Pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga, kultur sekolah dan bakat kewirausahaan : survei siswa-siswi kelas tiga SMK jurusan Teknik Mekanik Otomotif Kabupaten Kulon Progo, ...

(1)

(2)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF EDUCATION AND TRAINING IMPLEMENTATION ON THE EMOTIONAL INTELLIGENCE OF ENTREPRENEURSHIP

VIEWED FROM FAMILY CULTURE, SCHOOL CULTURE, AND ENTREPRENEURSHIP TALENT

A survey: The Third Graders of The Vocational High School Major in Automotive Mechanical Engineering in Kulon Progo Regency, Province of

Daerah Istimewa Yogyakarta

Dewi Kurniawati Universitas Sanata Dharma

2007

The research was intended to know whether or not: (1) there was any positive influence of the education and training implementation on the emotional intelligence of entrepreneurship viewed from the family culture; (2) there was any positive influence of the education and training implementation on the emotional intelligence of entrepreneurship viewed from the school culture; (3) there was any positive influence of the education and training implementation on the emotional intelligence of entrepreneurship viewed from the entrepreneurship talent.

This research was conducted on six vocational high schools major in automotive mechanical engineering in Kulon Progo Regency, from November to December 2006. The population of this research was the third grade students of the vocational high school major in automotive mechanical engineering in Kulon Progo Regency, the province of Daerah Istimewa Yogyakarta. The samples consisting 429 students were gained by purposive sampling. The data was gained by questionnaire. Moreover, the data was analyzed using multiple regression model developed by Chow.

The results showed: (1) there was no influence of education and training implementation on the emotional intelligence of entrepreneurship viewed from the family culture (U =0,063 > D =0,05); (2) there was a positive effect of education and training implementation on the emotional intelligence of entrepreneurship viewed from the school culture (U =0,045 < D =0,05); (3) there was a positive effect of education and training implementation on the emotional intelligence of entrepreneurship viewed from the entrepreneurship talent (U =0,042 < D =0,05).


(3)

(4)

SKRIPSI

PENGARUH PELAKSANAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL BERWIRAUSAHA DITINJAU DARI KULTUR KELUARGA, KULTUR SEKOLAH,

DAN BAKAT KEWIRAUSAHAAN

Survei: Siswa-siswa Kelas Tiga SMK Jurusan Teknik Mekanik Otomotif Di Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Oleh: Dewi Kurniawati NIM: 021334086

Telah disetujui oleh:

Pembimbing I,

L. Saptono, S.Pd., M.Si Tanggal 26 Februari 2007

Pembimbing II,


(5)

SKRIPSI

PENGARUH PELAKSANAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL BERWIRAUSAHA DITINJAU DARI KULTUR KELUARGA, KULTUR SEKOLAH,

DAN BAKAT KEWIRAUSAHAAN

Dipersiapkan dan ditulis oleh: Dewi Kurniawati NIM: 021334086

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 4 April 2007

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua Drs. Sutarjo Adisusilo J.R. ...

Sekretaris S. Widanarto P., S.Pd., M.Si. ...

Anggota L. Saptono, S.Pd., M.Si. ...

Anggota Cornelio Purwantini, S.Pd., M.SA. ...

Anggota S. Widanarto P., S.Pd., M.Si. ...

Yogyakarta, 4 April 2007

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Dekan,


(6)

MOTTO

™

Hidup adalah perjuangan. Terangi jalanmu dengan kebenaran dan

keyakinan, sirami jiwamu dengan agama, dan jadilah pemenang

bagi dirimu sendiri.

™

Pandanglah orang yang lebih rendah dari padamu, jangan mema

ndang kepada orang yang lebih tinggi dari padamu, karena yan

g demikian itu lebih baik agar kamu tidak meremehkan nikmat d

an karunia Alllah SWT yang telah dianugrahkan kepadamu (HR.

Bukhori dan Muslim).

™

Sungguh mencari kayu bakar oleh seseorang, lalu dibawanya di a

tas punggungnya, lebih baik daripada meminta−minta kepada or


(7)

PERSEMBAHAN

™

Dengan perasaan cinta dan terima kasih yang tak terhingga saya

persembahkan karya ini untuk :

™

Bapak Purwanto dan Ibu Sri Bandini tercinta yang telah memberik

an do฀a, curahan kasih sayang, dan dukungan moral maupun mate

rial.

™

De฀ Wati yang telah memberikan do฀a dan semangat.

Kasih sayang, cinta kasih, kesabaran, ketulusan, dan pengorbana

n mereka tak akan kulupa...


(8)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 4 April 2007

Penulis


(9)

ABSTRAK

PENGARUH PELAKSANAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL BERWIRAUSAHA DITINJAU

DARI KULTUR KELUARGA, KULTUR SEKOLAH, DAN BAKAT KEWIRAUSAHAAN

Survei: Siswa-siswa Kelas Tiga SMK Jurusan Teknik Mekanik Otomotif di Kabuaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Dewi Kurniawati Universitas Sanata Dharma

2007

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah: (1) ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga; (2) ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur sekolah; (3) ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari bakat kewirausahaan.

Penelitian ini dilaksanakan di 6 SMK Jurusan Teknik Mekanik Otomotif di Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan November sampai dengan Desember 2006. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas tiga SMK Jurusan Teknik Mekanik Otomotif di Kabupaten Kulon Progo. Sampel penelitian ini berjumlah 429 siswa. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan model persamaan regresi yang dikembangkan oleh Chow.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) tidak ada pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga (ρ=0,063 > α =0,05); (2) ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur sekolah (ρ=0,045 < α =0,05); (3) ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari bakat kewirausahaan (ρ=0,042 < α=0,05).


(10)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF EDUCATION AND TRAINING IMPLEMENTATION ON THE EMOTIONAL INTELLIGENCE OF ENTREPRENEURSHIP

VIEWED FROM FAMILY CULTURE, SCHOOL CULTURE, AND ENTREPRENEURSHIP TALENT

A survey: The Third Graders of The Vocational High School Major in Automotive Mechanical Engineering in Kulon Progo Regency, Province of

Daerah Istimewa Yogyakarta

Dewi Kurniawati Universitas Sanata Dharma

2007

The research was intended to know whether or not: (1) there was any positive influence of the education and training implementation on the emotional intelligence of entrepreneurship viewed from the family culture; (2) there was any positive influence of the education and training implementation on the emotional intelligence of entrepreneurship viewed from the school culture; (3) there was any positive influence of the education and training implementation on the emotional intelligence of entrepreneurship viewed from the entrepreneurship talent.

This research was conducted on six vocational high schools major in automotive mechanical engineering in Kulon Progo Regency, from November to December 2006. The population of this research was the third grade students of the vocational high school major in automotive mechanical engineering in Kulon Progo Regency, the province of Daerah Istimewa Yogyakarta. The samples consisting 429 students were gained by purposive sampling. The data was gained by questionnaire. Moreover, the data was analyzed using multiple regression model developed by Chow.

The results showed: (1) there was no influence of education and training implementation on the emotional intelligence of entrepreneurship viewed from the family culture (ρ=0,063 > α =0,05); (2) there was a positive effect of education and training implementation on the emotional intelligence of entrepreneurship viewed from the school culture (ρ=0,045 < α=0,05); (3) there was a positive effect of education and training implementation on the emotional intelligence of entrepreneurship viewed from the entrepreneurship talent (ρ=0,042 < α=0,05).


(11)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

skripsi yang berjudul “Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Terhadap Kecerdasan Emosional Berwirausaha Ditinjau dari Kultur Keluarga, Kultur Sekolah, dan Bakat Kewirausahaan”. Survei terhadap siswa-siswa kelas tiga SMK Jurusan Teknik Mekanik Otomotif di Kabupaten Kulon

Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan akhir mencapai Gelar

Sarjana Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dalam penyusunan

skripsi ini penulis memperoleh banyak bantuan, semangat, dan do’a yang sangat

mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Drs. Sutarjo Adisusilo J.R, selaku Ketua Jurusan Pendidikan dan Ilmu

Pengetahuan Sosial Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Bapak S. Widanarto Prijowuntato, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakata.

4. Bapak L. Saptono, S.Pd., M.Si. selaku Dosen Pembimbing I yang dengan


(12)

pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini sampai dengan

selesai.

5. Ibu C. Purwantini, S.Pd., M.SA. selaku Dosen Pembimbing II yang telah

meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan pengarahan, dan saran

kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini sampai dengan selesai.

6. Bapak S. Widanarto Prijowuntato, S.Pd., M.Si. selaku dosen tamu yang telah

memberikan saran dan masukan dalam skripsi ini.

7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Akuntansi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah mencurahkan ilmunya

dengan sepenuh hati sehingga berguna untuk masa yang akan datang.

8. Mba’ Aris dan Pak Wawi yang telah melayani dan membantu selama

menjalankan pendidikan di Univeritas Sanata Dharma Yogyakarta.

9. Bapak Kepala SMK Muhammadiyah 1 Lendah, SMK Negeri 2 Pengasih,

SMK Ma’arif 1 Wates, SMK Muhammadiyah 2 Wates, SMK Ma’arif 1

Nanggulan, dan SMK Taman Siswa Nanggulan yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian. Terima kasih atas

izin dan bantuannya.

10. Para Guru, Staf Karyawan, dan siswa-siswa kelas tiga Jurusan Teknik

Mekanik Otomotif Tahun ajaran 2006/2007 di enam SMK Kabupaten Kulon

Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

11. Bapak dan Ibu tercinta (do’anya mujarab), De’ Wati (thank’s banget udah


(13)

semangat, perhatian, dan kasih sayangnya. Kalian telah menjadi semangat dan

penolongku ketika aku jatuh.

12. Mas Dela thank’s ya tuk do’a, perhatian, dukungan, semangat, dan kasih

sayangnya, serta thank’s juga udah jadi pendengar setia atas keluh kesah aku

selama ini.

13. Teman–teman seperjuanganku De’ Risa (moga program aerobikmu berhasil,

cayo2...!!!), De’ Ezti (kapan nech makan “sate kelinci” bareng di Tlogo

Putri....???), dan De’ Dika (Hallo pi2 bakpao, jangan pikirin maem mulu’

donk....!!!). Terima kasih buat do’a, semangat, saran, dan keceriaannya selama

kita berjuang menempuh hujan dan badai dalam penyusunan skripsi ini.

14. Keluarga Mas Warjo & Mba’ Tutik (keponakanku Yogi, Bagaskoro “gemesin

‘n lucu”) terima kasih udah pinjamin print pas print aku “eror”, pinjamin

buku2 yang aku perlukan selama skripsi, dan memberikan saran ataupun

masukan saat aku penelitian serta mau ujian skripsi. Mba’ Yusi thank’s udah

ngajarin aku “power point”.

15. Sahabatku Etik “tambah kurus aja” dan Dewi “Gendut” (kapan maen bareng

lagi....???). Thank’s ya buat bantuan, do’a, dan semangatnya. Sorry ganggu

kalian terus. Persahabatan ini tidak akan terlupakan.

16. Teman – teman seangkatanku PAK ’02 khususnya PAK C ’02. Mba’ SPT

“Mba’ Wiwik”, De’ Ima “Ayo ribonding lagi...!!!”, Tante Tutik “Ny. Lukas”,

De’ Dhita “Miss. Klaten”, Lina “ciplux”, Nina “kokom”, Dian “sastro”, Putri,

Si Cat, MM, Sari, TM, Tiara, Banu, Toro, Thomas, Candra, Satya, Valent,


(14)

“West-Prog poenya nech...”. Terima kasih atas do’a, semangat, dan bantuan

kalian semua. Sukses buat kalian, kisah kita akan menjadi kenangan indah

selamanya.

17. Mas Anto’ terima kasih atas waktu dan bantuannya, so sorry ngerepotin terus.

Jangan kapok ya...!!!

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini jauh dari

sempurna, sehingga masih perlu dikaji dan dikembangkan secara lebih lanjut.

Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat

konstuktif. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak yang berkepentingan.


(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan ... 9

B. Kecerdasan Emosional Berwirausaha ... 18

C. Kultur Keluarga ... 24

D. Kultur Sekolah ... 27

E. Bakat Kewirausahaan ... 31

F. Kerangka Berpikir ... 36

G. Perumusan Hipotesis ... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 45


(16)

C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 46

D. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 46

E. Variabel Penelitian dan Pengukuran ... 48

F. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen ... 53

G. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 53

H. Teknik Analisis Data ... 61

BAB IV ANALISI DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 68

B. Pengujian Prasyarat Analisis ... 84

C. Pengujian Hipotesis ... 86

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 91

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 104

B. Keterbatasan Penelitian ... 105

C. Saran ... 105 DAFTAR PUSTAKA


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Hasil Pengujian Validitas Variabel Pelaksanaan Pendidikan dan

Pelatihan... 55

Tabel 3.2 Hasil Pengujian Validitas Variabel Kecerdasan Emosional Berwirausaha... 56

Tabel 3.3 Hasil Pengujian Validitas Variabel Kultur Keluarga ... 56

Tabel 3.4 Hasil Pengujian Validitas Variabel Kultur Sekolah... 57

Tabel 3.5 Hasil Pengujian Validitas Variabel Bakat Kewirausahaan ... 58

Tabel 3.6 Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Penelitian ... 61

Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden ... 68

Tabel 4.2 Pekerjaan Orang Tua Responden ... 69

Tabel 4.3 Deskripsi Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan ... 70

Tabel 4.4 Deskripsi Kecerdasan Emosional Berwirausaha... 71

Tabel 4.5 Deskripsi Kultur Keluarga Pada Dimensi Power Distance... 72

Tabel 4.6 Deskripsi Kultur Keluarga Pada Dimensi Collectivism vs Individualism... 74

Tabel 4.7 Deskripsi Kultur Keluarga Pada Dimensi Masculinity vs Femininity ... 75

Tabel 4.8 Deskripsi Kultur Keluarga Pada Dimensi Uncertainty Avoidance... 76

Tabel 4.9 Deskripsi Kultur Keluarga ... 77

Tabel 4.10 Deskripsi Kultur Sekolah Pada Dimensi Power Distance ... 78

Tabel 4.11 Deskripsi Kultur Sekolah Pada Dimensi Collectivism vs Individualism ... 79

Tabel 4.12 Deskripsi Kultur Sekolah Pada Dimensi Masculinity vs Femininity ... 80

Tabel 4.13 Deskripsi Kultur Sekolah Pada Dimensi Uncertainty Avoidance ... 81

Tabel 4.14 Deskripsi Kultur Sekolah ... 82


(18)

Tabel 4.16 Hasil Pengujian Normalitas ... 85 Tabel 4.17 Hasil Pengujian Linieritas ... 85


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner ... 107

Lampiran 2 Data Induk ... 114

Lampiran 3 Validitas dan Reliabilitas ... 167

Lampiran 4 Normalitas dan Linieritas ... 174

Lampiran 5 Regresi ... 175

Lampiran 6 Distribusi Frekuensi dan Perhitungan Manual ... 182

Lampiran 7 Surat Ijin Penelitian ... 193


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang

berkualitas untuk mendukung keberhasilan pembangunan nasional. Kualitas

SDM dapat diwujudkan melalui jalur pendidikan baik pendidikan formal

maupun non formal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang

terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan

menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan non formal merupakan

pendidikan di luar pendidikan formal yang mencakup pendidikan kecakapan

hidup, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan,

pendidikan keaksaraan, pendidikan ketrampilan, dan pelatihan kerja, serta

pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta

didik.

Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah mempunyai tugas

memberikan bekal kepada seseorang agar potensinya berkembang secara

wajar, optimal, bersifat adaptif, dan kreatif. Oleh karena itu, sekolah

dipandang sebagai persiapan untuk kehidupan yang lebih baik di kemudian

hari. Mengingat hal demikian, banyak orang tua tidak ragu-ragu memberikan

pengorbanan yang besar untuk pendidikan anak-anaknya. Idealnya, lulusan

pendidikan formal berilmu pengetahuan dan memiliki ketrampilan yang cukup


(21)

tenaga kerja yang siap pakai tidaklah mudah. Hal tersebut dikarenakan mutu

pendidikan kurang memadai, kurang memberikan dorongan untuk

mengembangkan kemampuan siswa, dan terbatasnya informasi tentang dunia

kerja yang mengakibatkan ketidaksesuaian antara keluaran pendidikan dengan

keterbatasan lapangan pekerjaan.

Pendidikan menengah kejuruan merupakan salah satu sektor

pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan

pengembangan kemampuan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang

tertentu, kemampuan beradaptasi di lingkungan kerja, melihat peluang kerja,

dan mengembangkan diri di kemudian hari. Pendidikan menengah kejuruan

juga merupakan pendidikan yang menyiapkan peserta didik menjadi manusia

yang produktif yang dapat langsung bekerja di bidangnya (Kurikulum SMK,

2004:3). Di samping memberikan bekal kemampuan siap kerja, lulusan SMK

diharapkan dapat mengembangkan ketrampilan kejuruan yang setara maupun

melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan demikian secara

struktural SMK berada dalam posisi yang strategis. Namun, kenyataannya

masih banyak lulusan SMK yang belum bekerja atau menganggur. Hal ini

terbukti dari catatan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2004 yang

menunjukkan bahwa jumlah pengangguran lulusan SMK di Indonesia

mencapai 1.254.343 orang dan khususnya di daerah Yogyakarta 18.088 orang

(BPS, 2004:270).

SMK memiliki peran penting dalam pengembangan kecerdasan


(22)

kemampuan mengenali, mengekspresikan, dan mengendalikan emosi dalam

menerapkan kreatifitas dan inovasi baik bagi dirinya sendiri maupun orang

lain. Dalam mengembangkan kecerdasan emosional berwirausaha siswa

dilakukan melalui program pendidikan dan pelatihan di sekolah maupun di

dunia usaha. Hal tersebut didukung adanya mata pelajaran kewirausahaan

yang mempunyai tujuan, yaitu siswa memiliki jiwa, sikap, dan perilaku

wirausaha dalam bekerja, serta mampu dan berani berwiraswasta di bidangnya

(Kurikulum SMK, 2004:6).

Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan di sekolah maupun di dunia

usaha dimaksudkan untuk mengembangkan potensi akademis dan kepribadian

siswa, menguasai kompetensi terstandar, dan menginternalisasi sikap serta

nilai profesional sebagai tenaga kerja yang berkualitas (Kurikulum SMK,

2004:16). Apabila setelah lulus siswa SMK berkeinginan untuk membuka

usaha sendiri, mereka harus melaksanakan pendidikan dan pelatihan di

sekolah maupun di dunia usaha dengan sungguh-sungguh agar kelak menjadi

wirausahawan yang sukses.

Kultur keluarga, kultur sekolah, dan bakat kewirausahaan siswa yang

berbeda diduga kuat menyebabkan derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan

dan pelatihan terhadap tingkat kecerdasan emosional berwirausaha siswa

berbeda. Pada kultur keluarga (Hofstede, 1994:32,58,87,118) yang bercirikan

power distance kecil, individualism, masculinity, dan uncertainty avoidance

lemah, maka diduga kuat derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan


(23)

lebih tinggi. Hal tersebut akan nampak dari sikap berani mengatakan yang

benar, tidak tergantung pada orang tua, demokratis dalam keluarga, mampu

mengelola keuangan, suka tantangan, dan mampu bertoleransi terhadap situasi

yang tidak pasti. Pada kultur keluarga (Hofstede, 1994:32,58,87,118) yang

bercirikan power distance besar, collectivism, femininity, dan uncertainty

avoidance kuat, maka diduga kuat derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan

dan pelatihan terhadap tingkat kecerdasan emosional berwirausaha siswa akan

lebih rendah. Hal tersebut akan nampak dari otoritas orang tua berpengaruh

terus menerus sepanjang hidup, ketaatan kepada norma keluarga, kesetiaan

pada kelompok, merasa malu jika melanggar peraturan, peran wanita yang

lebih rendah dari pria, kurang mampu menghadapi situasi yang tidak pasti,

dan rendahnya inisiatif.

Pada kultur sekolah (Hofstede, 1994:34,62,90,119) yang bercirikan

power distance kecil, individualism, masculinity, dan uncertainty avoidance

lemah, maka diduga kuat derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan

pelatihan terhadap tingkat kecerdasan emosional berwirausaha siswa akan

lebih tinggi. Hal tersebut akan nampak dari perlakuan guru terhadap siswa

sama, proses pembelajaran terpusat pada siswa, kebebasan mengungkapkan

pendapat, sikap positif dalam mengerjakan tugas, suka kompetisi, dan

kejelasan guru dalam menerangkan. Pada kultur sekolah (Hofstede,

1994:34,62,90,119) yang bercirikan power distance besar, collectivism,

femininity, dan uncertainty avoidance kuat, maka diduga kuat derajat


(24)

emosional berwirausaha siswa akan lebih rendah. Hal tersebut akan nampak

dari adanya komunikasi satu arah di kelas, kurang berani mengembangkan

kemampuan dan bakat, kurang berani dalam mengungkapkan pendapat,

tergantung pada orang lain, lebih mengutamakan kinerja kelompok, siswa

menganggap guru selalu benar, dan menolak kekurangan guru.

Selain kultur keluarga dan kultur sekolah, pada siswa yang berbakat

juga diduga kuat derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan

terhadap tingkat kecerdasan emosional berwirausaha siswa akan lebih tinggi

dibandingkan dengan siswa yang tidak berbakat. Hal ini tampak dari ciri

kreatif, berani menanggung resiko, inovatif, mampu bekerjasama dalam

kelompok, percaya diri, mampu mengatur kehidupannya sendiri, mampu

menyesuaikan diri, knowledgeable, versatile, more carrier oriented and

prepared, mampu menganalisis alternatif keputusan, keterbukaan terhadap

kritik ataupun masukan, mementingkan hasil pekerjaan, desire for growth,

desire for profits, mampu bertahan dalam tekanan, dan mampu mengendalikan

aktivitas (Suryana, 2003:31).

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi apakah ada

perbedaan derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap

kecerdasan emosional berwirausaha pada kultur keluarga, kultur sekolah, dan

bakat kewirausahaan yang berbeda. Penelitian ini selanjutnya akan dituangkan

dalam judul “Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Terhadap Kecerdasan Emosional Berwirausaha Ditinjau dari Kultur Keluarga, Kultur Sekolah, dan Bakat Kewirausahaan”. Penelitian ini


(25)

merupakan survei terhadap siswa-siswa kelas 3 SMK Jurusan Teknik Mekanik

Otomotif di Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

B. Batasan Masalah

Ada banyak faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional siswa

berwirausaha antara lain pelaksanaan pendidikan dan pelatihan (diklat), kultur

keluarga, kultur sekolah, bakat kewirausahaan, jenis kelamin, status sosial,

dan minat berwirausaha. Penelitian ini memfokuskan pada faktor kecerdasan

emosional berwirausaha anak. Secara lebih spesifik dalam penelitian ini akan

menginvestigasi pengaruh pelaksanaan diklat terhadap kecerdasan emosional

berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga, kultur sekolah, dan bakat

kewirausahaan.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan

(diklat) terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur

keluarga?

2. Apakah ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan

(diklat) terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur


(26)

3. Apakah ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan

(diklat) terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari bakat

kewirausahaan?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dirumuskan tujuan penelitian

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan

dan pelatihan (diklat) terhadap kecerdasan emosional berwirausaha

ditinjau dari kultur keluarga.

2. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan

dan pelatihan (diklat) terhadap kecerdasan emosional berwirausaha

ditinjau dari kultur sekolah.

3. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan

dan pelatihan (diklat) terhadap kecerdasan emosional berwirausaha

ditinjau dari bakat kewirausahaan.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi :

1. Sekolah

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh sekolah dalam

menghasilkan lulusan yang kreatif, mandiri, dan memiliki motivasi


(27)

b. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan untuk

meningkatkan kecerdasan emosional berwirausaha siswa melalui

pelaksanaan pendidikan dan pelatihan yang baik.

2. Universitas Sanata Dharma

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan pengetahuan

bagi FKIP sebagai calon guru dalam membimbing anak didiknya

untuk mengembangkan kecerdasan emosional berwirausaha.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi

perpustakaan.

3. Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi

penelitian selanjutnya dan dapat memberikan tambahan pengetahuan


(28)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, dan ketrampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa, serta negara. Oleh karena itu, pendidikan merupakan

sektor yang paling menentukan dalam keberhasilan pembangunan. Rendahnya

kualitas pendidikan akan berdampak kepada rendahnya kualitas sumber daya

manusia (SDM).

Sekolah Menengah Kejuruan sebagai lembaga pendidikan yang

mempunyai peran dalam mempersiapkan tenaga kerja tingkat menengah.

Sekolah Menengah Kejuruan diharapkan mampu menghasilkan sumber daya

manusia yang produktif, memiliki kemampuan, ketrampilan, dan sikap kerja,

sehingga siswa lulusan SMK siap memasuki dunia kerja. Dalam

mempersiapkan siswa untuk memasuki dunia kerja, SMK melaksanakan

program pendidikan dan pelatihan baik di sekolah maupun di industri. Semua

teori yang diperoleh siswa di kelas dari proses belajar mengajar dipraktikkan

di industri/dunia kerja secara langsung dan nyata.

Dalam pelaksanaan pembelajaran di industri/dunia kerja menuntut


(29)

harus mengerjakan tugas dengan baik dan benar, mematuhi peraturan yang

berlaku, bekerja sama dengan orang lain, belajar berkomunikasi dengan orang

lain, dapat melatih mental, dan dapat meningkatkan kompetensi agar sesuai

dengan kebutuhan dunia kerja. Dengan demikian siswa dapat memahami

karakteristik suatu pekerjaan dan mengetahui kemampuan apa yang harus

dimiliki oleh seseorang agar dapat bekerja dengan baik.

1. Pengertian Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)

Pelaksanaan pembelajaran/diklat adalah proses kegiatan belajar

peserta didik sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, untuk mencapai

penguasaan kompetensi (Kurikulum SMK, 2004:16). Pendidikan kejuruan

tidak bisa sepenuhnya dilaksanakan di sekolah saja tetapi dilaksanakan di

dua tempat yaitu di sekolah dan di industri/dunia kerja untuk mencapai

kompetensi yang sesuai dengan bidang keahliannya. Oleh karena itu,

pendidikan menengah kejuruan harus menjalin kerja sama dengan pihak

dunia kerja/industri yang menjadi lapangan kerja lulusan SMK.

Proses pembelajaran di sekolah bertujuan untuk mengembangkan

potensi akademis dan kepribadian siswa, menguasai ilmu pengetahuan dan

teknologi, sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan dunia kerja

(Kurikulum SMK, 2004:16). Proses pembelajaran/pelatihan di dunia kerja

bertujuan agar siswa menguasai kompetensi terstandar, mengembangkan

dan menginternalisasi sikap dan nilai profesional sebagai tenaga kerja

yang berkualitas unggul, baik bekerja pada pihak lain maupun sebagai


(30)

2. Tujuan Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)

Pelaksanaan pembelajaran/pendidikan dan pelatihan dimaksudkan

untuk mengembangkan potensi akademis dan kepribadian siswa,

menguasai kompetensi terstandar, serta menginternalisasi sikap dan nilai

profesional sebagai tenaga kerja yang berkualitas unggul, sesuai dengan

kebutuhan dan perkembangan dunia kerja (Kurikulum SMK, 2004:16).

Kompetensi lulusan terdiri dari kompetensi umum yang mengacu pada

tujuan pendidikan nasional dan kecakapan hidup generik dan kompetensi

kejuruan yang mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional

Indonesia (Bagian II Kurikulum SMK, 2004:6).

3. Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan

Pelaksanaan pembelajaran yang menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran

berbasis kompetensi dilakukan dengan pengaturan sebagai berikut:

a. Pembelajaran di Sekolah

Ciri/operasionalisasi pembelajaran di sekolah (Kurikulum SMK,

2004:19) adalah:

1) Pembelajaran di sekolah meliputi pembelajaran program

normatif, adaptif, dan produktif.

2) Pembelajaran program produktif ditekankan pada penguasaan

dasar-dasar keahlian yang luas, kuat, mendasar, serta penguasaan

alat dan teknik bekerja yang tepat.

3) Industri dapat dilibatkan dalam proses pembelajaran di SMK


(31)

dasar-dasar keahlian yang benar serta memberikan wawasan tentang

dunia kerja.

4) Keterlaksanaan program di SMK, baik akademis maupun

administratif menjadi tanggung jawab kepala sekolah dengan

koordinasi komite sekolah.

5) Siswa yang berminat untuk bekerja mandiri (berwirausaha), perlu

mendapatkan bimbingan khusus yang memadai dari pihak

sekolah. Siswa yang bersangkutan tidak cukup diberikan

pengetahuan bisnis secara teoritis. Ia harus dibina dan dilatih

dengan pengalaman berwirausaha atau berbisnis secara nyata dan

bertahap.

6) Bimbingan berwirausaha antara lain mencakup aspek

menganalisis pasar, merencanakan, melaksanakan produksi

(barang dan jasa), memasarkan hasil, mengevaluasi, dan membuat

laporan hasil usaha serta membuka jejaring kerja dengan pihak

lain.

7) Apabila praktik berwirausaha tersebut membutuhkan waktu

pembelajaran yang lebih banyak, maka sekolah dapat

menyesuaikan jumlah jam yang ada di dalam Struktur Kurikulum

Pendidikan dan Pelatihan, baik program diklat normatif, adaptif,

maupun produktif. Pengaturan tersebut dilakukan secara rasional,


(32)

8) Pengalaman berwirausaha dapat dilaksanakan di sekolah melalui

pembukaan kelas wirausaha yang sesuai dengan minat siswa dan

potensi pasar.

b. Pembelajaran di Industri (Dunia Kerja)

Ciri/operasionalisasi pembelajaran di dunia kerja/industri (Kurikulum

SMK, 2004:20) adalah:

1) Peserta diklat yang mengikuti pelatihan di industri adalah mereka

yang memenuhi persyaratan minimal yang telah ditetapkan, baik

pada saat penerimaan maupun pada saat pemilihan program

diklat.

2) Industri dapat melakukan pemilihan peserta dan memberikan

pembekalan kemampuan tambahan, agar benar-benar siap dan

memenuhi standar minimal sesuai dengan persyaratan kerja yang

ada.

3) Kegiatan pelatihan di industri dilaksanakan sesuai dengan

program bersama yang telah disepakati.

4) Kegiatan peserta di industri merupakan kegiatan bekerja langsung

pada pekerjaan yang sesungguhnya, untuk menguasai kompetensi

yang benar dan terstandar, sekaligus menginternalisasi sikap dan

etos kerja yang positif sesuai dengan persyaratan tenaga kerja

profesional pada bidangnya.

5) Lamanya peserta berada di suatu industri, ditentukan atas dasar


(33)

kompetensi yang akan dipelajarinya. Waktunya berkisar antara 4

bulan sampai dengan 12 bulan.

6) Pelaksanaan pembelajaran di industri dilengkapi dengan

perangkat antara lain: jurnal kegiatan peserta, termasuk daftar

kemajuan hasil belajar peserta, perangkat monitoring, kontrak

kerja/perjanjian peserta (jika diperlukan), asuransi kecelakaan

kerja bagi peserta, dan lain-lain yang dianggap perlu.

7) Kegiatan pembelajaran berbasis kompetensi dilakukan setelah

penyiapan komponen-komponen/sarana pembelajaran dipastikan

kesiapannya, untuk mengantisipasi terjadinya hambatan dalam

pelaksanaan proses pembelajaran.

Berikut ini adalah tabel silabus pembelajaran di SMK Jurusan Teknik

Mekanik Otomotif (Bagian II Kurikulum SMK, 2004:7-9) :

Level Kualifikasi Kompetensi Sub Kompetensi

Pelaksanaan pemeliha-raan/servis komponen

ƒ Pelaksanaan pemeliharaan/servis komponen

ƒ Identifikasi dan penggunaan pelumas/cairanpemebrsih yang benar

ƒ Pemasangan sistem hidrolik Pemasangan sistem

hidrolik ƒ Pengujian sistem hidrolik Pemeliharaan/service

sistem hidrolik

ƒ Pemeliharan/servis dan pengujian sistem hidrolik

Pemeliharaan/service dan perbaikan kompre-sor udara dan kompo-nen-komponennya

ƒ Pemeliharaan/service dan perbaikan kompresor udara dan komponen - komponennya

ƒ Pelaksanaan prosedur pengelasan

ƒ Pelaksanaan prosedur pematrian

ƒ Pelaksanaan prosedur pemotongan dengan panas Melaksanakan prosedur

pengelasan, pematrian, pemotongan dengan panas

dan pemanasan ƒ Pelaksanaan prosedur pemanasan Pembacaan dan

pema-haman gambar teknik

ƒ Membaca dan memahami gambar teknik

Penggunaan dan pemeliharaan alat ukur

ƒ Pengukuran dimensi dan variabel menggunakan perlengkapan yang sesuai

ƒ Mengikuti prosedur pada tempat kerja untuk mengidentifikasi bahaya dan penghindarannya

Teknisi Yunior

Mengikuti prosedur kesehatan dan


(34)

Level Kualifikasi Kompetensi Sub Kompetensi

ƒ Penempatan dan pengidentifikasian jenis pemadam kebakaran,penggunaan dan prosedur pengoperasian ditempat kerja

ƒ Pelaksanaan prosedur darurat

ƒ Menjalankan dasar dasar prosedur keamanan

ƒ Pelaksanaan prosedur penyelamatan pertama dan Cardio Pulmonary Resusciation (CPR)

ƒ Memilih dan menggunakan secara aman peralatan tempat kerja Penggunaan dan

peme-liharaan peralatan dan

perlengkapan tempat kerja ƒ Pemeliharaan/servis pada peralatan dan perlengkapan tempat kerja Pelaksanaan operasi

penanganan secara manual

ƒ Mengangkat dan memindahkan meterial/komponen/part

ƒ Mengidentifikasi konstrusksi jenis roda dan sistem pemasangannnya

ƒ Melepas roda-roda

ƒ Pemeriksaan roda dan pemasangannya Melepas, memasang dan

menyetel roda

ƒ Memasang roda

ƒ Membongkar,memasang dan mengganti dan dalam dan luar

ƒ Memeriksa ban dalam dan luar untuk menentukan perbaikan Pembongkaran, perbai-kan

dan pemasangan ban luar

dan ban dalam ƒ Melaksanakan perbaikan ban dalam dan ban luar

ƒ Menguji baterai

ƒ Melepas dan mengganti baterai

ƒ Memelihara/servis dan mengisi baterai Pengujian,

pemelihara-an/servis dan penggan-tian baterai

ƒ Membantu start

ƒ Memelihara,memahami dan menyampaikan informasi tempat kerja

Konstribusi komunikasi di tempat kerja

ƒ Mempertahankan prestasi tempat kerja Pemeliharaan/servis

sistem pendingin dan komponen– komponennya

ƒ Memelihara/servis sistem pendingin dan komponennya

Perbaikan sistem pendi-ngin dan komponen– komponennya

ƒ Memperbaiki sistem pendingin dan komponennya

Pemeliharaan/servis sistem bahan bakar bensin

ƒ Memelihara/servis komponen sistem bahan bakar bensin

Pemeliharaan/servis sistem injeksi bahan bakar diesel

ƒ Memelihara/servis sistem dan komponen injeksi bahan bakar diesel

Pemeliharaan/servis unit kopling dan kom-ponen-komponennya sistem pengoperasian

ƒ Memelihara/servis unit kopling dan komponen-komponen sistem pengoperasian

Perbaikan kopling dan komponen– komponenya

ƒ Memperbaiki sistem kopling dan komponennya

Pemeliharaan/servis transmisi manual

ƒ Memperbaiki,melepas dan mengganti transmisi manual dan komponennya

Pemeliharaan/servis poros penggerak roda

ƒ Memelihara/servis poros penggerak roda/drive shaft dan komponen-komponennya

ƒ Merakit dan memasang sistem rem dan komponennya Perakitan dan

pema-sangan sistem rem dan komponen–komponenya

ƒ Menguji sistem rem dan komponennya Pemeliharaan/servis

sistem rem

ƒ Memelihara/servis sistem rem dan komponennya

Pemeriksaan sistem kemudi

ƒ Memeriksa dan menguji kondisi sistem/komponen kemudi

Pemeriksaan sistem suspensi

ƒ Memelihara/servis sistem suspensi dan atau komponen-komponenya


(35)

Level Kualifikasi Kompetensi Sub Kompetensi

Perbaikan ringan pada

rangkaian/sistem kelistrikan

ƒ Menguji dan mengidentifikasi kesalahan sistem/komponen

ƒ Memasang sistem penerangan dan wiring kelistrikan

ƒ Menguji sistem kelistrikan Pemasangan, pengujian

dan perbaikan sistem

penerangan dan wiring ƒ Memperbaiki sistem kelistrikan Pemasangan keleng-kapan

kelistrikan tambahan (Assesoris)

ƒ Memasang perlengkapan kelistrikan tambahan

Pemeliharaan/servis engine dan kompo-nen– komponennya

ƒ Memelihara/servis engine dan komponen-komponennya

Overhaul komponen sistem pendingin

ƒ Overhaul komponen sistem pendingin

Overhaul kopling dan komponennya

ƒ Overhaul kopling dan komponen-komponennya

Pemeliharaan/servis transmisi otomatis

ƒ Pemeliharaan/servis transmisi otomatis dan atau komponen yang berhubungan

Pemeliharaan/servis unit final drive/gardan

ƒ Memperbaiki unit final drive/gardan dan komponen-komponenya

Perbaikan poros penggerak roda

ƒ Memperbaiki poros penggerak roda/drive shaft dan komponen-komponennya

Perbaikan sistem rem ƒ Memperbaiki melepas dan mengganti sistem rem dan atau komponen lain yang bersangkutan

Overhaul komponen sistem rem

ƒ Overhaul komponen sistem rem dan bagian-bagiannya

Perbaikan sistem kemudi ƒ Memperbaiki membongkar dan mengganti sistem kemudi dan komponennya

Pemeliharaan/servis sistem suspensi

ƒ Memelihara/servis sistem suspensi dan atau komponen-komponennya

Balans roda/ban ƒ Membalans roda

ƒ Memasang sistem pengaman kelistrikan/komponen

ƒ Menguji sistem pengaman kelistrikan/komponen Pemasangan, pengujian

dan perbaikan sistem pengaman kelistrikan dan

komponennya ƒ Memperbaiki sistem pengaman kelistrikan/komponen Perbaikan sistem

pengapian

ƒ Memperbaiki sistem pengapian dan komponennya

Memelihara/servis sistem AC (Air Conditioner)

ƒ Memelihara/servis sistem AC

Berikut ini adalah struktur kurikulum bidang keahlian teknik mesin program

keahlian teknik mekanik otomotif (Bagian II Kurikulum SMK, 2004:17-18) :

NO PROGRAM/MATA DIKLAT DURASI /

WAKTU (jam)

I PROGRAM NORMATIF:

1. Pendidikan Agama 192

2. Pendidikan Kewarganegaraan dan Sejarah 288

3. Bahasa Indonesia 192

4. Pendidikan Jasmani dan Olah Raga 288

II PROGRAM ADAPTIF :

1. Matematika 516

2. Bahasa Inggris 440

3. Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi (KKPI) 202


(36)

NO PROGRAM/MATA DIKLAT WAKTU (jam) DURASI /

6. Kimia 192

7. Pengetahuan Dasar Teknik Mesin 240

III PROGRAM PRODUKTIF :

1. Pelaksanaan pemeliharaan/servis komponen 40

2. Pemasangan sistem hidrolik 30

3. Pemeliharaan/service sistem hidrolik 30

4. Pemeliharaan/service dan perbaikan kompresor udara dan komponen-komponennya 20 5. Melaksanakan prosedur pengelasan, pematrian, pemotongan dengan panas dan

pemanasan

80

6. Pembacaan dan pemahaman gambar teknik 60

7. Penggunaan dan pemeliharaan alat ukur 60

8. Mengikuti prosedur kesehatan dan keselamatan kerja 60 9. Penggunaan dan pemeliharaan peralatan dan perlengkapan tempat kerja 80 10. Pelaksanaan operasi penanganan secara manual 40

11. Melepas, memasang dan menyetel roda 30

12. Pembongkaran, perbaikan dan pemasangan ban luar dan ban dalam 40 13. Pengujian, pemeliharaan/servis dan penggantian baterai 30

14. Konstribusi komunikasi di tempat kerja 18

15. Pemeliharaan/servis sistem pendingin dan komponen – komponennya 40 16. Perbaikan sistem pendingin dan komponen – komponennya 40 17. Pemeliharaan/servis sistem bahan bakar bensin 60 18. Pemeliharaan/servis sistem injeksi bahan bakar diesel 60 19. Pemeliharaan/servis unit kopling dan komponen- komponennya sistem pengoperasian 60 20. Perbaikan kopling dan komponen – komponenya 60

21. Pemeliharaan/servis transmisi manual 60

22. Pemeliharaan/servis poros penggerak roda 40

23. Perakitan dan pemasangan sistem rem dan komponen – komponennya 60

24. Pemeliharaan/servis sistem rem 60

25. Pemeriksaan sistem kemudi 40

26. Pemeriksaan sistem suspensi 40

27. Perbaikan ringan pada rangkaian/sistem kelistrikan 60 28. Pemasangan, pengujian dan perbaikan sistem penerangan dan wiring 60 29. Pemasangan kelengkapan kelistrikan tambahan ( Assesoris ) 60 30. Pemeliharaan/servis engine dan komponen – komponennya 80

31. Overhaul komponen sistem pendingin 40

32. Overhaul kopling dan komponennya 60

33. Pemeliharaan/servis transmisi otomatis 60

34. Pemeliharaan/servis unit final drive/gardan 60

35. Perbaikan poros penggerak roda 40

36. Perbaikan sistem rem 40

37. Overhaul komponen sistem rem 40

38. Perbaikan sistem kemudi 40

39. Pemeliharaan/servis sistem suspensi 40

40. Balans roda/ban 20

41. Pemasangan, pengujian dan perbaikan sistem pengaman kelistrikan dan komponennya 60

42. Perbaikan sistem pengapian 60

43. Memelihara/servis sistem AC ( Air Conditioner ) 60

JUMLAH 4970

Keterangan:

1. Durasi pembelajaran per jam @ 45 menit.

2. Praktek kerja di Industri dilaksanakan selama 4 sampai dengan 12 bulan, menggunakan alokasi waktu pembelajaran produktif.


(37)

B. Kecerdasaan Emosional Berwirausaha

1. Kecerdasan Emosional

Pembangunan mutu sumber daya manusia yang berkualitas

tidaklah cukup dengan mengandalkan kecerdasan intelektual saja, tetapi

harus didukung juga oleh kecerdasan emosional. Menurut Zakarilya

(Januari 2004), kecerdasan emosional perlu dikembangkan dalam

pendidikan di antaranya empati, kemandirian, ketekunan, kesetiakawanan,

keramahan, sikap hormat, kemampuan beradaptasi, kemampuan

memecahkan masalah, kecakapan sosial, berpikir terbuka dan jujur,

memiliki prinsip, kreatif, bersikap adil, bijaksana, kemampuan

berkomunikasi, motivasi, dan kemampuan bekerja sama.

Emosi adalah suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu

keadaan biologi dan psikologi, serta serangkaian kecenderungan untuk

bertindak (Agus Efendi, 2005:176). Orang yang dapat mengenali dan

mengelola emosi berarti menuju ke arah kebaikan dan hal tersebut dapat

diterapkan untuk mulai merintis menjadi seorang wirausahawan. Menurut

Agus Efendi (2005:171), kecerdasan emosional adalah kemampuan

mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan

memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik

pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain.

Menurut Reuven Bar-On (http://www.psikoutama.com/id/service

13.php), kecerdasan emosi didefinisikan sebagai mata rantai keahlian,


(38)

keberhasilan seseorang dalam menghadapi tuntutan dan tekanan

lingkungannya. Kecerdasan emosional (Emotional Intelligence) adalah

kemampuan untuk mengerti dan mengendalikan emosi. Termasuk di

dalamnya kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain di

sekitarnya (http://www.sekolahindonesia.com/). Dalam kehidupan

sehari-hari kemampuan kecerdasan emosional sangat berperan untuk mencapai

kesuksesan seseorang.

Menurut Daniel Goleman (2004:45), kecerdasan emosional adalah

kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan

bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak

melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar

beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, berempati, dan

berdoa. Salovey dan Mayer dalam Shapiro (1997:8) juga mendefinisikan

kecerdasan emosional sebagai himpunan bagian dari kecerdasan sosial

yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri

sendiri maupun orang lain, memilah-milah semuanya, dan menggunakan

informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.

Kecerdasan emosional menurut Ge Mozaik (Juni 2005) adalah

kemampuan untuk mengenali, mengekspresikan dan mengendalikan

emosi, baik emosi dirinya sendiri maupun emosi orang lain, dengan

tindakan konstruktif, yang mempromosikan kerjasama sebagai tim yang

mengacu pada produktivitas dan bukan pada konflik. Pendapat tersebut


(39)

blogspot.com/ 2004_12_10_ahmadchoironudin) yang mengatakan bahwa

kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan

secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber

energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosional juga

merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar

menggunakan emosi (Howes dan Herald, http://ahmadchoironudin.

blogspot.com/ 2004_12_10_ahmadchoironudin). Kecerdasaan emosional

menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri

sendiri dan orang lain, dan untuk menanggapinya dengan tepat,

menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.

2. Kewirausahaan

Menurut Budi Santoso (http://www.webpost.net/as/asmatweb/

apotret.htm), kata "wiraswasta" berasal dari Wira yang berarti utama,

gagah, berani, luhur, teladan atau pejuang. Swa berarti sendiri dan Sta

berarti berdiri. Jadi wiraswasta (entrepreneur) berarti pejuang yang utama,

gagah, luhur, berani dan layak menjadi teladan dalam bidang usaha dengan

landasan berdiri di atas kaki sendiri. Menurut Drucker dalam Suryana

(2003:10), kewirausahaan adalah suatu kemampuan untuk menciptakan

sesuatu yang baru dan berbeda.

Menurut Zimmerer dalam Suryana (2003:10) kewirausahaan

adalah penerapan kreativitas dan inovasi untuk memecahkan masalah dan

upaya untuk memanfaatkan peluang yang dihadapi setiap hari. Pendapat


(40)

diartikan sebagai kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar,

kiat, dan sumber daya untuk mencapai peluang menuju sukses. Proses

kreatif dan inovatif biasanya diawali dengan memunculkan ide-ide dan

pemikiran baru untuk menciptakan yang baru dan berbeda.

3. Kecerdasan Emosional Berwirausaha

Berdasarkan pengertian kecerdasan emosional dan kewirausahaan

di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional berwirausaha

adalah kemampuan mengenali, mengekspresikan, dan mengendalikan

emosi dalam menerapkan kreatifitas dan inovasi baik bagi dirinya sendiri

maupun orang lain.

4. Dimensi Kecerdasan Emosional Berwirausaha

Dimensi kecerdasan emosional berwirausaha mempunyai lima komponen

dasar (Ge Mozaik, Juni 2005), yaitu :

a. Self-awareness (pengenalan diri)

Mampu mengenali emosi diri dan penyebab dari pemicu emosi

tersebut. Kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan

itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional.

b. Self-regulation (penguasaan diri)

Seseorang yang mempunyai pengenalan diri yang baik dapat lebih

terkontrol dalam membuat tindakan agar lebih hati-hati. Penguasaan

diri berarti menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan


(41)

c. Self-motivation (motivasi diri)

Kemampuan seseorang memotivasi diri dapat ditelusuri melalui

hal-hal sebagai berikut: 1) cara mengendalikan dorongan hati, 2) derajat

kecemasan yang berpengaruh terhadap unjuk kerja seseorang, 3)

kekuatan berpikir positif, 4) optimisme, 5) keadaan flow (mengikuti

aliran).

d. Emphaty (empati)

Kemampuan untuk mengenali perasaan orang lain dan merasakan apa

yang orang lain rasakan jika dirinya sendiri yang berada pada posisi

tersebut. Empati atau mengenal emosi orang lain dibangun

berdasarkan pada kesadaran diri. Apabila seseorang terbuka pada

emosi sendiri, maka dapat dipastikan bahwa ia akan terampil membaca

perasaan orang lain.

e. Social Skill (ketrampilan sosial)

Dengan adanya empat kemampuan tersebut, seseorang dapat

berkomunikasi dengan orang lain secara efektif. Kemampuan untuk

memecahkan masalah bersama-sama lebih ditekankan dan bukan pada

konfrontasi yang tidak penting yang sebenarnya dapat dihindari.

Membina hubungan dengan orang lain merupakan ketrampilan sosial


(42)

Tujuh kiat meningkatkan kecerdasan emosional, yaitu

(http://www.glorianet.org/lowongan/tips_35.html):

a. Mengenali emosi diri

Ketrampilan ini meliputi kemampuan seseorang untuk

mengidentifikasi apa yang sesungguhnya ia rasakan. Setiap kali suatu

emosi tertentu muncul dalam pikiran, seseorang harus dapat

menangkap pesan apa yang ingin disampaikan.

b. Melepaskan emosi negatif

Ketrampilan ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk

memahami dampak dari emosi negatif terhadap dirinya sendiri.

c. Mengolah emosi diri sendiri

Kemampuan untuk mengendalikan dan mengelola emosi.

d. Memotivasi diri sendiri

Ketrampilan memotivasi diri memungkinkan terwujudnya kinerja yang

tinggi dalam segala bidang.

e. Mengenali emosi orang lain

Berusaha mengerti terlebih dahulu sebelum dimengerti. Ketrampilan

ini merupakan dasar dalam berhubungan dengan manusia secara


(43)

f. Mengelola emosi orang lain

Ketrampilan mengelola emosi orang lain merupakan kemampuan yang

dahsyat jika seseorang bisa mengoptimalkannya.

g. Memotivasi orang lain

Ketrampilan memotivasi orang lain adalah bentuk lain dari

ketrampilan kepemimpinan yaitu kemampuan menginspirasi,

memotivasi, dan mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan

bersama.

C. Kultur Keluarga

1. Pengertian Kultur

Kultur atau kata lainnya budaya berasal dari ilmu antropologi.

Kultur dapat didefinisikan sebagai: “... the totally of socially transmitted

behavior pattern, arts, beliefs, institusions, and all other product of human work and thought characteristics of the community or population” (Kotter

dan Heskett, 1992:3).

Kultur menurut Hofstede (1995:5) adalah

“… a collective phenomenon, because it is at least partly shared with people who live or lived within the same social environment, which is there it was learned. It is the collective programming of the mind which distinguishes the members of the one group or category of people from another”.

Menurut Sugiarto (Oktober 2005), kultur merupakan pandangan


(44)

mencakup cara berpikir, perilaku, sikap, nilai yang tercermin baik dalam

wujud fisik maupun abstrak. Menurut Hofstede (1994:4) kultur sebagai

“software of the mind”. Kultur sebagai bentuk pemrograman mental

secara kolektif, kultur cenderung sulit berubah. Perubahan bersifat evolutif

atau perlahan-lahan. Hal ini disebabkan bukan semata-mata karena kultur

tersebut telah menjadi bagian dari diri para anggota kelompok, tetapi

kultur telah terkristalisasi ke dalam lembaga yang mereka bangun.

2. Pengertian dan Dimensi Kultur Keluarga

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama bagi anak, sehingga

peranan keluarga sangat penting dalam pendidikan anak. Pendidikan yang

diterima dari lingkungan keluarga, yang diserap dari masyarakat, maupun

yang diperoleh dari sekolah akan menyatu dalam diri peserta didik,

menjadi satu kesatuan yang utuh, saling mengisi, dan diharapkan dapat

saling memperkaya secara positif. Kultur keluarga adalah

kebiasaan-kebiasaan keluarga akan menjadi pola pikir tersendiri yang digunakan

sebagai dasar seseorang bertindak dan mengambil keputusan.

Menurut Hofstede (1994:10) kultur dapat diklasifikasikan ke dalam

enam tingkatan (layers), yaitu: 1) a national level, 2) a regional level, 3) a

gender level, 4) a generation level, 5) a social class level, dan 6) an

organization or corporate level. Pada tingkat nasional, kultur dapat

dikenali berdasarkan dimensi yang mencakup: power distance (from small

to large), collectivism versus individualism, femininity versus masculinity,


(45)

Dimensi power distance (jarak kekuasaan) menunjukkan tingkatan

atau sejauh mana tiap kultur mempertahankan perbedaan status atau

kekuasaan di antara anggota-anggotanya. Dimensi individualism

(individualisme) menggambarkan suatu masyarakat dimana pertalian antar

individu cenderung menghilang (artinya: individu cenderung memikirkan

dirinya sendiri dan setelahnya orang lain). Dimensi collectivism

(kolektivisme) menunjukkan suatu kondisi kelompok dimana

individu-individu sejak lahir diintegrasikan secara kuat sehingga mereka menjadi

sangat loyal terhadap kelompok tersebut. Dimensi masculinity

(maskulinitas) menunjukkan suatu kelompok dimana peran sosial gender

terhadap perbedaan jelas. Dimensi femininity menunjukkan suatu

kelompok dimana peran sosial gender terhadap perbedaan tidak jelas.

Dimensi uncertainty avoidance (ketidakpastian) menunjukkan suatu

kelompok masyarakat dalam menghadapi situasi yang samar-samar atau

tidak pasti.

Pada tingkat keluarga, dimensi power distance (jarak kekuasaan)

(Hofstede, 1994:32) mencakup indikator antara lain: ketaatan kepada

norma keluarga, menghormati orang tua dan yang lebih tua sebagai dasar

kebaikan, otoritas orang tua berpengaruh terus menerus sepanjang hidup,

dan ketergantungan.Dimensi collectivismversus individualism (Hofstede,

1994:58) mencakup indikator antara lain: demokrasi dalam keluarga,

kesetiaan kepada kelompok adalah sumber daya bersama, mampu


(46)

merasa bersalah jika melanggar peraturan, dan keluarga menjadi tempat

bersatunya anggota keluarga. Dimensi femininity versus masculinity

(Hofstede, 1994:87) mencakup indikator antara lain: relasi anak dan orang

tua ada jarak, perbedaan peran orang tua, peran wanita yang lebih rendah

dari pria, dan belajar bersama menjadi rendah hati. Dimensi uncertainty

avoidance (Hofstede, 1994:118) mencakup indikator antara lain: toleransi

terhadap situasi yang tidak pasti dan mempunyai inisiatif, keluarga

menjadi tempat belajar, dan memiliki aturan.

D. Kultur Sekolah

1. Pengertian Kultur Sekolah

Kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh

suatu kelompok masyarakat yang mencakup cara berpikir, perilaku, sikap,

nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun abstrak (Sugiarto,

Oktober 2005). Sekolah memegang andil yang cukup besar dalam

pembentukan kepribadian siswa. Menurut Depdiknas dalam Dapiyanta

(2005:92) mengartikan kultur ialah kualitas kehidupan yang terwujud

dalam aturan-aturan atau norma, tata kerja, kebiasaan kerja, gaya

kepemimpinan seorang pemimpin maupun anggota. Kualitas kehidupan

tersebut tumbuh dan berkembang berdasarkan nilai-nilai, spirit, atau

keyakinan yang dianut organisasi.

Menurut Depdiknas dalam Dapiyanta (2005:92), kultur sekolah


(47)

berkembang berdasarkan nilai atau spirit yang dianut oleh sekolah.

Kualitas kehidupan itu terwujud dalam bentuk bagaimana keseluruhan

anggota sekolah, yaitu kepala sekolah, para guru, para tenaga

kependidikan bekerja, belajar, dan berhubungan satu sama lainnya,

sebagaimana telah menjadi tradisi sekolah. Kultur sekolah adalah perilaku

lahir dan batin dari komunitas sekolah dalam menjalankan kehidupan

sekolah yang berpola dan mentradisi (Dapiyanta, 2005:93). Mentradisi di

sini tidak berarti berhenti, melainkan dinamis dan selalu berproses.

Menurut Arief Achmad (http://www.pikiranrakyat.com/cetak/

1004/11/0310.htm), kultur sekolah merupakan faktor esensial dalam

membentuk siswa menjadi manusia yang optimis, berani tampil,

berperilaku kooperatif, kecakapan personal, dan akademik. Kultur sekolah

memiliki pengaruh yang jelas atas apa yang anak-anak dan orang dewasa

pelajari dan bagaimana mereka mempelajarinya. Kultur sekolah akan

terwujud jika semua komponen ikut andil didalamnya, karena hubungan

kekerabatan individu merupakan kunci sebuah sistem. Suasana disiplin,

keakraban, saling menghargai, dan menghormati tentunya tidak boleh

diabaikan. Peran kultur sekolah adalah untuk memperbaiki kinerja

sekolah, membangun komitmen warga sekolah, serta membuat suasana

kekeluargaan, kolaborasi, ketahanan belajar, semangat terus maju,

dorongan bekerja keras, dan tidak mudah mengeluh (Arief Achmad,


(48)

Kultur sekolah yang positif menghargai kesuksesan, menekankan

pencapaian dan kolaborasi, serta mengikat suatu komitmen pada staf dan

siswa untuk belajar. Kultur sekolah yang negatif menyalahkan siswa atas

prestasinya, menghindari kolaborasi, dan selalu ada pertentangan antar

warga sekolah. Kultur sekolah yang negatif harus diubah ke arah positif.

Untuk mengubahnya kepala sekolah harus memahami kultur yang ada,

mengubah variasi hubungan antar warga sekolah, perubahan dilakukan

melalui dialog, perlahan-lahan dengan kesabaran, dan komitmen, serta

perubahan dimulai dari atas dengan contoh perubahan yang bersifat

keteladanan. Kultur sekolah yang positif akan menghasilkan produk kultur

yang baik pula, seperti peningkatan kinerja individu dan kelompok,

peningkatan kinerja sekolah atau institusi, terjamin hubungan yang

sinergis di antara warga sekolah, tugas dilaksanakan dengan perasaan

senang, timbul iklim akademik, kompetisi dengan kolaborasi, serta

interaksi yang menyenangkan.

Kultur sekolah yang kondusif, antara lain, ditandai dengan adanya

iklim terbuka (open climate), budaya positif (positive culture), budaya

terbuka (open culture), dan suasana batin yang menyenangkan (enjoyable

spiritual atmosphere) di antara warga sekolah. Kultur sekolah yang

kondusif akan tampak dan tercermin dalam struktur organisasi sekolah,

deskripsi tugas sekolah, kebijakan dan aturan, tata tertib sekolah,

kepemimpinan dan hubungan, acara atau ritual, serta penampilan fisik


(49)

2. Dimensi Kultur Sekolah

Menurut Hofstede (1994:10) kultur dapat diklasifikasikan ke dalam

enam tingkatan (layers) yaitu: (1) a national level, (2) a regional level, (3)

a gender level, (4) a generation level, (5) a social class level, dan (6) an

organization or corporate level. Pada tingkat nasional, kultur dapat

dikenali berdasarkan dimensi yang mencakup: power distance (from small

to large), collectivism versus individualism, femininity versus masculinity,

dan uncertainty avoidance (from weak to strong) (Hofstede, 1994:14).

Dimensi power distance (jarak kekuasaan) menunjukkan tingkatan

atau sejauh mana tiap kultur mempertahankan status atau kekuasaan di

antara anggota-anggotanya. Dimensi individualism (individualisme)

menggambarkan suatu masyarakat dimana pertalian antar individu

cenderung menghilang (artinya: individu cenderung memikirkan dirinya

sendiri dan setelahnya orang lain). Dimensi collectivism (kolektivisme)

menunjukkan suatu kondisi kelompok dimana individu-individu menjadi

anggota sekolah kemudian diintegrasikan secara kuat sehingga mereka

menjadi sangat loyal terhadap kelompok tersebut. Dimensi masculinity

(maskulinitas) menunjukkan suatu kelompok dimana peran sosial gender

terhadap perbedaan jelas. Dimensi femininity (feminitas) menunjukkan

suatu kelompok dimana peran sosial gender terhadap perbedaan tidak

jelas. Dimensi uncertainty avoidance (ketidakpastian) menunjukkan suatu

kelompok masyarakat dalam menghadapi situasi yang samar-samar atau


(50)

Pada tingkat sekolah, dimensi power distance (jarak kekuasaan)

(Hofstede, 1994:34) mencakup indikator antara lain: perlakuan guru

terhadap para siswa sama/tidak pilih kasih, proses pembelajaran terpusat

pada siswa, kesempatan bertanya, kebebasan menyampaikan kritik,

komunikasi dua arah di kelas, peran orang tua pada anak di sekolah, aturan

dan norma dalam sekolah, pengembangan kemampuan dan bakat, dan

orang tua diuntungkan dengan proses pembelajaran di sekolah. Dimensi

collectivismversusindividualism (Hofstede, 1994:62) mencakup indikator

antara lain: kebebasan mengemukakan pendapat, penyelesaian tugas dari

guru, tingkat penerimaan diri oleh orang lain, sikap positif dalam

mengerjakan tugas, dan tujuan berprestasi. Dimensi femininity versus

masculinity (Hofstede, 1994:90) mencakup indikator antara lain: suasana

kompetisi di kelas, berorientasi pada prestasi, dan kompetensi guru.

Dimensi uncertainty avoidance (Hofstede, 1994:119) mencakup indikator

antara lain: tingkat penerimaan siswa pada kekurangan guru, kejelasan

guru dalam menerangkan, dan adanya kedekatan hubungan antara guru,

siswa, dan orang tua.

E. Bakat Kewirausahaan

1. Bakat

Selama ini pengembangan bakat anak kurang mendapat perhatian

yang berarti di dunia pendidikan. Padahal pendidikan dimaksudkan untuk


(51)

berkemampuan kurang, rata-rata, atau lebih, mendapat kesempatan untuk

mewujudkan bakat-bakatnya secara optimal. Bakat merupakan salah satu

faktor penting penentu keberhasilan seorang peserta didik. Bakat diartikan

sebagai kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu

dikembangkan atau dilatih. Bakat juga merupakan kemampuan alamiah

untuk memperoleh pengetahuan atau ketrampilan, yang relatif bisa bersifat

umum atau khusus (Conny Semiawan dkk., 1984:1-2).

Menurut Roy Sembel dalam Paulus Winarto (Januari 2006), bakat

merupakan pola pikir, perasaan, perilaku alami yang kita miliki. Menurut

Paulus Winarto (Januari 2006), yang menyebutkan bahwa bakat adalah

sesuatu yang sudah kita bawa sejak lahir dan merupakan anugerah Tuhan

yang harus kita syukuri. Bakat adalah potensi terpendam yang perlu digali

dengan cermat, mana yang paling menonjol, kita tidak akan tahu secara

pasti sebelum kita menemukannya (Aminah Ahmad, April 2003). Bakat

memungkinkan seseorang untuk mencapai prestasi dalam bidang tertentu,

akan tetapi diperlukan latihan, pengetahuan, pengalaman, dan dorongan


(52)

Renzulli dan kawan-kawan dalam Conny Semiawan dkk.

(1984:6-7) menyimpulkan bahwa yang menentukan keterbakatan seseorang pada

hakikatnya adalah keterikatan dari tiga kelompok ciri-ciri, yaitu:

a. Kemampuan di atas rata-rata

Kemampuan di atas rata-rata tidak berarti bahwa kemampuan itu harus

unggul. Yang pokok ialah bahwa kemampuan itu harus cukup

diimbangi oleh kreativitas dan tanggung jawab terhadap tugas.

b. Kreativitas

Kreativitas adalah kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan

baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah. Kreativitas

meliputi aptitude seperti kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan

keaslian ciri (non-aptitude) seperti rasa ingin tahu, senang mengajukan

pertanyaan dan selalu ingin mencari pengalaman baru.

c. Tanggung jawab atau pengikatan diri terhadap tugas

Tanggung jawab atau pengikatan diri terhadap tugas menunjukkan

semangat dan motivasi untuk mengerjakan dan menyelesaikan suatu

tugas. Suatu pengikatan dari dalam jadi bukan tanggung jawab yang

diterima dari luar.

2. Kewirausahaan

Dahulu, kewirausahaan hanya dapat dilakukan melalui pengalaman

langsung di lapangan dan merupakan bakat yang dibawa sejak lahir

sehingga kewirausahaan tidak dapat dipelajari dan diajarkan. Sekarang,


(53)

ilmu yang dapat dipelajari dan diajarkan. Jiwa dan sikap kewirausahaan

tidak hanya dimiliki oleh usahawan tetapi dapat dimiliki oleh setiap orang

yang berpikir kreatif dan bertindak inovatif baik kalangan usahawan

maupun masyarakat umum. Menurut Budi Santoso (http://www.webpost.

netas/asmatweb/apotret.htm), kata "wiraswasta" berasal dari Wira yang

berarti utama, gagah, berani, luhur, teladan, atau pejuang. Swa berarti

sendiri dan Sta berarti berdiri. Jadi wiraswasta (entrepreneur) berarti

pejuang yang utama, gagah, luhur, berani, dan layak menjadi teladan

dalam bidang usaha dengan landasan berdiri di atas kaki sendiri.

Kewirausahaan adalah kesatuan terpadu dari semangat, nilai-nilai,

dan prinsip serta sikap, kuat, seni, dan tindakan nyata yang sangat perlu,

tepat, dan unggul dalam menangani dan mengembangkan perusahaan atau

kegiatan lain yang mengarah pada pelayanan terbaik kepada langganan

dan pihak-pihak lain yang berkepentingan termasuk masyarakat, bangsa,

dan negara (http://www.webpost.net/as/asmatweb/apotret.htm). Menurut

Drucker dalam Suryana (2003:10), kewirausahaan adalah suatu

kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda.

Kewirausahaan menurut Soeharto Prawiro dalam Suryana (2003:13), yaitu

suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha dan perkembangan

usaha.

Menurut Zimmerer dalam Suryana (2003:10) kewirausahaan

adalah penerapan kreativitas dan inovasi untuk memecahkan masalah dan


(54)

tersebut senada dengan pendapat Suryana (2003:1) bahwa kewirausahaan

diartikan sebagai kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar,

kiat, dan sumber daya untuk mencapai peluang menuju sukses. Proses

kreatif dan inovatif biasanya diawali dengan memunculkan ide-ide dan

pemikiran baru untuk menciptakan yang baru dan berbeda.

Menurut Geoffrey G. Meredith dalam Suryana (2003:13-14),

bahwa ciri-ciri utama kewirausahaan dapat dilihat dari watak dan

perilakunya, yaitu percaya diri, berorientasi pada tugas dan hasil,

pengambil risiko dan suka tantangan, kepemimpinan, keorisinilan, dan

berorientasi ke masa depan.

3. Bakat kewirausahaan

Seseorang yang memiliki bakat kewirausahaan dapat

mengembangkan bakatnya melalui pendidikan. Bakat kewirausahaan

dapat diartikan sebagai kemampuan untuk kreatif dan inovatif yang

dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya untuk mencapai peluang untuk

menuju sukses, yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan

dan dilatih. Untuk menjadi wirausaha yang sukses, memiliki bakat

kewirausahaan saja tidak cukup, tetapi juga harus memiliki pengetahuan

mengenai segala aspek usaha yang akan ditekuninya. Pengetahuan,

ketrampilan, dan kemampuan kewirausahaan dapat membentuk


(55)

F. Kerangka Berpikir

1. Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Terhadap

Kecerdasan Emosional Berwirausaha Ditinjau dari Kultur Keluarga.

Pendidikan merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga,

masyarakat, dan pemerintah dalam bentuk sekolah. Pelaksanaan

pembelajaran/diklat adalah proses kegiatan belajar peserta diklat sesuai

dengan rencana yang telah ditetapkan, untuk mencapai penguasaan

kompetensi. Pelaksanaan pembelajaran/diklat yang baik akan

meningkatkan kecerdasan emosional berwirausaha siswa. Hal ini

disebabkan para siswa berinteraksi baik dengan teman maupun pekerja

sehingga mereka berusaha untuk mengerti dan mengendalikan emosi.

Derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap

kecerdasan emosional berwirausaha siswa diduga kuat berbeda pada kultur

keluarga yang berbeda. Kultur keluarga adalah kebiasaan-kebiasaan

keluarga akan menjadi pola pikir tersendiri yang digunakan sebagai dasar

seseorang bertindak dan mengambil keputusan. Peserta didik berasal dari

anggota berbagai lingkungan keluarga dan masyarakat yang memiliki

budaya dan kondisi sosial yang berbeda.

Pada kultur keluarga yang bercirikan jarak kekuasaan (power

distance) kecil (Hofstede, 1994:32) nampak pada berani mengatakan yang

benar, menghormati secara formal dan mengakui perbedaan, dan tidak

tergantung pada orang tua. Kultur keluarga dengan power distance kecil


(56)

terhadap kecerdasan emosional berwirausaha lebih tinggi dibandingkan

power distance besar. Power distance kecil menyebabkan anak menjadi

mandiri sehingga ia mampu mengembangkan diri dalam melaksanakan

pendidikan dan pelatihan.

Jarak kekuasaan (power distance) besar (Hofstede, 1994:32)

nampak pada otoritas orang tua berpengaruh terus menerus sepanjang

hidup, ketaatan kepada norma keluarga, dan bergantung pada orang lain,

maka anak kurang mampu mengembangkan diri dalam pelaksanaan

pendidikan dan pelatihan sehingga kecerdasan emosional berwirausahanya

rendah. Power distance besar menyebabkan anak terkekang karena

pengaruh orang tua yang otoriter.

Kultur keluarga yang bercirikan individualism (Hofstede, 1994:58)

nampak pada demokratis dalam keluarga, mampu mengelola keuangan,

tidak diwajibkan mengikuti perayaan/pesta yang diadakan keluarga, dan

merasa bersalah jika melanggar peraturan. Kultur keluarga yang

individualism mempunyai derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan

pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha lebih tinggi

dibandingkan collectivism. Individualism menyebabkan adanya sikap

demokrasi dalam keluarga sehingga anak mampu mengaplikasikannya

dalam pelaksanaan pendidikan dan pelatihan.

Collectivism (Hofstede, 1994:58) nampak pada kesetiaan dalam

kelompok, perayaan/pesta yang diadakan keluarga tidak boleh dilupakan,


(57)

bersatunya anggota keluarga, maka siswa kurang mampu mengembangkan

diri dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan, sehingga kecerdasan

emosional berwirausaha akan rendah. Collectivism menyebabkan anak

tidak mau membuka diri dengan kelompok lain.

Kultur keluarga yang bercirikan masculinity (Hofstede, 1994:87)

nampak pada relasi orang tua dan anak ada jarak, perbedaan peran orang

tua, dan suka tantangan. Kultur keluarga yang masculinity mempunyai

derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap

kecerdasan emosional berwirausaha lebih tinggi dibandingkan femininity.

Masculinity menyebabkan anak lebih kreatif dan inovatif dalam

melaksanakan pendidikan dan pelatihan.

Femininity (Hofstede, 1994:87) nampak pada peran wanita yang

lebih rendah dari pria dan belajar bersama menjadi rendah hati, maka anak

kurang mampu mengembangkan diri dalam melaksanakan pendidikan dan

pelatihan sehingga kecerdasan emosional berwirausahanya rendah.

Femininity menyebabkan anak kurang terbuka dalam melaksanakan

pendidikan dan pelatihan.

Kultur keluarga yang bercirikan uncertainty avoidance lemah

(Hofstede, 1994:118) nampak pada kemampuan bertoleransi terhadap

situasi yang tidak pasti, dan memiliki aturan. Kultur keluarga yang

uncertainty avoidance lemah mempunyai derajat pengaruh pelaksanaan

pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha


(58)

avoidance lemah menyebabkan anak mempunyai inisiatif saat menghadapi

kesulitan dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan.

Uncertainty avoidance kuat (Hofstede, 1994:118) nampak pada

keluarga menjadi tempat belajar dan kurang mampu menghadapi situasi

yang tidak pasti, maka anak kurang mampu mengembangkan diri dalam

pelaksanaan pendidikan dan pelatihan sehingga kecerdasan emosional

berwirausahanya rendah. Uncertainty avoidance kuat menyebabkan anak

menjadi pesimis dalam pelaksanaan pendidikan dan pelatihan.

2. Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Terhadap

Kecerdasan Emosional Berwirausaha Ditinjau dari Kultur Sekolah.

Pendidikan menengah kejuruan adalah pendidikan yang

menyiapkan peserta didik menjadi manusia yang produktif dan dapat

langsung bekerja di bidangnya setelah melalui pendidikan dan pelatihan di

sekolah maupun di dunia kerja/industri. Pelaksanaan pembelajaran/diklat

adalah proses kegiatan belajar peserta diklat sesuai dengan rencana yang

telah ditetapkan, untuk mencapai penguasaan kompetensi. Proses

pembelajaran di sekolah dan di dunia kerja/industri bertujuan untuk

mengembangkan potensi akademis, ketrampilan, dan kepribadian siswa.

Pelaksanaan pembelajaran/diklat yang baik akan meningkatkan kecerdasan

emosional berwirausaha siswa. Hal ini disebabkan para siswa berinteraksi

baik dengan teman maupun pekerja sehingga mereka berusaha untuk


(59)

Derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap

kecerdasan emosional berwirausaha siswa diduga kuat berbeda pada kultur

sekolah yang berbeda. Kultur sekolah merupakan faktor esensial dalam

membentuk siswa menjadi manusia yang optimis, berani tampil,

berperilaku kooperatif, kecakapan personal, dan akademik. Kultur sekolah

akan terwujud jika semua komponen ikut andil di dalamnya, karena

hubungan kekerabatan individu merupakan kunci sebuah sistem.

Pada kultur sekolah yang bercirikan jarak kekuasaan (power

distance) kecil (Hofstede, 1994:34) nampak pada perlakuan guru terhadap

siswa sama/tidak pilih kasih, proses pembelajaran terpusat pada siswa, dan

kesempatan bertanya. Kultur sekolah dengan power distance kecil

mempunyai derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan

terhadap kecerdasan emosional berwirausaha lebih tinggi dibandingkan

dengan jarak kekuasaan (power distance) besar. Power distance kecil

menyebabkan siswa bebas dalam mengemukakan pendapat.

Jarak kekuasaan (power distance) besar (Hofstede, 1994:34)

nampak pada komunikasi satu arah di kelas, kurang berani

mengembangkan kemampuan dan bakat, dan adanya hukuman fisik jika

melanggar peraturan, maka siswa dalam melaksanakan pendidikan dan

pelatihan kurang baik sehingga kecerdasan emosional berwirausahanya

rendah. Power distance besar menyebabkan proses pembelajaran


(60)

Pada kultur sekolah yang bercirikan individualism (Hofstede,

1994:62) nampak pada kebebasan mengungkapkan pendapat, penyelesaian

tugas dari guru, tingkat penerimaan diri oleh orang lain, dan sikap positif

dalam mengerjakan tugas. Kultur sekolah yang individualism mempunyai

derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap

kecerdasan emosional berwirausaha lebih tinggi dibandingkan

collectivism. Individualism menyebabkan siswa mandiri dan mempunyai

tujuan berprestasi dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan.

Collectivism (Hofstede, 1994:62) nampak pada kurang berani

dalam mengungkapkan pendapat dan tergantung pada orang lain, maka

siswa dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan kurang baik sehingga

kecerdasan emosional berwirausahanya rendah. Collectivism

menyebabkan kurangnya kemampuan siswa beradaptasi saat

melaksanakan pendidikan dan pelatihan.

Pada kultur sekolah yang bercirikan masculinity (Hofstede,

1994:90) nampak pada suka berkompetisi dan berorientasi pada prestasi.

Kultur sekolah yang masculinity mempunyai derajat pengaruh pelaksanaan

pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha

lebih tinggi dibanding femininity. Masculinity menyebabkan adanya

keinginan untuk maju.

Femininity (Hofstede, 1994:90) nampak pada lebih mengutamakan

kinerja kelompok dan kurang berani mengambil resiko, maka siswa dalam


(61)

kecerdasan emosional berwirausaha rendah. Femininity menyebabkan

terbatasnya lingkup pergaulan siswa.

Pada kultur sekolah yang bercirikan uncertainty avoidance lemah

(Hofstede, 1994:119) nampak pada kejelasan guru dalam menerangkan

materi pelajaran dan kedekatan hubungan antara guru, siswa, dan orang

tua. Kultur sekolah yang uncertainty avoidance lemah mempunyai derajat

pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan

emosional berwirausaha lebih tinggi dibandingkan uncertainty avoidance

kuat. Uncertainty avoidance lemah menyebabkan siswa mau menerima

kekurangan guru dalam pelaksanaan pendidikan dan pelatihan.

Uncertainty avoidance kuat (Hofstede, 1994:119) nampak pada

siswa menganggap guru selalu benar dan menolak kekurangan guru, maka

siswa dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan kurang baik sehingga

kecerdasan emosional berwirausaha rendah. Uncertainty avoidance kuat

menyebabkan siswa menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada guru.

3. Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Terhadap

Kecerdasaan Emosional Berwirausaha Ditinjau dari Bakat Kewirausahaan.

Seseorang yang memiliki bakat kewirausahaan dapat

mengembangkan bakatnya melalui pendidikan. Pendidikan itu bisa

dilakukan di sekolah maupun di dunia kerja/industri. Pelaksanaan

pembelajaran/diklat adalah proses kegiatan belajar peserta diklat sesuai

dengan rencana yang telah ditetapkan, untuk mencapai penguasaan


(62)

untuk mengembangkan potensi akademis, ketrampilan, dan kepribadian

siswa. Pelaksanaan pembelajaran/diklat yang baik akan meningkatkan

kecerdasan emosional berwirausaha siswa. Hal ini disebabkan para siswa

berinteraksi baik dengan teman maupun pekerja sehingga mereka berusaha

untuk mengerti dan mengendalikan emosi.

Derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap

kecerdasan emosional berwirausaha siswa diduga kuat berbeda pada bakat

kewirausahaan yang berbeda. Bakat kewirausahaan adalah kemampuan

untuk kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya

untuk mencapai peluang menuju sukses, yang merupakan potensi yang

masih perlu dikembangkan dan dilatih. Apabila ingin menjadi wirausaha

yang sukses, memiliki bakat saja tidak cukup, tetapi juga harus memiliki

pengetahuan mengenai segala aspek usaha yang akan ditekuninya.

Pada siswa yang berbakat derajat pengaruh pelaksanaan

pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha

akan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang tidak berbakat. Hal ini

tampak dari ciri kreatif, berani menanggung risiko, inovatif, mampu

bekerjasama dalam kelompok, percaya diri, mampu mengatur

kehidupannya sendiri, mudah menyesuaikan diri, knowledgeable,

versatile, more carrier oriented and prepared, memiliki kemampuan

manajerial yang baik, good characteristics, managerial style, desire for


(63)

(Suryana, 2003:31). Ciri-ciri tersebut mendukung siswa dalam

melaksanakan pendidikan dan pelatihan dengan baik.

G. Perumusan Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah dan landasan teori yang telah dikemukakan

dalam kerangka berpikir, maka dapatlah dirumuskan hipotesis penelitian

sebagai berikut:

H1: Ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap

kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga.

H2: Ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap

kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur sekolah.

H3: Ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap


(64)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah explanatory research (explanatory survey).

Explanatory research adalah penelitian yang menjelaskan hubungan kausal

antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa untuk data yang sama

(Masri Singarimbun, 1995:5). Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan

kejelasan atas pengaruh variabel pelaksanaan pendidikan dan pelatihan

terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga,

kultur sekolah, dan bakat kewirausahaan. Penelitian dilaksanakan dengan

metode survei, yakni dengan mengadakan penyelidikan terhadap siswa-siswa

kelas 3 SMK Jurusan Teknik Mekanik Otomotif di Kabupaten Kulon Progo,

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta untuk memperoleh

fakta-fakta/keterangan secara faktual.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Penelitian dilakukan di 6 SMK Jurusan Teknik Mekanik Otomotif

di Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. SMK

tersebut adalah SMK Muhammadiyah 1 Lendah, SMK Negeri 2 Pengasih,

SMK Ma’arif 1 Wates, SMK Muhammadiyah 2 Wates, SMK Ma’arif 1


(65)

2. Waktu

Waktu penelitian dilakukan dari tanggal 20 November 2006

sampai dengan tanggal 20 Desember 2006.

C. Subyek dan Obyek Penelitian

1. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas 3 SMK Jurusan Teknik

Mekanik Otomotif di Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta.

2. Obyek Penelitian

Obyek penelitian ini adalah pelaksanaan pendidikan dan pelatihan

(diklat), kecerdasan emosional berwirausaha, kultur keluarga, kultur

sekolah, dan bakat kewirausahaan.

D. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah suatu keseluruhan subyek penelitian (Suharsimi

Arikunto, 2002:108). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa

kelas 3 SMK Jurusan Teknik Mekanik Otomotif di Kabupaten Kulon

Progo Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 643 siswa.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh pelaksanaan diklat terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga, kultur sekolah dan bakat kewirausahaan : survey pada siswa-siswa kelas 2 pada 6 SMK jurusan Teknik Mekanik Otomotif Kotamadya Yogyakarta, Propinsi DIY.

0 2 187

Pengaruh locus of control, kultur keluarga, dan kultur sekolah pada hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa : survey siswa-siswi SMP negeri dan swasta di Kabupaten Kulon Progo.

0 1 294

Pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga, kultur sekolah dan bakat kewirausahaan : survei Siswa-siswi pada 6 SMK jurusan Teknik Mekanik Otomotif Kabupaten Bantul, Propinsi DIY.

0 0 235

Pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga, kultur sekolah dan bakat kewirausahaan : survei siswa-siswi pada 6 SMK jurusan Teknik Mekanik Otomotif Kabupaten Sleman, Propinsi DIY.

0 1 234

geologi regional kulon progo, kabupaten kulon progo, yogyakarta

6 49 9

Pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga, kultur sekolah dan bakat kewirausahaan : survei siswa-siswi pada 6 SMK jurusan Teknik Mekanik Otomotif Kabupaten Sleman, Propinsi DIY -

0 0 232

Pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga, kultur sekolah dan bakat kewirausahaan : survei Siswa-siswi pada 6 SMK jurusan Teknik Mekanik Otomotif Kabupaten Bantul, Propinsi DIY -

0 0 233

Pengaruh locus of control, kultur keluarga, dan kultur sekolah pada hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa : survey siswa-siswi SMP negeri dan swasta di Kabupaten Kulon Progo - USD Repository

0 0 292

Pengaruh pelaksanaan diklat terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga, kultur sekolah dan bakat kewirausahaan : survey pada siswa-siswa kelas 2 pada 6 SMK jurusan Teknik Mekanik Otomotif Kotamadya Yogyakarta, Propinsi DIY -

0 0 185

Pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga, kultur sekolah dan bakat kewirausahaan : survei siswa-siswi kelas tiga SMK jurusan Teknik Mekanik Otomotif Kabupaten Kulon Progo, ... -

0 0 244