Pengaruh pelaksanaan diklat terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga, kultur sekolah dan bakat kewirausahaan : survey pada siswa-siswa kelas 2 pada 6 SMK jurusan Teknik Mekanik Otomotif Kotamadya Yogyakarta, Propinsi DIY.

(1)

ABSTRAK

PENGARUH PELAKSANAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL BERWIRAUSAHA DITINJAU

DARI KULTUR KELUARGA, KULTUR SEKOLAH, DAN BAKAT KEWIRAUSAHAAN

Survei: Siswa-siswi Kelas 3 SMK Jurusan Teknik Mekanik Otomotif di Kotamadya Yogyakarta, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Dika Mayasari Universitas Sanata Dharma

2007

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah: (1) ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga; (2) ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur sekolah; (3) ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari bakat kewirausahaan.

Penelitian ini dilaksanakan di 6 SMK jurusan teknik mekanik otomotif di Kotamadya Yogyakarta, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan November sampai dengan Desember 2006. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas 3 SMK jurusan teknik mekanik otomotif di Kotamadya Yogyakarta, Sampel penelitian ini berjumlah 341 siswa. Teknik pengambilan sampel menggunakan

purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan model persamaan regresi yang dikembangkan oleh Chow.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga (ρ=0,029 < α =0,05); (2) ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur sekolah (ρ=0,047 < α =0,05); (3) tidak ada pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari bakat kewirausahaan (ρ=0,665 > α=0,05).


(2)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF EDUCATION AND TRAINING IMPLEMENTATION TOWARDS EMOTIONAL INTELLIGENCE ON ENTERPREUNEURSHIP

VIEWED FROM FAMILY CULTURE, SCHOOL CULTURE, AND ENTERPRENEUR TALENT

A Survey: Third Graders of Vocational Senior High School Majoring at Automotive Mechanic Technique Program, Yogyakarta Region, Province

of Daerah Istimewa Yogyakarta Dika Mayasari

Sanata Dharma University 2007

The aim of this research was to know whether or not: (1) there was some positive effects of education and training implementation towards emotional intelligence on enterpreuneurship viewed from family culture; (2) there was positive effects of education and training implementation towards emotional intelligence on enterpreuneurship viewed from school culture;(3) there was positive effects of education and training implementation towards emotional intelligence on enterpreuneurship viewed from entrepreneur talent.

This research was carried out in six vocational senior high schools majoring at automotive mechanic technique program, in Yogyakarta Region, The Province of Daerah Istimewa Yogyakarta from November until December 2006. The population of this research was the third graders of vocational senior high school majoring at automotive mechanic technique program in Yogyakarta Region. The samples of this research were 341 students. The technique of sampling taken was purposive sampling. The technique of data gathering used was questionnaire. The technique of data analysis used was equal regression model developed by Chow.

The results of this research showed that: (1) there was positive effects of education and training implementation towards emotional intelligence on enterpreuneurship viewed from family culture (ρ =0,029 < α =0,05); (2) There was positive effects of education and training implementation towards emotional intelligence on enterpreuneurship viewed from school culture (ρ =0,047 > α =0,05); (3) There was no effects of education and training implementation towards emotional intelligence on enterpreuneurship viwed from entrepreneur talent (ρ =0,665 > α =0,05).


(3)

PENGARUH PELAKSANAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL BERWIRAUSAHA DITINJAU DARI KULTUR KELUARGA, KULTUR SEKOLAH,

DAN BAKAT KEWIRAUSAHAAN

Survei: Siswa-siswa Kelas 3 SMK Jurusan Teknik Mekanik Otomotif Di Kotamadya Yogyakarta, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Dika Mayasari

NIM: 021334121

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2007


(4)

(5)

(6)

MOTTO

Ya Tuhan, Anugrahilah kami rahmat dari hadirat-Mu dan berikanlah kepada kami dalam perkara kami jalan yang benar

( Al-Quran 18:10 )

Tuhan, saya akan melewati dunia ini hanya sekali Jadi, kebaikan dan apa saja yang baik saya bisa perbuat

Biarlah saya melakukannya sekarang saja

Jangan membiarkan saya menunda atau melalaikannya Sebab saya tidak akan melalui jalan ini lagi

Tuhan, karunialah diriku ketentraman batin

Untuk menerima hal-hal yang takkan mungkin ku ubah Keberanian untuk mengubah hal-hal yang bisa ku ubah

Dan kebijaksanaan untuk mengetahui perbedaannya

Hal-hal yang benar-benar kau yakini pasti akan selalu terjadi dan keyakinan akan suatu hal menyebabkannya terjadi

Jangan berdo’a agar hidup lebih mudah Berdo’alah agar kita lebih kuat

Kekuatanku adalah hasil kelemahanku Kesuksesanku adalah akibat kegagalanku Karena setiap rintangan merupakan peluang

Untuk memperbaiki keadaan


(7)

PERSEMBAHAN

Dengan perasaan cinta dan terima kasih yang tak

terhingga saya persembahkan karya ini untuk:

Bapak Damanhuri dan Ibu Marpu’ah tercinta

yang telah memberikan do’a, cinta, kasih

sayang, serta dorongan material, dan spiritual.

De’ Dwi Aprianto yang telah memberikan do’a,

saran, kasih sayang, dan semangat.

Kasih sayang, cinta kasih, kesabaran, ketulusan,

dan pengorbanan mereka tak akan kulupa...

Almamaterku.


(8)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 2 April 2007 Penulis

Dika Mayasari


(9)

ABSTRAK

PENGARUH PELAKSANAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL BERWIRAUSAHA DITINJAU

DARI KULTUR KELUARGA, KULTUR SEKOLAH, DAN BAKAT KEWIRAUSAHAAN

Survei: Siswa-siswi Kelas 3 SMK Jurusan Teknik Mekanik Otomotif di Kotamadya Yogyakarta, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Dika Mayasari Universitas Sanata Dharma

2007

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah: (1) ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga; (2) ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur sekolah; (3) ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari bakat kewirausahaan.

Penelitian ini dilaksanakan di 6 SMK jurusan teknik mekanik otomotif di Kotamadya Yogyakarta, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan November sampai dengan Desember 2006. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas 3 SMK jurusan teknik mekanik otomotif di Kotamadya Yogyakarta, Sampel penelitian ini berjumlah 341 siswa. Teknik pengambilan sampel menggunakan

purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan model persamaan regresi yang dikembangkan oleh Chow.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga (ρ=0,029 < α =0,05); (2) ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur sekolah (ρ=0,047 < α =0,05); (3) tidak ada pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari bakat kewirausahaan (ρ=0,665 > α=0,05).


(10)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF EDUCATION AND TRAINING IMPLEMENTATION TOWARDS EMOTIONAL INTELLIGENCE ON ENTERPREUNEURSHIP

VIEWED FROM FAMILY CULTURE, SCHOOL CULTURE, AND ENTERPRENEUR TALENT

A Survey: Third Graders of Vocational Senior High School Majoring at Automotive Mechanic Technique Program, Yogyakarta Region, Province

of Daerah Istimewa Yogyakarta Dika Mayasari

Sanata Dharma University 2007

The aim of this research was to know whether or not: (1) there was some positive effects of education and training implementation towards emotional intelligence on enterpreuneurship viewed from family culture; (2) there was positive effects of education and training implementation towards emotional intelligence on enterpreuneurship viewed from school culture;(3) there was positive effects of education and training implementation towards emotional intelligence on enterpreuneurship viewed from entrepreneur talent.

This research was carried out in six vocational senior high schools majoring at automotive mechanic technique program, in Yogyakarta Region, The Province of Daerah Istimewa Yogyakarta from November until December 2006. The population of this research was the third graders of vocational senior high school majoring at automotive mechanic technique program in Yogyakarta Region. The samples of this research were 341 students. The technique of sampling taken was purposive sampling. The technique of data gathering used was questionnaire. The technique of data analysis used was equal regression model developed by Chow.

The results of this research showed that: (1) there was positive effects of education and training implementation towards emotional intelligence on enterpreuneurship viewed from family culture (ρ =0,029 < α =0,05); (2) There was positive effects of education and training implementation towards emotional intelligence on enterpreuneurship viewed from school culture (ρ =0,047 > α =0,05); (3) There was no effects of education and training implementation towards emotional intelligence on enterpreuneurship viwed from entrepreneur talent (ρ =0,665 > α =0,05).


(11)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Terhadap Kecerdasan Emosional Berwirausaha Ditinjau dari Kultur Keluarga, Kultur Sekolah,

dan Bakat Kewirausahaan”. Survei terhadap siswa-siswa kelas 3 SMK Jurusan

Teknik Mekanik Otomotif di Kotamadya Yogyakarta, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis memperoleh banyak bantuan, semangat, dan do’a yang sangat mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sbesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Drs. Sutarjo Adisusilo J.R, selaku Ketua Jurusan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Bapak S. Widanarto Prijowuntato, S.Pd., M.si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakata.

4. Bapak L. Saptono, S.Pd., M.Si. selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan saran, serta pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini sampai dengan selesai.

5. Bapak A. Heri Nugroho, S.Pd. selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, serta saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Maaf sudah merepotkan bapak karena saya pingsan 2 kali saat kuliah dan terima kasih banyak telah mendengarkan cerita, tangis, dan tawa saya selama kuliah.

6. Bapak Drs. FX. Muhadi, M.Pd. selaku dosen penguji yang memberikan saran, bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.


(12)

7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah mencurahkan ilmunya dengan sepenuh hati hati sehingga berguna untuk masa yang akan datang. 8. Mba’ Aris dan Pak Wawi yang telah melayani dan membantu selama

menjalankan pendidikan di Univeritas Sanata Dharma Yogyakarta.

9. Bapak Kepala SMK Negeri 2 Yogyakarta, SMK Perindustrian Yogyakarta, SMK Tamansiswa Yogyakarta, SMK Marsudi Luhur II Yogyakarta, SMK Negeri 3 Yogyakarta, SMK Bopkri 4 Yogyakarta. yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian. Teima kasih banyak atas izin dan bantuannya.

10.Para Guru, Staf Karyawan, dan Siswa siswi kelas tiga Jurusan Teknik Mekanik Otomotif Tahun ajaran 2006/2007 di enam SMK Kotamadya Yogyakarta.

11.Papa (You’re my soul...makasih sudah selalu sabar dan menemaniku dalam segala keadaanku), Mama (Thanks tlah menghadirkanku di dunia ini...hidup ini banyak tikungannya...terus dampingi aku...jangan galak-galak ya...a’tut niH,Ok...), dan adikku Dwi Aprianto (Cuma kamu saudaraku di bumi ini...KEEP FIGHTING for u’r life n’ love...jalan kita masih panjang...kita harus bahagiain mama n’ papa), kalian telah memberikan doa, semangat, kasih dan cinta, serta menjadi inspirasi dan penolongku ketika aku jatuh dalam pencarian jati diriku...we are familyforever...Terima kasih semua. Luv you. 12.Ukhan Fernando (u’r my...156...makasih atas kehadirannya dalam

kehidupanku...maaf atas kebodohanku...???) dan Fahmi (kamu kisah yang tak untuk jadi nyata), terimakasih atas kehadiran kalian dalam mimpi-mimpiku...i Love you so so much guys.

13.Teman – teman seperjuanganku Bude Dewi (Ewangi’ Bu Sri masak jeng...semoga langgeng dengan pakde-della), Jeng Risa (Makasih untuk tumpangan kamar selama 1 minggu yang berat dalam hidup aku...semoga awet ma pak pol nya...salam bayangkari...!!!), dan De’ Ezti (Jo’ lali ewangi Pak Pitoyo nandur salak...thanks dah selalu jadi penolong waktu aku pingsan dan tempat berkeluh kesah...makasih dah membaptis aku di mbah gaul...we’ll


(13)

find the best man...GOD will help us). Terima Kasih buat doa, semangat, saran, dan keceriaannya selama kita berjuang menempuh hujan dan badai penyusunan skripsi ini.

14.Teman – teman seangkatanku PAK ’02, Khususnya PAK C (Dian “sastro” (thanks telah menemani perjalanan awal kuliahku n’ ngajarin naik motor...u’r still my best friend), Tante Tuti, Ima, SPT “Mpok Oneng”, Dita, Lina “ciplux” (Diet yuuukzz), Nina “kokom”, Putri, Banu, Su-Toro (ma’acih dah sabar n’ selalu nolongin aku dengan masalah tekhnologiku selama ini...moga langeng ma jeng sari), Thomas (KEEP FIGHTING), Candra, Satya, Valent, Cat (maksih mba’ dah membagi banyak pengalaman hidup untuk aku...maafin aku kalo mengecewakan dan merepotkan selama ini...we’re still friend...Ok), Tiara-Tobing, “mpok” MM, Sari, Ivon, Andre “bang roma”, Uchi, Lia, Dewi-cilik, Heri-ratna, Sigit “frater”, Terima kasih atas kebersamaan dan bantuan kalian semua. Sukses buat kalian semua kisah kita akan menjadi kenangan indah selamanya.

15.Bule’ Titi (u’r my 2nd mom), Dr. Nukek (Perjalanan kita masih panjang ya de’...jangan lelah...your love will find u), Vita (Go go girl), Tyas (i wish all the best for u), Mba’ Dina (u’r ma big sista’), Marsya (Ta’ ta’ wawat), Rizky (my pray just for u’r goodnest), Anne the’ (Kita hanya boleh takut pada tuhan), Bul-bul (moga impianmu bisa tercapai...u’r my best friend), teman-teman kost (mba’ sisil, Bun-bun “nana”, kak erni, kak yeni, kak ima, erin, reni, nurul) dan orang-orang kompleks. Terima kaih atas kebersamaannya selama ini. Maafkan...aku selalu merepotkan.

16.Eta “Tiger”(u’r ma best Friend), Yulia “kelly” (walau jauh tapi lo ngasih semangat untuk gue...I Miss You), Santi (Lo temen sejati dari kecil sampai akhir...kapan ya kita married...???), Anca, E’nde, Yudi, Desy, Agi “endut”, Renny, Halim, a’yat, Eko,...semua anggota SMUNTA di jogja..., Mba’ No, dan Mba’ Merry (working girl...sukses ya bisnisnya),n’ Mas Anto”Kanisius”. Terima kasih atas doa, semangat, keceriaan, dan dukungannya...kalian adalah teman terbaikku.

17.Seseorang yang dipilihkan Allah SWT. untukku (...where are you ?...)


(14)

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini jauh dari sempurna, sehingga masih perlu dikaji dan dikembangkan secara lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstuktif. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Penulis


(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan ... 9

B. Kecerdasan Emosional Berwirausaha ... 19

C. Kultur Keluarga ... 27

D. Kultur Sekolah ... 31

E. Bakat Kewirausahaan ... 35

F. Kerangka Berfikir ... 39

G. Perumusan Hipotesis ... 46

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 47

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 47


(16)

C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 48

D. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 48

E. Variabel Penelitian dan Pengukuran ... 50

F. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen ... 55

G. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 56

H. Teknik Analisis Data ... 63

BAB IV ANALISI DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 70

B. Pengujian Prasyarat Analisis ... 85

C. Pengujian Hipotesis ... 87

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 91

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 102

B. Keterbatasan Penelitian ... 102

C. Saran ... 103 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Hasil Pengujian Validitas Variabel Pelaksanaan Pendidikan dan

Pelatihan... 57

Tabel 3.2 Hasil Pengujian Validitas Variabel Kecerdasan Emosional Berwirausaha... 57

Tabel 3.3 Hasil Pengujian Validitas Variabel Kultur Keluarga ... 58

Tabel 3.4 Hasil Pengujian Validitas Variabel Kultur Sekolah... 59

Tabel 3.5 Hasil Pengujian Validitas Variabel Bakat Kewirausahaan ... 59

Tabel 3.6 Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Penelitian ... 61

Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden ... 70

Tabel 4.2 Pekerjaan Orang Tua Responden ... 71

Tabel 4.3 Deskripsi Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan ... 72

Tabel 4.4 Deskripsi Kecerdasan Emosional Berwirausaha... 73

Tabel 4.5 Deskripsi Kultur Keluarga Pada Dimensi Power Distance... 74

Tabel 4.6 Deskripsi Kultur Keluarga Pada Dimensi Collectivism vs Individualism... 76

Tabel 4.7 Deskripsi Kultur Keluarga Pada Dimensi Masculinity vs Femininity ... 77

Tabel 4.8 Deskripsi Kultur Keluarga Pada Dimensi Uncertainty Avoidance... 78

Tabel 4.9 Deskripsi Kultur Sekolah Pada Dimensi Power Distance ... 79

Tabel 4.10 Deskripsi Kultur Sekolah Pada Dimensi Collectivism vs Individualism ... 81

Tabel 4.11 Deskripsi Kultur Sekolah Pada Dimensi Masculinity vs Femininity ... 82

Tabel 4.12 Deskripsi Kultur Sekolah Pada Dimensi Uncertainty Avoidance ... 83

Tabel 4.13 Deskripsi Bakat Kewirausahaan ... 84

Tabel 4.14 Hasil Pengujian Normalitas ... 86

Tabel 4.15 Hasil Pengujian Linieritas ... 86


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner ... 105

Lampiran 2 Data Induk ... 117

Lampiran 3 Validitas dan Reliabilitas ... 145

Lampiran 4 Normalitas, Linieritas, dan Regresi ... 150

Lampiran 5 Perhitungan Mean, Median, Modus, dan Standar Deviasi ... 156

Lampiran 6 Kategori KecenderunganVariabel ... 165

Lampiran 7 Surat Ijin Penelitian ... 168

Lampiran 8 Tabel Statistik ... 177


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia membutuhkan banyak sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas di berbagai bidang. SDM tersebut diperlukan untuk mendukung upaya pencapaian efisiensi dan efektifitas penyelesaian pekerjaan-pekerjaan. Satu sektor yang dapat menjadi pendukung utama mewujudkan SDM berkualitas adalah pendidikan, baik formal maupun non formal.

Sebagai salah satu jenjang pendidikan formal,sekolah menengah kejuruan (SMK) bertujuan menghasilkan lulusan yang siap kerja dan mempunyai keterampilan. Sayangnya, realitas di lapangan menunjukkan kondisi yang tidak ideal sesuai tujuan tersebut. Jumlah lulusan SMK masih banyak yang menganggur. Pada tahun 2004 misalnya, jumlah pengangguran dari berbagai jenjang pendidikan untuk daerah perkotaan berjumlah 5.433.944 orang. Sedangkan untuk daerah pedesaan sebanyak 4.817.407 orang. Dari jumlah tersebut, jumlah lulusan SMK yang menganggur untuk daerah perkotaan berjumlah 906.845 orang. Sedangkan jumlah pengangguran lulusan SMK dari daerah pedesaan berjumlah 347.498 orang (BPS,2004: 264,267). Berdasarkan data-data tersebut tampak jelas bahwa kemampuan pihak SMK untuk mewujudkan tujuannya masih diragukan.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan lulusan SMK masih banyak yang menganggur. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah tidak


(20)

sinambungnya keluaran pendidikan dengan keterampilan yang dibutuhkan di dunia kerja, kecilnya keinginan untuk mengembangkan diri, dan terbatasnya informasi tentang dunia kerja. Padahal sekolah menengah kejuruan (SMK) memiliki peran yang strategis. SMK dapat menghasilkan lulusan yang lebih terampil jika dibandingkan sekolah menengah umum dan mampu membuka lapangan kerja sendiri dengan bekal kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya. Bekal kemampuan dan keterampilan lulusan SMK bukan hanya didapatnya melalui pendidikan dan pelatihan di sekolah tetapi juga pada dunia kerja/dunia usaha. Dengan demikian dapat dikatakan semakin baik pelaksanaan diklat di sekolah dan dunia usaha, maka akan semakin memperbaiki pengetahuan dan keterampilan lulusan yang selanjutnya berdampak pada kecerdasan emosional siswa untuk berwirausaha.

Derajat hubungan antara pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dengan tingkat kecerdasan emosional siswa dalam berwirausaha diduga berbeda pada kultur keluarga yang berbeda. Keluarga merupakan faktor utama dalam perkembangan berwirausaha siswa karena keberadaan siswa di rumah lebih lama dibandingkan dengan keberadan siswa di sekolah. Orang tua dapat membantu anak dengan menciptakan situasi belajar kewirausahaan di lingkungan keluarga (Wasty Soemanto, 2002:96). Setiap keluarga menjalankan kultur yang berbeda sehingga nilai-nilai yang dianut tiap siswa akan berbeda. Pada kultur keluarga yang bercirikan power distance kecil yang tampak pada berani mengatakan yang benar, menghormati secara formal dan mengakui perbedaan, dan tidak tergantung pada orang tua, yang bercirikan


(21)

individualism yang tampak pada demokratis dalam keluarga, mampu mengelola keuangan, tidak diwajibkan mengikuti perayaan atau pesta dalam keluarga, dan merasa bersalah jika melanggar peraturan, yang bercirikan

masculinity yang tampak pada adanya jarak antara orang tua dan anak, perbedaan peran orang tua, dan suka tantangan, yang bercirikan uncertainty avoidance lemah yang tampak pada mampu bertoleransi terhadap situasi yang tidak pasti, dan memiliki aturan, maka derajat pengaruh pelaksanaan pendididikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha akan cenderung tinggi. Sedangkan, pada kultur keluarga yang bercirikan power distance sangat besar yang tampak pada adanya otoritas orang tua berpengaruh terus menerus sepanjang hidup, ketaatan kepada norma keluarga, dan bergantung pada orang lain, yang bercirikan collectivism yang tampak pada kesetiaan pada kelompok, upacara keagamaan yang tidak boleh dilupakan, merasa malu jika melanggar peraturan, dan keluarga menjadi tempat bersatunya anggota keluarga, yang bercirikan femininity yang tampak pada peran wanita yang lebih rendah dari pria dan belajar bersama menjadi rendah hati, yang bercirikan uncertainty avoidance kuat yang tampak dari keluarga menjadi tempat belajar dan kurang mampu menghadapi situasi yang tidak pasti, maka derajat pengaruh pelaksanaan pendididikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha akan cenderung rendah.

Sebagian waktu anak juga dihabiskan didalam lingkungan sekolah sehingga sekolah berperan penting dalam perkembangan emosional anak. Sekolah merupakan penghubung siswa dengan dunia usaha, karena siswa


(22)

tidak hanya mendapatkan pengetahuan yang berupa teori tetapi juga menerapkannya dalam dunia usaha. Setiap sekolah mempunyai kultur yang berbeda sehingga nilai-nilai yang diacu pada tiap siswa akan berbeda.

Pada kultur sekolah yang bercirikan power distance kecil yang tampak dari perlakuan guru terhadap siswa sama, proses pemelajaran terpusat pada siswa, dan kesempatan bertanya, yang bercirikan individualism yang tampak dari kebebasan mengungkapkan pendapat, penyelesaian tugas dari guru, tingkat penerimaan diri oleh orang lain, dan sikap positif dalam mengerjakan tugas, yang bercirikan masculinity yang tampak dari suka kompetisi dan berorientasi pada prestasi, yang bercirikan uncertainty avoidance lemah yang tampak dari kejelasan guru dalam menerangkan materi pelajaran dan kedekatan hubungan antara guru, siswa, dan orang tua, maka derajat pengaruh pelaksanaan pendididikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha akan cenderung tinggi. Sedangkan, pada kultur sekolah yang bercirikan power distance besar yang tampak dari adanya komunikasi satu arah di kelas, kurang berani mengembangkan kemampuan dan bakat, dan adanya hukuman fisik jika melanggar peraturan, yang bercirikan collectivism

yang tampak dari kurang berani dalam mengungkapkan pendapat dan tergantung pada orang lain, yang bercirikan femininity yang tampak dari lebih mengutamakan kinerja kelompok dan kurang berani mengambil resiko, yang bercirikan uncertainty avoidance kuat yang tampak dari siswa menganggap guru selalu benar dan menolak kekurangan guru, maka derajat pengaruh


(23)

pelaksanaan pendididikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha akan cenderung rendah.

Bakat kewirausahaan adalah kemampuan untuk kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumber daya untuk mencapai peluang untuk menuju sukses, yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih. Bakat merupakan faktor intern yang mempengaruhi perkembangan emosional siswa. Setiap siswa mempunyai bakat yang berbeda pada bakat kewirausahaan yang bercirikan kreatif, berani menanggung resiko, rasa inisiatif yang tinggi, kemampuan bekerjasama dalam kelompok, percaya diri, mandiri, mampu menyesuaikan diri, mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, mampu mengenali masalah, semangat yang tinggi, mempunyai alternatif keputusan, disiplin, mementingkan hasil pekerjaan, menyukai kegiatan intelektual, berorientasi pada hasil, mampu bertahan dalam tekanan, dan mampu mengendalikan aktivitas maka derajat pengaruh pelaksanaan diklat terhadap kecerdasan emosional siswa akan lebih tinggi. Sebaliknya, pada bakat yang bercirikan tidak kreatif, takut menanggung resiko, tidak bisa berinovasi, tidak suka membantu orang lain, pesimis, ketergantungan pada orang lain, tidak mampu menyesuaikan diri, kurangnya wawasan, tidak peka terhadap masalah, tidak adanya inisiatif, tidak mampu mengatur waktu, sombong, mementingkan diri sendiri, tidak suka kegiatan intelektual, dan berorientasi jangka pendek maka derajat pengaruh pelaksanaan diklat terhadap kecerdasan emosional siswa akan lebih rendah.


(24)

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi faktor yang menentukan tingkat kecerdasan siswa untuk berwirausaha. Peneliti lebih lanjut ingin menginvestigasi apakah pada kutur keluarga, kultur sekolah dan bakat yang berbeda derajat hubungan antara pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dengan tingkat kecerdasan emosional dalam berwirausaha berbeda. Penelitian ini akan dituangkan dalam judul “Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) terhadap Kecerdasan Emosional ditinjau dari Kultur

Keluarga, Kultur Sekolah dan Bakat Kewirausahaan”. Penelitian ini

merupakan survei terhadap siswa-siswa pada 6 SMK jurusan teknik mekanik otomotif di Kotamadya Yogyakarta, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah menjalankan pendidikan dan pelatihan (diklat).

B. Batasan Masalah

Kecerdasan emosional berwirausaha dipengaruhi oleh banyak faktor. Penelitian ini memfokuskan faktor pelaksanaan pendidikan dan pelatihan (diklat). Lebih lanjut penelitian ini dimaksudkan untuk menginvestigasi apakah ada pengaruh kultur keluarga, kultur sekolah dan bakat kewirausahaan pada hubungan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dengan kecerdasan emosional berwirausaha.


(25)

C. Rumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan (diklat) terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga ?

2. Apakah ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan (diklat) terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur sekolah ?

3. Apakah ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan (diklat) terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari bakat kewirausahaan?

D. Tujuan Penelitian.

Berdasarkan rumusan masalah, maka dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan (diklat) terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga.

2. Untuk mengetahui pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan (diklat) terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur sekolah


(26)

3. Untuk mengetahui pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan (diklat) terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari bakat kewirausahan.

E. Manfaat Penelitian.

1. Bagi Sekolah dan Siswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh sekolah untuk mengetahui tingkat kecerdasan emosional dalam berwirausaha yang dimiliki siswanya. Sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan kualitas lulusannya serta mengembangkan program pelaksanaan pendidikan dan pelatihan agar bisa lebih memupuk dan menunjang kecerdasan emosional siswa dalam berwirausaha.

2. Bagi Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan gambaran dan inspirasi bagi peneliti yang lain tentang pengaruh pelaksanaan diklat terhadap kecerdasan emosional berwirausaha. Bila ditinjau dari kultur keluarga, kultur sekolah dan bakat kewirausahaan sehingga dapat melakukan penelitian lebih lanjut dengan lebih baik lagi. Serta mengembangkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosional siswa dalam berwirausaha.


(27)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)

Pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan kecerdasan intelektual serta kecerdasan emosional seseorang. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pendidikan dirasa sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan melalui pemanfaatan kesempatan kerja yang ada. Oleh karena itu banyak orang berlomba-lomba untuk mencapai jenjang pendidikan yang tinggi.

Mahalnya biaya pendidikan yang mengakibatkan orang tidak dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, akhirnya alternatif yang dipilih yaitu mereka mencari sekolah yang tidak hanya mengajarkan teori saja tetapi juga keterampilan. Sekolah menengah kejuruan merupakan alternatif yang tepat bagi mereka yang tidak mampu melanjutkan ke perguruan tinggi tetapi mereka juga akan mendapatkan ketrampilan. Sekolah menengah kejuruan juga merupakan sistem, masukannya adalah siswa-siswi lulusan dari SMP/MTs, kegiatan pembelajaran merupakan proses sedangkan keluarannya adalah lulusan SMK yang kompeten.

Sekarang ini tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga kerja yang berkompeten dibidangnya dan loyal dengan pekerjaannya tersebut. Oleh karena itu SMK merupakan tempat yang tepat untuk menciptakan lulusan yang kompeten dibidangnya untuk jenjang sekolah menengah. Peserta didik di


(28)

SMK proses pembelajarannya mengikuti program pendidikan dan pelatihan (diklat) dengan acuan kurikulum. Lulusan yang kompeten ini diharapkan dapat membangun daerahnya masing-masing. Oleh karena itu perlu adanya pengkajian mengenai perlu tidaknya membuka atau menutup suatu program keahlian. Hal tersebut dimaksudkan untuk melihat dan menyesuaikan potensi suatu daerah, agar siswa SMK tersebut kelak merupakan sumber daya manusia yang dapat berguna untuk membangun daerahnya.

Pengembangan potensi akademis dan kepribadian siswa merupakan tujuan pembelajaran di sekolah yang dapat meningkatkan kecerdasan emosional siswa. Peningkatan kecerdasan emosional diharapkan agar mereka dapat bergabung kedalam dunia kerja yang kompetitif sehingga mereka dapat mengenali emosinya, mengelola emosi, motivasi diri, dan mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dari waktu ke waktu serta dapat bekerja sama atau berempati dengan rekan kerjanya atau bawahannya.

1. Pengertian Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)

Pelaksanaan pembelajaran/diklat adalah proses kegiatan belajar peserta didik sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, untuk mencapai penguasaan kompetensi. Pembelajaran bisa dilaksanakan di sekolah atau di dunia kerja (Kurikulum SMK, 2004:16). Proses pembelajaran di sekolah dimaksudkan untuk mengembangkan potensi akademis dan kepribadian siswa, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan dunia kerja. Proses pembelajaran/pelatihan di dunia kerja dimaksudkan agar siswa menguasai


(29)

kompetensi terstandar, mengembangkan dan menginternalisasi sikap dan nilai profesional sebagai tenaga kerja yang berkualitas unggul, baik bekerja pada pihak lain maupun sebagai pekerja mandiri.

2. Tujuan Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)

Pelaksanaan pembelajaran/diklat dimaksudkan untuk mengembangkan potensi akademis dan kepribadian siswa, menguasai kompetensi terstandar, serta menginternalisasi sikap dan nilai profesional sebagai tenaga kerja yang berkualitas unggul, sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan dunia kerja (Kurikulum SMK, 2004:16). Kompetensi lulusan terdiri dari kompetensi umum yang mengacu pada tujuan pendidikan nasional dan kecakapan hidup generik dan kompetensi kejuruan yang mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (Bagian II Kurikulum SMK, 2004:6)

3. Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan

Pelaksanaan pembelajaran yang menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran berbasis kompetensi dilakukan dengan pengaturan sebagai berikut (Kurikulum SMK, 2004:19-21):

a. Pembelajaran di Sekolah

Ciri/operasionalisasi pembelajaran di sekolah:

1) Pembelajaran di sekolah meliputi pembelajaran program normatif, adaptif, dan produktif. Program normatif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi membentuk peserta didik menjadi pribadi utuh, yang memiliki norma-norma kehidupan sebagai makhluk


(30)

individu maupun makhluk sosial (anggota masyarakat) baik sebagai warga negara Indonesia maupun sebagai warga dunia. Program adaptif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi membentuk peserta didik sebagai individu agar memiliki dasar pengetahuan yang luas dan kuat untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan sosial, lingkungan kerja, serta mampu mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Program produktif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi membekali peserta didik agar memiliki kompetensi kerja sesuai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (Bagian I Kurikulum SMK, 2004:8-9).

2) Pembelajaran program produktif ditekankan pada penguasaan dasar-dasar keahlian yang luas, kuat, mendasar, serta penguasaan alat dan teknik bekerja yang tepat.

3) Industri dapat dilibatkan dalam proses pembelajaran di SMK terutama untuk meningkatkan penguasaan peserta terhadap dasar-dasar keahlian yang benar serta memberikan wawasan tentang dunia kerja.

4) Keterlaksanaan program di SMK, baik akademis maupun administratif menjadi tanggung jawab kepala sekolah dengan koordinasi komite sekolah.


(31)

5) Siswa yang berminat untuk bekerja mandiri (berwirausaha), perlu mendapatkan bimbingan khusus yang memadai dari pihak sekolah. Siswa yang bersangkutan tidak cukup diberikan pengetahuan bisnis secara teoritis. Tetapi ia harus dibina dan dilatih dengan pengalaman berwirausaha atau berbisnis secara nyata dan bertahap.

6) Bimbingan berwirausaha antara lain mencakup aspek menganalisis pasar, merencanakan, melaksanakan produksi (barang dan jasa), memasarkan hasil, mengevaluasi, dan membuat laporan hasil usaha serta membuka jaringan kerja dengan pihak lain.

7) Apabila praktik berwirausaha tersebut membutuhkan waktu pembelajaran yang lebih banyak, maka sekolah dapat menyesuaikan jumlah jam yang ada di dalam Struktur Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan, baik program diklat normatif, adaptif, maupun produktif. Pengaturan tersebut dilakukan secara rasional, selaras, dan seimbang.

8) Pengalaman berwirausaha dapat dilaksanakan di sekolah melalui pembukaan kelas wirausaha yang sesuai dengan minat siswa dan potensi pasar.


(32)

b. Pembelajaran di Industri (Dunia Kerja)

Ciri/operasionalisasi pembelajaran di dunia kerja/industri:

1) Peserta diklat yang mengikuti pelatihan di industri adalah mereka yang memenuhi persyaratan minimal yang telah ditetapkan, baik pada saat penerimaan maupun pada saat pemilihan program diklat.

2) Industri dapat melakukan pemilihan peserta dan memberikan pembekalan kemampuan tambahan, agar benar-benar siap dan memenuhi standar minimal sesuai dengan persyaratan kerja yang ada.

3) Kegiatan pelatihan di industri dilaksanakan sesuai dengan program bersama yang telah disepakati.

4) Kegiatan peserta di industri merupakan kegiatan bekerja langsung pada pekerjaan yang sesungguhnya, untuk menguasai kompetensi yang benar dan terstandar, sekaligus menginternalisasi sikap dan etos kerja yang positif sesuai dengan persyaratan tenaga kerja profesional pada bidangnya.

5) Lamanya peserta berada di suatu industri, ditentukan atas dasar jumlah waktu latihan yang dipersyaratkan untuk menguasai kompetensi yang akan dipelajarinya. Waktunya berkisar antara 4 bulan sampai dengan 12 bulan.

6) Pelaksanaan pembelajaran di industri dilengkapi dengan perangkat antara lain: jurnal kegiatan peserta, termasuk daftar


(33)

kemajuan hasil belajar peserta; perangkat monitoring; kontrak kerja/perjanjian peserta (jika diperlukan); asuransi kecelakaan kerja bagi peserta; lain-lain yang dianggap perlu.

7) Kegiatan pembelajaran berbasis kompetensi dilakukan setelah penyiapan komponen-komponen/sarana pembelajaran dipastikan kesiapannya, untuk mengantisipasi terjadinya hambatan dalam pelaksanaan proses pembelajaran.

Berikut ini adalah tabel silabus pembelajaran di SMK jurusan teknik mekanik otomotif (Bagian II Kurikulum SMK, 2004:7-9) :

Level

Kualifikasi Kompetensi Sub Kompetensi Pelaksanaan pemeliha-raan/servis

komponen

ƒ Pelaksanaan pemeliharaan/servis komponen

ƒ Identifikasi dan penggunaan pelumas/cairanpemebrsih yang benar

ƒ Pemasangan sistem hidrolik Pemasangan sistem hidrolik

ƒ Pengujian sistem hidrolik Pemeliharaan/service sistem

hidrolik

ƒ Pemeliharan/servis dan pengujian sistem hidrolik Pemeliharaan/service dan

perbaikan kompre-sor udara dan kompo-nen-komponennya

ƒ Pemeliharaan/service dan perbaikan kompresor udara dan komponen - komponennya

ƒ Pelaksanaan prosedur pengelasan ƒ Pelaksanaan prosedur pematrian

ƒ Pelaksanaan prosedur pemotongan dengan panas Melaksanakan prosedur

pengelasan, pematrian, pemotongan dengan panas dan

pemanasan ƒ Pelaksanaan prosedur pemanasan Pembacaan dan pema-haman

gambar teknik

ƒ Membaca dan memahami gambar teknik Penggunaan dan pemeliharaan

alat ukur

ƒ Pengukuran dimensi dan variabel menggunakan perlengkapan yang sesuai

ƒ Mengikuti prosedur pada tempat kerja untuk mengidentifikasi bahaya dan penghindarannya

ƒ Pemeliharaan kebersihan perlengkapan dan area kerja ƒ Penempatan dan pengidentifikasian jenis pemadam

kebakaran,penggunaan dan prosedur pengoperasian ditempat kerja

ƒ Pelaksanaan prosedur darurat

ƒ Menjalankan dasar dasar prosedur keamanan Mengikuti prosedur kesehatan dan

keselamatan kerja

ƒ Pelaksanaan prosedur penyelamatan pertama dan Cardio Pulmonary Resusciation (CPR)

ƒ Memilih dan menggunakan secara aman peralatan tempat kerja

Penggunaan dan peme-liharaan peralatan dan perlengkapan

tempat kerja ƒ Pemeliharaan/servis pada peralatan dan perlengkapan tempat kerja

Teknisi Yunior

Pelaksanaan operasi penanganan secara manual


(34)

Level

Kompetensi Sub Kompetensi Kualifikasi

ƒ Mengidentifikasi konstrusksi jenis roda dan sistem pemasangannnya

ƒ Melepas roda-roda

ƒ Pemeriksaan roda dan pemasangannya Melepas, memasang dan

menyetel roda

ƒ Memasang roda

ƒ Membongkar,memasang dan mengganti dan dalam dan luar ƒ Memeriksa ban dalam dan luar untuk menentukan perbaikan Pembongkaran, perbai-kan dan

pemasangan ban luar dan ban

dalam ƒ Melaksanakan perbaikan ban dalam dan ban luar ƒ Menguji baterai

ƒ Melepas dan mengganti baterai ƒ Memelihara/servis dan mengisi baterai Pengujian, pemelihara-an/servis

dan penggan-tian baterai

ƒ Membantu start

ƒ Memelihara,memahami dan menyampaikan informasi tempat kerja

Konstribusi komunikasi di tempat kerja

ƒ Mempertahankan prestasi tempat kerja Pemeliharaan/servis sistem

pendingin dan komponen– komponennya

ƒ Memelihara/servis sistem pendingin dan komponennya

Perbaikan sistem pendi-ngin dan komponen– komponennya

ƒ Memperbaiki sistem pendingin dan komponennya Pemeliharaan/servis sistem bahan

bakar bensin

ƒ Memelihara/servis komponen sistem bahan bakar bensin Pemeliharaan/servis sistem injeksi

bahan bakar diesel

ƒ Memelihara/servis sistem dan komponen injeksi bahan bakar diesel

Pemeliharaan/servis unit kopling dan kom-ponen-komponennya sistem pengoperasian

ƒ Memelihara/servis unit kopling dan komponen-komponen sistem pengoperasian

Perbaikan kopling dan komponen– komponenya

ƒ Memperbaiki sistem kopling dan komponennya Pemeliharaan/servis transmisi

manual

ƒ Memperbaiki,melepas dan mengganti transmisi manual dan komponennya

Pemeliharaan/servis poros penggerak roda

ƒ Memelihara/servis poros penggerak roda/drive shaft dan komponen-komponennya

ƒ Merakit dan memasang sistem rem dan komponennya Perakitan dan pema-sangan

sistem rem dan komponen– komponenya

ƒ Menguji sistem rem dan komponennya

Pemeliharaan/servis sistem rem ƒ Memelihara/servis sistem rem dan komponennya Pemeriksaan sistem kemudi ƒ Memeriksa dan menguji kondisi sistem/komponen kemudi Pemeriksaan sistem suspensi ƒ Memelihara/servis sistem suspensi dan atau

komponen-komponenya Perbaikan ringan pada

rangkaian/sistem kelistrikan

ƒ Menguji dan mengidentifikasi kesalahan sistem/komponen ƒ Memasang sistem penerangan dan wiring kelistrikan ƒ Menguji sistem kelistrikan

Pemasangan, pengujian dan perbaikan sistem penerangan dan

wiring ƒ Memperbaiki sistem kelistrikan Pemasangan keleng-kapan

kelistrikan tambahan (Assesoris)

ƒ Memasang perlengkapan kelistrikan tambahan Pemeliharaan/servis engine dan

kompo-nen–komponennya

ƒ Memelihara/servis engine dan komponen-komponennya Overhaul komponen sistem

pendingin

ƒ Overhaul komponen sistem pendingin Overhaul kopling dan

komponennya

ƒ Overhaul kopling dan komponen-komponennya Pemeliharaan/servis transmisi

otomatis

ƒ Pemeliharaan/servis transmisi otomatis dan atau komponen yang berhubungan

Pemeliharaan/servis unit final drive/gardan

ƒ Memperbaiki unit final drive/gardan dan komponen-komponenya


(35)

Level

Kompetensi Sub Kompetensi Kualifikasi

Perbaikan poros penggerak roda ƒ Memperbaiki poros penggerak roda/drive shaft dan komponen-komponennya

Perbaikan sistem rem ƒ Memperbaiki melepas dan mengganti sistem rem dan atau komponen lain yang bersangkutan

Overhaul komponen sistem rem ƒ Overhaul komponen sistem rem dan bagian-bagiannya Perbaikan sistem kemudi ƒ Memperbaiki membongkar dan mengganti sistem kemudi dan

komponennya Pemeliharaan/servis sistem

suspensi

ƒ Memelihara/servis sistem suspensi dan atau komponen-komponennya

Balans roda/ban ƒ Membalans roda

ƒ Memasang sistem pengaman kelistrikan/komponen ƒ Menguji sistem pengaman kelistrikan/komponen Pemasangan, pengujian dan

perbaikan sistem pengaman

kelistrikan dan komponennya ƒ Memperbaiki sistem pengaman kelistrikan/komponen Perbaikan sistem pengapian ƒ Memperbaiki sistem pengapian dan komponennya Memelihara/servis sistem AC (Air

Conditioner)

ƒ Memelihara/servis sistem AC

Berikut ini adalah struktur kurikulum bidang keahlian teknik mesin program keahlian teknik mekanik otomotif (Bagian II Kurikulum SMK, 2004:17-18) :

NO PROGRAM / MATA DIKLAT DURASI /

WAKTU (jam) I PROGRAM NORMATIF:

1 Pendidikan Agama 192

2 Pendidikan Kewarganegaraan dan Sejarah 288

3 Bahasa Indonesia 192

4 Pendidikan Jasmani dan Olah Raga 288 II PROGRAM ADAPTIF :

1 Matematika 516

2 Bahasa Inggris 440

3 Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi (KKPI) 202

4 Kewirausahaan 192

5 Fisika 192

6 Kimia 192

7 Pengetahuan Dasar Teknik Mesin 240 III PROGRAM PRODUKTIF :

1 Pelaksanaan pemeliharaan/servis komponen 40

2 Pemasangan sistem hidrolik 30

3 Pemeliharaan/service sistem hidrolik 30 4 Pemeliharaan/service dan perbaikan kompresor udara dan

komponen-komponennya

20 5 Melaksanakan prosedur pengelasan, pematrian, pemotongan dengan panas dan

pemanasan

80 6 Pembacaan dan pemahaman gambar teknik 60 7 Penggunaan dan pemeliharaan alat ukur 60 8 Mengikuti prosedur kesehatan dan keselamatan kerja 60 9 Penggunaan dan pemeliharaan peralatan dan perlengkapan tempat kerja 80 10 Pelaksanaan operasi penanganan secara manual 40 11 Melepas, memasang dan menyetel roda 30 12 Pembongkaran, perbaikan dan pemasangan ban luar dan ban dalam 40


(36)

NO PROGRAM / MATA DIKLAT DURASI / WAKTU (jam) 13 Pengujian, pemeliharaan/servis dan penggantian baterai 30 14 Konstribusi komunikasi di tempat kerja 18 15 Pemeliharaan/servis sistem pendingin dan komponen – komponennya 40 16 Perbaikan sistem pendingin dan komponen – komponennya 40 17 Pemeliharaan/servis sistem bahan bakar bensin 60 18 Pemeliharaan/servis sistem injeksi bahan bakar diesel 60 19 Pemeliharaan/servis unit kopling dan komponen- komponennya sistem

pengoperasian

60 20 Perbaikan kopling dan komponen – komponenya 60 21 Pemeliharaan/servis transmisi manual 60 22 Pemeliharaan/servis poros penggerak roda 40 23 Perakitan dan pemasangan sistem rem dan komponen – komponennya 60 24 Pemeliharaan/servis sistem rem 60

25 Pemeriksaan sistem kemudi 40

26 Pemeriksaan sistem suspensi 40

27 Perbaikan ringan pada rangkaian/sistem kelistrikan 60 28 Pemasangan, pengujian dan perbaikan sistem penerangan dan wiring 60 29 Pemasangan kelengkapan kelistrikan tambahan ( Assesoris ) 60 30 Pemeliharaan/servis engine dan komponen – komponennya 80 31 Overhaul komponen sistem pendingin 40 32 Overhaul kopling dan komponennya 60 33 Pemeliharaan/servis transmisi otomatis 60 34 Pemeliharaan/servis unit final drive/gardan 60 35 Perbaikan poros penggerak roda 40

36 Perbaikan sistem rem 40

37 Overhaul komponen sistem rem 40

38 Perbaikan sistem kemudi 40

39 Pemeliharaan/servis sistem suspensi 40

40 Balans roda/ban 20

41 Pemasangan, pengujian dan perbaikan sistem pengaman kelistrikan dan komponennya

60

42 Perbaikan sistem pengapian 60

43 Memelihara/servis sistem AC ( Air Conditioner ) 60

JUMLAH 4970

Keterangan:

1. Durasi pemelajaran per jam @ 45 menit.

2. Praktek kerja di Industri dilaksanakan selama 4 sampai dengan 12 bulan, menggunakan alokasi waktu pemelajaran produktif.


(37)

B. Kecerdasaan Emosional Berwirausaha

1. Kecerdasan Emosional

Kecerdasan yang dimiliki seseorang bermacam-macam seperti kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual, dan juga kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional sangat dibutuhkan bagi manusia, karena seringnya berhubungan dengan orang lain atau sebagai makhluk sosial. Adanya hubungan dengan orang lain maka kecerdasaan emosional mencakup kemampuan membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi, serta hasrat keinginan diri sendiri dan orang lain (Agus Efendi, 2005:170).

Emosi pada dasarnya adalah suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologi dan psikologi, serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak (Agus Efendi, 2005:176). Orang yang dapat mengenali dan mengelola emosi berarti menuju ke arah kebaikan dan hal tersebut dapat diterapkan untuk mulai merintis menjadi seorang wirausahawan.

Menurut Reuven Bar-On (http://www.psikoutama.com/id/ service13.php), kecerdasan emosi didefinisikan sebagai mata rantai keahlian, kompetensi, dan kemampuan non-cognitive yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam menghadapi tuntutan dan tekanan lingkungannya. Kecerdasan emosional (Emotional Intelligence) adalah kemampuan untuk mengerti dan mengendalikan emosi. Termasuk didalamnya kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain


(38)

disekitarnya (http://www.sekolahindonesia.com/). Seseorang yang mempunyai kecerdasaan emosional yang tinggi dapat membangun relasi sosial dalam lingkungan keluarga, kantor, bisnis, maupun sosial.

Menurut Daniel Goleman (2004:45), kecerdasan emosional adalah kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, berempati, dan berdoa. Salovey dan Mayer (Shapiro, 1997:8) juga mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun orang lain, memilah-milah semuanya, dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.

Kecerdasan emosional menurut Ge Mozaik (Juni 2005) adalah kemampuan untuk mengenali, mengekspresikan dan mengendalikan emosi, baik emosi dirinya sendiri maupun emosi orang lain, dengan tindakan konstruktif, yang mempromosikan kerjasama sebagai tim yang mengacu pada produktivitas dan bukan pada konflik (http://www.ganeca.blogspirit.com/archive/2005/06/23/ge_mozaik_juni_2 005_pentingnya_pendidikan_kecerdasan_emos.html). Senada dengan Ge Mozaik, Cooper dan Sawaf mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan


(39)

pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menutut penilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain, serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan cara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari (http://ahmadchoironudin.blogspot.com/ 2004_12_10_ahmadchoironudin).

Menurut Agus Efendi (2005:171), kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali perasaan diri kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain. Kecerdasan emosional juga merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi (Howes dan Herald, http://ahmadchoironudin.blogspot.com/2004_12_10_ahmadchoironudin). Jadi kecerdasan emosional perlu dikembangkan dalam pendidikan diantaranya empati, kemandirian, ketekunan kesetiakawanan, keramahan, sikap hormat, kemampuan beradaptasi, kemampuan memecahkan masalah, kecakapan sosial, komitmen jujur, berpikir terbuka, memiliki prinsip, kreatif, bersikap adil, bijaksana, kemampuan berkomunikasi, motivasi, dan kemampuan bekerja sama (Zakarilya, Januari 2004).

2. Kewirausahaan

Kewirausahaan adalah kesatuan terpadu dari semangat, nilai-nilai dan prinsip serta sikap, kuat, seni, dan tindakan nyata yang sangat perlu, tepat dan unggul dalam menangani dan mengembangkan perusahaan atau kegiatan lain yang mengarah pada pelayanan terbaik kepada langganan


(40)

dan pihak-pihak lain yang berkepentingan termasuk masyarakat, bangsa dan negara (http://www.webpost.net/as/asmatweb/apotret.htm).

Menurut Zimmerer (Suryana, 2003:10) kewirausahaan adalah penerapan kreativitas dan inovasi untuk memecahkan masalah dan upaya untuk memanfaatkan peluang yang dihadapi setiap hari. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Suryana (2003:1) bahwa kewirausahaan diartikan sebagai kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumber daya untuk mencapai peluang untuk menuju sukses. Proses kreatif dan inovatif biasanya diawali dengan memunculkan ide-ide dan pemikiran baru untuk menciptakan yang baru dan berbeda.

3. Kecerdasan Emosional Berwirausaha

Berdasarkan pengertian kecerdasan emosional dan kewirausahaan diatas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional berwirausaha adalah kemampuan mengenali, mengekspresikan, dan mengendalikan emosi dalam menerapkan kreatifitas dan inovasi baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

4. Dimensi Kecerdasan Emosional Berwirausaha

Dimensi kecerdasan emosional berwirausaha mempunyai 5 (lima) komponen dasar (http://www.ganeca.blogspirit.com/archive/2005/06/23/ ge_mozaik_juni_2005_pentingnya_pendidikan_kecerdasan_emos.html) yaitu :


(41)

a. Self-awareness (pengenalan diri)

Mampu mengenali emosi diri dan penyebab dari pemicu emosi tersebut. Kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional.

b. Self-regulation (penguasaan diri)

Seseorang yang mempunyai pengenalan diri yang baik dapat lebih terkontrol dalam membuat tindakan agar lebih hati-hati. Penguasaan diri berarti menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat. Hal ini merupakan kecakapan yang sangat tergantung pada kesadaran diri.

c. Self-motivation (motivasi diri)

Kemampuan seseorang memotivasi diri dapat ditelusuri melalui hal-hal sebagai berikut: 1) cara mengendalikan dorongan hati; 2) derajat kecemasan yang berpengaruh terhadap unjuk kerja seseorang; 3) kekuatan berpikir positif; 4) optimisme; 5) keadaan flow (mengikuti aliran). Ketika sesuatu berjalan tidak sesuai dengan rencana, seseorang yang mempunyai kecerdasan emosional tinggi tidak akan bertanya “Apa yang salah dengan saya atau kita?” Sebaliknya, ia bertanya “Apa yang dapat kita lakukan agar kita dapat memperbaiki masalah ini?”. d. Emphaty (empati)

Kemampuan untuk mengenali perasaan orang lain dan merasakan apa yang orang lain rasakan jika dirinya sendiri yang berada pada posisi tersebut. Empati atau mengenal emosi orang lain dibangun


(42)

berdasarkan pada kesadaran diri. Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri, maka dapat dipastikan bahwa ia akan terampil membaca perasaan orang lain. Sebaliknya orang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri dapat dipastikan tidak akan mampu menghormati perasaan orang lain.

e. Social Skill (ketrampilan sosial)

Dengan adanya 4 kemampuan tersebut, seseorang dapat berkomunikasi dengan orang lain secara efektif. Kemampuan untuk memecahkan masalah bersama-sama lebih ditekankan dan bukan pada konfrontasi yang tidak penting yang sebenarnya dapat dihindari. Orang yang mempunyai kemampuan intelegensia emosional yang tinggi mempunyai tujuan konstruktif dalam pikirannya. Membina hubungan dengan orang lain merupakan keterampilan sosial yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Tanpa memiliki keterampilan seseorang akan mengalami kesulitan dalam pergaulan sosial.

Unsur-unsur kurikulum yang dapat dicakup kecerdasan emosional adalah (Agus Efendi, 2005:203-204):

1) Kesadaran diri: a) Pengetahuan diri; b) Mengamati diri sendiri; c) Mengenali perasaan sendiri; d) Menghimpun kosakata perasaan; e) Menerima diri sendiri; f) Mengenali hubungan antara gagasan, perasaan, dan reaksi; g) Mengenali hubungan antara diri, lingkungan, dan Tuhan.


(43)

2) Pengambilan keputusan pribadi: a) Mencermati tindakan diri sendiri dan akibat-akibatnya; b) Mengetahui apa yang menguasai sebuah keputusan, pikiran, dan perasaan.

3) Pengelolaan perasaan: a) Memahami apa yang ada dibalik perasaan; b) Cara menangani kecemasaan, amarah, dan kesedihan; c) Tanggung jawab keputusan dan tindakan; d) Tindak lanjut kesepakatan.

4) Motivasi: a) Memotivasi diri sendiri; b) Memotivasi orang lain.

5) Menangani stres: a) Pentingnya olah raga; b) Refleksi terarah; c) Relaksasi.

6) Kemampuan bergaul: a) Empati; b) Memahami perasaan orang lain; c) Menerima sudut pandang orang lain; d) Menghargai perbedaan pendapat; e) Komunikasi; f) Membina hubungan dengan orang lain; g) cara mengungkapkan perasaan yang baik; h) Menjadi pendengar yang baik; i) Bertanya yang baik; j) Ketegasan; k) Membedakan antara apa yang dikatakan dan penilaian kita atasnya; l) Kerja sama; m) Dinamika kelompok; n) Konflik dan pengelolaannya; o) Tanggung jawab pribadi; p) Membuka diri; q) Menerima diri sendiri; r) Merundingkan kompromi.


(44)

Tujuh (7) kiat meningkatkan kecerdasan emosional, yaitu (http://www.glorianet.org/lowongan/tips_35.html):

1) Mengenali emosi diri

Keterampilan ini meliputi kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi apa yang sesungguhnya ia rasakan. Setiap kali suatu emosi tertentu muncul dalam pikiran, seseorang harus dapat menangkap pesan apa yang ingin disampaikan.

2) Melepaskan emosi negatif

Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk memahami dampak dari emosi negatif terhadap dirinya sendiri. 3) Mengolah emosi diri sendiri

Kemampuan untuk mengendalikan dan mengelola emosi. 4) Memotivasi diri sendiri

Keterampilan memotivasi diri memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang.

5) Mengenali emosi orang lain

Berusaha mengerti terlebih dahulu sebelum dimengerti. Keterampilan ini merupakan dasar dalam berhubungan dengan manusia secara efektif.


(45)

6) Mengelola emosi orang lain

Keterampilan mengelola emosi orang lain merupakan kemampuan yang dahsyat jika seseorang bisa mengoptimalkannya.

7) Memotivasi orang lain

Keterampilan memotivasi orang lain adalah bentuk lain dari keterampilan kepemimpinan yaitu kemampuan menginspirasi, memotivasi, dan mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama.

C. Kultur Keluarga

1. Pengertian Kultur

Kultur atau kata lainnya budaya berasal dari ilmu antropologi. Kultur merupakan keunikan sekelompok masyarakat dibandingkan sekelompok masyarakat lainnya; bertahannya perilaku masyarakat dari satu generasi ke generasi berikutnya (Kotter dan Heskett, 1992:3-4). Kultur juga dapat didefinisikan sebagai:

“the totally of socially transmitted behavior pattern, arts, beliefs, institusions, and all other product of human work and thought characteristics of the community or population”.

Sejak kecil seorang yang tinggal dalam suatu lingkungan akan mempelajari kultur di mana ia tinggal. Kultur mengajarkan cara pandang, pola pikir, dan perasaan yang benar ketika menghadapi masalah yang dihadapi.


(46)

Kultur menurut Hofstede (1995:5) adalah

“… a collective phenomenon, because it is at least partly shared with people who live or lived within the same social environment, which is there it was learned. It is the collective programming of the mind which distinguishes the members of the one group or category of people from another”

Menurut Sugiarto (http://www.waspada.co.id/serba_serbi/ pendidikan), kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu kelompok masyarakat yang mencakup cara berpikir, perilaku, sikap, nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun abstrak. Cakupan unsur kultur tersebut selanjutnya membedakan anggota kelompok satu dengan yang lain (Hofstede, 1994:4). Karenanya Hofstede (1994:4) menyebutkan kultur sebagai “software of the mind”. Kultur sebagai bentuk pemrograman mental secara kolektif, kultur cenderung sulit berubah. Perubahan bersifat evolutif atau perlahan-lahan. Hal ini disebabkan bukan semata-mata karena kultur tersebut telah menjadi bagian dari diri para anggota kelompok, tetapi kultur telah terkristalisasi ke dalam lembaga yang mereka bangun.

2. Pengertian dan Dimensi Kultur Keluarga

Kultur keluarga adalah kebiasaan-kebiasaan dan kebudayaan keluarga akan menjadi pola pikir tersendiri yang digunakan sebagai dasar seseorang bertindak dan mengambil keputusan. Kultur sebagai bentuk pemrograman mental secara kolektif suatu kelompok cenderung sulit berubah. Jikalau pun berubah, maka perubahan akan berlangsung secara evolutif. Hal ini disebabkan bukan semata-mata karena kultur tersebut


(47)

telah menjadi bagian dari diri anggota para kelompok, tetapi kultur telah terkristalisasi ke dalam lembaga yang mereka bangun.

Substansi perbedaan kultur antar kelompok akan lebih tampak pada praktik kultur daripada nilai-nilai (Hofstede, 1994:5). Perbedaan kultur antar kelompok tersebut dapat dianalisis pada tingkatan unit atau bahkan sub-sub unit dalam suatu organisasi (Hofstede, 1994:181-182). Kultur dapat diklasifikasikan ke dalam 6 (enam) tingkatan atau lapisan (layers)

yaitu: (1) a national level, (2) a regional level etc, (3) agender level, (4) a generation level, (5) a social class level, dan (6) an organization or corporate level (Hofstede, 1994:10). Pada tingkat nasional, kultur dapat dikenali berdasarkan dimensi yang mencakup: power distance (from small to large), collectivism versus individualism, femininity versus masculinity,

dan uncertainty avoidance (from weak to strong) (Hofstede, 1994:14). Dimensi power distance (jarak kekuasaan) merupakan tingkat dalam nama kekuasaan anggota dalam institusi didistribusikan secara berbeda. Dimensi individualism (individualisme) menggambarkan suatu masyarakat di mana pertalian antar individu cenderung menghilang

suatu kondisi kelompok dalam mana individu-individu sejak lahir diintegrasikan secara kuat sehingga mereka menjadi sangat loyal terhadap kelompok tersebut. Dimensi masculinity (maskulinitas) menunjukkan suatu kelompok di mana peran sosial gender terhadap perbedaan yang jelas. Sementara, dimensi femininity menunjukan suatu kelompok dimana peran sosial gender terhadap perbedaan tidak jelas. Dimensi uncertainty


(48)

avoidance (ketidakpastian) menunjukan suatu kelompok masyarakat dimana individu-individu akan merasa terancam dalam suatu kondisi ketidakpastian (ketidaktahuan situasi).

Elemen-elemen masyarakat sebagaimana diklasifikasikan Hofstede (1994:28) mencakup: keluarga, sekolah, dan komunitas (organisasi) tempat seseorang melaksanakan aktivitasnya. Pada tingkat keluarga, dimensi power distance (jarak kekuasaan) mencakup indikator antara lain: ketaatan kepada norma keluarga, menghormati orang tua dan yang lebih tua sebagai dasar kebaikan, otoritas orang tua berpengaruh terus menerus sepanjang hidup, dan ketergantungan. Dimensi collectivism versus individualism mencakup indikator antara lain: demokrasi dalam keluarga, kesetiaan kepada kelompok adalah sumber daya bersama, mampu mengelola keuangan, perayaan keluarga tidak boleh dilupakan, merasa bersalah jika melanggar peraturan, dan keluarga menjadi tempat bersatunya anggota keluarga. Dimensi femininity versus masculinity

mencakup indikator antara lain: relasi anak dan orang tua ada jarak, perbedaan peran orang tua, peran wanita yang lebih rendah dari pria, dan belajar bersama menjadi rendah hati. Sedangkan dimensi uncertainty avoidance mencakup indikator yang meliputi: toleransi terhadap situasi yang tidak pasti dan mempunyai inisiatif, keluarga menjadi tempat belajar, dan memiliki aturan.


(49)

D. Kultur Sekolah

1. Pengertian Kultur Sekolah

Kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu kelompok masyarakat yang mencakup cara berpikir, perilaku, sikap, nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun abstrak (Sugiarto, http://www.waspada.co.id/serba_serbi/pendidikan). Menurut Dapiyanta (2005:92), kultur sekolah adalah perilaku lahir dan batin dari komunitas sekolah dalam menjalankan kehidupan sekolah yang berpola dan mentradisi. Mentradisi di sini tidak berarti berhenti, melainkan dinamis dan selalu berproses.

Menurut Clifford Geertz seperti yang dikutip oleh Siti Sumarni kultur sekolah merupakan pola nilai, norma, sikap hidup, ritual, dan kebiasaan yang baik dalam lingkungan sekolah, sekaligus cara memandang persoalan dan pemecahannya. Sedangkan Arief Achmad (http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1004/11/0310.htm), kultur sekolah merupakan faktor esensial dalam membentuk siswa menjadi manusia yang optimis, berani tampil, berperilaku kooperatif, kecakapan personal dan akademik.

Sergiovanni menyimpulkan bahwa ada korelasi positif yang signifikan antara kultur sekolah dan kualitas lulusan. Senada dengan temuan Frymier dkk. (Arief Achmad, http://www.pikiran-rakyat.com/ cetak/1004/11/0310.htm) bahwa iklim sekolah seperti hubungan interpersonal, lingkungan belajar kondusif, menyenangkan, moral dan


(50)

spirit berkorelasi secara signifikan dengan kepribadian dan prestasi akademik sekolah.

Sebuah kultur sekolah akan terwujud jika semua komponen turut ikut andil didalamnya, karena hubungan kekerabatan individu merupakan kunci sebuah sistem. Suasana disiplin, keakraban, saling menghargai, dan menghormati tentunya tidak boleh diabaikan. Peran kultur sekolah adalah untuk memperbaiki kinerja sekolah, membangun komitmen warga sekolah, serta membuat suasana kekeluargaan, kolaborasi, ketahanan belajar, semangat terus maju, dorongan bekerja keras dan tidak mudah mengeluh (Arief Achmad, http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/ 1004/11/0310.htm).

Kultur sekolah yang positif menghargai kesuksesan, menekankan pencapaian dan kolaborasi, serta mengikat suatu komitmen pada staf dan siswa untuk belajar. Menyalahkan siswa atas prestasinya, menghindari kolaborasi, dan selalu ada pertentangan antar warga sekolah merupakan kultur sekolah yang negatif. Kultur sekolah yang negatif mestinya diubah kearah positif. Untuk mengubahnya kepala sekolah harus memahami kultur yang ada, mengubah variasi hubungan antar warga sekolah, perubahan dilakukan melalui dialog, perlahan-lahan dengan kesabaran, dan komitmen, serta perubahan dimulai dari atas dengan contoh perubahan yang bersifat keteladanan. Kultur sekolah yang positif akan menghasilkan produk kultur yang baik pula, seperti peningkatan kinerja individu dan kelompok, peningkatan kinerja sekolah atau institusi, terjamin hubungan


(51)

yang sinergis diantara warga sekolah, tugas dilaksanakan dengan perasaan senang, timbul iklim akademik, kompetisi dengan kolaborasi, serta interaksi yang menyenangkan.

Kultur sekolah yang kondusif, antara lain, ditandai dengan adanya iklim terbuka (open climate), budaya positif (positive culture), budaya terbuka (open culture), dan suasana batin yang menyenangkan (enjoyable spiritual atmosphere) diantara warga sekolah. Kultur sekolah yang kondusif akan tampak dan tercermin dalam struktur organisasi sekolah, deskripsi tugas sekolah, kebijakan dan aturan, tata tertib sekolah, kepemimpinan dan hubungan, acara atau ritual, serta penampilan fisik (Arief Achmad, http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1004/11/0310.htm). 2. Dimensi Kultur Sekolah

Kultur dapat diklasifikasikan ke dalam 6 (enam) tingkatan atau lapisan (layers) yaitu: (1) a national level, (2) a regional level etc, (3) a gender level, (4) a generation level, (5) a social class level, dan (6) an organization or corporate level (Hofstede, 1994:10). Pada tingkat nasional, kultur dapat dikenali berdasarkan dimensi yang mencakup:

power distance (from small to large), collectivism versus individualism, femininity versus masculinity, dan uncertainty avoidance (from weak to strong) (Hofstede, 1994:14).

Dimensi power distance (jarak kekuasaan) merupakan tingkat dalam nama kekuasaan anggota dalam institusi didistribusikan secara berbeda. Dimensi individualism (individualisme) menggambarkan suatu


(52)

masyarakat dalam mana pertalian antar individu cenderung menghilang (artinya: individu cenderung memikirkan dirinya sendiri dan setelahnya orang lain). Sedangkan dimensi collectivism (kolektivisme) menunjukkan suatu kondisi kelompok dimana individu-individu menjadi anggota sekolah kemudian diintegrasikan secara kuat sehingga mereka menjadi sangat loyal terhadap kelompok tersebut. Dimensi masculinity

(maskulinitas) menunjukkan suatu kelompok dimana peran sosial gender terhadap perbedaan yang jelas. Sementara, dimensi femininity (feminitas) menunjukan suatu kelompok dimana peran sosial gender terhadap perbedaan tidak jelas. Dimensi uncertainty avoidance (ketidakpastian) menunjukan suatu kelompok masyarakat dimana individu-individu akan merasa terancam dalam suatu kondisi ketidakpastian (ketidaktahuan situasi).

Menurut Hofstede (1994:33,61,90,119) pada tingkat sekolah, dimensi power distance (jarak kekuasaan) mencakup indikator antara lain: perlakuan guru terhadap para siswa sama, proses pemelajaran terpusat pada siswa, kesempatan bertanya, kebebasan menyampaikan kritik, komunikasi dua arah di kelas, peran orang tua pada anak di sekolah, aturan dan norma dalam sekolah, pengembangan kemampuan dan bakat, dan orang tua diuntungkan dengan proses pembelajaran di sekolah. Dimensi

collectivism versus individualism mencakup indikator antara lain: kebebasan mengemukakan pendapat, penyelesaian tugas dari guru, tingkat penerimaan diri oleh orang lain, sikap positif dalam mengerjakan tugas,


(53)

dan tujuan berprestasi. Dimensi femininity versus masculinity mencakup indikator antara lain: suasana kompetisi di kelas, berorientasi pada prestasi dan kompetensi guru. Sedangkan dimensi uncertainty avoidance

mencakup indikator yang meliputi: tingkat penerimaan siswa pada kekurangan guru, kejelasan guru dalam menerangkan, dan adanya kedekatan hubungan antara guru, siswa, dan orang tua.

E. Bakat Kewirausahaan

1. Bakat

Setiap manusia yang terlahir pasti memiliki bakat, dan antara satu orang dengan yang lain bakatnya pun berbeda-beda. Bakat dapat juga diartikan sebagai kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan atau dilatih (Conny Semiawan dkk., 1984:1). Sedang menurut Roy Sembel, bakat merupakan pola pikir, perasaan, perilaku alami yang kita miliki (Paulus Winarto, http://www.pembelajar. com/). Menurut Paulus Winarto (Januari 2006), yang menyebutkan bahwa bakat adalah sesuatu yang sudah kita bawa sejak lahir dan merupakan anugerah Tuhan yang harus kita syukuri (http://www.pembelajar.com/).

Kemampuan alamiah tersebut dapat bersifat umum misalnya intelektual umum, atau dapat bersifat khusus misalnya intelektual akademik khusus (Conny Semiawan dkk, 1984:2). Bakat memungkinkan seseorang mencapai prestasi tertentu. Hal yang perlu dilakukan yaitu latihan, pengetahuan, pengalaman, dan dorongan atau motivasi agar


(54)

bakatnya dapat terwujud. Bakat adalah potensi terpendam yang perlu digali dengan cermat, mana yang paling menonjol, kita tidak akan tahu secara pasti sebelum kita menemukannya (Aminah Ahmad, http://www.kompas.com/metro/news/0208/09/213014.htm).

Renzulli dan kawan-kawan (Conny Semiawan dkk., 1984:6-7) menyimpulkan bahwa yang menentukan keterbakatan seseorang pada hakikatnya adalah keterikatan dari tiga kelompok ciri-ciri, yaitu:

a. Kemampuan diatas rata-rata

Kemampuan diatas rata-rata tidak berarti bahwa kemampuan itu harus unggul. Yang pokok ialah bahwa kemampuan itu harus cukup diimbangi oleh kreativitas dan tanggung jawab terhadap tugas.

b. Kreativitas

Kreativitas adalah kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah. Kreativitas meliputi aptitude seperti kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan keaslian ciri (non-aptitude) seperti rasa ingin tahu, senang mengajukan pertanyaan dan selalu ingin mencari pengalaman baru.

c. Tanggung jawab atau pengikatan diri terhadap tugas

Tanggung jawab atau pengikatan diri terhadap tugas menunjukkan semangat dan motivasi untuk mengerjakan dan menyelesaikan suatu tugas. Suatu pengikatan dari dalam jadi bukan tanggung jawab yang diterima dari luar.


(55)

Menurut Terman (Conny Semiawan dkk., 1984:22-23) karakteristik anak berbakat intelektual: (a) Kesiagaan mental; (b) Kemampuan pengamatan (observasi); (c) Keinginan untuk belajar; (d) Daya konsentrasi; (e) Daya nalar; (f) Kemampuan membaca; (g) Ungkapan verbal; (h) Kemampuan menulis; (i) Kemampuan bertanya yang baik; (j) Menunjukkan minat yang luas; (k) Berambisi untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi; (l) Mandiri dalam memberikan pertimbangan; (m) Dapat memberi jawaban tepat dan langsung kesasaran; (n) Melibatkan diri sepenuhnya dan menghadapi tugas yang diminati.

2. Kewirausahaan

Di Indonesia ada pemikiran bahwa berwirausaha adalah milik etnis keturunan tertentu seperti etnis keturunan cina yang sukses dengan bisnisnya, keturunan india dengan kainnya, keturunan arab dengan usaha mebelnya. Namun sekarang ini tampaknya tidak demikian, siapapun bisa menjadi seorang wirausahawan. Sekarang ini kewirausahaan merupakan disiplin ilmu yang dapat dipelajari dan diajarkan.

Sebelum istilah wirausaha sepopuler seperti sekarang ini, dulu sering kita dengar istilah wiraswasta. Menurut Budi Santoso (http://www.webpost.net/as/asmatweb/apotret.htm), kata "wiraswasta" berasal dari Wira yang berarti utama, gagah, berani, luhur, teladan atau pejuang. Swa berarti sendiri dan Sta berarti berdiri. Jadi wiraswasta (entrepreneur) berarti pejuang yang utama, gagah, luhur, berani dan layak


(56)

menjadi teladan dalam bidang usaha dengan landasan berdiri diatas kaki sendiri.

Kewirausahaan adalah kesatuan terpadu dari semangat, nilai-nilai dan prinsip serta sikap, kuat, seni, dan tindakan nyata yang sangat perlu, tepat dan unggul dalam menangani dan mengembangkan perusahaan atau kegiatan lain yang mengarah pada pelayanan terbaik kepada langganan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan termasuk masyarakat, bangsa dan negara (http://www.webpost.net/as/asmatweb/apotret.htm).

Menurut Zimmerer (Suryana, 2003:10) kewirausahaan adalah penerapan kreativitas dan inovasi untuk memecahkan masalah dan upaya untuk memanfaatkan peluang yang dihadapi setiap hari. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Suryana (2003:1) bahwa kewirausahaan diartikan sebagai kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya untuk mencapai peluang untuk menuju sukses. Proses kreatif dan inovatif biasanya diawali dengan memunculkan ide-ide dan pemikiran baru untuk menciptakan yang baru dan berbeda.

Menurut Geoffrey G. Meredith yang dikutip oleh Suryana (2003:13-14), bahwa ciri-ciri utama kewirausahaan dapat dilihat dari watak dan perilakunya, yaitu percaya diri, berorientasi pada tugas dan hasil, pengambil risiko dan suka tantangan, kepemimpinan, keorisinilan, dan berorientasi ke masa depan.

Kreativitas oleh Zimmerer (Suryana, 2003:23-24) adalah

“ Sometimes creativity involves generating something from nothing. However, creativity is more likely to result in collaborating on the


(57)

present, in putting old things together in new ways, or in taking something simple or better ”.

Dari definisi diatas dapat diartikan bahwa:

a. Kreatifitas adalah menciptakan sesuatu yang asalnya tidak ada.

b. Hasil kerja sama masa kini untuk memperbaiki masa lalu dengan cara yang baru.

c. Menggantikan sesuatu dengan sesuatu yang lebih sederhana dan lebih baik.

3. Bakat kewirausahaan

Pendidikan di sekolah dapat membantu siswa untuk mengembangkan bakat, termasuk bakat kewirausahaan. Bakat kewirausahaan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya untuk mencapai peluang untuk menuju sukses, yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih. Perlu adanya pelatihan dan pengembangan agar bakat kewirausahaan seseorang dapat berkembang terutama pada siswa di sekolah.

F. Kerangka Berpikir

1. Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Terhadap Kecerdasan Emosional Berwirausaha Ditinjau dari Kultur Keluarga.

Pelaksanaan pembelajaran/diklat adalah proses kegiatan belajar peserta diklat sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, untuk mencapai penguasaan kompetensi. Proses pembelajaran di sekolah dan di


(58)

dunia usaha dimaksudkan untuk mengembangkan potensi akademis keterampilan, dan kepribadian siswa. Pelaksanaan pembelajaran/diklat yang baik akan meningkatkan kecerdasan emosional siswa. Hal ini disebabkan para siswa berinteraksi baik dengan teman maupun pekerja sehingga mau tidak mau harus mampu mengerti dan mengendalikan emosi.

Derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha siswa diduga kuat berbeda pada kultur keluarga yang berbeda. Kultur keluarga adalah kebiasaan-kebiasaan dan kebudayaan keluarga akan menjadi pola pikir tersendiri yang digunakan sebagai dasar seseorang bertindak dan mengambil keputusan. Pada kultur keluarga yang bercirikan jarak kekuasaan (power distance) kecil tampak dari berani mengatakan yang benar, menghormati secara formal dan mengakui perbedaan, dan tidak tergantung pada orang tua, maka derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha akan lebih tinggi dibandingkan pada jarak kekuasaan yang besar. Hal ini disebabkan adanya sikap mandiri di dalam keluarga sehingga siswa mampu mengembangkan diri dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan. Sedangkan pada jarak kekuasaan (power distance) besar tampak dari otoritas orang tua berpengaruh terus menerus sepanjang hidup, ketaatan kepada norma keluarga, dan bergantung pada orang lain, maka siswa kurang mampu mengembangkan pendidikan dan pelatihan sehingga kecerdasan emosional berwirausahanya


(59)

rendah. Hal ini disebabkan siswa menjadi terkekang karena pengaruh orang tua yang otoriter. Pada kultur keluarga yang bercirikan

individualism tampak dari demokratis dalam keluarga, mampu mengelola keuangan, tidak diwajibkan mengikuti perayaan atau pesta dalam keluarga, dan merasa bersalah jika melanggar peraturan, maka derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha akan lebih tinggi dibandingkan pada collectivism. Hal ini disebabkan adanya demokrasi dalam keluarga sehingga siswa mampu mengaplikasikannya dalam pelaksanaan pendidikan dan pelatihan. Sementara yang bercirikan collectivism tampak dari kesetiaan pada kelompok, upacara keagamaan yang tidak boleh dilupakan, merasa malu jika melanggar peraturan, dan keluarga menjadi tempat bersatunya

anggota keluarga, maka siswa kurang mampu mengembangkan diri dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan, sehingga kecerdasan emosional

berwirausaha akan rendah. Hal ini disebabkan siswa tidak mau membuka diri dengan kelompok lain. Pada kultur keluarga yang bercirikan

masculinity tampak dari adanya jarak antara orang tua dan anak, perbedaan peran orang tua, dan suka tantangan, maka derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha akan lebih tinggi dibandingkan pada femininity. Hal ini disebabkan dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan siswa dapat lebih kreatif dan inovatif. Sedangkan yang bercirikan femininity tampak dari peran wanita yang lebih rendah dari pria dan belajar bersama menjadi


(60)

rendah hati, maka siswa kurang mampu mengembangkan diri dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan. Hal ini disebabkan dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan siswa kurang terbuka dalam pergaulan sehingga kecerdasan emosional berwirausahanya rendah. Pada kultur keluarga yang bercirikan uncertainty avoidance lemah yang tampak pada mampu bertoleransi terhadap situasi yang tidak pasti, dan memiliki aturan, maka derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha akan lebih tinggi dibandingkan pada uncertainty avoidance kuat. Hal ini disebabkan siswa mempunyai inisiatif saat menghadapi kesulitan dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan. Sedangkan pada uncertainty avoidance kuat tampak dari keluarga menjadi tempat belajar dan kurang mampu menghadapi situasi yang tidak pasti, maka siswa kurang mampu mengembangkan pendidikan dan pelatihan sehingga kecerdasan emosional berwirausahanya rendah. Hal ini disebabkan siswa menjadi pesimis dalam pelaksanaan pendidikan dan pelatihan.

2. Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Terhadap Kecerdasan Emosional Berwirausaha Ditinjau dari Kultur Sekolah.

Pelaksanaan pembelajaran/diklat adalah proses kegiatan belajar peserta diklat sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, untuk mencapai penguasaan kompetensi. Proses pembelajaran di sekolah dan di dunia usaha dimaksudkan untuk mengembangkan potensi akademis, keterampilan, dan kepribadian siswa. Pelaksanaan pembelajaran/diklat


(61)

yang baik akan meningkatkan kecerdasan emosional siswa. Hal ini disebabkan para siswa berinteraksi baik dengan teman maupun pekerja sehingga mau tidak mau harus mampu mengerti dan mengendalikan emosi.

Derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha siswa diduga kuat berbeda pada kultur sekolah yang berbeda. Kultur sekolah merupakan faktor esensial dalam membentuk siswa menjadi manusia yang optimis, berani tampil, berperilaku kooperatif, kecakapan personal dan akademik. Pada kultur sekolah yang bercirikan jarak kekuasaan (power distance) kecil yang tampak dari perlakuan guru terhadap siswa sama, proses pembelajaran terpusat pada siswa, dan kesempatan bertanya, maka derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha akan lebih tinggi dibandingkan dengan jarak kekuasaan (power distance) besar. Hal ini disebabkan siswa dapat bebas dalam mengemukakan pendapat. Sedangkan pada jarak kekuasaan (power distance) besar yang tampak dari adanya komunikasi satu arah di kelas, kurang berani mengembangkan kemampuan dan bakat, dan adanya hukuman fisik jika melanggar peraturan, maka siswa dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan kurang baik sehingga kecerdasan emosional berwirausahanya rendah. Hal ini disebabkan proses pembelajaran didominasi oleh guru. Pada kultur sekolah yang bercirikan individualism


(62)

tugas dari guru, tingkat penerimaan diri oleh orang lain, dan sikap positif dalam mengerjakan tugas, maka derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha akan lebih tinggi dibandingkan collectivism. Hal ini disebabkan adanya kemandirian dan siswa mempunyai tujuan berprestasi dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan. Sementara yang bercirikan collectivism yang tampak dari kurang berani dalam mengungkapkan pendapat dan tergantung pada orang lain, maka siswa dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan kurang baik sehingga kecerdasan emosional berwirausahanya rendah. Hal ini disebabkan siswa kurangnya kemampuan beradaptasi saat melaksanakan pendidikan dan pelatihan. Pada kultur sekolah yang bercirikan masculinity

yang tampak dari suka kompetisi dan berorientasi pada prestasi, maka derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha akan lebih tinggi dibanding

femininity. Hal ini disebabkan adanya kompetensi guru yang tinggi. Sedangkan yang bercirikan femininity yang tampak dari lebih mengutamakan kinerja kelompok dan kurang berani mengambil resiko, maka siswa dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan akan kurang baik, sehingga kecerdasan emosional berwirausaha rendah. Hal ini disebabkan terbatasnya lingkup pergaulan. Pada kultur sekolah yang bercirikan uncertainty avoidance lemah yang tampak dari kejelasan guru dalam menerangkan materi pelajaran dan kedekatan hubungan antara guru, siswa, dan orang tua, maka derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

TABEL F

N df1 df2 df3 df4 df5 df6 df7 df8 df9 df40 df28 df30 df36 300 3.873 3.026 2.635 2.4 2.244 2.129 2.0402 1.969 1.911 1.435 1.514 1.497 1.457 301 3.873 3.026 2.635 2.4 2.244 2.129 2.0401 1.969 1.911 1.435 1.514 1.497 1.456 302 3.872 3.026 2.635 2.4 2.244 2.129 2.04 1.969 1.911 1.435 1.514 1.497 1.456 303 3.872 3.026 2.634 2.4 2.244 2.129 2.0399 1.969 1.911 1.435 1.514 1.497 1.456 304 3.872 3.025 2.634 2.4 2.244 2.129 2.0398 1.969 1.911 1.434 1.514 1.497 1.456 305 3.872 3.025 2.634 2.4 2.244 2.128 2.0397 1.969 1.911 1.434 1.513 1.497 1.456 306 3.872 3.025 2.634 2.4 2.244 2.128 2.0396 1.969 1.911 1.434 1.513 1.497 1.456 307 3.872 3.025 2.634 2.4 2.243 2.128 2.0395 1.969 1.91 1.434 1.513 1.497 1.456 308 3.872 3.025 2.634 2.4 2.243 2.128 2.0394 1.969 1.91 1.434 1.513 1.496 1.456 309 3.872 3.025 2.634 2.4 2.243 2.128 2.0393 1.968 1.91 1.434 1.513 1.496 1.455 310 3.872 3.025 2.634 2.4 2.243 2.128 2.0392 1.968 1.91 1.434 1.513 1.496 1.455 Based from SPSS 12


(6)

Tabel r

1

tail

0,01 0,05

20 0,335 0,282

21 0,327 0,275

22 0,320 0,269

23 0,313 0,263

24 0,307 0,258

25 0,301 0,253

26 0,295 0,248

27 0,290 0,244

28 0,285 0,239

29 0,280 0,235

30 0,275 0,231


Dokumen yang terkait

Hubungan kultur keluarga dan kultur sekolah dengan minat siswa berwirausaha : studi kasus pada siswa kelas X SMK Negeri I Depok, Sleman.

0 1 161

Pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga, kultur sekolah dan bakat kewirausahaan : survei siswa-siswi kelas tiga SMK jurusan Teknik Mekanik Otomotif Kabupaten Kulon Progo, ...

0 1 246

Pengaruh locus of control, kultur keluarga, dan kultur sekolah pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa : survei pada siswa-siswa SMP Negeri dan Swasta di Kabupaten Sleman - Yogyakarta.

0 0 265

Pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga, kultur sekolah dan bakat kewirausahaan : survei Siswa-siswi pada 6 SMK jurusan Teknik Mekanik Otomotif Kabupaten Bantul, Propinsi DIY.

0 0 235

Pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga, kultur sekolah dan bakat kewirausahaan : survei siswa-siswi pada 6 SMK jurusan Teknik Mekanik Otomotif Kabupaten Sleman, Propinsi DIY.

0 1 234

Pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga, kultur sekolah dan bakat kewirausahaan : survei siswa-siswi pada 6 SMK jurusan Teknik Mekanik Otomotif Kabupaten Sleman, Propinsi DIY -

0 0 232

Pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga, kultur sekolah dan bakat kewirausahaan : survei Siswa-siswi pada 6 SMK jurusan Teknik Mekanik Otomotif Kabupaten Bantul, Propinsi DIY -

0 0 233

Pengaruh pelaksanaan diklat terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga, kultur sekolah dan bakat kewirausahaan : survey pada siswa-siswa kelas 2 pada 6 SMK jurusan Teknik Mekanik Otomotif Kotamadya Yogyakarta, Propinsi DIY -

0 0 185

Pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga, kultur sekolah dan bakat kewirausahaan : survei siswa-siswi kelas tiga SMK jurusan Teknik Mekanik Otomotif Kabupaten Kulon Progo, ... -

0 0 244

Hubungan kultur keluarga dan kultur sekolah dengan minat siswa berwirausaha : studi kasus pada siswa kelas X SMK Negeri I Depok, Sleman - USD Repository

0 0 159