31
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola satu arah. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Farmakognosi-Fitokimia, Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta dan Laboratorium Mikrobiologi, Balai Kesehatan
Yogyakarta.
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variable penelitian
a. Variabel bebas : konsentrasi ekstrak etanol bunga petai.
b. Variabel tergantung : diameter zona hambat serta KHM dan KBM.
c. Variabel pengacau terkendali: asal tanaman, cairan penyari, media
penanaman bakteri, waktu inkubasi, suhu inkubasi, jenis bakteri uji, volume larutan uji yang diinokulasikan, kepadatan suspensi bakteri uji setara dengan
larutan Mc Farland 0,5. d.
Variabel pengacau tak terkendali : umur tanaman
2. Definisi operasional
a. Bunga petai adalah seluruh bagian bunga yang berupa bongkol bundar yang bewarna kuning kecoklatan, tanpa tangkai bunga.
b. Aktivitas antibakteri adalah kemampuan ekstrak etanol bunga petai untuk
menghambat pertumbuhan mikroba uji S. aureus dan E.coli dibandingkan dengan kontrol negatif DMSO 5 dengan metode difusi sumuran.
c. Zona hambat adalah daerah jernih yang menujukkan adanya penghambatan
pertumbuhan bakteri S. aureus dan E.coli disekitar lubang sumuran. d.
KHM adalah konsentrasi terendah ekstrak etanol bunga petai yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli.
e. KBM adalah konsentrasi terendah ekstrak etanol bunga petai yang dapat
membunuh bakteri S. aureus dan E. coli f.
Berbeda bermakna BB merupakan perbedaan yang secara statistik bermakna antara 2 kelompok yang dibandingkan.
g. Berbeda tidak bermakna BTB merupakan perbedaan yang sangat kecil dan
secara statistik tidak bermakna atau dikatakan sama antara 2 kelompok yang dibandingkan.
C. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan adalah bunga petai Parkia speciosa yang diperoleh dari Kabupaten Sleman, Yogyakarta, kultur murni S.aureus ATCC 25923
dan E.coli ATCC 25922 yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta, Media Mueller Hinton Agar MHA dan Media
Mueller Hinton Broth MHB dari Merck, aquadest steril, etanol 70 PT.
Brataco®, larutan standar Mc Farland 0,5 1,5.10
8
CFUmL, suspensi S.aureus ATCC 25923 dan E.coli ATCC 25922, amoksisillin Bernofarm,
Dimetilsulfoksida DMSO.
D. Alat Penelitian
Alat-alat gelas Pyrex dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, pengayak, moisture balance HG53 Halogen Moisture
Analyzer , rotary evaporator Buchi Labortechnik AG CH-9230, waterbath
Memmert, neraca analitik Mettler pc-2000, oven Memmert, incubator Hareus, autoklaf KT-40. ALP Co.Ltd Hamurasi Tokyo Japan, Microbial safety Cabinet,
Laminar Air flow, penggaris butterfly, kertas saring, jarum ose, vortex, shaker Innova
TM
2100, pelubang sumuran berdiameter 6 mm, mikropipet Socorex, tabung eppendorf, flakon, kulkas Samsung, spektrofotometer UV-Vis.
E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi bunga petai
Determinasi bunga petai dilakukan di CV. Merapi Farma Herbal, Yogyakarta. Bunga Petai dideterminasi secara makroskopis dengan mencocokan
ciri-ciri yang ada pada tanaman dan disertai dengan surat keterangan keaslian tanaman dari CV Merapi Farma Herbal Yogyakarta
2. Pengumpulan bahan bunga petai
Sampel yang digunakan adalah bunga petai yang diambil dari Kabupaten Sleman. Bagian yang diambil adalah seluruh bagian bunga yang berupa bongkol
bundar yang bewarna kuning kecoklatan, tanpa tangkai bunga.
3. Pengeringan dan pembuatan serbuk
Pengeringan dilakukan pada ruang pengering simplisia. Pengeringan dilakukan sampai bunga kering dan mudah diremukkan, kemudian bunga diserbuk
hingga halus. Serbuk yang diperoleh diayak hingga diperoleh serbuk bunga dengan ukuran yang homogen. Kemudian serbuk disimpan dalam wadah tertutup rapat, pada
suhu ruangan dan terlindung dari sinar matahari.
4. Penetapan susut pengeringan serbuk bunga petai
Penetapan susut pengeringan serbuk bunga petai dilakukan dengan
menggunakan moisture balance. Penetapan susut pengeringan dilakukan dengan menimbang 5 gram serbuk pada moisture balance, lalu diukur selama 15 menit
dengan suhu 105
o
C dan hasil pengukuran dinyatakan dalam persen. 5.
Pembuatan ekstak etanol bunga petai
Pembuatan ektrak etanol bunga petai dilakukan dengan menggunakan metode maserasi dengan perbandingan 1:10. Tahap awal maserasi dilakukan dengan
merendam 50 gram serbuk bunga petai 10 bagian serbuk, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, lalu dilarutkan dalam 375 ml pelarut etanol 70 . 75 bagian cairan
penyari Badan Pegawas Obat dan Makanan RI, 2010. Maserasi dilakukan selama 2x24 jam dengan bantuan shaker. Hasil maserat yang diperoleh disaring dengan
menggunakan corong Buchner yang dilapisi kertas saring dengan bantan pompa vakum, kemudian serbuk dari hasil penyaringan diremaserasi dengan pelarut baru
sebanyak 125 ml selama 1x 24 jam. Hasil maserat pertama dan kedua dicampur dan duapkan dengan rotary
evaporator pada suhu 70
o
C untuk menguapkan pelarut yang terdapat pada ekstrak, kemudian ekstrak ditempatkan pada cawan petri dan diuapkan kembali diatas water
bath dengan suhu 50-60
o
C untuk menghilangkan pelarut yang kemungkinan masih terdapat pada ekstrak. Ekstrak diuapkan hingga diperoleh ekstrak kental dengan bobot
tetap yang telah dipersyaratkan.
6. Identifikasi kandungan senyawa kimia ekstrak etanol bunga petai dengan uji
tabung
a. Pembuatan larutan uji
Pembuatan larutan uji untuk uji fitokimia dilakukan dengan cara, 500 mg ekstrak kental bunga petai dilarutkan ke dalam 50 ml etanol 70.
b. Uji pendahuluan
Dua gram serbuk bunga petai ditambahkan dengan 20 mL aquadest, dipanaskan selama ±15 menit diatas waterbath, selanjutnya disaring. Jika larutan
menjadi berwarna merah hingga kuning dan saat penambahan KOH LP, warna
larutan menjadi lebih intensif menunjukkan adanya senyawa yang mengandung kromofor dengan gugus hidrolik.
c. Uji fenolik
Sebanyak 3 ml larutan uji ditambahkan dengan ± 3 tetes larutan FeCl
3
1 . Hasil positif adanya senyawa fenolik ditunjukkan dengan terbentuknya warna
hijau, merah, ungu atau hitam Jones dan Kinghorn, 2006. d.
Uji flavonoid Sebanyak 3 ml larutan uji ditetesi dengan ± 2 tetes NaOH LP maka akan
terjadi pembentukan intensitas warna kuning. Dengan penambahan HCl terjadi perubahan intensitas warna kuning. Adanya perubahan warna menunjukkan hasil
positif bahwa terdapat senyawa flavonoid. e.
Uji tanin Sebanyak 1 ml larutan uji ditambahkan dengan ± 3 tetes larutan FeCl
3
10. Hasil positif adanya senyawa tanin ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru tua, atau biru kehitaman Jones dan Kinghorn, 2006.
f. Uji alkaloid
Sebanyak 2 ml larutan uji diuapakan dengan menggunakan porselin diatas penangas air ± 5 menit. Larutan uji yang telah diuapakan, kemudian
dilarutkan dengan 5 ml HCl 2 N. Larutan yang diperoleh dibagi dalam 3 tabung reaksi yaitu : larutan HCl, larutan HCl dengan penambahan 3 tetes pereaksi
Dragendorff, dan larutan HCl dengan penambahan 3 tetes pereaksi Mayer. Hasil
positif ditunjukan dengan terbentuknya endapan jingga pada larutan yang ditambahkan pereaksi Dragendorff dan endapan putih hingga kekuningan pada
larutan yang ditambahkan pereaksi Mayer Jones dan Kinghorn, 2006. g.
Uji terpenoid Larutan uji sebanyak 2,5 ml dicampur dengan 1 ml kloroform kemudian
ditambahkan 1,5 ml H
2
SO
4
pekat secara hati-hati melewati dinding tabung. Hasil positif adanya senyawa terpenoid ditunjukkan dengan terbentuknya cincin warna
coklat kemerahan pada permukaaan dalam larutan Edeoga, Okwu, dan Mbaebre, 2005.
h. Uji saponin
Sebanyak 100 mg serbuk bunga petai ditambahkan 10 mL aquadest ke dalam tabung reaksi, ditutup dan dikocok kuat-kuat selama 30 detik. Tabung
dibiarkan dalam posisi tegak. Apabila terbentuk buih setinggi kurang lebih 1-10 cm selama ± 10 menit pada permukaan cairan dan setelah penambahan ± 1 tetes
HCl 2 N busa tidak hilang, maka menujukkan adanya senyawa saponin Departemen Kesehataan RI, 1995.
7. Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol bunga petai terhadap S. aureus dan E.
coli
a. Sterilisasi alat dan bahan
Seluruh alat gelas laboratorium yang akan digunakan untuk pengujian aktivitas anitbakteri dicuci dengan sabun dan dikeringkan. Alat-alat gelas
dimasukkan ke dalam cawan petri kemudian dibungkus dengan kertas. Semua alat yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam autoklaf pada suhu 121
o
C selama 30 menit. Jarum ose disterilkan dengan memijarkan pada api bunsen, dan tabung
mikropipet disterilkan dengan direndam pada alkohol. b.
Pembuatan pelarut ekstrak Pelarut yang akan digunakan yaitu DMSO konsentrasi 5 vv.
Pembuatan DMSO 5 dilakukan dengan cara melarutkan 5 ml DMSO, kemudian di tambahkan dengan aquadest sampai 100 mL.
c.
Pembuatan variasi konsentrasi larutan uji
Ekstrak etanol bunga petai untuk uji potensi antibakteri menggunakan 5 seri konsentrasi. Konsentrasi 50 didapatkan dengan melarutkan 3 gram ekstrak
kental dengan 6 mL DMSO 5, kemudian dilakukan pengenceran sehingga diperoleh konsentrasi 25; 12,5; 6,25; 3,125. Kontrol negatif digunakan
DMSO 5 dan sebagai kontrol positif digunakan amoksisilin 125mg5ml. Tabel I. Pembuatan Variasi Konsentrasi Uji.
Konsentrasi larutan uji Volume yang diambil
dari stok larutan ujimL Volume DMSO yang
ditambahakan mL 25
2 4
12,5 2
4 6,25
2 4
3,125 2
4 d.
Identifikasi bakteri uji 1
Staphylococcus aureus
Bakteri diinokulasi di media geolitik, diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37
o
C. Bila terdapat endapan hitam pada media geolitik diduga bakteri tersebut merupakan Staphylococcus. Bakteri diisolasi dari media geolitik ke media Enrich,
diinkubasi selama 2 X 24 jam pada suhu 37
o
C. Jika terdapat kabut putih diduga bakteri Staphylococcus. Kemudian, diambil 1-2 ose bakteri, diinokulasikan ke media
gula glukosa, laktosa, manitol, maltosa, sakarosa, media Simons Citrat SC, media Sulfur Indol Motil SIM dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37
o
C. Tahap selanjutnya dilakukan uji koagulase dan pengecatan Gram.
2 Escherichia coli
Bakteri diinokulasi di media penyubur Brilliant Green Lactose Blue BGLD, kemudian diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 37
o
C. Jika terdapat koloni berwarna biru diduga bakteri Escherichia. Tahap selanjutnya, bakteri diisolasi lalu
ditanam ke media TBX Tryptone Bile X-Glucoronide dan diinkubasi pada suhu 37
o
C selama 24 jam. Pada media isolasi setelah 24 jam diduga adanya Escherichia coli
dengan timbulnya warna hijau, kemudian bakteri diambil 1-2 ose, diinokulasi ke dalam media gula glukosa, sakarosa, laktosa, maltose, manitol, SC Simon Citrat,
SIM Sulfur Indol Motil dan diinkubasi selama 24 jam. Tahap selanjutnya dilakukan pengecatan Gram.
e. Pembuatan stok bakteri uji
Bakteri diambil sebanyak 1-2 ose dari kultur murni mikroba simpanan, diinokulasikan ke 5 mL MHA dan diinkubasi pada suhu 37
o
C selama 24 jam.
f. Pembuatan suspensi bakteri uji
Bakteri diambil sebanyak 1-3 ose dari stok kultur mikroba, kemudian diinokulasikan ke dalam tabung reaksi yang berisi MHB dan divortex agar
tercampur merata. Suspensi bakteri yang telah dibuat disetarakan kekeruhanya dengan larutan Mac Farland 0,5 1,5 X 10
8
CFU. g.
Uji aktivitas antibakteri ekstrak bunga petai dengan metode difusi sumuran. Inokulasi bakteri uji dilakukan dengan menggunakan metode Kirby
Bauer . Bakteri uji S. aureus dan E. coli diinokulasikan dengan cara diusap secara
merata pada media 20 mL MHA yang telah memadat pada petri. Setelah bakteri diinokulasikan, dibuat sumuran dengan menggunakan pelubang sumuran
berdiameter 6 mm sebanyak 5 buah lubang sumuran. Kelima lubang sumuran diisi dengan konsentrasi ekstrak etanol bunga petai, sedangkan lubang sumuran
yang akan diisi kontrol positif dan negatif dibuat dalam satu petri yang sama tetapi berbeda petri dengan perlakuan konsentrasi ekstrak. Tiap lubang sumuran
pada media yang telah diinokulasikan bakteri uji diisi dengan 50 µL senyawa uji yang terdiri dari amoksisilin 125 mg5 ml sebagai kontrol positif dan DMSO 5
sebagai kontrol negatif. Lubang sumuran pada petri lainnya yang telah diinokulasi bakteri uji, diisi 50 µL ekstrak etanol bunga petai dengan konsentrasi
50; 25; 12,5; 6,25 dan 3,125. Semua petri yang telah berisi bakteri uji dan senyawa uji pada tiap lubang sumuran diinkubasi selama 24 jam pada suhu
37
o
C selanjutnya diamati ada atau tidaknya zona jernih disekitar sumuran. Zona jernih yang tampak diukur dengan penggaris.
8. Penentuan KHM dan KBM dengan metode dilusi cair
Penentuan KHM dan KBM dilakukan dengan metode dilusi cair dengan menggunakan media MHB dan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer
UV-Vis sebelum dan sesudah inkubasi untuk melihat pertumbuhan bakteri uji. Pengujian dilakukan dengan membuat dan mengambil 5 mL media MHB dimasukkan
ke tiap tabung reaksi, ditambahkan 200 L larutan ekstrak etanol bunga petai dengan konsentrasi yang berbeda untuk dimasukkan pada tiap tabung reaksi. Konsentrasi
larutan ekstrak etanol yang dibuat meliputi 13 seri konsentrasi 50; 43,75; 37,50; 31,25; 25; 12,5; 10,938; 9,375; 7,813; 6,25; 3,125;
1,563 dan 0,782. Tiap tabung yang telah berisi media MHB dan larutan ekstrak ditamba
hkan kembali dengan 200 L suspensi bakteri uji yang telah distandarisasi kekeruhannya dengan larutan Mac Farland 0,5 kemudian divortex dan tabung reaksi
tersebut diukur absorbansi atau Optical Density OD dengan menggunakan spektrofotometer
480 nm sebagai pembanding sebelum inkubasi atau kontrol. Setiap satu kali pengukuran OD selesai, dilakukan autozero dengan menggunakan
blanko yang berisi konsentrasi larutan ekstrak dan media. Semua tabung reaksi setelah dihitung kekeruhan atau OD, diinkubasi selama
24 jam pada suhu 37°C dalam inkubator. Keseluruhan tabung reaksi yang telah diinkubasi, selanjutnya diukur kembali OD. Penentuan KHM dilakukan dengan
mengukur OD setelah inkubasi dikurangi OD sebelum inkubasi. Apabila terdapat konsentrasi terendah yang menghambat pertumbuhan bakteri, ditunjukkan dengan
tidak adanya kekeruhan ∆OD ≤ 0, maka didapatkan KHM.
Uji lanjutan dilakukan untuk menentukan KHM atau KBM dengan cara mengambil 1-2 ose larutan konsentrasi terendah yang menunjukkan
∆OD = 0 atau yang menujukkan KHM, dinokulasikan pada media MHA steril baru dengan metode
streak plate, kemudian media tersebut diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC. Apabila setelah inkubasi menunjukkan adanya pertumbuhan koloni pada hasil steak
plate atau goresan, maka didapatkan KHM. Bila tidak adanya pertumbuhan koloni bakteri pada goresan, maka didapatkan KBM.
F. Tata Cara Analisis Hasil
Data zona hambat yang diperoleh dianalisis dengan metode Shapiro-Wilk untuk mengetahui distribusi data tiap kelompok konsentrasi ekstrak bunga petai.
Apabila didapatkan data terdistribusi normal dilanjutkan dengan uji homogenitas menggunkaan metode uji Barlett. Pengujian homogenitas bertujuan untuk menguji
keasamaan variansi setiap kelompok data. Setelah dilakukan uji homogenitas, dilakukan analisis variansi searah one way Annova yang bertujuan untuk melihat
apakah ada perbedaan variansi tiap kelompok data tidak berpasangan. Analisis data dilanjutkan dengan uji T T-test untuk mengetahui adanya kebermakanaan perbedaan
hasil diameter zona jernih setiap kelompok.
Apabila didapatkan distribusi data tidak normal dilanjutkan dengan uji Levene.
Uji levene bertujuan untuk melihat homogenitas atau kesamaan variansi data setiap kelompok. Analisis selanjutnya dilakukan uji non parametrik yaitu
menggunkaan metode uji Kruskal-Wallis untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan variansi tiap kelompok data tidak berpasangan. Tahap selanjutnya
dilakukan uji Mann-Whitney untuk mengetahui kebermakaan perbedaan diameter zona jernih yang didapat antar dua kelompok data. Data KHM dan KBM dianalisis
secara deskriptif. Data KHM dan KBM diperoleh jika nilai ∆OD=0, kemudian
penegasan dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi yang mampu menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri.
44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman
Determinasi dilakukan untuk memastikan bahwa tanaman yang digunakan adalah benar tanaman yang dimaksud untuk digunakan dalam penelitian. Ciri
tanaman petai yaitu pohon dengan tinggi mencapai 30 m, batang berkayu dengan permukaan kulit batang berwarna coklat kemerahan. Daun majemuk, menyirip ganda,
ujung daun membulat berwarna hijau. Perbungaan bongkol, bunga kecil dan banyak. Pangkal bonggol berwarna putih kekuningan, merupakan bunga jantan, sedangkan
ujung bonggol merupakan kumpulan bunga betina Wiriadinata dan Bamroongrugsa, 2010. Ciri tanaman yang digunakan pada penelitian sesuai dengan pustaka. Serbuk
bunga petai diperoleh dari CV. Merapi Farma, Kaliurang, Sleman, Yogyakarta, disertai dengan surat keterangan keaslian tanaman lampiran 1 yang digunakan
sebagai bukti bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini merupakan tanaman petai Parkia speciosa, Hassk.
B. Pengumpulan dan Pengeringan Bunga Petai serta Pembuatan serbuk
Bunga petai yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Kabupaten Sleman. Tahap yang dilakukan sebelum pengeringan yaitu dengan memotong-motong
bunga petai menjadi ukuran yang lebih kecil supaya proses pengeringan yang dilakukan cepat dan sempurna. Pengeringan dilakukan pada ruang pengering
simplisia dengan panas matahari, tetapi tidak terpapar sinar matahari langsung.