2.2 Dana Bantuan Operasional Kesehatan BOK
2.2.1 Pengertian BOK
Dana Bantuan Operasional Kesehatan BOK adalah bantuan dana dari Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dalam membantu Pemerintah
KabupatenKota melaksanakan pelayanan kesehatan sesuatu Standar Pelayanan Minimal SPM Bidang Kesehatan menuju MDGs dengan meningkatkan kinerja
Puskesmas dan jaringannya serta Poskesdes dan Posyandu dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan promotif dan preventif Kemenkes, 2013.
2.2.2 Tujuan BOK
a. Tujuan Umum
Pelaksanaan kegiatan program di puskesmas untuk mendukung capaian target MDGs tahun 2015 berpedoman pada prinsip : Meningkatnya akses dan pemerataan
pelayanan kesehatan masyarakat terutama kegiatan promotif dan preventif untuk mewujudkan pelayanan kesehatan sesuai Standar Pelayanan Minimal SPM Bidang
Kesehatan dengan fokus pencapaian target Millennium Development Goals MDGs pada tahun 2015.
b. Tujuan Khusus
1 Meningkatnya cakupan Puskesmas dalam pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif.
2 Tersedianya dukungan biaya untuk upaya pelayanan kesehatan yang bersifatpromotif dan preventif bagi masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
3 Terselenggaranya proses Lokakarya Mini di Puskesmas dalam perencanaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
2.2.3 Sasaran BOK
a. Dinas Kesehatan KabupatenKota b. Puskesmasdan jaringannya
c. Poskesdes d. Posyandu.
2.2.4 Dasar Hukum BOK
a. UUNo. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah b. UUNo. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah c. UUNo. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
d. PPNo. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
KabupatenKota e. PP No.7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi danTugas Pembantuan
f. Permenkes No. 210MenkesPerI2010 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Kesehatan Tahun 2011.
Universitas Sumatera Utara
2.2.5 Prinsip Dasar
Pelaksanaan kegiatan program di puskesmas untuk mendukung capaian target MDGs tahun 2015, berpedoman pada prinsip:
a. Keterpaduan Kegiatan pemanfaatan dana BOK sedapat mungkin dilaksanakan secara terpadu
tidak eksklusif 1 program untuk mencapai beberapa tujuan dengan melibatkan para pelaksana program di puskesmas, kader kesehatan, lintas sektor serta unsur
lainnya. b. Kewilayahan
Puskesmas sebagai penanggungjawab pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya yang meliputi 1 satu kecamatan.
c. Efisien Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada
secara tepat, cermat dan seminimal mungkin untuk mencapai tujuan seoptimal mungkin.
d. Efektif Kegiatan yang dilaksanakan berdaya ungkit terhadap pencapaian MDGs bidang
Kesehatan tahun 2015. e. Akuntabel
Pengelolaan dan pemanfaatan dana BOK harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan aturan pada Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Kesehatan dan
peraturan dana ketentuan terkait lainnya.
Universitas Sumatera Utara
2.2.6 Alokasi Dana BOK
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 5512010 tertanggal 5 Mei 2010, pada tahun 2010 setiap puskesmas mendapat Rp 10 juta dari sekitar
8.500 puskesmas. Pengecualian bagi puskesmas yang berada sekitar 300 puskesmas di tujuh kabupaten yang ada di wilayah Jawa, Bali. Kalimantan, Sumatra, Sulawesi,
Maluku, dan Papua, pemerintah akan memberikan bantuan operasional kesehatan Rp.100 juta. Puskesmas-puskesmas di tujuh wilayah tersebut dijadikan uji coba untuk
mengetahui berapa banyak dana operasional yang dibutuhkan puskesmas agar kegiatannya optimal. Pada tahun 2011-2014, pemerintah akan berupaya untuk
memberikan BOK bagi seluruh puskesmas secara bertahap sesuai kebutuhannya. Pada tahun 2010, jumlah dana BOK yang disalurkan sebesar Rp 226 miliar
pada 8737 unit puskesmas. Pada tahun 2011 meningkat menjadi Rp 904,5 miliar yang disalurkan langsung kepada pemerintah daerah pada bulan Februari untuk selanjutnya
dibagi pada tiap-tiap puskesmas. Pada Tahun 2011 dana BOK yang diterima itu berkisar Rp 75-250 juta. Dana
ini tidak lagi langsung diberikan ke puskesmas tapi dikelola oleh dinas kesehatan kabupaten dan kota yang disesuaikan kondisinya. Pada akhir bulan Februari 2011,
dana tersebut sudah berada di pemkab atau pemkot. Sosialisasi keberadaan BOK di kabupaten dan kota dengan menggunakan dana yang ada. Kemudian persentase
pemanfaatan dana BOK ini adalah 10 diperuntukkan bagi manajemen kesehatan di kabupaten atau kota, dan 90 diperuntukkan bagi kebutuhan Puskesmas dengan
Universitas Sumatera Utara
pembagian operasional Puskesmas dengan proporsi 85 persen dan pemeliharaan ringan Puskesmas sebesar 5 persen Kemenkes, 2011.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Litbang Depkes didapatkan alokasi dana BOK untuk tahun 2011 mengalami peningkatan yaitu: 1 Sumatera ada
sekitar 2.271 Puskesmas rata-rata mendapatkan dana BOK sebesar Rp 75 juta; 2Jawa-Bali ada sekitar 3.617 Puskesmas rata-rata mendapatkan dana BOK sebesar
Rp 75 juta; 3 Kalimantan ada sekitar 836 Puskesmas rata-rata mendapatkan dana BOK sebesar Rp 100 juta; 4 Sulawesi ada sekitar 1.126 Puskesmas rata-rata
mendapatkan dana BOK sebesar Rp 100 juta; 5 Maluku ada sekitar 256 Puskesmas rata-rata mendapatkan dana BOK sebesar Rp 200 juta; 6 Nusa Tenggara ada sekitar
458 Puskesmas rata-rata mendapatkan dana BOK sebesar Rp 250 juta; dan 7 Papua ada sekitar 403 Puskesmas rata-rata mendapatkan dana BOK sebesar Rp 250 juta.
Pada sejumlah puskesmas masih diliputi rasa takut menggunakan dana BOK, padahal Kementerian Kesehatan telah memberikan kelonggaran pemanfaatannya
sesuai dengan petunjuk teknis BOK. Misalnya apabila dana bantuan BOK habis sebelum waktunya, Kementerian Kesehatan memperbolehkan puskesmas
menggunakan dana Jaminan Kesehatan Masyarakat untuk digunakan pada pencegahan sekunder dan manajemen Kemenkes, 2011.
Universitas Sumatera Utara
2.2.7 Ruang Lingkup Kegiatan BOK di Puskesmas
Ruang lingkup kegiatan di Puskesmas terdiri dari upaya kesehatan dan manajemen puskesmas. Pada tahun 2013, pemanfaatan dana BOK diprioritaskan pada
kegiatan yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk pencapaian indikator MDGs bidang kesehatan. Proporsi pemanfaatan dana BOK di puskesmas diatur minimal
60 dari total alokasi dana BOK puskesmas digunakan untuk upaya kesehatan prioritas, dan maksimal 40 dari total alokasi dana BOK puskesmas digunakan untuk
upaya kesehatan lainnya dan manajemen puskesmas Kepmenkes, 2013. Upaya kesehatan prioritas yang diselenggarakan melalui dana BOK adalah
kegiatan yang mempunyai daya ungkit tinggi dan merupakan pelayanan kesehatan promotif dan preventif dalam rangka pencapaian target MDGs 1, 4, 5, 6, dan 7.
MDGs 1 Upaya menurunkan prevalensi balita gizi kurang dan gizi buruk
MDGs 4 Upaya menurunkan angka kematian balita
MDGs 5 Upaya menurunkan angka kematian ibu dan mewujudkan akses
kesehatan reproduksi bagi semua MDGs 6
a. Upaya mengendalikan penyebaran dan menurunkan jumlah kasus baru HIVAIDS
b. Upaya mewujudkan akses terhadap pengobatan HIV dan AIDS bagi semua yang membutuhkan.
c. Upaya mengendalikan penyebaran dan menurunkan jumlah kasus baru Malaria dan TB
MDGs 7 Upaya meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber air minum
dan sanitasi dasar yang layak
Jenis pelayanan kesehatan ibu dan anak berupa pemeriksaan kehamilan, pelayanan persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten, pelayanan
nifas, pelayanan kesehatan neonatus, pelayanan kesehatan bayi, pelayanan kesehatan balita, upaya kesehatan anak sekolah, Pelayanan KB, Pencegahan dan penanganan
Universitas Sumatera Utara
kekerasan, dan upaya kesehatan reproduksi remaja. Jenis pelayanan imunisasi meliputi kegiatan: pendataan, pelayanan di posyandu, pelayanan di sekolah Bulan
Imunisasi Anak Sekolah, Sweepingkunjungan rumahBack Log Fighting, penyuluhan, pengambilan vaksin dan logistik lainnya, serta pelacakan kasus diduga
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi KIPI Kemenkes, 2013. Sementara jenis pendidikan dan pelayanan gizi meliputi penyuluhan,
perbaikan dan penanggulangan gizi kurang dan gizi buruk serta ibu hamil KEK. Kegiatan pendidikan gizi berupa penyuluhan PMT dan penyuluhan gizi, sedangkan
pelayanan gizi berupa operasional posyandu pemantauan penimbangan balita, pemberian vitamin A untuk Balita, sweepingkunjungan rumah penyuluhan gizi,
pemantauan status gizi pemantauan garam beryodium, PMT, penyuluhan, penggerakkan Kadarzi, penggerakan ASI eksklusif serta kunjungan
pendampingan bagi penderita gizi kurangburuk, dan Survey surveilans dan pelacakan gizi buruk Kemenkes, 2013.
2.3 Pemanfaatan Dana BOK untuk Pelayanan Gizi Balita
Dana BOK yang tersedia di puskesmas dapat dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan Puskesmas dan jaringannya, termasuk poskesdes dan posyandu.
Pemanfaatan dana BOK harus berdasarkan hasil perencanaan yang disepakati dalam Lokakarya Mini Puskesmas yang diselenggarakan secara rutin, periodic
bulanantribulanan sesuai kondisi wilayah puskesmas. Dari sekian banyak upaya kesehatan yang diselenggarakan puskesmas, dana BOK utamanya digunakan untuk
Universitas Sumatera Utara
mendukung upaya kesehatan yang bersifat promotif dan preventif di antaranya perbaikan gizi masyarakat Kemenkes, 2011.
Kebijakan BOK mulai direalisasikan sejak pertengahan tahun 2010 untuk membantu Puskesmas dan jaringannya serta Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat UKBM dalam melaksanakan pelayanan kesehatan promotif dan preventif sesuai Standar Pelayanan Minimal SPM menuju Millenium Development
Goals MDGs. Peluncuran skema BOK karena dinilai fungsi Puskesmas belum berjalan optimal seperti fungsi Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan
perorangan primer, pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer, fungsi pusat pemberdayaan masyarakat dan fungsi pusat pembangunan wilayah berwawasan
kesehatan Kemenkes, 2013. Upaya kesehatan wajib yang dapat dibiayai dari dana BOK mencakup upaya-
upaya kesehatan promotif dan preventif yang meliputi: Kesehatan Ibu dan Anak KIA dan Keluarga Berencana KB, Imunisasi, Gizi, Promosi Kesehatan,
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pemanfaatan dana BOK ini sebesar 10 persen maksimal untuk manajemen kabupaten atau kota, sedangkan 90
persennya untuk dana BOK Puskesmas yang digunakan untuk operasional Puskesmas 85 persen dan pemeliharaan ringan Puskesmas 5 Kemenkes, 2013.
Untuk jenis pelayanan gizi meliputi perbaikan gizi dan penanggulangan gizi kurang dan gizi buruk serta Ibu Hamil KEK, beberapa kegiatan yang dilakukan
adalah Kemenkes, 2013:
Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Operasional Posyandu
Upaya perbaikan gizi masyarakat sebagaimana disebutkan di dalam Undang- Undang No 36 tahun 2009 bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi perseorangan dan
masyarakat, antara lain melalui perbaikan pola konsumsi makanan, perbaikan perilaku sadar gizi dan peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi dan kesehatan
sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Khusus untuk balita, kegiatan upaya perbaikan gizi dilaksanakan melalui kegiatan posyandu, melalui beberapa kegiatan
yaitu Kemenkes, 2013:
a. Pemantauan Pertumbuhan Balita melalui Kegiatan Penimbangan Pemantauan pertumbuhan balita dilakukan melalui posyandu.Hal tersebut
merupakan salah satu upaya penanggulangan gizi buruk yang dapat dilakukan di tingkat individu ataupun kelompok melalui penimbangan berat badan balita
secara rutin tiap bulan dan mencatat hasilnya pada kartu menuju sehat. Pemantauan pertumbuhan balita melalui penimbangan berat badan di posyandu
mempunyai tujuan, yaitu: 1 Mengetahui status pertumbuhan balita dari bulan ke bulan
2 Mengetahui secara lebih dini awal terjadinya gangguan pertumbuhan pada balita sebagai upaya deteksi dini balita gizi buruk
3 Memberikan tindakan penanggulangan intervensi segera pada anak yang mengalami gangguan pertumbuhan agar dapat dikembalikan ke jalur
pertumbuhan normal.
Universitas Sumatera Utara
4 Memberikan konseling pada ibupengasuh anak dalam upaya mempertahankan atau meningkatkan keadaan gizi dan kesehatan anak.
Hasil Penimbangan Balita di Posyandu yang dilakukan setiap bulan menghasilkan data penimbangan, yaitu:
1 Jumlah balita S yang ada di wilayah desa. 2 Jumlah balita yang memiliki KMS K.
3 Jumlah balita yang datang ditimbang D pada bulan penimbangan. 4 Jumlah balita yang naik berat badannya N pada bulan penimbangan.
5 Jumlah anak balita Bawah Garis Merah BGM. 6 Jumlah balita yang tidak naik berat badannya T.
7 Jumlah balita yang datang bulan ini, tetapi bulan lalu tidak datang O. 8 Jumlah balita baru yang datang B.
Dari data hasil penimbangan tersebut dapat dihasilkan cakupan kinerja program gizi, yaitu:
1 Cakupan penimbangan balita meliputi cakupan program KS: Memantau balita yang telah mendapat KMS.
2 Cakupan partisipasi masyarakat DS: Memantau partisipasi masyarakat untuk menimbang balitanya ke posyandu.
3 Cakupan kelangsungan penimbangan DK: Memantau balita yang memiliki KMS dan ditimbang di posyandu.
Universitas Sumatera Utara
4 Cakupan hasil penimbangan ND: Memantau efektifitas perbaikan gizi dengan melihat jumlah balita yang naik berat badannya selama 2 kali berturut-
turut datang ke posyandu. b. Pemberian vitamin A untuk Balita
Vitamin A merupakan salah satu zat gizi penting yang larut dalam lemak dan disimpan dalam hati, tidak dapat dibuat oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi dari luar
esensial.Vitamin A berfungsi untuk penglihatan, pertumbuhan dan meningkatkan daya tahan terhadap penyakit Depkes RI, 2005.
Kekurangan vitamin A merupakan penyakit sistemik yangg merusak sel dan organ tubuh, dan menyebabkan metaplasia keratinisasi pada epitel saluran
pernapasan, saluran kemi, dan saluran pencernaan. Perubahan pada ketiga saluran ini relatif lebih awal terjadi ketimbang kerusakan yang terdeteksi pada mata. Namun,
hanya karena hanya mata yang mudah diamati dan diperiksa, diagnosis klinis yang spesifik didasarkan pada pemeriksaan mata. Kekurangan vitamin A dapat terjadi pada
semua umur akan tetapi kekurangan yang disertai kelain pada mata umumnya terdapat pada anak berusia 6 bulan sampai 4 tahunArisman, 2007.
Kekurangan vitamin A terutama terdapat pada anak-anak balita.Tanda-tanda kekurangan terlihat bila simpanan tubuh habis terpakai. Kekurangan vitamin A dapat
menghambat pertumbuhan, gangguan pada mata dalam menerima cahaya, serta meningkatnya kemungkinan menderita infeksi, anak menjadi letih, lesu, tidak
bersemangat. Padahal salah satu ciri balita sehat adalah keceriaan yang nampak dari si balita. Untuk mencegah terjadinya kekurangan vitamin A pada balita salah satu
Universitas Sumatera Utara
kegiatan pencegahannya adalah melalui kegiatan Posyandu pada setiap bulan Februari dan Agustus seluruh balita usia 12-59 bulan mendapatkan kapsul vitamin A
berwarna merah Almatsier, 2011. Anak-anak yang mengalami gizi kurang mempunyai resiko yang tinggi untuk
mengalami kebutaan sehubungan dengan defisiensi vitamin A, karena alasan ini vitamin A dosis tinggi harus diberikan secara rutin untuk semua anak yang
mengalami gizi kurang pada hari pertama, kecuali bila dosis yang sama telah diberikan pada bulan yang lalu. Dosis untuk anak usia12 bulan 200.000 IU Depkes,
2005.
Gambar 2.2 Vitamin A yang diberikan kepada Balita Depkes RI, 2009 2.3.2
Sweeping
a. Pemantauan garam beryodium, dengan kegiatan untuk mendapatkan data rumah tangga yang mengonsumsi garam dengan kandungan yodium
cukup =30 ppm, kurang 30 ppm dan tidak mengandung yodium. Sehingga diperolehnya informasi tentang jenis garam yang digunakan di
rumah tangga, merk garam yang digunakan di rumah tangga, konsumsi
Universitas Sumatera Utara
garam beryodium pada balita, cara penyimpanan garam beryodium, lokasi penyimpanan dan tempat membelian.
b. PMT Pemberian Makanan Tambahan PMT berupa MP-ASI bagi anak 6-23 bulan dan PMT pemulihan pada anak 24-59 bulan kepada balita gizi
kurang dari keluarga miskin. c. Penggerakan Kadarzi
Penggerakan keluarga sadar gizi bertujuan dipraktikannya norma keluarga sadar gizi bagi seluruh keluarga di Indonesia, untuk mencegah terjadinya
masalah kurang gizi, khususnya gizi buruk. Kegiatan penggerakan keluarga sadar gizi dilakukan dengan memperhatikan aspek-aspeksosial
budaya lokal spesifik. Pokok kegiatan promosi keluarga sadar gizi meliputi;
1 Menyusun strategi pedoman promosi keluarga sadar gizi 2 Mengembangkan, menyediakan dan menyebarluaskan materi
3 Promosi pada masyarakat, organisasi kemasyarakatan, institusi 4 Pendidikan, tempat kerja, dan tempat-tempat umum
5 Melakukan kampanye secara bertahap, tematik menggunakan media efektif terpilih
6 Menyelenggarakan diskusi kelompok terarah melalui dasawisma dengan dukungan petugas.
Keluarga miskin yang anaknya menderita kekurangan gizi perlu diprioritaskan sebagai sasaran penanggulangan kemiskinan.
Universitas Sumatera Utara
d. Kunjungan pendampingan bagi penderita gizi kurangburuk Meningkatkan komitmen para penentu kebijakan, termasuk legislatif,
tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuka adat, pers. Meningkatkan kemampuan teknis petugas dalam pengelolaan program Gizi. Diskusi dan
rapat kerja dengan DPRD secara berkala dan melakukan pendampingan di wilayah kerja puskesmas.
2.3.3 Pemantauan Status Gizi
Pemantauan status gizi anak balita dimulai dengan kegiatan pengukuran status gizi balita berdasarkan indeks antropometri yaitu berat badan menurut umur BBU,
tinggi badan menurut umur TBU dan berat badan menurut tinggi badan BBTB, dengan menggunakan standar baku WHO-NCHS. Kegiatan pemantauan yang
dilakukan yaitu Susilawati, 2008: a. Pengukuran berat badan BB
b. Tinggi badan TB atau Panjang Badan PB c. Umur U balita disesuaikan dengan jenis kelamin.
d. Mengisi dan membaca grafik pertumbuhan balita di buku KIA Kesehatan Ibu dan Anak.
e. Mengkategorikan dan menginterpretasikan hasil pengukuran BB, TB, atau PB dan Umur dalam status gizi balita menurut standar WHO-2005.
f. Memberikan saran kepada Ibu balita dari hasil interpretasi pengukuran. Kegiatan selanjutnya dari pemantauan status gizi balita setelah penghitungan
status gizi adalah membuat kategori seperti yang telah ditentukan yakni gizi lebih,
Universitas Sumatera Utara
gizibaik, gizi kurang dan gizi buruk, selanjutnya dicari prevalensi masing-masing kategori untuk mengetahui besaran masalah gizi pada balita.
2.3.4 Surveilans
Surveilans gizi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus-menerus terhadap masalah gizi buruk dan indikator pembinaan gizi masyarakat agar dapat
melakukan tindakan penanggulangan secara efektif, efisien dan tepat waktu melalui proses pengumpulan data, pengolahan, penyebaran informasi kepada penyelenggara
program kesehatan dan tindak lanjut sebagai respon terhadap perkembangan informasi. Ruang lingkup surveilans gizi balita meliputi : pemantauan kasus gizi
buruk, pemantauan pertumbuhan balita, pemantauan konsumsi garam beryodium, dan pemantauan pemberian kapsul vitamin A pada balita. Surveilans gizi akan
meningkatkan efektivitas program dengan mempertajam upaya penanggulangan masalah gizi secara tepatwaktu, tempat, sasaran dan jenis tindakannya Direktorat
Bina Gizi Masyarakat, 2010. Syarat utama dalam kegiatan surveilans gizi:
1 Pengumpulan informasi secara teratur. 2 Data yang dikumpulkan secara periodik dan dianalisis harus dapat digunakan
sebagai bahan pengambilan keputusan di dalam pengelolaan program-program masalah gizi.
3 Ditekankan untuk penapisan gizi, yaitu mengidentifikasi individu perseorangan yang rawan at risk dan hasilnya digunakan sebagai dasar pemberian intervensi
secara perseorangan Dept. Gizi FKM UI, 2008.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Indikator Keberhasilan Pemanfaatan Dana BOK
Kebijakan Bantuan Operasional Kesehatan BOK mulai direalisasikan sejak pertengahan tahun 2010 untuk membantu Puskesmas dan jaringannya serta Upaya
Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat UKBM dalam melaksanakan pelayanan. Adanya program dana BOK termasuk salah satu upaya untuk mencapai sasaran
RPJMN Tahun 2010-2014 bidang kesehatan, Kementerian Kesehatan telah menetapkan Rencana Strategi Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014, yang
memuat indikator keluaran yang harus dicapai, kebijakan dan strategi Kemenkes, 2013.
Indikator keberhasilan pemanfaatan dana BOK bidang pendidikan dan pelayanan gizi ditetapkan 8 indikator keluaran, yaitu;
a. 100 balita gizi buruk ditanganidirawat b. 85 balita ditimbang berat badannya
c. 80 bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif d. 90 rumah tangga mengonsumsi garam beryodium
e. 85 balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A f. 85 ibu hamil mendapat Fe 90 tablet
g. 100 kabupatenkota melaksanakan surveilans gizi, dan h. 100 penyediaan buffer stock MP-ASI untuk daerah bencana.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Status Gizi Anak Balita
2.5.1 Pengertian Status Gizi
Menurut Almatsier 2011, status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat makanan. Supariasa dkk 2002, status
gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan, dan penggunaan makanan. Beck 2011, status gizi adalah status kesehatan yang
dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrisi. Pendapat lain menyatakan status gizi adalah keadaan kesehatan individu-
individu atau kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari makanan yang dampak fisiknya diukur secara
antropometri Hermawan 2006.
2.5.2 Pembagian Status Gizi pada Balita
a. Gizi Baik
Status gizi baik yaitu keadaan dimana asupan zat gizi sesuai dengan adanya penggunaan untuk aktivitas tubuh.Hal ini diwujudkan dengan adanya keselarasan
antara, tinggi badan terhadap umur, berat badan terhadap umur dan tinggi badan terhadap berat badan.Tingkat gizi sesuai dengan tingkat konsumsi yang menyebabkan
tercapainya kesehatan gizi sesuai dengan tingkat konsumsi yang menyebabkan tercapainya kesehatan tersebut.Tingkat kesehatan gizi yang baik ialah kesehatan gizi
optimum.Dalam kondisi ini jaringan penuh oleh semua zat gizi tersebut.Tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya tahan setinggi-tingginya Almatsier,
2011.
Universitas Sumatera Utara
Anak yang status gizi baik dapat tumbuh dan kembang secara normal dengan bertambahnya usia. Tumbuh atau pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan
dalam hal besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat, panjang, umur tulang dan keseimbangan
metabolik. Sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam stuktur dan fungsi tubuh yang komplek dalam pola yang teratur dan dapat
diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan Almatsier, 2011.
b. Gizi Kurang