Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

melarikan diri dari rumah hingga tindakan-tindakan kriminal seperti mencuri. Kenakalan remaja dapat ditinjau dari tiga faktor penyebab, yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, dan lingkungan sosial atau masyarakat yang secara potensial dapat membentuk perilaku kenakalan remaja Wilis, 1981. Selain itu, iklim keluarga yang negatif dan penuh dengan perselisihan perkawinan dan konflik yang lebih umum dalam keluarga, akan menyebabkan atmosfir rumah yang membuat suasana antaranggota keluarga tidak nyaman dapat menyebabkan anak merasa stress, tidak aman dan merasa tidak nyaman. Anak dalam lingkungan seperti itu berada dalam resiko yang tinggi dalam perkembangan perilaku yang bermasalah seperti, agresif, berperilaku kasar, dan depresi Izzaty, 2008. Hubungan yang buruk dalam keluarga membuat remaja memiliki penilaian yang rendah terhadap dirinya dan akhirnya akan dibawa dalam bersosialisasi, sehingga muncul perasaan tidak berharga, molak diri, tidak bertanggung jawab, sangat agresif, atau mudah menyerah Hurlock, 1993. Penelitian yang dilakukan Asfriyati 2003 menjelaskan juga bahwa kenakalan remaja sangat dipengaruhi oleh keluarga walaupun faktor lingkungan juga sangat berpengaruh. Faktor keluarga sangatlah penting karena merupakan lingkungan pertama atau lingkungan primer. Faktor keluarga yang berpengaruh terhadap terjadinya kenakalan remaja adalah anak dari keluarga yang broken home, pola pengasuhan otoriter, pendidikan yang salah dan anak yang ditolak. Menurut Sarwono dalam Indri, 2007 mengatakan bahwa keluarga merupakan lingkungan primer pada setiap individu. Sebelum seorang anak mengenal lingkungan yang luas, ia terlebih dahulu mengenal lingkungan keluarganya. Oleh karena itu, peran orang tua dalam membentuk perkembangan remaja menuju kedewasaan sangat besar. Ausubel 1958 dalam Santrock, 2003 mengatakan bahwa kepercayaan orang tua dan rasa sayang membuat remaja yakin bahwa dirinya mampu menghadapi dunia luar sendiri. Keluarga juga menjadi tempat yang paling penting bagi remaja untuk pembentukkan sosial dan emosional remaja khususnya dalam kondisi remaja yang sedang memasuki masa perubahan atau transisi Singgih, 2004. Selain itu, keluarga juga sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang memiliki tanggung jawab pertama kali untuk menjaga pertumbuhan dan perkembangan anak. Seorang anak akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal jika kebutuhan dasarnya terpenuhi, misalnya kebutuhan fisik sandang, pangan, papan dan kebutuhan psikologis berupa dukungan, perhatian dan kasih sayang. Namun terkadang keluarga dapat menjadi sumber ancaman bagi anak dikarenakan pola asuh dalam mendidik dan membesarkan anaknya dan perlakuan salah yang sering diterima anak dari keluarga, terutama orangtua Eka, 2005. Orang tua merupakan tempat belajar anak untuk yang pertama kali. Semua perilaku orang tua terhadap anak akan terinternalisasi hingga remaja bahkan usia lanjut. Macam-macam sikap orang tua dalam mengasuh anak dapat dilihat dari cara orang tua merespon dan memenuhi kebutuhan anak, sehingga akan membentuk suatu ikatan emosional antara anak dan orang tua sebagai figur pengasuh. Ikatan emosional yang kuat antara anak dan pengasuhnya disebut dengan kelekatan Santrock, 2002. Bowbly sangat yakin bahwa kelekatan yang terbentuk selama masa kanak-kanak memiliki pengaruh yang penting bagi kepribadian pada masa dewasa karena merupakan tahapan yang krusial bagi perkembangan kepribadian yang selajutnya dalam Feist Feist, 2006. Kelekatan juga membuat remaja tidak melepaskan diri dari ikatan dengan keluarga walaupun remaja harus belajar untuk mengembangkan hubungan diluar keluarganya Audy, 2013. Disisi lain, masa remaja dikenal dengan masa transisi dari anak- anak menuju dewasa. Pada masa tersebut remaja akan mengalami perubahan fisik, psikis, maupun sosial. Kelekatan yang sudah terbentuk sejak bayi dapat menjadi bekal bagi remaja untuk menghadapi perubahan- perubahan yang dialaminya Bowbly. 1973. Selain itu, pengalaman awal kelekatan dengan pengasuh utama, dipercaya akan membentuk prototype atau internal working models yang akan berpengaruh pada perilaku dan harapan dalam hubungan orang dewasa Avin, 2004. Menurut Bowlby 1973 terdapat tiga gaya kelekatan, yaitu gaya kelekatan aman secure attachment style, gaya kelekatan menghindar avoidant attachment style, dan gaya kelekatan ambivalent ambivalent attachment style. Remaja yang mendapatkan gaya kelekatan akan menjadi lebih percaya diri, dapat mudah beradaptasi, dan memiliki koordinasi fisik yang lebih baik Sroufe et al dalam Papalia, 2008. Sedangkan mereka dengan kelekatan yang tidak terorganisir akan cenderung memiliki masalah perilaku dan ketergantungan Papalia, 2008. Kelekatan pada orang tua dalam masa remaja dapat memfasilitasi kecakapan dan kesejahteraan sosial, seperti harga diri, penyesuaian emosi dan kesehatan fisik Santrock, 2003. Selain itu, kelekatan yang sehat dengan orang tua dapat mencegah perasaan cemas dan depresi pada remaja dalam kaitannya dengan masa transisi dari masa kanak-kanak ke dewasa. Hal ini menyebabkan remaja akan mampu mengeksplorasi lingkungan dan dapat membuat keputusan yang positif walaupun berjauhan dengan figur lekat, sehingga remaja tidak mudah terpengaruh dengan lingkungan sosial yang negatif dan berperilaku “nakal”. Kelekatan emosional yang sehat dengan orang tua akan membantu remaja untuk memiliki hubungan bermakna dan perasaan berharga pada masa remaja Singgih, 2004. Selain itu, remaja dengan gaya kelekatan menghindar memiliki karakteristik seperti, bersikap skeptis, mudah curiga, mudah berubah pendirian, dan sulit terbuka pada orang lain Hazan Shaver, 1978. Individu dengan gaya kelekatan menghindar merasa tidak mendapatkan kasih sayang, tidak direspon, bahkan merasa ditolak oleh figur lekatnya sehingga individu tersebut tidak memiliki kepercayaan diri Yessy, 2003. Pengabaian dan penolakan yang dilakukan orang tua terhadap anaknya sebelum masa remaja akan mempengaruhi keadaan emosional pada masa remaja sehingga remaja cenderung melakukan kenakalan remaja Kartono, 2014. Sedangkan, individu dengan gaya kelekatan cemas cenderung tidak percaya diri, merasa tidak berharga, kurang asertif, sehingga mereka cenderung kurang berani dalam menjalin relasi dengan orang lain Hazan Shaver, 1978. Hal tersebut terbentuk ketika individu merasa tidak yakin bahwa figur lekatnya akan selalu ada dan membantu dirinya ketika dibutuhkan. Akibatnya remaja menjadi merasa cemas ketika akan berekplorasi dengan lingkungan dan cenderung bergantung Yessy, 2003. Oleh sebab itu, orang dengan gaya kelekatan menghindar dan cemas, akan mengembangkan skema diri yang negatif, sehinga mereka hanya akan memproses informasi informasi dalam rangka melindungi harga diri, sehingga informasi yang diproses sebatas yang relevan dengan perlindungan harga diri sendangkan informasi yang mengancam harga diri cenderung diseleksi Helmi, 1999. Kelekatan menjadi penting untuk diteliti karena menurut Bowlby 1969 gaya kelekatan seseorang akan berlangsung hingga dewasa bahkan sepanjang hidupnya. Ketika masih bayi, pengasuh menjadi sumber rasa aman untuk membentuk anak mengeksplorasi lingkungan. Begitu juga ketika anak menjadi remaja, sumber rasa aman dari pengasuh tetap menjadi dasar untuk remaja dalam menghadapi dunia luar seperti misalnya dalam menghadapi tekanan dari sebayanya, mencapai kemandirian, mengembangkan identitas diri dan merencanakan masa depan mereka. Rasa aman yang didapatkan dari kelekatan akan memberikan dukungan dan timbal balik untuk remaja berupa kebutuhan-kebutuhan remaja. Selain itu, kelekatan yang aman membantu penyelesaian masalah yang baik ketika konflik terjadi pada remaja dan orang tua Bukatko, 2008. Penelitian tentang kenakalan remaja dan gaya kelekatan sudah banyak diteliti. Misalnya beberapa penelitian tentang kenakalan remaja dikaitkan dengan pola asuh. Dengan hasil dari penelitian tersebut yang menyatakan bahwa pola asuh yang paling lemah memberikan pengaruh terhadap kenakalan remaja adalah pola asuh otoriter Astuti Murtiyanti dalam Saras, 2013. Selain itu, penelitian lain dikaitkan dengan keberfungsian sosial keluarga. Dimana muncul hasil penelitian seperti semakin meningkatnya keberfungsian sosial sebuah keluarga maka akan semakin rendah tingkat kenakalan anak-anaknya atau kualitas kenakalannya semakin rendah dalam Saliman, 2011. Dikarenakan sudah ada beberapa penelitian tentang gaya kelekatan dan kenakalan remaja, peneliti memiliki kekhasan dalam penelitian ini yang berbeda dengan penelitian yang sudah ada. Hal tersebut dapat dilihat dari skala yang dibuat oleh peneliti. Pada skala gaya kelekatan, peneliti menggunakan skala yang berbeda dengan skala yang sudah ada. Skala dibuat dengan cara mengumpulkan teori gaya kelekatan yang mendeskripsikan perilaku yang dimiliki remaja pada masing-masing gaya kelekatan sehingga mendapatkan hasil perilaku remaja dengan masing-masing gaya kelekatan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada hubungan antara gaya kelekatan dengan kenakalan remaja”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara gaya kelekatan dengan kenakalan remaja.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu mengembangkan penelitian di bidang psikologi perkembangan, terutama dalam memberikan informasi mengenai pentingnya attachment kelekatan dan pengetahuan tentang kenakalan remaja

2. Manfaat Praktis

Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi: a. Bagi orang tua Memberikan pengetahuan kepada orang tua dalam mendampingi atau membantu anak remaja dalam menghadapi perkembangan dimasa remaja yang penuh dengan tantangan. Selain itu, memberi gambaran pada orang tua bagaimana hubungan antara gaya kelekatan yang diberikan significant other akan membentuk karakteristik remaja dimasa remaja.

b. Bagi remaja

Membantu remaja menyadari gaya kelekatan yang mereka miliki, sehingga dapat membentuk karakteristik yang positif dan mampu mengurangi kenakalan remaja. 13

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kelekatan Attachment

1. Pengertian Kelekatan

Kelekatan merupakan suatu ikatan emosional yang kuat yang dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang tua yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya, biasanya orang tua Mc Cartney dan Dearing, 2002. Bowlby juga menyatakan bahwa hubungan ini akan bertahan cukup lama dalam rentang kehidupan manusia yang diawali dengan kelekatan anak pada ibu atau figur lain pengganti ibu. Pengertian ini pun sejalan dengan apa yang dikatakan Ainsworth mengenai kelekatan. Ainsworth mengatakan bahwa kelekatan adalah ikatan emosional yang dibentuk seorang individu dengan orang lain yang bersifat spesifik, mengikat mereka dalam suatu hubungan yang dekat yang bersifat kekal sepanjang waktu. Bowlby dalam Feeney Noller, 1996 mendefinisikan bahwa kelekatan adalah suatu ikatan emosional yang kuat antara bayi dan pengasuhnya. Kelekatan tersebut terbentuk dari pengalaman bayi dengan pengasuhnya yang diintergrasikan ke dalam kerangka model internal. Kerangka model internal tersebut akan membentuk keyakinan mengenai diri sendiri, orang lain dan dunia luar secara umum yang akan mempengaruhi setiap hubungan sepanjang hidupnya. Pada dasarnya, 14 anak membutuhkan kedekatan dalam hubungan dengan pengasuh secara terus menerus. Figur kelekatan dapat membantu anak untuk terlindungi dari hal-hal yang membahayakan baginya. Menurut pendapat Bowlby dalam Yessy, 2003, kelekatan adalah ikatan emosional sebagai bentuk perilaku yang ditujukan oleh individu dalam mencapai atau menjaga kedekatan dengan individu lain yang diindetifikasikan sebagai seseorang yang mempunyai kemampuan lebih baik dalam menghadapi hidup. Secara biologis, menurut Erwin 1998 kelekatan merupakan mekanisme yang dibuat untuk melindungi dan mendorong perkembangan remaja secara adaptif dan mempertahankan eksistensinya. Bowlby dalam Yustinus,2006 berpendapat bahwa kelekatan yang dibentuk pada masa kanak-kanak sangat berpengaruh terhadap masa dewasa karena kelekatan pada masa kanak-kanak sangat berpengaruh terhadap perkembangan selanjutnya. Bowlby dalam Collin, 1996 juga mendefinisikan kelekatan sebagai ikatan afeksi yang akan terus berlanjut yang ditandai dengan kecenderungan untuk mencari dan mempertahankan kedekatan dengan figur khusus, teurutama ketika menghadapi stress. Attachment merupakan kebutuhan manusia secara universal untuk membentuk ikatan afeksi yang dekat dengan orang lain. Bowlby mengemukakan bahwa kualitas hubungan masa kanak-kanak dengan pengasuhnya dihasilkan dari representasi internal atau kerangka model 15 diri dan orang lain. Kerangka model diri dan orang lain pada masa ini akan membentuk model relasi sosial di masa depan Pramesti, 2013. Pengertian tingkah laku lekat attachment behavior adalah beberapa bentuk perilaku yang dihasilkan dari usaha seseorang untuk mempertahankan kedekatan dengan seseorang yang dianggap mampu memberikan perlindungan dari ancaman lingkungan terutama saat seseorang merasa takut, sakit dan terancam. Selain itu, menurut Allen et al dalam Santrock 2002 kelekatan dengan orang tua pada masa remaja dapat membantu kompetensi sosial dan kesejahteraan sosial remaja, sebagaimana tercermin dalam ciri-ciri seperti harga diri, penyesuaian emosional, dan kesehatan fisik. Remaja yang memiliki relasi yang nyaman dengan orang tuanya memiliki harga diri dan kesejahteraan emosional yang lebih baik. Kelekatan yang berkualitas antara remaja dengan orang tua akan meningkatkan relasi teman sebaya yang kompeten dan relasi erat yang positif di luar keluarga Felita, 2014. Jadi berdasarkan uraian definisi diatas, kelekatan dapat diartikan sebagai ikatan emosional yang kuat dan menetap yang dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang tua sehingga dapat melindungi dan mendorong perkembangan remaja secara adaptif dan mempertahankan eksistensinya.