Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe roundtable terhadap hasil belajar Matematika siswa jenjang analisis dan sintesis

(1)

TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

JENJANG ANALISIS DAN SINTESIS

Disusun Oleh:

SITI MARIAM 105017000481

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Siti mariam

NIM : 105017000481

Jurusan : Pendidikan Matematika

Angkatan Tahun : 2005 / 2006

Alamat : Jl. Pesanggrahan No.40 RT 03/03, Ciputat Timur, Tangerang Selatan

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe Roundtable Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Jenjang Analisis dan Sintesis adalah benar hasil karya sendiri dibawah bimbingan dosen :

1 Nama : Dr. Kadir, M.Pd

NIP : NIP. 19670812 199402 1 001 Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

2 Nama : Cecep Anwar HFS, M.Si

NIP : 19810105 200812 1 001 Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila ternyata skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, Juni 2011 Yang Menyatakan


(3)

Skripsi berjudul ”Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Roundtable Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Jenjang Analisis dan Sintesis”, disusun oleh Siti Mariam, Nomor Induk Mahasiswa 10501700081, Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, Juni 2011

Yang Mengesahkan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Kadir, M.Pd Cecep Anwar HFS, M.Si NIP. 19670812 199402 1 001 NIP. 19810105 200812 1 001


(4)

Skripsi berjudul ”Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Roundtable Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Jenjang Analisis dan Sintesis” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam ujian munaqasah pada tanggal 21 Juni 2011 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Matematika.

Jakarta, Juni 2011

Panitia Ujian Munaqasah

Tanggal Tanda Tangan

Ketua Panitia (Ketua Jurusan)

Maifalinda Fatra, M.Pd ... ... NIP. 19700528 199603 2 002

Sekretaris Jurusan

Otong Suhyanto, M.Si ... ... NIP. 19681104 199903 1 001

Penguji I

Dra. Afidah Mas’ud ... ... NIP. 19610926 198603 2 004

Penguji II

Firdausi, S.Si, M.Pd ... ... NIP. 19690629 200501 1 003

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A NIP. 19571005 198703 1 003


(5)

i

Kooperatif Tipe Roundtable Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Jenjang Analisis dan Sintesis". Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Juni 2011.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Roundtable terhadap hasil belajar matematika siswa Jenjang Kognitif analisis dan sintesis. Penelitian ini dilakukan di SMK Triguna Utama Tangerang Selatan Tahun Ajaran 2010/2011. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan desain penelitian

The Post-test Only Control Group Design. Subyek penelitian ini adalah 145 siswa yang terdiri dari 74 siswa untuk kelas eksperimen dan 71 siswa untuk kelas kontrol yang diperoleh dengan teknik cluster random sampling pada siswa kelas XI. Setelah diberikan perlakuan, diperoleh nilai tes hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan segitiga dan segiempat. Berdasarkan perhitungan uji hipotesis jenjang analisis, diperoleh thilung > tlabel (2,85 > 1,98) sehingga secara khusus, rata-rata hasil belajar matematika siswa jenjang analisis kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol, selanjutnya untuk jenjang sintesis, diperoleh

thilung < tlabel (0,59 < 1,98) sehingga secara parsial, rata-rata hasil belajar matematika siswa jenjang sintesis kelas kontrol lebih tinggi daripada kelas eksperimen. Secara keseluruhan, rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Roundtable sebesar 58,39 sedangkan rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran klasikal sebesar 48,29, berdasarkan perhitungan diperoleh thilung >

tlabel (2,88 > 1,98). Dengan demikian, rata-rata hasil belajar matematika siswa jenjang analisis dan sintesis yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Roundtable lebih tinggi dari rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional.


(6)

ii

SITI MARIAM (105017000481), "The Effect of Cooperative Learning Model roundtable Type to Students’ Mathematics Learning Outcomes Level Analysis and Synthesis,". Skripsi for Math Education, Faculty of Tarbiya and Teaching Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, June 2011.

The purpose of this research is to analyzes the effect of cooperative learning model with roundtable type to student’s mathematics learning outcomes Cognitive Level Analysis and Synthesis. The research was conducted at SMK Triguna Utama Tangerang Selatan for academic year 2010/2011. The method used in this research is quasi experimental method with The Post-test Only Control Group Design. Subject for this research are 145 students consist of 74 students for experimental group and 71 students for control group which selected in cluster random sampling technique. After being given treatment obtained the test scores of students mathematics learning outcomes at the subject of triangle and square. Base on statistic from analysis level, resulted thilung > tlabel (2,85 > 1,98) so specifically, mean score of students mathematics learning outcomes analysis level at eksperiment class higher than control class, next to Synthesis level, resulted thilung < tlabel (0,59 < 1,98) so specifically, mean score of students

mathematics learning outcomes synthesis level at control class higher than eksperiment class. Overall for Student’s mathematics learning outcomes who taught with cooperative learning model roundtable type have mean score of students mathematics learning outcomes is 58,39 but the students who taught with classical learning model is 48,29. Base on statistic resulted thimng > ttabel (2,88 > 1,98), so the students who taught with have cooperative learning model roundtable type mean score of students mathematics learning outcomes step analysis, and synthesis higher than who taught with konventional learning model.


(7)

iii

Sembah dan sujud syukur kepada Allah SWT yang Maha Kuasa yang telah menciptakan bumi ini beserta isinya. Dialah yang menciptakan manusia sebagai makhluk yang sempurna dan memposisikan sebagai khalifah di muka bumi ini.

Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah menyampaikan risalahnya dan mengajarkan kepada umat manusia tentang kebaikan yang akan tetap abadi sampai akhir zaman. Penulis bersyukur karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, skripsi ini dengan judul "Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Roundtable terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Tahap Analisis, Sintesis dan Evaluasi" dapat diselesaikan dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan di Universitas Islam negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Usaha penulis dalam rangka penulisan skripsi ini sudah sangat maksimal, namun penyusunan skripsi ini tidak akan terwudud tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Bapak Drs. Otong Suhyanto, M.Si selaku dosen dan sekretaris jurusan Matematika yang telah membimbing selama perkuliahan dan penyusunan skripsi berlangsung.

4. Bapak Dr. Kadir, M.Pd selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan banyak waktunya untuk memberikan bimbingan dengan sangat sabar.

5. Bapak Cecep AHFS, M..Si selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktunya juga dalam memberikan bimbingan.

6. Seluruh dosen dan staf Jurusan Pendidikan Matematika, semoga segala ilmu dan pengarahan yang diberikan dapat bermanfaat.


(8)

iv dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Suamiku tercinta (Rahmat Hidayat) dan anakku tersayang (Fildza) yang selalu

mendo’akan, memotivasi dan telah sabar serta ikhas menunggu Umi bimbingan ke Kampus.

9. Bapak Mardias, Bapak Latif, dan Ibu Moly serta keluarga besar SMK Triguna Utama Tangerang Selatan yang telah membantu dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian di SMK Triguna Utama Tangerang Selatan.

10.Sahabat-sahabat terbaikku Sakinah, Hanny, Bilgis, Irna, Nilma, Eva, Ida, Yeti serta para keluarganya, juga seluruh kelas A dan kelas B PMtk angkatan 2005 terima kasih atas bantuan kalian selama ini, semoga persahabatan kita kekal dunia akhirat.

11.Saudara-saudaraku di LDK Syahid yang telah membuatku tersadar akan ajaran Islam yang sesungguhnya dan yang selalu berjuang dalam Amar ma’ruf Nahi Munkar agar selalu diberikan keistiqomahan.

12.Mama dan Papa mertua, kakak-adik ipar, serta Om yadi, Kanda, Ommi yang turut membantu dan memberikan motivasi yang luar biasa dalam penyelesaian skripsi ini, serta teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih untuk semuanya.

Akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan, semoga skripsi ini bermanfaat bagi teman-teman mahasiswa umumnya dan bagi penulis khususnya. Sebagai manusia yang tidak sempurna, maka dengan senang hati penulis akan menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi sempurnanya skripsi ini. Alhamdulillahirrabbilalamin

Jakarta, Juni 2011


(9)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II LANDASAN TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Landasan Teoretik ... 8

1. Hasil Belajar Matematika ... 8

a. Pengertian Belajar ... 8

b. Pengertian Matematika... 10

c. Hasil Belajar Matematika ... 13

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar .... 18

2. Model Pembelajaran Kooperatif ... 19

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif ... 19

b. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif ... 22

c. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif ... 23

d. Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif ... 26


(10)

vi

3. Strategi pembelajaran konvensional ... 31

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 32

C. Kerangka Berpikir ... 33

D. Pengajuan Hipotesis Penelitian ... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 35

1. Populasi ... 35

2. Sampel ... 35

C. Metode dan Desain Penelitian ... 35

D. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ... 38

1. Variabel Penelitian ... 38

2. Sumber Data ... 38

3. Instrumen Penelitian... 38

E. Teknik Analisis Data ... 43

1. Uji normalitas ... 43

2. Uji homogenitas ... 44

3. Uji hipotesis ... 45

F. Hipotesis Statistik ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 52

1. Hasil Belajar Matematika Siswa tahap Analisis dan Sintesis Kelompok Eksperimen ... 52

2. Hasil Belajar Matematika Siswa tahap Analisis dan Sintesis Kelompok Kontrol ... 56

B. Hasil Pengujian Persyaratan Analisis... 60

1. Uji Normalitas Tes Hasil Belajar tahap Analisis dan Sintesis ... 60

a. Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 60


(11)

vii

2. Uji Homogenitas Tes Hasil Belajar Matematika Siswa

Tahap Analisis dan Sintesis ... 62

C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan ... 63

1. Pengujian Hipotesis ... 63

2. Pembahasan ... 65

D. Keterbatasan Penelitian ... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73


(12)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif ... 26

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian ... 36

Tabel 3.2 kisi-kisi instrumen tes ... 39

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Siswa tahap Analisis Kelas Eksperimen ... 52

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Siswa tahap Sintesis Kelas Eksperimen ... 53

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Siswa tahap Analisis dan Sintesis Kelas Eksperimen ... 54

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Siswa tahap Analisis Kelas Kontrol ... 556

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Siswa tahap Sintesis Kelas Kontrol ... 57

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Siswa tahap Analisis dan Sintesis Kelas Kontrol ... 57

Tabel 4.7 Perbandingan Hasil Belajar Matematika Siswa tahap Analisis dan Sintesis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 59

Tabel 4.8 Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Normalitas ... 62

Tabel 4.9 Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ... 63


(13)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Dimensi Kognitif Dalam Taksonomi Bloom Yang Telah Direvisi 15 Gambar 2.2 Hasil yang Diperoleh Pelajar dari Cooperative Learning ... 23 Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian ... 37 Gambar 4.1 Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil belajar

Matematika Siswa Kelas Eksperimen ... 55 Gambar 4.2 Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil Belajar

Matematika Siswa Kelas Kontrol... 57 Gambar 4.3 Proses Pembejaran dengan Metode Penemuan Roundtable ... 67


(14)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 76

Lampiran 2. Lembar Kerja Siswa ... 88

Lampiran 3. Jawaban Lembar Kerja Siswa ... 114

Lampiran 4. Soal Uji Coba Hasil Belajar Jenjang Analisis dan Sintesis... 124

Lampiran 5. Jawaban Soal Uji Coba Hasil Belajar Jenjang Analisis dan Sintesis ... 127

Lampiran 6. Soal Post Test Segitiga dan Segiempat ... 131

Lampiran 7. Uji Validitas ... 133

Lampiran 8. Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal ... 134

Lampiran 9. Perhitungan Daya Pembeda Soal ... 135

Lampiran 10. Uji Reliabilitas ... 136

Lampiran 11. Hasil Belajar Matematika Jenjang Analisis dan Sintesis Kelas Eksperimen ... 137

Lampiran 12. Hasil Belajar Matematika Siswa tahap Analisis, sintesis dan Evaluasi Kelas Kontrol ... 139

Lampiran 13. Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen ... 141

Lampiran 14. Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen Jenjang analisis... 143

Lampiran 15. Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen Jenjang Sintesis ... 145

Lampiran 16. Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol ... 147

Lampiran 17. Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol Jenjang Analisis ... 149

Lampiran 18. Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol Jenjang Sintesis ... 151

Lampiran 19. Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 153

Lampiran 20. Perhitungan Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 155

Lampiran 21. Perhitungan Uji Homogenitas ... 157


(15)

xi

Lampiran 23. Daftar Pertanyaan Wawancara Pra Penelitian... 159 Lampiran 24. Hasil Wawancara Pra Penelitian ... 160


(16)

1

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi (khalifatullah fil-ard) dan sekaligus sebagai „ibadah kepada-Nya, hal ini terdapat dalam firman Allah QS. Al-Baqarah : 30 dan Az-Zariyat : 56







































































Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."















Artinya: 56. Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

Pendidikan juga merupakan salah satu asset terpenting dalam kehidupan manusia, dengan pendidikan pola pikir dan pengetahuan manusia menjadi berkembang sehingga IPTEK semakin maju. Abu Ahmadi


(17)

mengemukakan bahwa: “tujuan dari pendidikan itu ingin menimbulkan atau menyempurnakan perilaku dan membina kebiasaan sehingga siswa terampil

menjawab tantangan situasi hidup secara manusiawi”1

. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang pada hakikatnya pendidikan itu bertujuan untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 berbunyi:

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab.2 Oleh karena itu, maju mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh kreativitas pendidikan bangsa itu sendiri dan kompleksnya masalah kehidupan menuntut sumber daya manusia yang handal dan mampu berkompetensi. Selain itu, pendidikan merupakan wadah kegiatan yang dapat dipandang sebagai pencetak sumber daya manusia yang bermutu tinggi.

Salah satu bentuk pendidikan formal adalah sekolah. Sekolah merupakan tempat siswa menimba ilmu. Di sekolah, siswa diharapkan dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku pada setiap jenjang pendidikan. Salah satu pelajaran yang ada pada setiap jenjang pendidikan mulai Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) bahkan di bangku kuliah pun adalah pelajaran matematika.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional (UN) yang turut mempengaruhi kelulusan siswa di satuan pendidikannya, Ini pertanda bahwa matematika merupakan pelajaran yang sangat penting, karena matematika merupakan salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan suatu pertanda intelegensi

1

Nurul Huda, Konsep Pendidikan Al-fitrah dalam Al-qur’an, (tesis program pasca sarjana magister studi Islam Universitas Muhamadiyah Surakarta, 2006), hlm. 8.

2

Undang-Undang Guru dan Dosen UU RI No. 14 Th. 2005 & Undang-Undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) UU RI No.20 Th. 2003, (Jakarta: Penerbit Asa Mandiri, 2006), hlm. 53.


(18)

manusia. Oleh karena itu, matematika sangat diperlukan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk menghadapi kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Ironisnya, matematika merupakan mata pelajaran yang kurang diminati oleh sebagian siswa. Tidak sedikit siswa yang menyatakan bahwa matematika merupakan mata pelajaran sulit dan susah untuk dipahami. Terlontarnya pernyataan negatif siswa tentang matematika mencerminkan sikap penolakan siswa terhadap matematika. Jika sikapnya saja menolak, maka dapat kita prediksikan prestasi belajar matematikanya pun akan rendah.

Rendahnya hasil belajar matematika siswa juga terjadi pada siswa kelas XI SMK Triguna Utama Tangerang Selatan. Berdasarkan hasil observasi langsung, dari empat kelas yang dijadikan sampel diperoleh nilai rata-rata ulangan matematika siswa masing-masing sebesar 49.40, 50.07, 50.10 dan 55.00, Hasil wawancara dengan guru bidang studi matematika pun menyebutkan bahwa nilai di atas akan lebih rendah jika soal-soal yang diberikan adalah soal dengan tingkatan analisis dan sintesis karena begitu banyak kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam pembelajaran matematika, salah satunya adalah jumlah siswa yang terlalu banyak dan beban materi yang terlalu banyak dengan waktu yang terbatas. sehingga menyebabkan pembelajaran cenderung berpusat pada guru (teacher centered). Hal ini senada dengan Rochmad3 yang menyatakan bahwa pembelajaran matematika di Indonesia selama ini masih berpusat pada guru. Banyak guru dalam kegiatan mengajar belajar matematika di kelas kurang menekankan pada aspek kemampuan siswa dalam menemukan kembali konsep-konsep dan struktur-struktur matematika berdasar pengalaman siswa sendiri. Pada bagian lain dalam Rochmad, Ratumanan berpendapat bahwa pembelajaran matematika di Indonesia bersifat behavioristik dengan penekanan pada transfer pengetahuan dan hukum latihan. Guru mendominasi kelas dan menjadi sumber utama

3

Rochmad, Tinjauan filsafat dan psikologi konstruktivisme: Pembelajaran matematika yang melibatkan penggunaan pola pikir induktif-deduktif, http://www.rochmad-unnes.blogspot.com [22 september 2010]


(19)

pengetahuan, kurang memperhatikan aktivitas aktif siswa, interaksi siswa, negosiasi makna, dan konstruksi pengetahuan.

Seiring dengan berkembangnya zaman, guru masa kini dituntut untuk kreatif dan inovatif dalam memilih dan mengembangkan metode pembelajaran. Tujuannya adalah agar pembelajaran yang dihasilkan berlangsung efektif, memenuhi kebutuhan belajar siswa, dan memaksimalkan potensi belajar siswa. Menurut Sardiman, guru merupakan fasilitator pembelajaran yang memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar mengajar.4 membimbing penelusuran siswa, mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bisa memperluas pemahaman mereka, dan mendorong siswa untuk menyampaikan pemikiran mereka itu.

Dari permasalahan yang telah dipaparkan, maka perlu adanya perubahan pada proses pembelajaran. Tidak lagi dengan cara yang klasik (pembelajaran konvensional) yaitu pengajaran berpusat pada guru sehingga pembelajaran di kelas-kelas terlihat monoton, tetapi dapat dilakukan pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, menyenangkan serta dapat mengatasi perbedaan individual siswa, sehingga pembelajaran dirasakan lebih bermakna bagi siswa.

Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat mendorong tumbuhnya rasa senang siswa terhadap suatu pelajaran, sehingga akan meningkatkan motivasi dalam mengerjakan tugas dan memberikan kemudahan bagi siswa untuk memahami pelajaran sehingga siswa dapat mencapai hasil belajar yang lebih baik.5 Diantara beberapa model pembelajaran yang ada, salah satunya adalah pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Pembelajaran kooperatif digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain,

4

Sardiman A.M, interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 146.

5


(20)

siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain. Model pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia.6

Dalam Journal for Research in Mathematics Education menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan peralatan yang kuat untuk meningkatkan kepercayaan diri sebagai seorang pembelajar, pemecah masalah dan untuk memperkuat integrasi yang sebenarnya diantara berbagai macam siswa.7 Maka pembelajaran kooperatif merupakan salah satu alternatif pengajaran yang dapat diterapkan di sekolah pada pengajaran di kelas, sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.

Salah satu metode dari model pembelajaran kooperatif adalah tipe

Round Table, dimana meja disusun berbentuk bundar, dan siswa mengerjakan suatu tugas dari guru. Dalam pembelajaran round table, setiap kelompok mengerjakan tugas yang dibuat oleh guru dalam waktu yang telah ditentukan, kemudian soal diputar untuk kelompok yang berikutnya dan begitu seterusnya.

Batasan pengertian penerapan pembelajaran tipe roundtable adalah kegiatan belajar mengajar secara kelompok kecil dimana meja disusun dengan formasi bundar atau melingkar, setiap kelompok diberikan soal buatan guru untuk dikerjakan oleh kelompok di meja masing-masing. Setelah itu setiap kelompok merumuskan soal baru yang mirip dengan buatan guru dengan taraf kesulitan yang berbeda, untuk selanjutnya diputar secara berurutan.

Dari latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan, dalam penelitian ini peneliti mengambil sebuah judul yaitu: “Pengaruh Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Roundtable terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Jenjang Analisis dan Sintesis”.

6

Isjoni, Cooperative Learning: Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok, (Bandung: Alfabeta, 2009), Cet.II, h.16-17.

7

Sholomo Sharan, Handbook of Cooperative Learning, (Yogyakarta: imperium, 2009), h.349.


(21)

B. Identifikasi Masalah

Dari apa yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah, maka timbul berbagai macam permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Siswa beranggapan bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit. 2. Rendahnya hasil belajar matematika siswa jenjang analisis, dan sintesis. 3. Pembelajaran matematika masih cenderung berpusat pada guru.

C. Pembatasan Masalah

Dengan banyaknya permasalahan yang muncul dalam identifikasi masalah, penulis dalam hal ini membatasi permasalahan yang hendak diteliti pada poin kedua yaitu rendahnya hasil belajar matematika siswa jenjang analisis, dan sintesis. Untuk mengatasi permasalahan tersebut akan diterapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Roundtable.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah maka rumusan masalah yang dipilih, yaitu:

1. Bagaimana hasil belajar matematika siswa jenjang analisis dan sintesis dalam pembelajaran Matematika dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Roundtable?

2. Apakah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Roundtable berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa jenjang analisis dan sintesis?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini adalah

1. Mendapatkan informasi tentang hasil belajar matematika siswa jenjang analisis dan sintesis yang menggunakan pembelajaran Matematika dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Roundtable


(22)

2. Mengetahui “Apakah terdapat pengaruh pembelajaran dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Roundtable terhadap hasil belajar matematika siswa jenjang analisis dan sintesis?”

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini di antaranya adalah:

1. Bagi penulis, dari hasil penelitian ini penulis dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan dapat memberikan sumbangsih terhadap khazanah ilmu pengetahuan.

2. Sebagai alternatif solusi bagi guru dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa tahap analisis, sintesis dan evaluasi.

3. Bagi sekolah, hasil penelitian diharapkan akan memberikan sumbangan yang baik pada sekolah dalam rangka perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan.


(23)

8

PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Landasan Teoretik

1. Hasil Belajar Matematika a. Pengertian Belajar

Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, maka kita tidak bisa lepas dari belajar. Belajar juga sangat erat kaitannya dengan pendidikan. Banyak pakar pendidikan mendefinisikan belajar. Menurut Morgan belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.1 Sedangkan Sobry Sutikno mengartikan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.2 Lester D. Crow mengemukakan

”belajar ialah upaya untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan,

pengetahuan, dan sikap-sikap.”3 James L. Mursell mengemukakan

”belajar ialah upaya yang dilakukan dengan mengalami sendiri,

menjelajahi, menelusuri, dan memperoleh sendiri.”4

Berarti seseorang dikatakan belajar jika mengalami perubahan sebagai hasil dari pengalaman yang dialaminya sendiri. Perubahan dalam tingkah laku dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik tetapi dapat juga ke arah yang lebih buruk. Karena perubahan tingkah laku ini sangat dipengaruhi oleh interaksi seseorang dengan lingkungannya.

1

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), Cet. XIX, h. 84.

2

Pupuh Fathurrahman dan Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar: Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Konsep Umum & Konsep Islami, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2007), Cet.1, h. 5.

3

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2008), Cet. VI, h. 13.

4


(24)

Selain itu, pengertian belajar adalah proses perubahan perilaku, dimana perubahan perilaku tersebut dilakukan secara sadar dan bersifat menetap, perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan dalam hal kognitif, afektif, dan psikomotor.5 Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan dengan adanya perubahan dalam perilaku seseorang yang relatif menetap dan merupakan hasil dari interaksi dengan lingkungannya. Dengan belajar seseorang akan mendapatkan sesuatu hal baru yang merupakan hasil dari kegiatan belajar.

Dari proses belajar maka akan menghasilkan hasil belajar. Untuk menjadikan kegiatan belajar dapat mencapai hasil yang diinginkan, maka diperlukan pengetahuan tentang prinsip-prinsip belajar yaitu:6

1) Prinsip belajar adalah perubahan perilaku

Perubahan perilaku memiliki ciri positif, artinya perubahan perilaku diharapkan dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik. Untuk dapat dikatakan belajar, maka perubahan itu membutuhkan waktu yang cukup panjang. Selain itu, setiap individu harus melakukan sendiri pada proses belajarnya, karena belajar tidak bisa diwakilkan oleh orang lain. Jadi setiap individu harus terlibat secara langsung untuk mengalaminya.

2) Belajar merupakan proses

Belajar terjadi karena didorong oleh kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Dalam mencapai tujuan tersebut maka ada proses yang cukup panjang yang harus dilaluinya. Sehingga proses tersebut bermakna bagi yang mengalaminya.

3) Belajar merupakan bentuk pengalaman

Dalam proses belajar perubahan perilaku bersifat relatif permanen atau tetap, yang terjadi karena pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah hasil dari interaksi antara siswa dengan lingkungannya atau

5

Asep Herry Hernawan, dkk., Belajar dan Pembelajaran SD, (Bandung: UPI Press, 2007), Cet.1, h. 2.

6

Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 4.


(25)

hal yang pernah dialami. Maka dalam belajar, lingkungan sekitar sangat mempengaruhi hasil dari belajar.

b. Pengertian Matematika

Terdapat banyak pendapat mengenai definisi matematika, sehingga belum ada kesepakatan mengenai definisi tunggal matematika. Ada yang mengatakan bahwa matematika adalah bahasa simbol, bahasa numerik, ilmu yang absrtak dan sebagainya. Matematika berasal dari bahasa Yunani mathematike yang berarti “relating to learning”. Perkataan itu,

mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Perkataan mathematike sangat erat hubungannya dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathanein yang mengandung arti belajar (berpikir).7

Menurut Russeffendi berdasarkan asal katanya, perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran.8 Jadi berdasarkan asal katanya, matematika berarti pengetahuan yang diperoleh dengan berpikir (bernalar). Beberapa ahli mendefinisikan pengertian tentang matematika. Diantaranya menurut James dan James dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri.9 Sedangkan Soejadi memandang bahwa matematika merupakan ilmu yang bersifat abstrak, aksiomatik, dan deduktif.10

7

Erman Suherman, Common Text Book Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. (Bandung: JICA-UPI, 2001), h. 17.

8 Erna Suwangsih, Model Pembelajaran Matematika…, h. 3. 9 H. Erman Suherman, Common Text Book ,…h. 17.

10

Hamzah B Uno, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 129


(26)

Seperti dijelaskan bahwa menurut James dan James bahwa matematika adalah ilmu logika, logika dalam matematika merupakan dasar terbentuknya matematika. Karena dengan logika atau proses berpikir terbentuklah konsep-konsep matematika. Agar konsep-konsep tersebut dapat dipahami dengan mudah maka digunakan bahasa matematika atau notasi matematika. Selain itu Soejadi mengatakan bahwa salah satunya matematika bersifat deduktif. Pola pikir deduktif disini dapat diartikan sebagai pola pikir dari hal yang bersifat umum menuju hal yang bersifat khusus. Seorang siswa telah paham mengenai konsep persegi panjang yang telah diajarkan gurunya di sekolah. Saat siswa tersebut berada di pameran lukisan, ia dapat membedakan figura yang berbentuk persegi panjang dengan yang bukan. Maka siswa tersebut pada waktu menunjuk figura telah menggunakan pola pikir deduktif yang sederhana.

NRC (National Research Council) di Amerika Serikat menyatakan

dengan singkat bahwa: “Mathematics is a science of patterns and order.”11

Artinya, matematika adalah ilmu yang membahas pola atau keteraturan (pattern) dan tingkatan (order). Sedangkan, De Lange menyatakan lebih terinci:

Mathematics could be seen as the language that describes patterns

– both patterns in nature and patterns invented by the human mind. Those patterns can either be real or imagined, visual or mental, static or dynamic, qualitative or quantitative, purely utilitarian or of little more than recreational interest. They can arise from the world around us, from depth of space and time, or from the inner workings of the human mind.12

Artinya matematika dapat dilihat sebagai bahasa yang menjelaskan tentang pola – baik pola di alam dan maupun pola yang ditemukan melalui pikiran. Pola-pola tersebut bisa berbentuk real (nyata) maupun berbentuk imajinasi, dapat dilihat atau dapat dalam bentuk mental, statis atau dinamis, kualitatif atau kuantitatif, asli berkait dengan kehidupan nyata

11 Fadjar Shadiq, “Apa dan Mengapa Matematika Begitu Penting”, dari

www.fadjarp3g.files.wordpress.com , 1 Februari 2009, 10:01 WIB, h. 6.

12


(27)

sehari-hari atau tidak lebih dari hanya sekedar untuk keperluan rekreasi. Hal-hal tersebut dapat muncul dari lingkungan sekitar, dari kedalaman ruang dan waktu, atau dari hasil pekerjaan pikiran insani.

Dari beberapa pendapat di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis yang mengekspresikan hubungan antara pola-pola, baik pola di alam, maupun pola yang ditemukan melalui proses berpikir.

Salah satu karakteristik matematika adalah memiliki objek kajian abstrak. Objek dasar itu meliputi:

1) Fakta

Fakta dalam matematika merupakan kesepakatan yang dapat disajikan

dalam bentuk lambang atau simbol. Sebagai contoh, kata”dua” disimbolkan dengan “2”, kata “tiga tambah empat” disimbolkan dengan “3+4”.

2) Konsep

Adalah ide abstrak yang memungkinkan orang mengelompokkan objek-objek atau peristiwa-perstiwa ke dalam contoh dan non contoh.

Sebagai contoh geometri “trapesium adalah segiempat yang tepat sepasang sisinya sejajar” atau “segiempat yang terjadi jika sebuah

segitiga dipotong oleh sebuah garis sejajar salah satu sisinya disebut

trapesium”. Dengan adanya konsep tersebut, maka kita dapat

memisahkan apakah bangun tersebut trapesium atau bukan. 3) Keterampilan/Skill

Maksud dari keterampilan disini adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar. Misalnya dalam aritmetika-aljabar adalah penjumlahan, pengurangan, pengambilan akar dan masih banyak lagi. Sedangkan contoh dalam geometri adalah membagi dua sama besar sebuah sudut, menjumlahkan ukuran dua sudut.

4) Prinsip

Prinsip dalam matematika merupakan objek dasar matematika yang paling kompleks karena dapat memuat fakta, konsep dan skill. Prinsip


(28)

ini dapat berupa teorema, lemma, sifat, hukum, dan sebagainya.

Contohnya ialah, “dua buah segitiga sama dan sebangun bila dua sisi yang seletak dan sudut apitnya kongruen”.

Aspek penilaian yang terdapat dalam pembelajaran matematika atau disebut juga daya matematis siswa terbagi menjadi 4 bagian, yaitu pemacahan masalah (problem solving), komunikasi (communication), penalaran (reasoning) dan koneksi (connections).13 Untuk mencapai aspek penilaian tersebut dibutuhkan proses yang panjang. Sehingga dalam pembelajaran matematika perlu adanya proses pembelajaran yang tepat agar daya matematis siswa dapat berkembang sesuai dengan yang diharapkan.

Matematika merupakan mata pelajaran yang selalu ada pada setiap jenjangnya. Artinya matematika memiliki peranan penting bagi ilmu pengetahuan. Sebagai contoh, didalam kehidupan ini kita tidak bisa lepas dari matematika. Salah satu cabang dari matematika adalah aritmatika atau berhitung. Dalam transaksi jual beli, menghitung lama perjalanan, maka kita memerlukan proses perhitungan. Begitu juga di Islam untuk mengerjakan shalat lima waktu, memberikan zakat, membagi harta waris (mawaris) perlu perhitungan yang tepat. Selain itu, pada abad ke-21 ini perkembangan matematika telah dimanfaatkan oleh beberapa negara maju dalam meningkatkan dan menguasai tekhnologi.

c. Hasil Belajar Matematika

Dari proses belajar maka akan menghasilkan hasil belajar. Selama ini hasil belajar merupakan cerminan dari keberhasilan proses belajar yang dilakukan. Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang

membentuknya, yaitu ”hasil” dan ”belajar”. Pengertian hasil (product)

13 Mumun Syaban, “Menumbuhkembangkan Daya Matematis Siswa”, dari

http://educare.e-fkipunla.net/index.php?option=com_content&task=view&id=62&Itemid=7, 27 Januari 2010, h. 2


(29)

menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional.14

Menurut pendapat Nana Sudjana bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.15 Sedangkan Soedijarto mendefinisikan hasil belajar sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang diterapkan.16 Tingkat penguasaan atau hasil yang diperoleh dari proses belajar adalah perubahan-perubahan dalam berbagai aspek yaitu aspek berpikir (cognitive), aspek kemampuan merasakan (afective) dan aspek keterampilan (psychomotoric).

Ketiga aspek hasil belajar tersebut diklasifikasi oleh Benyamin Bloom secara garis besar terbaginya menjadi tiga ranah, yaitu:17

1) Ranah kognitif (al-Nahiyah al-Fikriyah)

Dari ketiga aspek hasil belajar tersebut aspek kognitiflah yang paling sering digunakan untuk mengukur hasil belajar. Menurut taksonomi Bloom yang telah direvisi, proses kognitif terdapat enam jenjang yaitu mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi dan menciptakan (berkreasi).18

Keenam jenjang tersebut adalah sebagai berikut:

a) Mengingat (C1) adalah mengingat kembali pengetahuan yang pernah tersimpan Mengingat ini merupakan proses berpikir yang paling rendah.

b) Memahami (C2) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu

14

Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), Cet. I, h. 44.

15

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), Cet.IX, h. 22.

16

Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, ...h. 46.

17

Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), Cet I, Ed. 1, h. 49.

18

Richard I. Arends, Learning to Teach-Belajar untuk mengajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), Ed.7, h.85.


(30)

dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan kata-katanya sendiri.

c) Menerapkan (C3) adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori, dan sebagainya, dalam situasi baru dan konkret.

d) Menganalisis (C4) adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan yang lain.

e) Mengevaluasi (C5) adalah menguraikan bahan/materi kedalam berbagai bagiannya dan menentukan bagaimana antar bagian terkait satu dengan lainnya serta bagaimana keseluruhan terpadu dalam mencapai tujuan.

f) Menciptakan/berkreasi (C6) adalah membuat penilaian sesuatu berdasarkan standar atau kriteria. Kata kunci dari berkreasi adalah

merancang, membangun, merencanakan, memproduksi,

menemukan, memperbaharui, menyempurnakan, memperkuat, dsb

Gambar 2.1 Dimensi Kognitif Dalam Taksonomi Bloom Yang Telah Direvisi

(Sumber: http://www.hilman.web.id) Ingatan

Evaluasi Sintesis Analisis Aplikasi Pemahaman

Level tinggi

Level rendah

Evaluasi Analisis Aplikasi Pemahaman

Ingatan

Level tinggi

Level rendah


(31)

Berikut adalah model tes obyektif untuk jenjang kognitif taksonomi bloom pada materi bangun datar:

1. Jenjang Analisis

a) Menganalisa elemen

Soal: Diketahui keliling lingkaran 100π cm. Luas lingkaran

tersebut adalah … cm2

b) Menganalisa hubungan

Soal: Pak Tani mempunyai pekarangan yang berbentuk lingkaran dengan jari-jari 100 m. Tiap 1 m2 pak tani membutuhkan pupuk sebanyak 10 gram. Jika 1 gram pupuk harganya Rp 5.000, banyaknya uang yang harus disediakan pak tani untuk membeli pupuk adalah

c) Menganalisa aturan

Soal: Jika panjang alas segitiga ABC adalah 36 cm, panjang BD = 4 cm, Jika AE = x Berapakah luas daerah yang diarsir?

2. Jenjang Sintesis

a) Kemampuan untuk menemukan hubungan

Soal: Jika K = keliling lingkaran dan L = luas lingkaran, maka

hubungan yang benar adalah …

A E C

B D


(32)

b) Kemampuan untuk menyusun pembuktian.

Soal: Buktikanlah bahwa rumus dari luas segitiga di bawah adalah ½ x (AB x CD)

2) Ranah Afektif (al-Nahiyah al-Mauqifiyah)

Taksonomi untuk daerah afektif mula-mula dikembangkan oleh David R. Krathwohl dan kawan-kawan (1974) dalam buku yang berjudul Taxonomy of Educational Objectives: Afective Domain.

Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku.

3) Ranah Psikomotor (Nahiyah al-harakah)

Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan hasil belajar kognitif dan afektif. Hasil belajar kognitif dan afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan afektifnya.

Adapun hasil belajar itu dikatakan benar-benar baik, apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut:19

19

Sardiman A.M., Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2009), Ed. 1, h. 49.


(33)

1) Hasil itu tahan lama dan dapat digunakan dalam kehidupan oleh siswa. Dalam hal ini guru akan senantiasa membimbing dan melatih siswanya dengan baik. Jika hasil pengajaran yang diberikan itu tidak tahan lama, berarti pengajaran tersebut tidak efektif.

2) Hasil itu merupakan pengetahuan “asli” atau “otentik”. Pengetahuan yang didapat dari proses pengajaran itu merupakan bagian dari kepribadian setiap siswa. Sehingga akan mempengaruhi pandangannya dalam menghadapi suatu permasalahan. Sebab pengetahuan yang didapat dirasakan lebih bermakna oleh siswa.

Bukti bahwa seseorang itu telah belajar adalah terjadinya perubahan dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pendidikan pada siswa yang mengikuti proses belajar. Selain itu hasil belajar merupakan realisasi tercapainya tujuan pendidikan, sehingga hasil belajar yang diukur tergantung kepada tujuan pendidikannya.

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam. yaitu: 20

1) Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa. Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek, yakni:

a) Aspek fisiologis, Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi jika disertai pusing-pusing kepala misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas.

20

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Rodaskarya, 2005), hlm 132 - 140


(34)

b) Aspek psikologis, Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa. Namun, di antara faktor-faktor rohaniah siswa yang pada umumnya dipandang lebih esensial adalah sebagai berikut: 1) tingkat kecerdasan/inteligensi siswa; 2) sikap a; 3) bakat siswa; 4) minat siswa; 5) motivasi siswa.

2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa.

a) Lingkungan sosial, Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Juga masyarakat dan tetangga serta teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan siswa tersebut. Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orangtua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga, dan demografi keluarga (letak rumah), semuanya dapat memberi dampak baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.

b) Lingkungan nonsosial, Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.

3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. Terbagi menjadi 3 bagian, yaitu:

a) Pendekatan Tinggi - speculative - achieving

b) Pendekatan Sedang - analitical - deep


(35)

2. Model Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran merupakan satu kesatuan yang utuh antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran. Pada dasarnya model pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.21 Pada kamus Inggris-Indonesia karangan John M. Echols dan Hassan Shadily, kooperatif (cooperative) artinya bekerjasama.22 Sedangkan secara etimologi pembelajaran kooperatif (cooperative learning) mempunyai arti belajar bersama antara dua orang atau lebih. Sedangkan pembelajaran kooperatif dalam artian yang lebih luas memiliki definisi yang antara lain adalah belajar bersama yang melibatkan antara 4-5 orang, yang bekerja bersama menuju kelompok kerja dimana tiap anggota bertanggung jawab secara individu sebagai bagian dari hasil yang tak akan bisa dicapai tanpa adanya kerjasama antar kelompok. Dengan kata lain, anggota kelompok saling ketergantung positif.23

Dilihat dari definisi tersebut, model pembelajaran kooperatif mengandung pengertian berpikir bersama dalam kelompok dan saling membantu antar sesama dalam menyelesaikan tugas. Selain itu model pembelajaran kooperatif dapat mengembangan kemampuan berpikir kritis, kemampuan komunikasi, kemampuan sosial dan sebagainya, yang pada akhirnya akan mempengaruhi hasil belajar siswa ke arah yang lebih baik.

21 Akhmad Sudrajat, “Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran” dari http://www.psb-psma.org/content/blog/pengertian-pendekatan-strategi-metode-taktik-dan-model-pembelajaran, 21 Agustus 2010, 13.31 WIB.

22

John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris- Indonesia: An English-Indonesian Dictionary, (Jakarta: PT Gramedia, 1996), Cet. XXIII, h. 147.

23


(36)

Adapun ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:24

1) Siswa bekerja dalam kelompok untuk mencapai tujuan belajar. 2) Kelompok-kelompok dibentuk terdiri dari siswa yang mempunyai

kemampuan rendah, sedang, dan tinggi.

3) Bila memungkinkan, kelompok-kelompok terdiri dari ras, budaya dan jenis kelamin yang beragam.

4) Sistem reward-nyaberorientasi pada kelompok maupun individu. Pada model pembelajaran kooperatif, keberhasilan tidak semata-mata diperoleh dari guru, tetapi juga keterampilan yang dilakukan oleh siswa. Untuk mencapai keberhasilan yang optimal, maka sangat dipengaruhi oleh keterlibatan anggota dari masing-masing kelompok. Lungdren menyusun keterampilan-keterampilan kooperatif tersebut secara terinci dalam tiga tingkatan keterampilan, yaitu:25

1) Keterampilan kooperatif tingkat awal, antara lain:

a) Berada dalam tugas, yaitu menjalankan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya.

b) Mengambil giliran dan berbagi tugas, yaitu menggantikan teman dengan tugas tertentu dan mengambil tanggung jawab tertentu dalam kelompok.

c) Mendorong adanya partisipasi, yaitu memotivasi semua anggota kelompok untuk berkontribusi.

d) Menggunakan kesepakatan, yaitu menyamakan pendapat (persepsi).

2) Keterampilan kooperatif tingkat menengah, antara lain: a) Mendengarkan dengan aktif

b) Bertanya, yaitu meminta atau menyampaikan kemabali informasi.

24

Richard I. Arends, Learning to Teach…, h. 5.

25

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), Cet. I, h. 46.


(37)

c) Menafsirkan, yaitu menyampaikan kembali informasi dengan kalimat yang berbeda.

d) Memeriksa ketepatan, yaitu membandingkan jawaban, memastikan bahwa jawaban tersebut benar.

3) Keterampilan kooperatif tingkat mahir

Keterampilan kooperatif pada tingkat mahir yaitu mengelaborasi, artinya memperluas konsep, membuat kesimpulan dan menghubungkan pendapat-pendapat dengan topik tertentu.

b. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif

Tujuan model pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional. Pada kelompok tradisional hal yang terlihat adalah kompetisi antar siswa, artinya sesama siswa tidak saling peduli. Sedangkan tujuan dari model pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.

Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu :26

1) Hasil belajar akademik

Salah satu aspek penting model pembelajaran kooperatif adalah bahwa selain membantu meningkatkan perilaku kooperatif dan hubungan kelompok yang lebih baik diantara para siswa, pada saat yang sama ia juga membantu siswa dalam pembelajaran akademiknya. Para pengembang model ini juga telah menunjukkan, model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.

26

Isjoni, Cooperative Learning-Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok,


(38)

2) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Model pembelajaran kooperatif mempunyai efek terhadap penerimaan yang luas terhadap keragaman ras, budaya dan agama, strata sosial, kemampuan, dan ketidakmampuan. Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain. 3) Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial penting dimiliki karena manusia adalah makhluk sosial. Falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.

Dari tujuan pembelajaran kooperatif dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2 Hasil yang Diperoleh Pelajar dari Cooperative Learning

(Sumber : Richard I Arends 2009: 5) Cooperative

learning

Prestasi akademis

Toleransi dan penerimaan keanekaragaman


(39)

c. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif

Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima karakteristik dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima karakteristik tersebut adalah sebagai berikut :27

1) Saling Ketergantungan Positif (Positive Interdependence)

Saling ketergantungan positif menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif ada dua pertanggungjawaban kelompok.

Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok.

Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan.

Beberapa cara membangun saling ketergantungan positif yaitu:

a) Menumbuhkan perasaan peserta didik bahwa dirinya merupakan bagian dalam kelompok, pencapaian tujuan terjadi jika semua anggota kelompok mencapai tujuan. Peserta didik harus bekerja sama untuk mencapai tujuan.

b) Mengusahakan agar semua anggota kelompok mendapatkan penghargaan yang sama jika kelompok mereka berhasil mencapai tujuan.

c) Mengatur sedemikian rupa sehingga peserta didik belum dapat menyelesaikan tugas, sebelum mereka menyatukan perolehan tugas mereka menjadi satu.

d) Setiap peserta didik ditugasi dengan tugas atau peran yang saling mendukung dan saling berhubungan, saling melengkapi, dan saling terikat dengan peserta didik lain dalam kelompok. 2) Tanggung Jawab Perseorangan (Personal responsibility)

Tujuan dari kelompok belajar kooperatif adalah membuat tiap-tiap anggota menjadi individu yang lebih kuat. Tanggung jawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin semua anggota

27

Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 58.


(40)

yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama. Artinya mereka harus dapat menyelesaikan tugas yang sama. Beberapa cara menumbuhkan tanggung jawab perseorangan adalah sebagai berikut :

a) Kelompok belajar jangan terlalu besar. b) Melakukan assesmen terhadap setiap siswa.

c) Memberi tugas kepada setiap siswa, yang dipilih secara random untuk mempresentasikan hasil kelompoknya kepada guru maupun kepada seluruh peserta didik didepan kelas.

d) Mengamati setiap kelompok dan mencatat frekuensi individu dalam membantu kelompok.

e) Menugasi seorang anak didik untuk berperan sebagai pemeriksa di kelompoknya.

f) Menugasi anak didik mengajar temannya.

3). Interaksi Promotif (Face to Face Promotive Interaction)

Yaitu interaksi yang langsung terjadi antar siswa tanpa adanya perantara. Ciri-ciri interaksi promotif adalah:

a) Saling membantu secara efektif dan efisien.

b) Saling memberi informasi dan sarana yang diperlukan.

c) Memproses informasi bersama secara lebih efektif dan efisien. d) Saling mengingatkan

e) Saling membantu dalam merumuskan dan mengembangkan argumentasi serta meningkatkan kemampuan wawasan terhadap masalah yang dihadapi.

f) Saling percaya.

g) Saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama. 4). Komunikasi antaranggota (Interpersonal Skill)

Diantara tujuan pembelajaran kooperatif adalah melatih anak didik untuk mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Untuk dapat mencapai tujuan peserta didik harus:


(41)

b) Mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius. c) Saling menerima dan saling mendukung.

d) Mampu menyelesaikan konflik secara tepat. 5). Pemrosesan kelompok (Group processing)

Tujuan pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan konstribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok. Untuk peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur

reward-nya. Struktur tugas berhubungan bagaimana tugas diorganisir. Sedangkan struktur tujuan dan reward mengacu pada kerjasama yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan maupun

reward.

Ada kekhawatiran dalam pembelajaran kooperatif bahwa pelaksanaan di kelas akan menimbulkan kekacauan atau membuat siswa tidak aktif. Maka perlu menerapkan lima karakteristik yang telah dijelaskan. Selain itu, guru perlu memahami langkah-langkah model pembelajaran kooperatif. Terdapat enam fase pada pembelajaran kooperatif yaitu sebagai berikut:28

Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase – fase Tingkah Laku Guru

FASE 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

FASE 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan kepada siswa dengan jalan demontsrasi atau lewat bahan bacaan.

FASE 3

Mengorganisasikan siswa

ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efesien

FASE 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok

belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

28

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), Cet. I, h. 48.


(42)

FASE 5

Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempersentasikan hasil kerjanya.

FASE 6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

d. Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif

Dengan menerapkan pembelajaran kooperatif siswa memiliki banyak keuntungan yang dirasakan. Beberapa kelebihan ketika pembelajaran kooperatif diterapkan dengan baik, diantaranya sebagai berikut :

1) Dalam pembelajaran kooperatif siswa dapat saling bekerja sama sehingga saling ketergantungan positif. Tidak dengan pembelajaran tradisional yaitu terjadinya kompetisi antar siswa yang lebih mementingkan diri sendiri.

2) Dapat melibatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam suasana belajar mengajar yang bersifat terbuka dan demokratis.

3) Dapat mengembangkan dan melatih berbagai sikap, nilai dan keterampilan-keterampilan sosial untuk diterapkan dalam kehidupan di masyarakat.

4) Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu.

5) Pembelajaran kooperatif mendorong komunikasi antar siswa, dan hasilnya adalah pembelajaran yang lebih baik dan hubungan antar individu yang semakin membaik.

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu sistem pembelajaran yang kuat untuk meningkatkan kepercayaan diri sebagai seorang pembelajar dan pemecah masalah dan lebih menghargai dengan adanya keanekaragaman dari berbagai siswa.


(43)

e. Pembelajaran Kooperatif Tipe Round Table

Salah satu tipe yang ditawarkan pembelajaran kooperatif seperti yang telah disebutkan di atas adalah pembelajaran kooperatif tipe round table. Pembelajaran tipe round table ini sering juga disebut pembelajaran keliling kelompok, atau meja bundar. Menurut mathematics and science program, pembelajaran kooperatif tipe round table merupakan pembelajaran yang beraktifitas untuk menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi.29 Menganalisis berupa menganalisa, membandingkan, membedakan, dan memilih secara tajam. Mensintesis terdiri dari mendesain, berhipotesis, merencanakan, membuat dan mencipta sedangkan mengevaluasi terdiri dari menaksir, memilih, memutuskan, menolak, dan mempertahankan.

Pembelajaran kooperatif tipe round table dilakukan oleh setiap kelompok yang mengelilingi sebuah meja, masing-masing anggota kelompok memegang satu pensil dan selembar kertas. Selanjutnya guru memberikan pertanyaan yang berbeda kepada setiap siswa, siswa pun menuliskan jawabannya diatas kertas dan diputar ke anggota yang lainnya. Pembelajaran kooperatif tipe round table dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Dalam kegiatan kelompok ini, masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang lain. 30 Hal ini pun senada dengan yang diutarakan oleh Isjoni bahwa dalam keliling kelompok masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota lain.31

29Wina Rayendri, “

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Round Table dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis”, Skripsi Sarjana UPI (Bandung : Perpustakaan

Universitas Pendidikan Indonesia, 2005), h. 13

30

Yudha M. Saputra, Strategi Pembelajaran Kooperatif, (Bandung : CV. Bintang WarliArtika, 2008), h. 76.

31

Isjoni, Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009), Cet ke-1, h. 133-134


(44)

Mathematics and Science Program menguraikan lebih lanjut tentang langkah pembelajaran kooperatif tipe round table, yaitu :

1) Masing-masing anggota dalam kelompok mengerjakan suatu pertanyaan/masalah.

2) Jawaban diberikan pada anggota lain (sebelah kanan) untuk dianalisis, diulang atau diterima untuk dimodifikasi.

3) Jawaban yang telah dianalisis dan dievaluasi tersebut diberikan lagi pada anggota lain untuk dianalisis kembali dan dievaluasi.

4) Begitu seterusnya hingga semua anggota kelompok telah membaca, menganalisis pertanyaan dan mengevaluasi jawaban.

Selain itu ada pula yang mengemukakan cara-cara belajar kooperatif tipe round tabel ini, yaitu :32

1) Salah satu anak didik dalam masing-masing kelompok memulai dengan memberikan pandangan dan pemikirannya mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan.

2) Anak didik berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya.

3) Demikian seterusnya. Giliran bicara dapat dilaksanakan menurut arah putaran jarum jam atau dari kiri ke kanan.

Adapun langkah-langkah pembelajaran round table adalah sebagai berikut :33

1) Penyampaian tujuan 2) Penjelasan tugas

3) Guru membagikan kertas kerja

4) Siswa mengerjakan tugas dengan menuangkan idenya di kertas kerja secara bergilir searah jarum jam. Giliran dibatasi oleh waktu

5) Kesimpulan 6) Penyajian hasil 7) Feed back oleh guru

32

Yudha M. Saputra, Strategi Pembelajaran Kooperatif, (Bandung : CV. Bintang WarliArtika, 2008), h. 76

33

I Wayan Kasub Abadi, "model Pembelajaran", dari


(45)

8) Evaluasi

Dari serangkaian langkah yang dikemukakan di atas, maka pembelajaran kooperatif tipe roundtable ini secara sistematik adalah sebagai berikut:

1) Siswa dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil yang beranggotakan 4-5 orang

2) Setiap anggota memegang selembar kertas yang berisi pertanyaan yang berbeda-beda, selanjutnya pertanyaan tersebut dianalisa dan dicari solusi pemecahannya.

3) Dalam waktu yang sudah ditentukan, lembar jawaban atas pertanyaan itu diberikan pada anggota lain untuk dianalisis dan di evaluasi.

4) Begitu seterusnya, sampai semua pertanyaan itu selesai dijawab dan dianalisis.

5) Dilakukan diskusi kelas untuk mengemukakan, mempertahankan hasil pekerjaannya, dengan giliran bicara bisa sesuai arah perputaran arah jarum jam.

Pada model pembelajaran kooperatif tipe roundtable, langkah pertama siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. Pembagian kelompok dalam pembelajaran kooperatif tipe roundtable ini dilakukan secara heterogen, sehingga cukup seimbang dalam setiap kelompok yang dikelompokkan berdasarkan tingkat kemampuan siswa yaitu siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi diskusi satu arah. Langkah kedua, setiap anggota kelompok diberikan soal yang berbeda-beda untuk dicari pemecahannya dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Pada tahap ini siswa dilatih untuk berpikir dan bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan, selain itu siswa juga dilatih kecepatannya dalam menyelesaikan tugas tersebut berdasarkan waktu yang telah ditentukan. Langkah ketiga, siswa memutar soal dan hasil jawabannya kepada anggota lain dan siswa tersebut mendapatkan soal baru yang harus dicari pemecahannya. Pada tahap ini siswa dilatih kecermatan dan ketelitiannya untuk menganalisis


(46)

jawaban dari anggota kelompok yang lain dan memberikan kontribusinya. Langkah keempat, masing-masing anggota kelompok melakukan diskusi atas jawaban-jawaban dari soal-soal yang diberikan. Pada tahap ini siswa dilatih untuk berani mengemukakan pendapatnya dan pada tahap ini pula terjadi interaksi antara siswa. Langkah kelima, masing-masing perwakilan anggota kelompok mempresentasikan hasil diskusinya, disini siswa dilatih untuk berani mengemukakan dan mempertahankan hasil pekerjaannya.

3. Strategi pembelajaran konvensional

Strategi pembelajaran konvensional merupakan strategi pembelajaran yang lazim digunakan oleh para guru di sekolah dimana ia mengajar. Beberapa metode yang biasa digunakan dalam strategi pembelajaran konvensional antara lain, metode ceramah, metode diskusi, metode tanya jawab, metode ekspositori, metode drill atau latihan, metode pemberian tugas, metode demonstrasi, metode permainan, dan lain-lain. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan dalam strategi pembelajaran konvensional adalah metode ekspositori. Metode ekspositori adalah metode yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Oleh karena metode ekspositori lebih menekankan kepada proses bertutur, maka sering

juga dinamakan istilah strategi “chalk and talk”.

Terdapat beberapa karakteristik metode ekspositori, yaitu:

a. Metode ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan strategi ini.

b. Biasanya materi yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang.

c. Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri. Artinya, setelah proses pembelajaran berakhir siswa


(1)

160

Lampiran 24

HASIL WAWANCARA PRA PENELITIAN

2. Bagaimana kondisi siswa pada saat pembelajaran matematika di kelas?

Jawab:

Untuk motivasi atau semangat belajar siswa pada saat di kelas masih rendah, siswa lebih banyak diam atau cenderung pasif bila tidak ditanya oleh guru atau diberi semangat oleh guru.

3. Apakah siswa aktif bertanya ketika mereka mengalami kesulitan pada saat pembelajaran matematika?

Jawab:

Hanya segelintir siswa saja yang cukup aktif bertanya bila mereka merasa ada materi atau penjelasan guru yang kurang mereka pahami.biasanya terjadi di kelas-kelas unggulan saja.

4. Apa saja kesulitan yang bapak alami pada saat pembelajaran matematika di kelas Jawab:

Ada beberapa kesulitan antara lain kemampuan dasar matematika siswa rendah, seperti masih belum lancarnya operasi hitung bilangan (penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian). Selain itu, semangat belajar siswa rendah dan beban kurikulum yang tinggi dengan waktu yang relatif singkat menuntut guru untuk segera menyelesaikan materi namun siswa belum memahami materi tersebut. Jumlah siswa pun sedikit banyak mempengaruhi karena jumlah siswa yang terlalu banyak membuat kurangnya kontrol terhadap kamampuan matematika seluruh siswa. Ditambah lagi dengan gender mereka yang mayoritas laki-laki yang sangat sulit sekali untuk dikendalikan. Beberapa kesulitan tersebut membuat guru sulit untuk menerapkan metode-metode atau strategi-strategi pembelajaran baru yang secara konseptual dan kontekstual lebih baik.

5. Metode apa saja yang biasa Bapak gunakan pada saat pembelajaran matematika? Jawab:


(2)

161

Metode yang sering digunakan antara lain tanya jawab, ceramah namuntidak pernah berdiskusi karena saya yakin tidak akan kondusif.. Metode tersebut digunakan tergantung situasi dan kondisi kelas serta materi apa yang sedang diajarkan.

6. Apakah sarana dan prasarana yang ada sudah cukup menunjang proses pembelajaran matematika di kelas?

Jawab:

Untuk alat peraga matematika belum banyak tersedia dan tidak menunjang bahkan untuk materi-materi seperti bangun datar dan bangun ruang, siswa diminta untuk membuat alat peraga sendiri dan hasilnya disimpan untuk dipergunakan kembali nantinya dan itu pun biasanya tidak maksimal. Selain itu tersedia juga VCD pembelajaran matematika dan penggunaannya diusahakan dapat maksimal karena sekolah menyediakan media elektronik yang menunjang, seperti televisi, VCD player, OHP, laptop dan proyektor yang semuanya ada di ruang moving klas. Namun penggunaan ruang moving class tersebut belum maksimal digunakan karena jadual yang belum rapih sehingga banyak guru yang bentrok dalam menggunakan vasilitas tersebut.

7. Bagaimana hasil belajar matematika siswa? Jawab:

Seperti yang terlihat dari hasil ulangan pada bab sebelumnya, ada siswa yang hasil belajar matematikanya cukup tinggi dan ada juga hasil belajar siswa yang masih rendah.dan rata-rata hasil ulangan matematika siswa di sini kebanyakan di bawah KKM yaitu 50.

10. Bagaimana kemampuan matematika siswa dalam menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi dalam pembelajaran matematika??

Untuk kemampuan menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi matematika siswa masih rendah. Namun untuk sebagian siswa yang cukup pintar kemampuan menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi cukup baik. Sejauh ini saya belum terlalu sering memberikan soal-soal menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi


(3)

162

(C4,C5,C6) karena lebih difokuskan terlebih dahulu kepada pemahaman konsep agar kemampuan dasar matematika siswa baik.

11.Apakah Bapak sudah pernah melaksanakan metode roundtable untuk mengajar matematika di kelas?

Oh..., kalau yang itu belum pernah saya lakukan, karena saya khawatir tidak akan kondusif, kan siswanya hiperaktif semua...,hehehe...

12. Apa yang biasa Bapak lakukan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa? Jawab:

Ya… dengan remedial teaching, dan sejauh ini remedial teaching sudah bisa terlaksana dengan baik, walaupun hasilnya tidak terlalu bagus. Namun, akan diusahakan untuk tetap mengadakan remedial teaching mengingat masih cukup banyak siswa yang hasil belajarnya rendah.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah benar telah diajukan kepada guru bidang studi matematika kelas XI SMK Triguna Utama Tangerang Selatan pada hari Kamis, 1 Februari 2011 dan telah dijawab oleh guru yang bersangkutan sebagaimana tertulis di atas.

Guru Bidang Studi Matematika


(4)

LEMBAR UJI REFERENSI

Nama : Siti Mariam NIM : 105017000481

Jurusan : Pendidikan Matematika

Judul skripsi : Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe Roundtable terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa jenjang Analisis, Sintesis dan Evaluasi

No Referensi Pembimbing

I

Pembimbing II 1 Nurul Huda, Konsep Pendidikan fitrah dalam

Al-qur’an, (tesis program pasca sarjana magister studi Islam Universitas Muhamadiyah Surakarta, 2006), hlm. 8

2 Undang-Undang Guru dan Dosen UU RI No. 14 Th. 2005 & Undang-Undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) UU RI No.20 Th. 2003, (Jakarta: Penerbit Asa Mandiri, 2006), hlm. 53. 3 Rochmad, Tinjauan filsafat dan psikologi

konstruktivisme: Pembelajaran matematika yang melibatkan penggunaan pola pikir induktif-deduktif, http://www.rochmad-unnes.blogspot.com [22 september 2010]

4 Sardiman A.M, interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 146.

5 Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2009), h.143.

6 Isjoni, Cooperative Learning: Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok, (Bandung: Alfabeta, 2009), Cet.II, h.16-17.

7 Sholomo Sharan, Handbook of Cooperative Learning, (Yogyakarta: imperium, 2009), h.349. 8 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung:

PT. Remaja Rosdakarya, 2003), Cet. XIX, h. 84 9 Pupuh Fathurrahman dan Sobry Sutikno, Strategi

Belajar Mengajar: Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Konsep Umum & Konsep Islami, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2007), Cet.1, h. 5.


(5)

10 Asep Herry Hernawan, dkk., Belajar dan Pembelajaran SD, (Bandung: UPI Press, 2007), Cet.1, h. 2.

11 Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 4.

12 Erman Suherman, Common Text Book Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. (Bandung: JICA-UPI, 2001), h. 17.

13 Hamzah B Uno, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 129

14 Fadjar Shadiq, “Apa dan Mengapa Matematika

Begitu Penting”, dari

www.fadjarp3g.files.wordpress.com , 1 Februari 2009, 10:01 WIB, h. 6.

15 Mumun Syaban, “Menumbuhkembangkan Daya

Matematis Siswa”, dari

http://educare.e-fkipunla.net/index.php?option=com_content&task=vi ew&id=62&Itemid=7, 27 Januari 2010, h. 2

16 Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), Cet. I, h. 44.

17 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), Cet.IX, h. 22.

18 W. Gulo, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Gramedia, 2008, hlm 57 – 70.

19 Richard I. Arends, Learning to Teach-Belajar untuk mengajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), Ed.7, h.85.

20 n.n, “Revisi Taksonomi Bloom atau Revised Bloom Taxonomy” darii

http://www.hilman.web.id/posting/blog/852/revisi-

taksonomi-bloom-atau-revised-bloom-taxonomy.html, 6 mei 2010, 15:14 WIB. 21 H. Erman S.Ar, Evaluasi Pembelajaran

Matematika,(Bandung, Universitas Pendidikan Indonesia, 2003), hlm 40 - 50

22 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Rodaskarya, 2005), hlm 132 - 140

23 Akhmad Sudrajat, “Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran”

dari

http://www.psb-

psma.org/content/blog/pengertian-pendekatan-strategi-metode-taktik-dan-model-pembelajaran, 21 Agustus 2010, 13.31 WIB.


(6)

25 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris- Indonesia: An English-Indonesian Dictionary, (Jakarta: PT Gramedia, 1996), Cet. XXIII, h. 147. 26 Junaedi, Strategi Pembelajaran, ( Lapis PGMI, 2008

27 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), Cet. I, h. 46.

29 Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 58.

30 Wina Rayendri, “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Round Table dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis”, Skripsi Sarjana UPI (Bandung : Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia, 2005), h. 13

31 Yudha M. Saputra, Strategi Pembelajaran Kooperatif, (Bandung : CV. Bintang WarliArtika, 2008), h. 76.

32 I Wayan Kasub Abadi, "model Pembelajaran", dari

http://gurukbm.blogspot.com/2008/05/model-pembelajaran.html, 21 Juni 2010.

33 Imam Wahyudi, Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Roundtable dan Problem Posing Untuk Peningkatan Hasil Belajar Matematika di SLTPN 2 Sumberjambe Jember, (jurnal TEKNOBEL Vol 2 No.2 SEPTEMBER 2001) hlm.96

34 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2008), Cet. V, h. 77. 35 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), cet. VI, h. 72.

36 Asep Jihad dan Abdul Haris, Evaluasi Pembelajaran,Yogyakarta: 2009.cet.3, h.189.

37 Kadir, Statistika Untuk Penelitian Ilmu-Ulmu Sosial, Jakarta: Rosemata Sampurna, 2010,h.273.

38 Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 185

39 Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung: Tarsito, 2005), Cet. III, h. 249