saluran pernafasan yang mana S. aureus akan memfermentasikan mannitol dan memproduksi pigmen kuning sehingga mudah dideteksi.
Enterotoksin dapat menyebabkan sekresi air berlebihan pada saluran usus yang dapat menyebabkan mual dan muntah. Enzim koagulase berhubungan dengan
sifat kepatogenannya, enzim ini menyebabkan fibrin berkoagulasi dan membentuk gumpalan sebagai pelindung dari serangan sel host sehingga mencegah fagositosis
pada bakteri. Enzim katalase digunakan sebagai uji untuk membedakan genus Staphylococci
lainnya. Uji ini dapat membedakan genus Staphylococcus yang memproduksi atau tidak memproduksi enzim katalase Madigan et al, 2009.
G. Antimikroba
Biosida adalah agen fisik atau kimia yang yang bekerja menonaktifkan mikroorganisme. Agen biosida memiliki sifat bakteriostatik dan bakteriosidal. Sifat
bakteriostatik yang dimiliki mampu menghambat multipikasi bakteri. Multipikasi bakteri akan dihambat bila agen antimikroba dihilangkan. Bakteriosidal merujuk pada
biosida yang mampu membunuh bakteri. Organisme yang terbunuh tidak mampu bereproduksi, bahkan setelah dihilangkan kontak dengan agen antimikroba.
Beberapa contoh agen antimikroba : 2.
Sterilisaasi merupakan biosida fisik yang berupa panas. Sterilisasi merupakan proses khusus yang digunakan untuk membuat suatu permukaan atau produk
bebas dari mikroorganisme yang juga mencakup spora bakteri.
3. Desinfektan adalah produk biosida yang digunakan untuk mengurangi jumlah
mikroorganisme dalam suatu permukaan atau produk hingga mencapai tingkat yang telah ditetapkan atau layak untuk digunakan atau diolah lebih lanjut.
Desinfektan tidak harus bersifat sporisidal tetapi dapat pula sporostatik. 4.
Antiseptik adalah suatu produk yang dapat merusak atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme di atau di dalam jaringan hidup
5. Pengawet merupakan agen yang digunakan untuk mencegah multiplikasi
mikroorganisme dalam produk yang diformulasi antara lain farmaseutika dan makanan.
6. Antibiotik merupakan suatu senyawa organik sintetik atau alami yang
menghambat pertumbuhan bakteri atau merusak bakteri. Kemampuannya untuk menghambat atau merusak umumnya berada pada konsentrasi rendah Brooks
dkk., 2010.
H. Uji Aktivitas Antibakteri 1. Pengujian Aktivitas Antibakteri
Metode yang dapat dapat digunakan untuk menguji potensi agen antimikroba pada suatu mikroba antara lain :
a. Metode dilusi, dibedakan menjadi : 1 Metode dilusi cair broth dilution test
Metode ini digunakan untuk mengukur Kadar Hambat Minimum KHM ataua Kadar Bunuh Minimum KBM. Prinsip metode ini yaitu substansi
antimikroba dalam kadar bertingkat biasanya pengenceran dua kali lipat dicampurkan ke dalam medium bakteriologis solid atau cair. Tujuan metode ini
untuk mengetahui besarnya konsentrasi minimum yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang
ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan diinkubasi selama
18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi diteteapkan sebagai KBM. Kelebihan metode ini adalah data yang didapatkan merupakan
hasil kuantitatif yang menunjukkan jumlah antimikroba tertentu yang dapat mengambat atau membunuh mikroba uji.
2 Metode dilusi padat Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat. b.
Metode difusi dibedakan menjadi : 1
Metode disc diffusion Metode yang digunakan untuk menentukan aktivitas antimikroba.
Agen mikroba diletakkan dalam media agar yang telah ditanami mikroorganisme, yang nantinya akan berdifusi pada media agar tersebut. Area
jernih mengindikasikan adanya penghambatan pertumbuhan mikroorganisme.
2 Cup plate technique
Pada metode ini dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan selanjutnya pada sumur tersebut diberi agen
antimikroba yang akan diuji. Penghambatan pertumbuhan mikroorganisme ditunjukkan dengan adanya area jernih
Pratiwi, 2008.
2 . Pengujian Kadar Hambat Minimum KHM dan Kadar Bunuh Minimum
KBM
Pengujian KHM dilakukan dengan metode dilusi untuk menentukan konsentrasi terendah antimiroba yang efektif untuk mencegah pertumbuhan
mikroba. Metode ini dilakukan dengan cara antimikroba dengan konsentrasi tertentu dilarutkan dalam media kemudian diinokulasi mikroorganisme sesuai
standar tertentu. Hasil yang diinginkan yaitu media dengan konsentrasi antimikroba terendah yang jernih yang bebas dari pertumbuhan mikroba.
Keuntungan pengujian KHM ini dapat memberikan perkiraan konsentrasi obat yang tepat untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga bermanfaat
untuk membantu menentukan dosis yang dibutuhkan pasien. Kadar Bunuh Minimum dapat ditentukan dengan melakukan subkultur konsentrasi antimikroba
terendah yang jernih ke media agar bebas antimikroba Brooks dkk., 2010.
3. Pengukuran Pertumbuhan Bakteri
Pengukuran pertumbuhan bakteri dapat ditentukan dengan berbagai cara, salah satu cara yaitu dengan memperkirakan jumlah bakteri secara tidak langsung
yang diamati berdasarkan : a.
Kekeruhan : merupakan metode untuk mengetahui adanya pertumbuhan mikroorganisme. Prinsip metode ini dengan melihat kekeruhan media cair dengan
alat spektrofotometer. Seiring dengan bertambahnya sel bakteri dalam media cair media tersebut akan menjadi keruh. Prinsip kerja alat ini dengan mentransmisikan
berkas cahaya melalui suspensi bakteri lalu diteruskan ke detektor sensitif cahaya, jika jumlah bakteri meningkat sedikit cahaya yang akan diteruskan ke detektor
yang akan terukur pada skala alat yang berupa persentasi transmisi atau nilai absorbans atau densitas optik optical density. Nilai absorbani ini yang akan
digunakan untuk memperkirakan jumlah bakteri b.
Aktivitas metabolik : prinsip metode ini dengan mengukur aktivitas metabolik populasi bakteri seperti asam, atau karbon dioksida yang menujukkan proporsi
keberadaan bakteri. c.
Bobot kering : metode ini digunakan untuk bakteri berfilamen dan kapang dengan cara menentukan bobot kering. Metode ini dilakukan dengan cara bakteri atau
kapang dipindahkan dari media pertumbuhan, disaring untuk mneghilangkan materi pengganggu lain, dikeringkan kemudian ditimbang
Radji, 2009.
I. Landasan Teori
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri S.aureus dan E. coli merupakan penyakit yang sering diderita oleh masyarakat dan merupakan penyebab kematian di
dunia. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan eksplorasi bahan alam yang berpotensi sebagai antibakteri yang aman dan efektif.
Biji petai mengandung senyawa alkaloid, terpenoid, fenolik dan flavonoid Kamisah dkk., 2013 sedangkan menurut Jebarus 2015 pada kulit buah
mengandung saponin, flavonoid, alkaloid, tanin, fenolik dan terpenoid. Pada kulit batang pohon petai mengandung flavonoid, alkaloid, fenolik dan terpenoid Pratama,
2015. Bunga petai memiliki bau yang khas. Menurut Junker dkk., 2010 bau atau aroma khas yang terdapat dalam bunga disebabkan karena adanya senyawa terpenoid.
Menurut Heinrich 2005 pigmen pemberi warna pada bunga berasal dari senyawa golongan fenolik yaitu flavonoid. Menurut Swaati dkk., 2014 senyawa alkaloid,
saponin dan tanin juga dapat terdistribusi dalam bunga yang termasuk ke dalam famili Fabaceae. Oleh karena itu diduga bahwa bunga petai memiliki kandungan senyawa
terpenoid, flavonoid, alkaloid, saponin dan tanin. Senyawa-senyawa tersebut diketahui memiliki aktivitas antibakteri Swaati dkk., 2014.
Untuk mendapatkan senyawa kimia yang terkandung dalam bunga petai dilakukan ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan penyari etanol. Etanol
mampu melarutkan senyawa kimia yang bersifat semipolar sampai polar seperti alkaloid, tanin, saponin fenolik dan flavonoid. Alkaloid bersifat semipolar karena
adanya gugus amina, amida, fenol dan metoksi yang dimungkinkan dapat tertarik oleh etanol. Etanol juga dapat menarik senyawa fenolik yang cenderung larut dalam
air. Tanin juga memiliki gugus fenolik sehingga dapat larut pada pelarut polar. Saponin memiliki ikatan glikosida dan flavonoid memiliki ikatan dengan gugus gula
yang membuat kedua senyawa ini bersifat polar Siedel, 2008. Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etanol bunga petai dilakukan dengan
menggunakan metode difusi sumuran. Hasil yang diperoleh menggunakan metode difusi sumuran yaitu adanya daerah penghambatan zona hambat yang menujukkan
terhambatnya pertumbuhan bakteri disekitar sumuran. Pengukuran KHM dan KBM dilakukan dengan metode dilusi cair. Hasil metode dilusi cair ditunjukkan dengan
media jernih yang mengandung konsentrasi ekstrak etanol bunga petai terendah yang menujukkan bebas dari pertumbuhan mikroba.
Penelitian mengenai aktivitas antibakteri ekstrak etanol bunga petai diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan memberikan informasi
ilmiah mengenai manfaat bunga petai sebagai salah satu antibakteri alternatif untuk mengatasi penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. aureus dan E. coli.
J. Hipotesis
Senyawa kimia yang terdapat dalam bunga petai yaitu terpenoid, flavonoid, alkaloid, saponin dan tanin, oleh karena itu ekstrak etanol bunga petai memiliki
aktivitas antibakteri terhadap S. aureus dan E. coli.
31
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola satu arah. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Farmakognosi-Fitokimia, Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta dan Laboratorium Mikrobiologi, Balai Kesehatan
Yogyakarta.
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variable penelitian
a. Variabel bebas : konsentrasi ekstrak etanol bunga petai.
b. Variabel tergantung : diameter zona hambat serta KHM dan KBM.
c. Variabel pengacau terkendali: asal tanaman, cairan penyari, media
penanaman bakteri, waktu inkubasi, suhu inkubasi, jenis bakteri uji, volume larutan uji yang diinokulasikan, kepadatan suspensi bakteri uji setara dengan
larutan Mc Farland 0,5. d.
Variabel pengacau tak terkendali : umur tanaman
2. Definisi operasional
a. Bunga petai adalah seluruh bagian bunga yang berupa bongkol bundar yang bewarna kuning kecoklatan, tanpa tangkai bunga.