26
Dimensi power distance jarak kekuasaan menunjukkan tingkatan atau sejauh mana tiap kultur mempertahankan perbedaan status atau
kekuasaan di antara anggota-anggotanya. Dimensi individualism individualisme menggambarkan suatu masyarakat dimana pertalian antar
individu cenderung menghilang artinya: individu cenderung memikirkan dirinya sendiri dan setelahnya orang lain. Dimensi collectivism
kolektivisme menunjukkan suatu kondisi kelompok dimana individu- individu sejak lahir diintegrasikan secara kuat sehingga mereka menjadi
sangat loyal terhadap kelompok tersebut. Dimensi masculinity maskulinitas menunjukkan suatu kelompok dimana peran sosial gender
terhadap perbedaan jelas. Dimensi femininity menunjukkan suatu kelompok dimana peran sosial gender terhadap perbedaan tidak jelas.
Dimensi uncertainty avoidance ketidakpastian menunjukkan suatu kelompok masyarakat dalam menghadapi situasi yang samar-samar atau
tidak pasti. Pada tingkat keluarga, dimensi power distance jarak kekuasaan
Hofstede, 1994:32 mencakup indikator antara lain: ketaatan kepada norma keluarga, menghormati orang tua dan yang lebih tua sebagai dasar
kebaikan, otoritas orang tua berpengaruh terus menerus sepanjang hidup, dan ketergantungan. Dimensi collectivism versus individualism Hofstede,
1994:58 mencakup indikator antara lain: demokrasi dalam keluarga, kesetiaan kepada kelompok adalah sumber daya bersama, mampu
mengelola keuangan, tidak wajib mengikuti perayaanpesta keluarga, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
merasa bersalah jika melanggar peraturan, dan keluarga menjadi tempat bersatunya anggota keluarga. Dimensi femininity versus masculinity
Hofstede, 1994:87 mencakup indikator antara lain: relasi anak dan orang tua ada jarak, perbedaan peran orang tua, peran wanita yang lebih rendah
dari pria, dan belajar bersama menjadi rendah hati. Dimensi uncertainty avoidance Hofstede, 1994:118 mencakup indikator antara lain: toleransi
terhadap situasi yang tidak pasti dan mempunyai inisiatif, keluarga menjadi tempat belajar, dan memiliki aturan.
D. Kultur Sekolah
1. Pengertian Kultur Sekolah Kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh
suatu kelompok masyarakat yang mencakup cara berpikir, perilaku, sikap, nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun abstrak Sugiarto,
Oktober 2005. Sekolah memegang andil yang cukup besar dalam pembentukan kepribadian siswa. Menurut Depdiknas dalam Dapiyanta
2005:92 mengartikan kultur ialah kualitas kehidupan yang terwujud dalam aturan-aturan atau norma, tata kerja, kebiasaan kerja, gaya
kepemimpinan seorang pemimpin maupun anggota. Kualitas kehidupan tersebut tumbuh dan berkembang berdasarkan nilai-nilai, spirit, atau
keyakinan yang dianut organisasi. Menurut Depdiknas dalam Dapiyanta 2005:92, kultur sekolah
merupakan kualitas kehidupan sebuah sekolah yang tumbuh dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
berkembang berdasarkan nilai atau spirit yang dianut oleh sekolah. Kualitas kehidupan itu terwujud dalam bentuk bagaimana keseluruhan
anggota sekolah, yaitu kepala sekolah, para guru, para tenaga kependidikan bekerja, belajar, dan berhubungan satu sama lainnya,
sebagaimana telah menjadi tradisi sekolah. Kultur sekolah adalah perilaku lahir dan batin dari komunitas sekolah dalam menjalankan kehidupan
sekolah yang berpola dan mentradisi Dapiyanta, 2005:93. Mentradisi di sini tidak berarti berhenti, melainkan dinamis dan selalu berproses.
Menurut Arief Achmad http:www.pikiranrakyat.comcetak 1004110310.htm, kultur sekolah merupakan faktor esensial dalam
membentuk siswa menjadi manusia yang optimis, berani tampil, berperilaku kooperatif, kecakapan personal, dan akademik. Kultur sekolah
memiliki pengaruh yang jelas atas apa yang anak-anak dan orang dewasa pelajari dan bagaimana mereka mempelajarinya. Kultur sekolah akan
terwujud jika semua komponen ikut andil didalamnya, karena hubungan kekerabatan individu merupakan kunci sebuah sistem. Suasana disiplin,
keakraban, saling menghargai, dan menghormati tentunya tidak boleh diabaikan. Peran kultur sekolah adalah untuk memperbaiki kinerja
sekolah, membangun komitmen warga sekolah, serta membuat suasana kekeluargaan, kolaborasi, ketahanan belajar, semangat terus maju,
dorongan bekerja keras, dan tidak mudah mengeluh Arief Achmad, http:www.pikiran-rakyat.comcetak 1004110310.htm.
29
Kultur sekolah yang positif menghargai kesuksesan, menekankan pencapaian dan kolaborasi, serta mengikat suatu komitmen pada staf dan
siswa untuk belajar. Kultur sekolah yang negatif menyalahkan siswa atas prestasinya, menghindari kolaborasi, dan selalu ada pertentangan antar
warga sekolah. Kultur sekolah yang negatif harus diubah ke arah positif. Untuk mengubahnya kepala sekolah harus memahami kultur yang ada,
mengubah variasi hubungan antar warga sekolah, perubahan dilakukan melalui dialog, perlahan-lahan dengan kesabaran, dan komitmen, serta
perubahan dimulai dari atas dengan contoh perubahan yang bersifat keteladanan. Kultur sekolah yang positif akan menghasilkan produk kultur
yang baik pula, seperti peningkatan kinerja individu dan kelompok, peningkatan kinerja sekolah atau institusi, terjamin hubungan yang
sinergis di antara warga sekolah, tugas dilaksanakan dengan perasaan senang, timbul iklim akademik, kompetisi dengan kolaborasi, serta
interaksi yang menyenangkan. Kultur sekolah yang kondusif, antara lain, ditandai dengan adanya
iklim terbuka open climate, budaya positif positive culture, budaya terbuka open culture, dan suasana batin yang menyenangkan enjoyable
spiritual atmosphere di antara warga sekolah. Kultur sekolah yang kondusif akan tampak dan tercermin dalam struktur organisasi sekolah,
deskripsi tugas sekolah, kebijakan dan aturan, tata tertib sekolah, kepemimpinan dan hubungan, acara atau ritual, serta penampilan fisik
Arief Achmad, http:www.pikiran-rakyat.comcetak1004110310.htm. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI