Pembahasan Hasil Penelitian ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
93
tindakan mereka rata-rata sudah mendekati pola sikap dan tindakan orang dewasa, walaupun dari sudut perkembangan mental belum sepenuhnya
demikian. Dengan demikian, anak berusaha melepaskan diri dari ketergantungan emosi terhadap orang tua ataupun orang dewasa lainnya,
menentukan pilihan sendiri, dan anak memiliki dasar nilaietika tertentu yang menjadi pedoman tingkah lakunya.
Hasil penelitian menunjukkan adanya kecenderungan kultur keluarga yang berorientasi power distance kecil 188 siswa43,82,
individualism 190 siswa44,29, masculinity 162 siswa37,76, dan uncertainty avoidance sangat lemah 216 siswa50,35. Kultur keluarga
tersebut seharusnya menguatkan derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha. Namun,
kenyataannya anak tidak dapat menerima kultur keluarga yang kondusif. Hal ini disebabkan anak dalam masa transisi yang penuh dengan
romantika, gejolak, dan tingkat kedewasaannya belum terbentuk secara sempurna, sehingga anak belum bisa mengontrol sikap maupun
tindakannya. Pada masa transisi ini anak menginginkan kebebasan untuk menentukan keputusannya, tetapi mereka masih memerlukan orang tua
untuk membimbing dan memberi petunjuk. Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa kultur keluarga tidak
menguatkanmelemahkan derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha. Oleh karena itu,
keluarga perlu memberi bimbingan yang mengarah pada sikap dewasa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
anak. Selain itu, perlu adanya pengembangan pendidikan dan pelatihan di antaranya empati, kemandirian, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan,
sikap hormat, kemampuan beradaptasi, kemampuan memecahkan masalah, kecakapan sosial, komitmen jujur, berpikir terbuka, memiliki
prinsip, kreatif, bersikap adil, bijaksana, kemampuan berkomunikasi, motivasi, dan kemampuan bekerja sama Zakarilya, Januari 2004.
2. Pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha siswa ditinjau dari kultur sekolah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dengan kecerdasan emosional berwirausaha hubungannya
sedang berdasarkan tabel koefisien korelasi nilai r hal. 59. Hal ini didukung oleh koefisien korelasi sebesar 0,427. Interaksi antara
pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dengan kultur sekolah terhadap kecerdasan emosional berwirausaha koefisien korelasinya sebesar 0,433
yang berarti hubungannya sedang berdasarkan tabel koefisien korelasi nilai r hal. 59. Artinya variabel kultur sekolah semakin menguatkan
derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha. Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur sekolah.
Hal ini didukung oleh nilai signifikansi koefisien regresi β
3
lebih rendah dari nilai alpha yang digunakan dalam penelitian ini
ρ = 0,045 α = 0,05. Artinya semakin kecil jarak kekuasaan antara guru dengan
95
siswa power distance, semakin berorientasi individualism, semakin berorientasi masculinity, semakin lemah tingkat penghindaran akan
ketidakpastian uncertainty avoidance, maka semakin menguatkan derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan
emosional berwirausaha. Hasil penelitian di atas didukung oleh data penelitian empirik yang
menunjukkan: pertama, adanya kecenderungan kultur sekolah yang berorientasi power distance kecil 191 siswa44,52. Pada kultur sekolah
dengan kecenderungan power distance kecil, maka perlakuan guru terhadap siswa sama tidak pilih kasih, proses pembelajaran terpusat pada
siswa, adanya kesempatan bertanya, kebebasan menyampaikan kritik, bebas mengembangkan kemampuan dan bakat, sehingga ada partisipasi
aktif siswa Hofstede, 1994:34. Kondisi kultur sekolah tersebut secara konkrit berdampak pada anak dalam mengikuti kelas berwirausaha. Pada
saat anak menjalankan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan, anak dapat mengembangkan minat dan bakat yang dimilikinya. Karakteristik itu
sejalan dengan tujuan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan yaitu mengembangkan potensi akademis dan kepribadian siswa, menguasai
kompetensi terstandar, serta menginternalisasi sikap dan nilai profesional sebagai tenaga kerja yang berkualitas unggul, sesuai dengan kebutuhan
dan perkembangan dunia kerja. Dengan demikian, kondisi kultur sekolah di atas sejalan dengan tujuan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dan
96
kultur sekolah tersebut menguatkan derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha.
Kedua, adanya kecenderungan kultur sekolah yang berorientasi individualism 182 siswa42,42. Pada kultur sekolah dengan
kecenderungan individualism, maka adanya kebebasan mengungkapkan pendapat, penyelesaian tugas dari guru, tingkat penerimaan diri oleh orang
lain, dan sikap positif dalam mengerjakan tugas, mandiri, mempunyai tujuan berprestasi Hofstede, 1994:62. Kondisi kultur sekolah tersebut
secara konkrit akan berdampak pada anak dalam hal penguasaan dasar- dasar keahlian yang luas. Setelah anak menjalankan pelaksanaan
pendidikan dan pelatihan, anak semakin mandiri dan memiliki kemampuan sesuai dengan standar dan persyaratan kerja yang ada.
Karakteristik itu sejalan dengan tujuan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan yaitu mengembangkan potensi akademis dan kepribadian siswa,
menguasai kompetensi terstandar, serta menginternalisasi sikap dan nilai profesional sebagai tenaga kerja yang berkualitas unggul, sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan dunia kerja. Dengan demikian, kondisi kultur sekolah di atas sejalan dengan tujuan pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan dan kultur sekolah tersebut menguatkan derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional
berwirausaha. Ketiga, adanya kecenderungan kultur sekolah yang berorientasi
sangat masculinity 167 siswa38,93. Pada kultur sekolah dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
kecenderungan masculinity, maka siswa suka kompetisi, beorientasi pada prestasi, dan kompentensi guru Hofstede, 1994:90. Kondisi kultur
sekolah tersebut secara konkrit akan berdampak pada anak dalam menginternalisasi sikap dan etos kerja yang positif sesuai dengan
persyaratan tenaga kerja profesional pada bidangnya. Pada saat anak menjalankan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan, anak sungguh-
sungguh mempraktekkan teori yang dipelajari di sekolah. Karakteristik itu sejalan dengan tujuan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan yaitu
mengembangkan potensi akademis dan kepribadian siswa, menguasai kompetensi terstandar, serta menginternalisasi sikap dan nilai profesional
sebagai tenaga kerja yang berkualitas unggul, sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan dunia kerja. Dengan demikian, kondisi kultur sekolah
di atas sejalan dengan tujuan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dan kultur sekolah tersebut menguatkan derajat pengaruh pelaksanaan
pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha. Keempat, adanya kecenderungan kultur sekolah yang berorientasi
uncertainty avoidance sangat lemah 180 siswa41,96. Pada kultur sekolah dengan kecenderungan uncertainty avoidance lemah, maka
adanya kejelasan guru dalam menerangkan materi pelajaran, menerima kekurangan guru, dan kedekatan hubungan antara guru, siswa, dan orang
tua Hofstede, 1994:119. Kondisi kultur sekolah tersebut secara konkrit akan berdampak pada anak dalam hal mengantisipasi terjadinya hambatan
dalam pelaksanaan pendidikan dan pelatihan. Ketika anak mengalami PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
kesulitan dalam pelaksanaan pendidikan dan pelatihan, anak mempunyai inisiatif untuk menyelesaikannya. Karakteristik itu sejalan dengan tujuan
pelaksanaan pendidikan dan pelatihan yaitu mengembangkan potensi akademis dan kepribadian siswa, menguasai kompetensi terstandar, serta
menginternalisasi sikap dan nilai profesional sebagai tenaga kerja yang berkualitas unggul, sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan dunia
kerja. Dengan demikian, kondisi kultur sekolah di atas sejalan dengan tujuan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dan kultur sekolah tersebut
menguatkan derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha.
Berdasarkan uraian di atas kultur sekolah yang kondusif berorientasi power distance kecil, individualism, masculinity, dan
uncertainty avoidance lemah Hofstede, 1994:32,58,87,118 sejalan dengan tujuan dilaksanakannya pendidikan dan pelatihan. Karenanya,
kultur sekolah tersebut menguatkan derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha.
Hal ini disebabkan adanya pengembangan pendidikan dan pelatihan di antaranya empati, kemandirian, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan,
sikap hormat, kemampuan beradaptasi, kemampuan memecahkan masalah, kecakapan sosial, komitmen jujur, berpikir terbuka, memiliki
prinsip, kreatif, bersikap adil, bijaksana, kemampuan berkomunikasi, motivasi, dan kemampuan bekerja sama Zakarilya, Januari 2004 dan
kultur sekolah yang kondusif ditandai dengan adanya iklim terbuka, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
budaya positif, budaya terbuka, dan suasana batin yang menyenangkan Arief Achmad, http:www.pikiran-rakyat.comcetak 1004110310.htm.
Kultur sekolah yang semakin besar jarak kekuasaan antara guru dengan siswa power distance, semakin berorientasi collectivism, semakin
berorientasi femininity, semakin kuat tingkat penghindaran akan ketidakpastian uncertainty avoidance, maka semakin melemahkan
derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha. Hal ini akan nampak dari komunikasi
satu arah, kurang berani mengungkapkan pendapat, kurang berani mengambil resiko, dan menolak kekurangan guru Hofstede,
1994:32,58,87,118. Kondisi kultur sekolah tersebut secara konkrit akan berdampak pada pelaksanaan pendidikan dan pelatihan baik di sekolah
maupun di dunia industri, sehingga siswa kurang berani mengembangkan kemampuan dan bakat, kurang mandiri, kurang menguasai standar
keahlian, dan tidak mempunyai inisiatif dalam menghadapi kesulitan. Karakteristik tersebut tidak sejalan dengan tujuan pelaksanaan pendidikan
dan pelatihan yaitu mengembangkan potensi akademis dan kepribadian siswa, menguasai kompetensi terstandar, serta menginternalisasi sikap dan
nilai profesional sebagai tenaga kerja yang berkualitas unggul, sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan dunia kerja. Dengan demikian,
kondisi kultur sekolah di atas tidak sejalan dengan tujuan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dan kultur sekolah tersebut melemahkan derajat
100
pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha.
3. Pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha siswa ditinjau dari bakat kewirausahaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dengan kecerdasan emosional berwirausaha hubungannya
sedang berdasarkan tabel koefisien korelasi nilai r hal. 59. Hal ini didukung oleh koefisien korelasi sebesar 0,427. Interaksi antara
pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dengan bakat kewirausahaan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha koefisien korelasinya sebesar
0,543 yang berarti hubungannya sedang berdasarkan tabel koefisien korelasi nilai r hal. 59. Artinya bakat kewirausahaan semakin menguatkan
derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha. Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari bakat
kewirausahaan. Hal ini didukung oleh nilai signifikansi koefisien regresi β
3
lebih rendah dari nilai alpha yang digunakan dalam penelitian ini ρ = 0,042 α = 0,05. Artinya semakin tinggi bakat kewirausahaan
yang dimiliki siswa, maka semakin menguatkan derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional
berwirausaha. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Hasil penelitian di atas didukung oleh data penelitian empirik yang menunjukkan adanya bakat kewirausahaan yang tinggi 247
siswa57,57. Pada bakat kewirausahaan yang tinggi, maka siswa kreatif, berani menanggung risiko, inovatif, mampu bekerjasama dalam kelompok,
percaya diri, mampu mengatur kehidupannya sendiri, mudah menyesuaikan diri, knowledgeable, versatile, more carrier oriented and
prepared, memiliki kemampuan manajerial yang baik, good characteristics, managerial style, desire for growth, desire for profits,
restleness, dan pengendali aktivitas yang baik Suryana, 2003:31. Kondisi tersebut secara konkrit akan berdampak pada anak dalam hal pemberian
bimbingan khusus, pembekalan kemampuan tambahan, dan lamanya waktu pendidikan dan pelatihan di industri yang cukup. Karakteristik itu
sejalan dengan tujuan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan yaitu mengembangkan potensi akademis dan kepribadian siswa, menguasai
kompetensi terstandar, serta menginternalisasi sikap dan nilai profesional sebagai tenaga kerja yang berkualitas unggul, sesuai dengan kebutuhan
dan perkembangan dunia kerja. Dengan demikian, bakat kewirausahaan yang dimiliki siswa di atas sejalan dengan tujuan pelaksanaan pendidikan
dan pelatihan dan bakat kewirausahaan tersebut menguatkan derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan
emosional berwirausaha. Berdasarkan uraian di atas bakat kewirausahaan siswa yang
semakin tinggi sejalan dengan tujuan dilaksanakannya pendidikan dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
pelatihan. Karenanya, bakat kewirausahaan yang semakin tinggi menguatkan derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
terhadap kecerdasan emosional berwirausaha. Hal ini disebabkan adanya pengembangan pendidikan dan pelatihan di antaranya empati,
kemandirian, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, sikap hormat, kemampuan beradaptasi, kemampuan memecahkan masalah, kecakapan
sosial, komitmen jujur, berpikir terbuka, memiliki prinsip, kreatif, bersikap adil, bijaksana, kemampuan berkomunikasi, motivasi, dan kemampuan
bekerja sama Zakarilya, Januari 2004. Bakat kewirausahaan siswa yang semakin rendah, maka semakin
melemahkan derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha. Hal ini akan nampak dari
kurangnya kreatif siswa, kurang inovatif, kurang percaya diri, kurang mampu menyesuaikan diri, tidak mempunyai inisiatif, tidak mampu
bekerja sama, dan kurang berani menanggung resiko. Kondisi tersebut secara konkrit akan berdampak dalam hal siswa kurang menerima
pemberian bimbingan khusus dan pembekalan kemampuan tambahan. Karakteristik itu tidak sejalan dengan tujuan pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan yaitu mengembangkan potensi akademis dan kepribadian siswa, menguasai kompetensi terstandar, serta menginternalisasi sikap dan nilai
profesional sebagai tenaga kerja yang berkualitas unggul, sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan dunia kerja. Dengan demikian, bakat
kewirausahaan yang dimiliki siswa di atas tidak sejalan dengan tujuan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dan bakat kewirausahaan tersebut melemahkan derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
terhadap kecerdasan emosional berwirausaha. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104