikan

waktu, tenaga, dan pikirannya dalam mengarahkan dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Tonih Feronika, M.Pd, selaku pembimbing II yang telah memberikan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam mengarahkan dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini

6. Drs. H. Sujana, M.Pd. selaku Kepala SMAN 3 Kota Tangerang Selatan. 7. Dewi Marhelly, S.Pd, selaku guru kimia SMAN 3 Kota Tangerang Selatan.


(8)

iv

9. Abdul Haris, atas limpahan kasih sayang, do’a, dukungan dan kebersamaan kita.

10. Eviana Ayu Nugroho, Siti Mutoharoh, Nur Cholifah, Noor Novianawati, Dede Fitroh, Riska Haryati, Isyfiyyati, Elmaya Oktaviani, dan Siti Maimunah atas do’a, motivasi, semangat dan dukungannya.

11. Teman-teman Program Studi Kimia angkatan 2006, atas segala kekompakan dan semangatnya selama menjalani masa perkuliahan.

12. Siswa-siswi kelas XI IPA 6 dan XI IPA 7 SMAN 3 Kota Tangerang Selatan, atas kerjasama dalam pelaksanaan penelitian.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang ikut terlibat selama penulis skripsi ini.

Besar harapan penulis agar penulisan laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan untuk penulis khususnya.

Pamulang, Juni 2011


(9)

v LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritis ... 10

1. Pembelajaran Kooperatif ... 10

2. Pengertian NHT (Numbered Head Together) ... 24

3. Pengertian TPS (Think-Pair-Share) ... 25

4. Hasil Belajar ... 28

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 33

C. Kerangka Berpikir ... 36

D. Pengajuan Hipotesis ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 40


(10)

vi

F. Teknik Pengumpulan Data ... 46

G. Teknis Analisis Data ... 47

1. Uji Normalitas ... 47

2. Uji Homogenitas ... 48

3. Uji Hipotesis ... 49

H. Hipotesis Statistik ... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi dan Analisis Data ... 51

1. Deskripsi Data ... 51

2. Analisis Data ... 52

B. Pembahasan ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 63


(11)

vii

Tabel 2.2. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif ... 19

Tabel 2.3. Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together dan Think-Pair-Share ... 27

Tabel 2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 31

Tabel 3.1. Rancangan Penelitian ... 40

Tabel 3.2. Kisi-kisi Instrumen ... 42

Tabel 4.1 Perhitungan Statistik Hasil Belajar Kelas Eksperimen Pertama ... 52

Tabel 4.2. Perhitungan Statistik Hasil Belajar Kelas Eksperimen Kedua ... 52

Tabel 4.3. Hasil Uji Normalitas Data Hasil Belajar Kelas Eksperimen Pertama dan Kelas Eksperimen Kedua ... 53

Tabel 4.4. Hasil Uji Homogenitas Data Hasil Belajar Kelas Eksperimen Pertama dan Kelas Eksperimen Kedua ... 54

Tabel 4.5. Hasil Uji Hipotesis Data hasil Belajar Kelas Eksperimen Pertama dan Kelas Eksperimen Kedua ... 55


(12)

(13)

ix

Lampiran 2 Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen Pertama dan

Eksperimen Kedua ... 90 Lampiran 3 Kisi-kisi Instrumen ... 111 Lampiran 4 Hasil Uji Validitas, Uji Reliabilitas, Uji Tingkat Kesukaran,

Dan Uji Daya Pembeda ... 126 Lampiran 5 Nilai Ulangan ... 130 Lampiran 6 Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen Pertama

Dan Eksperimen Kedua ... 131 Lampiran 7 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen Pertama

dan Eksperimen Kedua ... 135 Lampiran 8 Perhitungan Uji Homogenitas ... 137 Lampiran 9 Perhitungan Uji Hipotesis ... 138


(14)

1

Pendidikan memiliki peranan penting dalam pengembangan sumber daya manusia. Visi dan misi bangsa Indonesia tentang pendidikan ditetapkan secara sungguh-sungguh dan terlihat jelas dalam alinea keempat Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang antara lain menyebutkan “untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia”.

Pernyataan tersebut selanjutnya dijabarkan oleh pemerintah dalam Undang-Undang pasal 3 nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang berbunyi:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1

Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang berintikan interaksi antara peserta didik dengan para pendidik serta berbagai sumber pendidikan.2 Pendidikan merupakan faktor penting dalam pembangunan Bangsa dan Negara. Oleh karena itu, dunia pendidikan dituntut untuk terus berkembang dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, agar tercipta generasi bangsa yang kompetitif dalam menghadapi dan memecahkan suatu masalah.

1

Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, Pasal 3 tentang Dasar Fungsi dan Tujuan, h. 3. www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf.

2


(15)

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kesuksesan suatu penyelengaraan pendidikan yaitu kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.3 Kegiatan pembelajaran pada dasarnya dilakukan adalah untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus mampu mewujudkan perubahan tingkah laku sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

Telah banyak dilakukan upaya agar proses pembelajaran di sekolah-sekolah semakin membaik. Namun, dalam pelaksanaannya proses pembelajaran belum berjalan efektif, sehingga siswa belum mampu mengoptimalkan potensi diri mereka sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Idealnya siswa dituntut untuk ikut terlibat langsung dalam proses pembelajaran dan mampu menemukan sendiri konsep dari suatu pelajaran. Namun, dalam prosesnya siswa belum banyak dilibatkan oleh guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran, sehingga mereka belum mampu mendapatkan hasil belajar yang memuaskan.

Jenjang pendidikan di Indonesia terdiri dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Pada jenjang pendidikan SMA terdapat mata pelajaran kimia.

Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam, khususnya yang berkaitan dengan struktur dan sifat, dinamika dan energetika zat yang melibatkan keterampilan dan penalaran.4

Ilmu kimia termasuk pelajaran yang di anggap sulit, karena materi-materi yang dipelajari bersifat abstrak dan terdapat perhitungan. Hal ini juga dapat di lihat dari hasil belajar siswa yang rendah, contohnya pada materi laju reaksi. Pada materi laju reaksi salah satu kompetensi dasar yang harus dicapai yaitu mendeskripsikan pengertian laju reaksi dengan melakukan percobaan

3

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 57. 4

Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kimia SMA dan MA, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2003, h. 7.


(16)

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Untuk mencapai kompetensi dasar tersebut, siswa dituntut berpikir secara sistematis dan aktif dalam proses pembelajaran khususnya dalam melakukan percobaan. Jika dalam pembelajaran kimia hanya berpusat pada guru dan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat dan menghafal maka hasil belajar kimia siswa tidak akan tercapai secara optimal.

Sejalan dengan adanya reformasi pendidikan, serta ditambah dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006, maka model pembelajaran yang berpusat pada guru dan mengabaikan aktivitas serta kretivitas siswa mulai dan harus ditinggalkan. Karena selain akan menciptakan suasana kelas yang monoton juga akan mengurangi kualitas lulusan yang memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif. Oleh karena itu, siswa diharapkan tidak menerima informasi dan pengetahuan dari guru secara pasif melainkan mengaktifkan kemampuan mereka atau menginstruksi kemampuan kognitif baru yang relevan untuk mencapai informasi tersebut. Selain itu, proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik, apabila seorang guru memiliki dua kompetensi utama, yaitu kompetensi penguasaan materi pembelajaran dan kompetensi metodologi pembelajaran.5

Dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa, guru hanya bertugas membantu siswa mencapai tujuan belajar. Artinya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa).

Pada masa sekarang siswa harus ikut dilibatkan dalam proses pembelajaran agar mereka dapat mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki, dapat menemukan sendiri konsep suatu pelajaran, dan mereka terbentuk menjadi lulusan yang berkualitas yang aktif dan memiliki keunggulan kompetitif serta komparatif. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan menerapkan kegiatan belajar kelompok. Namun, dalam prosesnya kegiatan belajar kelompok yang dilakukan hanya sekedar untuk

5


(17)

menyelesaikan tugas saja sedangkan aktivitas, kerja sama dan tanggung jawab setiap anggotanya tidak secara optimal tercapai. Oleh karena itu, dibutuhkan usaha untuk meningkatkan pemahaman konsep kimia siswa dengan menambah variasi model pembelajaran berkelompok yang menarik atau menyenangkan, melibatkan siswa, meningkatkan aktivitas, kerja sama dan tanggung jawab siswa.

Metode pembelajaran di kelas yang dapat menciptakan kondisi tersebut adalah dengan membuat kelompok-kelompok kecil yang diharapkan berdiskusi, bertanya dan bekerja sama dengan siswa lainnya mengenai suatu pelajaran serta dapat mempresentasikannya. Dengan bekerja kelompok dan saling mendukung antar anggota kelompok akan membuat semangat siswa bangkit serta membuat siswa lebih aktif dalam belajar.

Dari gambaran tersebut, model pembelajaran yang sesuai dalam proses pembelajaran adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif bukanlah gagasan baru dalam dunia pendidikan, tetapi sebelum masa belakangan ini, metode ini hanya digunakan oleh beberapa guru untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti tugas-tugas atau laporan kelompok tertentu. Namun demikian, penelitian selama dua puluh tahun terakhir ini telah mengidentifikasi metode pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan secara efektif pada setiap tingkatan kelas dan untuk mengajarkan berbagai macam mata pelajaran.6 Pada pembelajaran kooperatif siswa percaya bahwa keberhasilan mereka akan tercapai jika setiap anggota kelompoknya berhasil. Ada berbagai jenis model pembelajaran kooperatif, diantaranya adalah model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) dan NHT (Numbered Head Together).

Pada tahun 1985, Frank Lyman mengembangkan sebuah tipe dari pembelajaran kooperatif yaitu Think Pair Share (TPS). TPS merupakan sebuah tipe pembelajaran kooperatif yang dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir untuk merespon dan untuk saling membantu. Siswa dituntut

6

Robert A. Slavin, Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik, (Bandung: Nusa Media, 2010), h. 4


(18)

untuk memikirkan suatu permasalahan yang diberikan oleh guru secara individu, kemudian masing-masing saling siswa berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh dari hasil pemikiran mereka tersebut. Pasangan-pasangan tersebut kemudian berbagi hasil diskusi yang diperoleh dari satu pasangan ke pasangan lainnya sehingga seluruh kelas mengatahui hasilnya.

Melalui tipe pembelajaran TPS, guru dapat melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar dan mampu meningkatkan interaksi antara siswa dengan guru sehingga siswa mudah memahami pelajaran yang diterima dan berada dalam kegiatan yang tidak membosankan karena langsung aktif mengamati setiap proses yang terjadi.

Pada tahun 1993, Spencer Kagan mengembangkan tipe pembelajaran kooperatif lainnya yaitu Numbered Head Together (NHT). NHT merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang dapat meningkatkan performance siswa, kepercayaan diri dan rasa tanggung jawab siswa. Dalam tahapannya, dibentuk kelompok-kelompok kecil dalam kelas yang terdiri dari 4-5 siswa yang heterogen, baik prestasi akademik, jenis kelamin, ras ataupun etnis. Tiap siswa dalam kelompok diberi nomor, kemudian mereka diberi kesempatan untuk mendiskusikan sebuah permasalahan. Masing-masing anggota kelompok harus dipastikan mengetahui jawaban dari permasalahan tersebut, lalu guru memanggil salah satu nomor anggota dan anggota tersebutlah yang akan menjelaskan jawaban yang didapat ke seluruh kelas tanpa dibantu oleh anggota kelompok lainnya.

Tipe pembelajaran NHT memberi dampak yang sangat kuat bagi peningkatan prestasi belajar siswa, karena dalam proses pembelajaran yang menggunakan NHT siswa menempati posisi sangat dominan dan terjadi kerjasama antar siswa dalam kelompok. Selain itu, NHT dapat membantu siswa untuk lebih kreatif dan bertanggungjawab terhadap diri mereka masing-masing.

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan masalah,


(19)

menentukan strategi pemecahannya, dan menghubungkan masalah-masalah lain yang telah dapat diselesaikan sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Betty Marini Turnip pada tahun 2007, bahwa terdapat peningkatan hasil belajar siswa sebesar 27,23% setelah perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.7 Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Djoko Dwi Kusumojanto pada tahun 2009, bahwa terdapat peningkatan hasil belajar dari 70,72% menjadi 90,90% ketuntasan belajar.8 Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS dapat meningkatkan hasil belajar yang lebih baik dibandingkan dengan yang menggunakan metode konvensional. Akan tetapi, belum ada penelitian yang membandingkan antara kedua pembelajaran kooperatif tersebut.

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS memiliki perbedaan. Pada pembelajaran kooperatif tipe TPS siswa terlebih dahulu diberi kesempatan untuk berpikir secara individu, kemudian para siswa berdiskusi saling berbagi pengetahuan dan pemahaman yang mereka dapatkan saat berpikir secara individu ke seluruh kelas. Sedangkan, pada pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa terlebih dahulu diberi kesempatan untuk berdiskusi dengan kelompok yang telah ditentukan oleh guru, kemudian diakhir diskusi dilakukan presentasi. Pada bagian presentasi, masing-masing anggota kelompok dituntut untuk membagikan pengetahuan dan pemahaman yang mereka dapatkan selama berdiskusi akan tetapi anggota lainnya tidak boleh membantu anggota yang ditunjuk. Dari perbedaan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dan NHT itulah yang mendorong penulis untuk membandingkan keduanya terhadap hasil belajar kimia siswa. Manakah diantara keduanya yang dapat meningkatkan hasil belajar yang lebih baik.

7

Betty Marini Turnip, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatuf Think-Pair-Share Pada Pembelajaran Fisika untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMP, (Jurnal Pendidikan Mat & Sains, vol. 2(2), 2007), h. 92.

8

Djoko Dwi Kusumojanto, Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Diklat Manajemen Perkantoran Kelas X APK di SMK Ardjuna 01 Malang, (Jurnal Penelitian Pendidikan, tahun 19, nomor 1, April 2009), h. 106.


(20)

Pada penelitian ini model pembelajaran kooperatif tipe NHT akan diterapkan dalam pengajaran di kelas eksperimen pertama, sedangkan tipe TPS akan diterapkan dalam pengajaran kelas kedua. Berdasarkan uraian yang telah diungkapkan di atas, penulis mencoba melakukan pengkajian ilmiah yang berdasarkan penelitian dengan judul: “Perbandingan Hasil Belajar Kimia Siswa antara yang Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dan TPS.

B. Identifikasi Masalah

Dengan melihat masalah yang telah diuraikan di atas dapat diidentifikasi masalah-masalah seabagi berikut:

1. Proses pembelajaran yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah belum berjalan efektif.

2. Ilmu kimia termasuk mata pelajaran yang di anggap sulit, hal ini di lihat dari hasil belajar kimia siswa yang rendah, contohnya pada pokok bahasan laju reaksi.

3. Pembelajaran di dalam kelas masih berpusat pada guru.

4. Penggunaan kegiatan kerja kelompok dalam proses pembelajaran belum optimal.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian lebih terarah maka penulis membatasi masalah sebagai berikut:

1. Penelitian dilakukan pada siswa kelas XI SMAN 3 Kota Tangerang Selatan.

2. Materi pelajaran yang di teliti pada penelitian ini adalah pokok bahasan laju reaksi.

3. Pengaruhnya dilihat dari perbedaan hasil belajar kimia siswa antara yang diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.


(21)

4. Adapun hasil belajar yang dimaksud adalah hasil belajar kimia siswa setelah proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaraan kooperatif tipe NHT pada kelas eksperimen pertama dan model pembelajaran kooperatif tipe TPS pada kelas eksperimen kedua dilihat dari aspek kognitifnya.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diajukan, maka adapun masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah:

”Bagaimana perbedaan hasil belajar kimia siswa antara yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan yang menggunakan tipe TPS?”

E. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar kimia pokok bahasan laju reaksi antara siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan tipe TPS pada siswa kelas XI semester ganjil SMA Negeri 3 Tangerang Selatan.

2. Untuk mengetahui kedua model pembelajaran kooperatif tersebut yang memberikan hasil belajar yang lebih baik untuk pokok bahasan laju reaksi.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan, antara lain:

1. Memberi informasi dan pertimbangan kepada guru mata pelajaran kimia tentang alternatif model pembelajaran dalam upaya peningkatan hasil belajar kimia siswa di SMA.

2. Menumbuhkan rasa semangat dan tanggungjawab kepada siswa dalam proses pembelajaran.


(22)

3. Meningkatkan ketertarikan siswa terhadap mata pelajaran kimia dengan menggunakan model pembelajaran yang lebih inovatif dan merangsang siswa untuk lebih memahami konsep-konsep kimia.


(23)

10

A. Deskripsi Teoritis

1. Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Kooperatif adalah sebuah kata yang memiliki arti bersifat kerja sama, bersedia membantu. Menurut Slavin, pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.1

Anita Lie menyebutkan pembelajaran kooperatif dengan istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Lebih jauh dikatakan, pembelajaran kooperatif hanya berjalan jika sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu tim yang didalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada yang umumnya terdiri dari 4-6 orang saja.2

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pengajaran yang baik di dalam kelompok kecil dengan siswa yang memiliki tingkat keahlian berbeda, menggunakan ragam aktivitas untuk meningkatkan pemahaman mereka pada sebuah subyek (mata pelajaran).

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dimana siswa

1

Isjoni, Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Kelompok, (Bandung: Alfabeta, 2007), h. 15.

2

Isjoni, Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Kelompok, (Bandung: Alfabeta, 2007), h. 16.


(24)

belajar dalam kelompok kecil dengan kemampuan yang berbeda dan berasal dari ras, suku, serta jenis kelamin yang berbeda pula. Di dalam kelompok kecil tersebut siswa saling belajar dan bekerjasama untuk sampai pada pengalaman belajar yang optimal, baik pengalaman individu maupun pengalaman kelompok. Di dalam kelompok tersebut siswa dapat berdiskusi dan saling membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran, memeriksa dan memperbaiki jawaban teman, serta kegiatan lainnya dengan tujuan mencapai prestasi belajar tinggi. Aktivitas kerja dan belajar dalam kelompok kooperatif berbeda dengan kelompok belajar konvensional. Kelompok belajar konvensional adalah kelompok belajar yang sering diterapkan disekolah, seperti kelompok diskusi. Perbedaan tersebut dapat di lihat pada table 2.1. berikut:3

Tabel 2.1. Perbedaan kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok Belajar Konvensional

Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Konvensional

Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.

Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.

Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.

Akuntabilitas individual sering

diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota

kelompok, lainnya hanya

“mendompleng” keberhasilan

“pemborong”.

Kelompok belajar heterogen, baik dalam

kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan.

Kelompok belajar biasanya homogen.

Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.

Pemimpin kelompok ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.

3

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 58.


(25)

Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja

gotong royong seperti kepemimpinan,

kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.

Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.

Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi

masalah dalam kerja sama antar-anggota

kelompok.

Pemantauan melalaui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

Guru memerhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Guru sering tidak memerhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas terapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai)

Penekanan sering hanya pada

penyelesaian tugas.

Belajar secara kooperatif dalam kelompok kecil membantu siswa dan anggota dalam tim untuk menyelesaikan tugas secara bersama-sama. Secara umum pembelajaran kooperatif terdiri dari lima karakteristik, yaitu:4

1) Siswa belajar bersama pada tugas-tugas umum atau aktivitas untuk menyelesaikan tugas atau aktivitas pembelajaran.

2) Siswa saling bergantung secara positif. Aktivitas diatur sehingga siswa membutuhkan siswa lain untuk mencapai hasil bersama. 3) Siswa belajar bersama dalam kelompok kecil yang terdiri dari 2

sampai 5 siswa.

4) Siswa menggunakan perilaku kooperatif, pro-sosial.

5) Setiap siswa secara mandiri bertanggungjawab untuk pekerjaan pembelajaran mereka.

Pembelajaran kooperatif menekankan pada struktur-struktur yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan materi.

4

Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 131.


(26)

Ada unsur yang perlu dipenuhi dalam pembelajaran kooperatif agar lebih menjamin siswa bekerja secara kooperatif. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:5

1) Siswa dalam kelompok harus beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan bersama”.

2) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.

3) Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.

4) Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.

5) Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.

6) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajar.

7) Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa ciri, sebagai berikut:6

1) Setiap anggota memiliki peran,

2) Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa,

3) Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya,

4) Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok,

5) Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

Pembelajaran kooperatif sebagai pembelajaran kelompok akan membantu meningkatkan sikap positif terhadap materi laju reaksi. Esensi pembelajaran kooperatif adalah tanggung jawab individu

5

Muslimin Ibrahim, Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: University Press, 2000), h.6. 6

Isjoni, Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Kelompok, (Bandung: Alfabeta, 2007),h. 20.


(27)

sekaligus tanggung jawab kelompok, sehingga dalam diri siswa terbentuk sikap ketergantungan positif yang menjadikan kerja kelompok berjalan optimal. Keadaan ini mendorong siswa dalam kelompok belajar, bekerja dan bertanggung jawab dengan sungguh-sungguh sampai selesainya tugas-tugas individu dan kelompok.7

Setiap model pembelajaran yang dikembangkan memiliki tujuan pembelajaran untuk dicapai. Johnson & Johnson (1994) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatkan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara berkelompok.8 Kemudian, model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran yang penting, yaitu:9

1) Hasil belajar akademik

Dalam pembelajaran kooperatif selain banyak mencakup beragam tujuan sosial, juga mampu memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademik lainnya.

2) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. 3) Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting pembelajaran kooperatif lainnya adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan berkolaborasi.

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student ariented), terutama untuk

7

Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 132.

8

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana, 2010) h. 67.

9


(28)

mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa yang tidak dapat bekerjasama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain. Model pembelajaran ini telah terbukti dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan usia.

Peningkatan belajar terjadi tidak bergantung pada usia siswa, mata pelajaran atau aktivitas belajar. Tugas-tugas belajar yang kompleks seperti pemecahan masalah, berpikir kritis, dan pembelajaran konseptual meningkat secara nyata pada saat digunakan strategi-strategi kooperatif. Siswa lebih memiliki kemungkinan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi selama dan setelah diskusi dalam kelompok kooperatif. Beberapa ahli berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Di samping itu pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan, baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas akademik.

Pembelajaran kooperatif dikenal dengan Student Teams

Learning (STL) yang menekankan pada pencapaian ujian dan

kesuksesan kelompok dalam menyelesaikan tugas kelompok dan dalam hal memahami suatu pelajaran. Dalam STL siswa tidak hanya bekerja menyelesaikan sesuatu tetapi juga mempelajari sesuatu secara kelompok.

Pembelajaran kooperatif yang dikembangkan dari STL memiliki banyak bentuk, diantaranya: STAD (Student Teams Achievement Division), TGT (Team Games Tournament), TAI (Team Accelerated Instruction), CIRC (Cooperative Integrated Reading & Composition), Jigsaw, TPS Think-Pair-Share), NHT (Numbered Head Together).10

10

Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 134.


(29)

STAD (Student Teams Achievement Division) merupakan metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Dalam metode ini, siswa di bagi dalam bentuk kelompok beranggotakan 4-5 orang yang berbeda jenis kelamin, etnis dan kemampuan. Di dalam kelompok siswa di beri kesempatan untuk melakukan kolaborasi dan elaborasi dengan teman sebaya dalam bentuk diskusi.

TGT (Team Games Tournament) merupakan metode

pembelajaran dimana siswa dibagi ke dalam kelompok yang beranggotakan 4-6 orang yang heterogen berdasarkan jenis kelamin, agama, dan etnis, sehingga masing-masing anggota dapat di latih kecakapan sosialnya. Kelompok tersebut kemudian melakukan suatu turnamen yang dilaksanakan tiap pekan. Dalam turnamen tersebut siswa berkompetisi dengan anggota kelompok lain agar dapat menyumbangkan poin pada kelompok masing-masing.

TAI (Team Accelerated Instruction) merupakan metode pembelajaran yang mengkombinasikan belajar kooperatif dengan belajar individu. Tiap anggota kelompok akan di beri soal-soal bertahap yang harus mereka kerjakan sendiri-sendiri dalam kelompoknya. Setelah itu, hasil kerja mereka diperiksa oleh anggota tim lain. Jika seorang siswa telah mampu mengerjakan soal dalam satu tahap, maka ia diperbolehkan untuk mengerjakan soal selanjutnya dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Namun jika ia belum mampu menjawab suatu soal, maka ia harus mengerjakan kembali soal yang tingkat kesulitannya sama sebelum ia melanjutkan ke soal yang lebih sulit.

CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) merupakan metode pembelajaran yang sejenis dengan TAI, namun hanya ditekankan pada pengajaran membaca, menulis dan tata bahasa. Aktivitas CIRC terdiri dari siswa mengikuti urutan instruksi guru, latihan tim, asesmen awal dan kuis.


(30)

Jigsaw adalah metode pembelajaran dimana siswa di bagi ke dalam kelompok yang beranggotakan 4-6 orang dengan kondisi siswa yang heterogen baik dari segi kemampuan maupun karakteristik lainnya. Materi pembelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks. Setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari bagian tertentu dari materi yang diberikan. Selanjutnya tiap anggota bergabung dengan anggota masing-masing untuk mendiskusikan dan saling mengajarkan satu sama lain.

TPS (Think-Pair-Share) atau berpikir berpasangan berbagi telah dikembangkan oleh Frank Lyman di Universitas Maryland. TPS merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dalam TPS guru mengajukan suatu pertanyaan dan meminta siswa untuk berpikir sendiri mencari jawaban. Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan jawaban. Kemudian pasangan-pasangan tersebut saling berbagi keseluruh kelas.

NHT (Numbered Head Together) atau penomoran berpikir bersama atau lebih dikenal dengan kepala bernomor yang telah dikembangkan oleh Spencer Kagan (1993). Dalam NHT siswa di bagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan tiap anggota kelompok di beri nomor. Siswa berdiskusi memecahkan sebuah masalah, kemudian guru memanggil salah satu nomor dari tiap kelompok dan masing-masing siswa dengan nomor tersebut menjawab tanpa bantuan dari anggota kelompok lainnya.

Penghargaan kelompok (teams reward) diberikan kepada kelompok yang telah mencapai kriteria yang telah ditentukan. Penghargaan kelompok diharapkan sebagai penguatan yang dapat memotivasi anggota kelompok untuk belajar dan bekerja sebaik mungkin dalam memberikan konstribusi untuk kelompoknya agar menjadi kelompok yang tebaik. Dengan demikian tiap kelompok memiliki tujuan kelompok (group goal) yang merupakan sasaran yang harus dicapai semua anggota.


(31)

Sebagai individu setiap siswa harus bertanggung jawab untuk belajar, mengerjakan tugas dan memahami materi yang diberikan. Tujuan dan kesuksesan kelompok ditentukan oleh kesungguhan semua anggota kelompok dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai individu dan saling meyakinkan bahwa setiap individu dalam kelompok tersebut siap menghadapi tes perorangan.

Kesempatan yang sama meraih keberhasilan (equal opportunities for success). Dalam suatu kelompok belajar kooperatif semua anggota mempunyai kesempatan yang sama untuk meraih keberhasilan dan mengkontribusikan nilai untuk pencapaian skor kelompok.

b. Prinsip-prinsip Dasar Pembelajaran Kooperatif

Roger dan David Johnson (dalam Anita Lie, 2007) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap sebagai pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, terdapat 5 prinsip-prinsip dasar pembelajaran kooperatif, yaitu:11

1) Saling Ketergantungan Positif

Anggota kelompok siswa harus mengatakan bahwa mereka memerlukan kerja sama untuk mencapai tujuan kelompok.

2) Tanggung Jawab Perseorangan

Masing-masing anggota kelompok bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik atas tugas-tugas yang diberikan. 3) Tatap Muka

Setiap kelompok diberikan kesempatan utnuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para

pembelajaran untuk membentuk sinergi yang

menguntungkansemua anggota. 4) Komunikasi Antaranggota

11


(32)

Masing-masing anggota kelompok harus memiliki kemampuan mendengarkan dan mengutarakan pendapat, menanggapi suatu masalah dan mengembangkan ide-idenya untuk keberhasilan kelompok.

5) Evaluasi Proses Kelompok

Siswa harus mengevaluasi efektifitas kelompok mereka saat

bekerja kelompok. Kelompok perlu mempertahankan

keberhasilannya dan mampu memperbaiki kekurangannya, hal ini akan menolong siswa untuk memecahkan masalah dan mengerti pentingnya keterampilan kooperatif.

c. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Setiap model pembelajaran memiliki langkah-langkah utama yang harus dipenuhi. Terdapat 6 langkah utama atau tahapan dalam menggunakan pembelajaran kooperatif, yaitu:12

Tabel 2.1. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan

pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.

Fase 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Fase 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fase 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

12


(33)

Fase 5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase 6

Memberikan Penghargaan

Guru mencari cara untuk menghargai upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif ada 10 hal yang perlu diperhatikan agar dapat berjalan dengan sukses, yaitu:13

1) jangan pernah menggunakan tingkatan kelompok.

2) menginformasikan dan bekerja sama dengan orang tua, kepala sekolah, dan anggota masyarakat sebelum mengubah struktur kelas anda.

3) jangan memandang kemampuan sosial dari siswa, berhati-hati dalam mengelompokkan mereka.

4) jangan biarkan interaksi yang melebihi metodologi pimpinan anda. 5) bentuk kelompok untuk bekerja sama (melalui pembentukan tim

dan pembentukan kelas) sebelum masuk ke dalam tugas akademik. 6) mulailah dengan sangat terstruktur dan tugas kooperatif singkat,

lakukan perlahan untuk proyek-proyek yang tidak terstruktur dan panjang.

7) ketika anda siap untuk tugas akademis, mulailah dengan tugas-tugas yang berkapasitas baik walaupun tugas-tugas terendah.

8) jangan biarkan interaksi antar siswa tidak terstruktur hingga siswa memperoleh keterampilan untuk bekerja sama.

9) jangan mencoba menemukan sesuatu dengan terbalik: dimulai dengan terbukti, strategi interaksi sisw ayang terstruktur.

13

Kagan, Spencer. 1999. Cooperative Learning: Seventeen Pros and Seventeen Cons plus Ten Tips for Success. Kagan Online Magazine. Diakses dari http://www.kaganonline.com/KaganClub/ FreeArticles.html


(34)

10)buatlah kegiatan mudah untuk diri Anda dan siswa. Belajar satu strategi baru dengan baik sebelum mencoba strategi baru berikutnya.

d. Manfaat Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan Akademik

Menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar. Siswa lebih memiliki kemungkinan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi selama dan setelah diskusi dalam kelompok kooperatif.

Menurut hasil penelitian Linda Lundgreen menunjukkan bahwa manfaat pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil belajar yang rendah adalah sebagai berikut:14

1) Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas. 2) Rasa harga diri menjadi lebih tinggi.

3) Memperbaiki sikap terhadap IPA dan sekolah. 4) Memperbaiki kehadiran.

5) Angka putus sekolah menjadi rendah.

6) Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar. 7) Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil.

8) Konflik antar pribadi berkurang. 9) Sikap apatis berkurang.

10)Pemahaman yang lebih mendalam. 11)Motivasi lebih besar.

12)Hasil belajar lebih tinggi. 13)Retensi lebih lama.

14)Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi.

Selain itu, pembelajaran kooperatif mendorong keaktifan dalam percakapan dan kerjasama pemecahan masalah di dalam kelas dan

14


(35)

lingkungan akademis. Ini juga memberi kuasa dan kebebasan kepada siswa untuk mengatur pembelajaran mereka sendiri.15

e. Keunggulan Pembelajaran Koopertaif

Setiap model pembelajaran memiliki suatu keunggulan sari model pembelajaran yang lainnya. Menurut Jarolimek & Parker (1993) dalam Isjoni, mengatakan keunggulan yang diperoleh dalam pembelajaran kooperatif adalah:16

1) Saling ketergantungan positif.

2) Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu. 3) Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas. 4) Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan.

5) Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru.

6) Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.

Sedangkan menurut Roger dan David Johnson pembelajaran kooperatif memiliki keunggulan, diantaranya:17

1) Pembelajaran kooperatif lebih kuat menghasilkan pencapaian tujuan pembelajaran dibanding pola interaksi kompetitif dan individual.

2) Siswa lebih positif tentang sekolah, bidang mata pelajaran dan guru.

3) Siswa lebih positif tentang satu sama lain ketika belajar secara kooperatif.

15

Ghazi Ghaith. 2003. Effects of the Learning Together Model of Cooperative Learning on English as a Foreign Language Reading Achievement, Academic Self-Esteem, and Feelings of School Alienation. American University of Beirut. In Bilingual Research Journal, 27:3 Fall 2003. p. 452. http://www.informaworld.com/smpp/content.htm.

16

Isjoni, Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Kelompok, (Bandung: Alfabeta, 2007), h. 24.

17

Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 136.


(36)

4) Siswa lebih efektif antarpribadi, lebih mampu menerima perspektif orang lain, dan memiliki keahlian interaksi yang lebih baik.

Siswa yang sama-sama bekerja dalam kelompok akan menimbulkan persahabatan yang lebih akrab yang terbentuk pada kalangan siswa tersebut. Hal ini akan sangat berpengaruh pada tingkah laku atau kegiatan masing-masing secara individual.

f. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Selain memiliki kelebihan, pembelajaran kooperatif juga mempunyai beberapa kelemahan. Ada hal yang harus diperhatikan agar pembelajaran kooperatif dapat menjadi metode pembelajaran yang efektif. Metode pembelajaran kooperatif memiliki berbagai perbedaan dengan metode pembelajaran alternatif, tetapi dapat dikategorisasikan menurut enam karakteristik prinsipil berikut ini, diantaranya tujuan kelompok, tanggung jawab individual, kesempatan sukses yang sama, kompetisi tim, spesialisasi tugas dan adaptasi terhadap kebutuhan kelompok.18

Menurut Isjoni kelemahan pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor, yaitu factor dari dalam (intern) dan factor dari luar (ekstern). Factor dari dalam, yaitu:19

1) Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu.

2) Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai.

3) Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas

18

Robert A. Slavin, Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik, (Bandung: Nusa Media, 2010), h. 26

19

Isjoni, Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Kelompok, (Bandung: Alfabeta, 2007), h. 25.


(37)

sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

4) Saat diskusi kelas, terkadang didominasi seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.

Kelemahan pembelajaraan kooperatif yang lainnya, yaitu:20 1) Dalam kelompok dengan keahlian bercampur, seringkali siswa

yang lebih kuat harus mengajar siswa yang lebih lemah dan mengerjakan sebagian besar tugas kelompok.

2) Waktu pada pembelajaran ini hanya cukup untuk fokus tugas pada tingkatan yang paling mendasar.

3) Strategi ini mungkin hanya mendukung pemikiran tingkat rendah dan mengabaikan strategi pemikiran kritis dan tingkat tinggi.

2. Pengertian NHT (Numbered Head Together)

Numbered Head Together (NHT) pertama kali dikembangkan oleh Spencer Kagan (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.21

Pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah suatu pendekatan pembelajaran yang lebih memungkinkan siswa untuk lebih aktif dan bertanggung jawab penuh untuk memahami materi pelajaran baik secara berkelompok maupun individual.

NHT berfungsi mendorong keberhasilan kelompok karena semua anggota harus mengetahui jawaban dari kelompok mereka masing-masing dan karena saat siswa membantu anggota kelompoknya maka mereka membantu dirinya sendiri dan seluruh kelompok.22

20

Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009),h. 136.

21

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 82.

22

Geoge Jacob and Stephen Hall. Implementing Cooperative Learning. Regional Language Centre, Singapore. English Teaching Forum, October 1994. p. 2. www.singaporeedu.gov.sg/id/htm/index.htm. Diakses tanggal 24 Juli 2010.


(38)

strategi NHT mementingkan keterlibatan tingkat tinggi, karena siswa bekerja sama untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan dan mereka memastikan bahwa setiap anggota kelompok mengetahui jawabannya. Semua anggota menyadari bahwa mereka dapat dipilih untuk memberikan jawaban dari kelompok masing-masing, oleh karena itu mereka termotivasi untuk berpartisipasi dalam kelompok.23

Langkah-langkah yang digunakan dalam metode NHT (Numbered Head Together) pada pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:24

a. Penomoran

Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggota 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok di beri nomor antara 1 sampai 5. b. Mengajukan Pertanyaan

Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya.

c. Berpikir Bersama

Siswa menyatukan pendapatnya terhadapan jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu. d. Menjawab

Guru memanggil salah satu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

3. Pengertian TPS (Think Pair Share)

Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share yang pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman di Universitas Maryland, merupakan jenis pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. TPS merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan

23

Hallie Kay Yopp, VocabularyInstruction for Academic Success, (USA: Shell Education, 2009), p. 26

24


(39)

pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan dan prosedur yang digunakan dalam TPS dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir unruk merespon dan saling membantu.

TPS adalah latihan pembelajaran kooperatif sederhana. Instruktur (guru) akan menanyakan pertanyaan atau menimbulkan masalah. Siswa menghabiskan satu atau dua menit memikirkan jawaban atau solusi. Siswa kemudian berpasangan untuk mendiskusikan (berbagi) jawaban mereka. Instruktur mungkin akan meminta beberapa siswa untuk berbagi jawaban dengan seluruh kelas.25 Langkah-langkah dalam pelaksanaan metode TPS, yaitu:26

a. Berpikir (Thinking)

Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah.

b. Berpasangan (Pairing)

Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi.

c. Berbagi (Sharing)

Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan dan melanjutkan sampai sekitar pasangan mendapat kesempatan untu melaporkan.

25

Elisa Carbone, Teaching Large Classes Tools and Strategies, (California: Sage Publication, 1998), p. 52. http://www.uk.sagepub.com/booksProdDesc.nav. Diakses tanggal 26 september 2010.

26

Trianto, Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h. 61.


(40)

Dalam pelaksanaan langkah-langkah TPS ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:27

a. Berpikir, selama tahap ini berlangsung ada dua hal penting yang harus diperhatikan, yaitu: 1) siswa harus diberikan cukup waktu untuk berpikir dan kemudian mencatat pikiran mereka ke dalam buku catatan; 2) siswa harus benar-benar berpartisipasi dan tidak hanya menunggu untuk masuk ketahap berpasangan. Siswa tidak diijinkan untuk berpasangan pada tahap ini, oleh karena itu sewaktu-waktu gurur perlu memeriksa hasil kerja masing-masing siswa.

b. Berpasangan, dalam tahap ini siswa dapat dipasangkan dengan berbagai cara dan harus dipasangkan berbeda setiap kalinya, yaitu: 1) siswa berpasangan setelah mereka menyelesaikan tugas masing-masing pada tahap sebelumnya; 2) berpasangan sesuai dengan daftar absensi kelas (siswa pertama dengan siswa kedua, siswa ketiga dengan ketiga, dan seterusnya); 3) siswa berpasangan dipilih secara acak. c. Berbagi, selama siswa berbagi keseluruh kelas, semua siswa yang

ingin berbicara harus mendapatkan kesempatan dan tidak mengijinkan satu individu untuk memonopoli pembicaraan.

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS memiliki beberapa perbedaan, yang disajikan pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.3. Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together dan Think-Pair-Share

Perbedaan Numbered Head Together Think-Pair-Share

Proses

pembelajaran

Kerja kelompok → Individu Individu → Kerja kelompok Aktivitas

dalam

pembelajaran

Mengandalkan kemampuan

individu atas kelompok

Mengandalkan kemampuan

kelompok saja

Penilaian Penilaian kelompok dan individu Hanya penilaian kelompok

27

Richard P. Wasowski, CliffsNotes on Nicholas Sparks’ The Notebook Teacher’s Guide, (USA: Wiley Publishing Inc, 2009), p. 33.


(41)

4. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun.28

Menurut Gagne belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadikan kapabilitas baru. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari (i) stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan (ii) proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar.29

Hintzman berpendapat learning is a change in organism due to

experience which can affect the organism’s behavior. Artinya, belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia dan hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut.30

Pupuh Fathurohman dalam bukunya Strategi Belajar Mengajar menyatakan bahwa belajar pada hakikatnya adalah “perubahan” yang terjadi di dalam diri seseorang setelah melakukan aktivitas tertentu.31

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku individu, di mana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk, yang terjadi melalui latihan atau pengalaman.

Tujuan belajar adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah melakukan perbuatan belajar, yang umumnya meliputi

28

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 9. 29

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006),h.10 30

Muhbbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 88.

31

Pupuh Fathurrohman, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Refika Aditama, 2009), h. 6.


(42)

pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap yang baru, yang diharapkan tercipta oleh siswa.32 Tujuan belajar terdiri dari tiga komponen, ialah:33

1) Tingkah laku terminal, adalah komponen tujuan belajar yang menentukan tingkah laku siswa setelah belajar.

2) Kondisi-kondisi tes, menentukan situasi di mana siswa dituntut untuk mempertunjukkan tingkah laku terminal. Kondisi-kondisi tersebut perlu disiapkan oleh guru, karena sering terjadi ulangan/ujian yang diberikan oleh guru tidak sesuai dengan materi pelajaran yang telah disampaikan sebelumnya.

3) Ukuran-ukuran perilaku, merupakan suatu pernyataan tentang ukuran yang digunakan untuk membuat pertimbangan mengenai perilaku siswa. suatu ukuran menentukan tingkat minimal perilaku yang dapat diterima sebagai bukti, bahwa siswa telah mencapai tujuan.

Berdasarkan uraian diatas dapat digambarkan bagaimana proses belajar itu berlangsung. Pertanda seseorang telah belajar adalah dengan adanya perubahan tingkah laku dalam diri seseorang tersebut. Perubahan tingkah laku yang dimaksud terjadi akibat interaksi dengan lingkungannya bukan karena proses pertumbuhan fisik atau kedewasaan. Perubahan tersebut bersifat tahan lama dan tidak berlangsung sesaat saja.

Keberhasilan pengajaran dapat dilihat dari segi hasil, proses belajar yang baik memungkinkan hasil belajar yang baik pula. Hasil belajar didapatkan dari proses evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak pengiringan.

Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan.34 Bloom mengklasifikasikan hasil belajar menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif (cognitive domain), ranah

32

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 73 33

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 73-74.

34

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h. 155.


(43)

afektif (affective domain), dan ranah psikomotor (psychomotor domain).35 Keterangan lebih lanjut adalah sebagai berikut:

1) Ranah kognitif, yaitu ranah yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, antara lain: pengetahuan mengenal, pemahaman, aplikasi, analisi, sintesis, dan evaluasi.

2) Ranah afektif, yaitu ranah yang berkenaan dengan sikap dan terdiri dari dua aspek, yaitu: pandangan atau pendapat dan sikap atau nilai. 3) Ranah psikomotor, yaitu ranah yang berhubungan erat dengan kerja

otot sehingga menyebabkan geraknya tubuh atau bagian-bagiannya. Dari ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang pada umumnya dinilai oleh para pendidik di sekolah. Ranah kognitif berkaitan dengan kemampuan siswa dalam memahami atau menguasai materi pelajaran, dan proses penilaiannya pun relatif lebih mudah. Pada proses ranah kognitif yang terjadi dihasilkan suatu hasil belajar. Hasil belajar tersebut merupakan kapabilitas siswa. Kapabilitas siswa tersebut berupa:36

1) Informasi verbal adalah kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.

2) Keterampilan intelektual adalah kecakapan yang berfungsi untuk berhubungan dengan lingkungan hidup serta mempresentasikan konsep dan lambang.

3) Strategi kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri.

4) Keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan koordinasi, sehingga terwujud otomatosme gerak jasmani.

5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek tersebut.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah efek kumulatif dari proses belajar berupa perkembangan tingkah laku

35

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 117.

36


(44)

yang terjadi pada ranah kognitif, afektif, dan ranah psikomotor. Jadi, seseorang dikatakan berhasil dalam belajar apabila di dalam diri orang tersebut telah terjadi perubahan tingkah laku yang lebih baik dari sebelum ia mengalami proses belajar. Namun, hal terpenting dalam belajar adalah proses dari belajar tersebut bukan hasil yang akan diperoleh. Artinya, belajar harus diperoleh dengan usaha sendiri, adapun orang lain disekitar hanya sebagai perantara atau penunjang dalam kegiatan belajar, agar dalam belajar dapat berhasil dengan baik.

b.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi belajar siswa di sekolah. Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni:37

1) Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa.

2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa.

3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran. Pada tabel 2.3. disajikan bagian-bagian dari ke tiga faktor yang mempengaruhi belajar:38

Tabel 2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Ragam Faktor dan Unsur-unsurnya

Internal Siswa Esternal Siswa Pendekatan

1. Aspek Fisiologis - tonus jasmani - mata dan telinga

2. Aspek Psikologis - Intelegensi

1. Lingkungan Sosial - Keluarga - Guru dan staf - Masyarakat

- Teman

2. Lingkungan Nonsosial

1. Pendekatan Tinggi

- Speculative

- Achieving

2. Pendekatan Menengah

37

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 144. 38


(45)

- Sikap - Minat - Bakat - Motivasi

- Rumah

- Sekolah - Peralatan

- Alam

- Analitical

- Deep

3. Pendekatan Rendah

- Reproductive

- Sureface

Menurut Ngalim Purwanto berhasil atau tidaknya belajar dapat kita bedakan menjadi dua golongan, yaitu:39

1) Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang kita sebut faktor individual. Yang termaruk kedalam faktor individual antara lain faktor kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi.

2) Faktor yang ada di luar individu yang kita sebut faktor sosial. Yang termasuk kedalam faktor sosial atara lain faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan alam mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial.

Sedangkan menurut Pupuh Fathurrohman, faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar, sebagai berikut:40

1) Tujuan

Tujuan merupakan muara atau pangkal dari proses belajar mengajar. Oleh karena itu, tujuan menjadi pedoman arah dan sekaligus sebagai suasan yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar.

2) Guru

Performance guru dalam mengajar banyak dipengaruhi berbagai faktor seperti tipe kepribadian, latar belakang pendidikan, pengalaman dan yang tak kalah pentingnya berkaitan dengan pandangan filosofis guru terhadap anak didik.

3) Peserta Didik

39

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 102 40

Pupuh Fathurrohman, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Refika Aditama, 2009), h. 115.


(46)

Peserta didik dengan segala perbedaannya seperti motivasi, minat, bakat, perhatian, harapan, latar belakang sosio-kultural, tradisi keluarga, menyatu dalam sebuah system belajar dikelas. Perbedaan-perbedaan inilah yang wajib dikelola, diorganisir guru, untuk mencapai proses pembelajaran yang optimal. Apabila guru tidak memiliki kecermatan dan keterampilan dalam mengelola perbedaan-perbedaan potensi peserta didik maka proses pembelajaran sulit mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.

4) Kegiatan pengajaran

Pola umum kegiatan pengajaran adalah terjadinya interaksi antara guru dengan peserta didik dengan bahan sebagai perantaranya. Guru yang menciptakan lingkungan belajar yang baik maka kepentingan belajar anak didik terpenuhi.

5) Evaluasi

Evaluasi memiliki cakupan bukan saja pada bahan ajar, tetapi pada keseluruhan proses belajar mengajar, bahkan pada alat dan bentuk evaluasi itu sendiri. Artinya, evaluasi yang dilakuakn sudah benar-benar mengevaluasi tujuan yang telah ditetapkan, bahan yang diajarkan dan proses yang dilakukan.

Guru membuat perencanaan evaluasi secara sistematik dengan menggunakan alat evaluasi yang tepat. Alat evaluasi yang bisa digunakan antara lain: benar-salah (true-false), pilihan ganda (multiple choice), menjodohkan (matching), esai dan bentuk evaluasi bisa tertulis maupun lisan. Evaluasi yang valid (sahih) bukan saja memberikan informasi prestasi sisa dalam mencapai tujuan tetapi memberikan umpan balik terhadap proses pembelajaran secara keseluruhan.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Dibawah ini akan disajikan beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Hasil penelitian pendukung yang dimaksud yaitu hasil penelitian yang berhubungan dengan pembelajaran kooperatif tipe Numbered


(47)

Head Together (NHT) dan tipe Think Pair Share (TPS) terhadap hasil belajar siswa, antara lain :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Kadir Tiya dan Mustamin Anggo dengan judul “Meningkatkan Penguasaan Konsep Matematika Pokok Bahasan Statistika Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 2 Kendari”, diketahui bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan penguasaan konsep matematika siswa pada pokok bahasan statistika dan hasil belajar yang dicapai oleh siswa menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hasil penenlitian ini menyarankan agar pihak sekolah dan guru mempertimbangkan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam pelajaran matematika, khususnya statistika dan guru senantiasa memperbaiki proses pembelajaran salah satunya menngunakan model pembelajaran koopertif tipe NHT.41

2. Penelitian yang dilakukan oleh Karen M Daniel dengan judul “Cooperative Learning Structures for English Foreign Language Classrooms”, diketahui bahwa stuktur pembelajaran kooperatif yang diperkenalkan oleh Spencer Kagan yaitu NHT mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam berbahasa inggris dari 22% sampai 47% dalam setiap waktunya.42

3. Penelitian yang dilakukan oleh Larry Maheady et al dengan judul “The Effects of Numbered Heads Together with and Without an Incentive Package on the Science Test Performance of a Diverse Group of Sixth Graders”, diketahui bahwa penggunaan dua bentuk pembelajaran NHT pada kelas 6 dalam nilai kuis harian dan pretest-posttest kimia memberikan pengaruh yang baik. Dari penelitian menunjukkan bahwa

41

Kadir Tiya dan Mustamin Anggo, Meningkatkan Penguasaan Konsep Matematika Pokok Bahasan Statistika Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 2 Kendari.

42

Karen M Daniels. 2005. Cooperative Learning Structures for English Foreign Language Classrooms. Faculty of Regional Development Studies Tokyo University. Japan: Journal of Tourism Studies. http://rdarc.rds.toyo.ac.jp/webdav/frds/public/kiyou/rtvol4/rt-v4-143.pdf.


(48)

penambahan paket intensif dapat meningkatkan kinerja siswa selama melaksanakan pembelajaran NHT.43

4. Penelitian yang dilakukan oleh Ubaidillah dengan judul “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) dengan Teknik Kepala Bernomor (Numbered Heads Together) Terhadap Hasil Belajar Fisika

Siswa”, diketahui bahwa metode pembelajaran kooperatif dengan teknik kepala bernomor (NHT) berpengaruh terhadap hasil belajar fisika siswa dapat dilihat dari hasil yang signifikan atau lebih baik terhadap peningkatan aspek pemahaman siswa.44

5. Penelitian yang dilakukan oleh Mardinawati dengan judul ”Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together Terhadap

Pemahaman Konsep Hidrokarbon”, diketahui bahwa pemahaman konsep hidrokarbon dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT menunjukkan kelas eksperimen secara keseluruhan lebih tinggi dari kelas kontrol. Hal ini dibuktikan oleh data persentase dimana hasil belajar dan pemahaman konsep pada 10 indikator kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol.45

6. Penelitian yang dilakukan oleh Betty Marini Turnip dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share pada Pembelajaran Fisika untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMP”, diketahui bahwa rata-rata pengetahuan awal kooperatif Think-Pair-Share yaitu 38,88 dan setelah perlakuan menjadi 66,11. Hasil belajar siswa pun mengalami peningkatan sebesar 27,23 %.46

43

Larry Maheady et al, The Effects of Numbered Heads Together with andWithout an Incentive Package on the Science Test Performance of a Diverse Group of Sixth Graders. in Journal of Behavioral Education, Vol. 15, No. 1, March 2006. http://www.springerlink.com/content/a27463112kl32683/.

44

Ubaidillah. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) dengan Teknik Kepala Bernomor (NHT) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa. Skripsi Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

45

Mardinawati. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together Terhadap Pemahaman Konsep Hidrokarbon. Skripsi Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

46

Betty Marini Turnip. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share pada Pembelajaran Fisika untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMP. Jurnal Mat & Sains, Vol. 2(2), 2007.


(49)

7. Penelitian yang dilakukan oleh Suhar dkk dengan judul “Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas I-B SMPN 5 Kendari Melalui Model Kooperatif Tipe Think-Pair-Share”, diketahui bahwa prestasi belajar matematika siswa I-B SMPN 5 Kendari dapat ditingkatkan melalui model kooperatif tipe Think-Pair-Share. Dari siklus I ke siklus II terjadi peningkatan hasil belajar sebesar 8,8%. Dari siklus II ke siklus III terjadi peningkatan sebesar 20,6%.47

8. Penelitian yang dilakukan oleh Vera Afnia dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa dengan Metode Pembelajaran Kooperatif Teknik Think-Pair-Share dalam Konsep Hidrokarbon”, diketahui bahwa penelitian ini mencapai criteria yang menjadi batasan indikator keberhasilan penelitian yag ditunjukkan oleh peningkatan nilai rata-rata hasil belajar kimia sebesar 9,03 angka dari 66,01 pada siklus I menjadi 75,03 pada siklus II.48

9. Penelitian yang dilakukan oleh Muslimin dengan judul “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Teknik Think-Pair-Share Terhadap Hasil

Belajar Biologi Siswa”, diketahui bahwa Ha yang menunjukkan ada pengaruh antara pembelajaran kooperatif teknik TPS tehadap hasil belajar biologi siswa diterima atau direstui. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif teknik TPS membawa pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar biologi siswa.49

C. Kerangka Berpikir

Belajar merupakan unsur yang sangat penting dalam setiap penyelenggaraan pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan itu tergantung pada proses belajar yang dialami

47

Suhar dkk, Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas I-B SMPN 5 Kendari Melalui Model Kooperatif Tipe Think-Pair-Share, 2006.

48

Vera Afnia. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa dengan Metode Pembelajaran Kooperatif Teknik Think-Pair-Share dalam Konsep Hidrokarbon. Skripsi Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

49

Muslimin. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Teknik Think-Pair-Share Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa. Skripsi Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(50)

siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya. Kegagalan proses belajar akan memberikan pengaruh yang besar terhadap kegagalan keseluruhan sistem pendidikan.

Proses pembelajaran harus diarahkan kepada bagaimana siswa dapat belajar seefektif dan seoptimal mungkin dalam rangka mewujudkan perubahan tingkah laku sesuai dengan tujuan pendidikan. Menciptakan kondisi belajar yang efektif bagi siswa sangat bergantung kepada metode pengajaran, karena metode menunjukkan cara bagaimana mengelola kegiatan belajar mengajar yang memungkinkan siswa dapat belajar sebaik mungkin sesuai dengan kemampuannya. Pembelajaran yang efektif akan melatih siswa untuk memahami konsep suatu pelajaran dengan kemampuannya sendiri dan dapat menimbulkan semangat belajar, sehingga siswa mampu mendapatkan hasil belajar yang baik. Hasil belajar didapatkan dari proses evaluasi guru.

Proses pembelajaran yang dapat membuat siswa lebih aktif salah satunya kerja kelompok. Namun, kerja kelompok yang dilakukan di sekolah hanya sekedar bekerja sama untuk mendapatkan jawaban dari tugas yang diberikan, tanpa memikirkan apakah masing-masing anggota kelompok memahami materi dari tugas yang diberikan tersebut. Model pembelajaran yang menggunakan kerja kelompok dalam prosesnya dan membuat semua anggota kelompok aktif berperan aktif serta dapat memahami materi yang diberikan adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran yang berorientasikan pada kerja kelompok. Dengan pembagian kelompok tersebut siswa harus bekerja sama dan bertanggung jawab atas kewajibannya di dalam kelompok.

Model pembelajaran kooperatif diantaranya adalah tipe NHT

(Numbered Head Together) dan TPS (Think Pair Share). Metode

pembelajaran NHT dan TPS merupakan alternatif pengajaran yang akan memberikan suasana baru dalam kegiatan belajar mengajar. Kegiatan belajar mengajar yang di rancang dalam bentuk pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk saling bekerja sama, saling membantu dalam memahami materi pelajaran dan memecahkan masalah, dan bertanggung jawab atas kewajiban di


(51)

dalam kelompok. Sehingga proses belajar yang berlangsung akan lebih efektif dan hasil belajar pun akan lebih baik.

Pada penelitian yang akan dilakukan, pokok bahasan pada mata pelajaran kimia yang akan diajarkan menggunakan metode NHT dan TPS adalah laju reaksi.

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Berpikir diperoleh perbandingan

1. Proses pembelajaran yang dilaksanakan belum berjalan efektif.

2. Ilmu kimia termasuk mata pelajaran yang di anggap sulit, hal ini di lihat dari hasil belajar kimia siswa yang rendah, contohnya pada pokok bahasan laju reaksi.

3. Pembelajaran di dalam kelas masih berpusat pada guru.

4. Penggunaan kerja kelompok dalam proses belajar mengajar belum optimal.

Langkah-langkah: 1. Penomoran

2. Mengajukan pertanyaan 3. Berpikir bersama 4. Menjawab

Langkah-langkah: 1. Berpikir 2. Berpasangan 3. Berbagi Model Pembelajaran Kooperatif

diatasi dengan menerapkan

diantaranya

Numbered Head Together (NHT) Think-Pair-Share (TPS)


(52)

D. Pengajuan Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir di atas dapat di tarik suatu kesimpulan dan sekaligus diputuskan untuk dijadikan hipotesis penelitian yang dirumuskan sebagai berikut:

Ho : Tidak terdapat perbedaan hasil belajar kimia siswa antara yang

diberikan pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS.

Ha : Terdapat perbedaan hasil belajar kimia siswa antara yang diberikan


(1)

LAMPIRAN 7

PERHITUNGAN UJI NORMALITAS POSTTEST KELAS EKSPERIMEN PERTAMA

No. Xi f Zn Zi Zt Fz Sz |Fz – Sz| 1 67 3 3 -1,61 0,4463 0,0537 0,088 0,0343 2 70 3 6 -1,09 0,3621 0,1379 0,176 0,0381 3 73 8 14 -0,57 0,2157 0,2843 0,412 0,1277 4 77 9 23 0,13 0,0596 0,5596 0,676 0,1164 5 80 6 29 0,65 0,2422 0,7422 0,853 0,1108 6 83 3 32 1,17 0,3790 0,879 0,941 0,062 7 87 1 33 1,87 0,4693 0,9693 0,971 0,0017

8 90 1 34 2,39 0,4936 0,9936 1 0,0064

Jumlah 34

(untuk n > 30)

Dari uji normalitas dengan uji Lielifors menunjukkan bahwa Lhit < Ltab (0,1277 < 0,152),

makadapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.

Perhitungan Zi didapatkan dari rumus , salah satu contoh perhitungannnya yaitu:

Nilai Fz di dapat dari : 0,5 + Zt (untuk nilai Zi positif) : 0,5 – Zt (untuk nilai Zi negatif)


(2)

PERHITUNGAN UJI NORMALITAS POSTTEST KELAS EKSPERIMEN KEDUA

No. xi f Zn Zi Zt Fz Sz |Fz – Sz| 1 60 3 3 -2,04 0,4793 0,0207 0,088 0,0673 2 63 4 7 -1,37 0,4147 0,0853 0,206 0,1207 3 67 9 16 -0,47 0,1808 0,3192 0,470 0,1508 4 70 6 22 0,19 0,0754 0,5754 0,647 0,0716 5 73 8 30 0,87 0,3078 0,8078 0,882 0,0742

6 77 4 34 1,77 0,4616 0,9616 1 0,0384

Jumlah 34

(untuk n > 30)

Dari uji normalitas dengan uji Lielifors menunjukkan bahwa Lhit < Ltab (0,1508 < 0,152),

makadapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.

Perhitungan Zi didapatkan dari rumus , salah satu contoh perhitungannnya yaitu:

Nilai Fz di dapat dari : 0,5 + Zt (untuk nilai Zi positif) : 0,5 – Zt (untuk nilai Zi negatif)


(3)

LAMPIRAN 8

PERHITUNGAN UJI HOMOGENITAS

1. Varians kelas XI IPA 6 (eksperimen pertama)

2. Varians kelas XI IPA 7 (eksperimen kedua)

Dilakukan interpolarisasi untuk mendapatkan ftab

df pembilang : 34 – 1 = 33 df penyebut : 34 – 1 = 33 F(30,34) = 1,80

F(32,40) = 1,76

Berdasarkan rumus diatas didapatkan hasil F hitung≤ F tabel dengan taraf signifikansi α


(4)

LAMPIRAN 9

PERHITUNGAN UJI HIPOTESIS UJI-t

Uji-t dapat di hitung dengan cara :

Ho = µ

Ha ≠ µ

df = n1 + n2 - 2 = 34 + 34 – 2 = 66

Dilakukan interpolarisasi untuk mendapatkan ttab :

t(60,95%) = 2,00

t(120,95%) = 1,980


(5)

Berdasarkan uji-t posttest menunjukkan bahwa thit > ttab (5,724 > 1,99) dengan df = 66

(melalui interpolasi), pada derajat signifikansi 95%. Maka dapat disimpulkan bahwa kedua kelas berbeda nyata (Ho ditolak dan Ha diterima).


(6)

Lampiran 5

1 AMALIA WIDIASTUTI 67 1 AJI PANUNGGAL 67

2 DIMAS HADI KUSUMA 73 2 FASYA FEBRIANI 73

3 DINA FAUZIA 77 3 MELISA ANDRIANI 77

4 DITA ASRTRI R. 67 4 MOH. FAISAL 60

5 ELYA DAMAYANTI 70 5 MUHAMMAD BANI PRATAMA 70

6 FALDHY HAZRIAN 87 6 MUHAMMAD LUTHFI AZIZ 67

7 FENNY DELIYANTI 73 7 NOVAL HUDIYA 70

8 HANA FATASIA 77 8 NURMALA DAMAYANTI 77

9 HIKARI AZIZAH H.P. 70 9 NYOMAN R.S AJENG 73

10 ILFI WULANDARI 80 10 PUTRI AMELIA 67

11 IMAM ZULFIR R. 83 11 PUTRI MAHARANNI 67

12 INDAH WIDYASARI 80 12 PUTU LEONALDY PRANATA 70

13 INDIPHA YALAMAYOSA 73 13 RAHDIANOV FIKRI 70

14 KARTIKA THEODORA 83 14 RENO WILANDA 67

15 LARASSUCI WULANDARI 67 15 RIFQY MAULANA 70

16 LOLITA MAYANGSARI 77 16 RINA FEBRIANI 60

17 LUTHFI SURYA RAMADAN 77 17 RISKA ARDIANA 60

18 M. REZA RUSMAN 77 18 RIZKA DIANA IRFIN 73

19 MADA RAHARJO 90 19 RIZKY HARRY SETIAWAN 77

20 MARGARETHA AMANDA 77 20 RIZQI KOESOEMA ATMAJA 77 21 MEILIA PUSPITA SARI 77 21 SARAH FEBRIYANTI 67 22 META BUDIALIS 73 22 SINDI MULYA KUNTAMANIK 73 23 MIRANTI APRI HILDA 80 23 SITI RIZKA AMALIA 67 24 MIRINDHA ZHEICILYA 77 24 SRI DEWI FATIMAH 63 25 MUHAMAD ADNAN K. 83 25 THERRY BILALESA FOHAN 73

26 MUHAMMAD ICHSAN 73 26 TIERA ALTA MEILANI 63

27 NADIA ULFAH 80 27 TIFFANY DEANIDIA 63

28 NOVITA DEWI A. 80 28 TRI SURYA MAHARANI 70

29 NOVITADAYANTI 70 29 TRISNA TARMIZI 63

30 RANDY EKA PRANA 73 30 ULFIYANI HILMYYATUNNISA 67

31 REGINA BASARIAH P. 77 31 WINDA SINTAWATI 73

32 RYAN NANDA WHENDY 73 32 YOHANES 73

33 S. ATHIRAH ZAHRA 80 33 YUDHA BAKTI PERMANA 73 34 SERVIE RIZKY UTAMI 73 34 YURINO SUBIYANTO 67

KELAS XI IPA 7 (KONTROL) NILAI ULANGAN LAJU REAKSI

No. Nama Nilai No. Nama Nilai


Dokumen yang terkait

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR BIOLOGI ANTARA SISWA YANG BELAJAR MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DENGAN TIPE TPS

0 3 79

Perbedaan hasil belajar siswa atara model pembelajaran NHT (numbered head together) dengan stad (student team achievment division pada konsep laju reaksi)

3 10 173

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD MENGGUNAKAN MEDIA POWER POINT TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA PADA KONSEP IKATAN KIMIA (Kuasi Eksperimen di SMA Dharma Karya UT Tangerang Selatan)

0 13 259

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA ANTARA PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MODEL KOOPERATIF TIPE TPS DAN TIPE NHT ( Studi Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Natar Lampung Selatan Semester Genap Tahun Pelajaran 2010/2011)

0 7 36

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

11 75 34

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT DAN TIPE TPS

0 6 11

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR AND SHARE (TPS) DAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DENGAN MEMPERHATIKAN MINAT BELAJAR SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP

0 5 93

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR KIMIA SISWA YANG MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (STUDENTS TEAM ACHIEVEMENTS DIVISION) DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA POKOK BAHASAN IKATAN KIMIA.

0 2 22

PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI DAN CRH MENGGUNAKAN MEDIA FLASH CARD TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA.

1 4 22

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT MENGGUNAKAN MEDIA KARTU KERJA TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA PADA MATERI HIDROKARBON.

0 9 12