Kultur Sekolah KAJIAN PUSTAKA
29
Kultur sekolah yang positif menghargai kesuksesan, menekankan pencapaian dan kolaborasi, serta mengikat suatu komitmen pada staf dan
siswa untuk belajar. Kultur sekolah yang negatif menyalahkan siswa atas prestasinya, menghindari kolaborasi, dan selalu ada pertentangan antar
warga sekolah. Kultur sekolah yang negatif harus diubah ke arah positif. Untuk mengubahnya kepala sekolah harus memahami kultur yang ada,
mengubah variasi hubungan antar warga sekolah, perubahan dilakukan melalui dialog, perlahan-lahan dengan kesabaran, dan komitmen, serta
perubahan dimulai dari atas dengan contoh perubahan yang bersifat keteladanan. Kultur sekolah yang positif akan menghasilkan produk kultur
yang baik pula, seperti peningkatan kinerja individu dan kelompok, peningkatan kinerja sekolah atau institusi, terjamin hubungan yang
sinergis di antara warga sekolah, tugas dilaksanakan dengan perasaan senang, timbul iklim akademik, kompetisi dengan kolaborasi, serta
interaksi yang menyenangkan. Kultur sekolah yang kondusif, antara lain, ditandai dengan adanya
iklim terbuka open climate, budaya positif positive culture, budaya terbuka open culture, dan suasana batin yang menyenangkan enjoyable
spiritual atmosphere di antara warga sekolah. Kultur sekolah yang kondusif akan tampak dan tercermin dalam struktur organisasi sekolah,
deskripsi tugas sekolah, kebijakan dan aturan, tata tertib sekolah, kepemimpinan dan hubungan, acara atau ritual, serta penampilan fisik
Arief Achmad, http:www.pikiran-rakyat.comcetak1004110310.htm. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
2. Dimensi Kultur Sekolah Menurut Hofstede 1994:10 kultur dapat diklasifikasikan ke dalam
enam tingkatan layers yaitu: 1 a national level, 2 a regional level, 3 a gender level, 4 a generation level, 5 a social class level, dan 6 an
organization or corporate level. Pada tingkat nasional, kultur dapat dikenali berdasarkan dimensi yang mencakup: power distance from small
to large, collectivism versus individualism, femininity versus masculinity, dan uncertainty avoidance from weak to strong Hofstede, 1994:14.
Dimensi power distance jarak kekuasaan menunjukkan tingkatan atau sejauh mana tiap kultur mempertahankan status atau kekuasaan di
antara anggota-anggotanya. Dimensi individualism individualisme menggambarkan suatu masyarakat dimana pertalian antar individu
cenderung menghilang artinya: individu cenderung memikirkan dirinya sendiri dan setelahnya orang lain. Dimensi collectivism kolektivisme
menunjukkan suatu kondisi kelompok dimana individu-individu menjadi anggota sekolah kemudian diintegrasikan secara kuat sehingga mereka
menjadi sangat loyal terhadap kelompok tersebut. Dimensi masculinity maskulinitas menunjukkan suatu kelompok dimana peran sosial gender
terhadap perbedaan jelas. Dimensi femininity feminitas menunjukkan suatu kelompok dimana peran sosial gender terhadap perbedaan tidak
jelas. Dimensi uncertainty avoidance ketidakpastian menunjukkan suatu kelompok masyarakat dalam menghadapi situasi yang samar-samar atau
tidak pasti. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Pada tingkat sekolah, dimensi power distance jarak kekuasaan Hofstede, 1994:34 mencakup indikator antara lain: perlakuan guru
terhadap para siswa samatidak pilih kasih, proses pembelajaran terpusat pada siswa, kesempatan bertanya, kebebasan menyampaikan kritik,
komunikasi dua arah di kelas, peran orang tua pada anak di sekolah, aturan dan norma dalam sekolah, pengembangan kemampuan dan bakat, dan
orang tua diuntungkan dengan proses pembelajaran di sekolah. Dimensi collectivism versus individualism Hofstede, 1994:62 mencakup indikator
antara lain: kebebasan mengemukakan pendapat, penyelesaian tugas dari guru, tingkat penerimaan diri oleh orang lain, sikap positif dalam
mengerjakan tugas, dan tujuan berprestasi. Dimensi femininity versus masculinity Hofstede, 1994:90 mencakup indikator antara lain: suasana
kompetisi di kelas, berorientasi pada prestasi, dan kompetensi guru. Dimensi uncertainty avoidance Hofstede, 1994:119 mencakup indikator
antara lain: tingkat penerimaan siswa pada kekurangan guru, kejelasan guru dalam menerangkan, dan adanya kedekatan hubungan antara guru,
siswa, dan orang tua.