Pencoretan Hak Tanggungan Kredit Bank

mengenai dilepaskannya. Hak tanggungan tersebut oleh pemegang hak tanggungan kepada pemberian hak tanggungan Pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Hak Tanggungan.

2. Pencoretan Hak Tanggungan

Pencoretan pendaftaran hak tanggungan adalah suatu perbuatan perdata yang mengikuti hak tanggungan. Dalam rumusan Pasal 22 ayat 1 UUHT jelas dikatakan: “Setelah hak tanggungan hapus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Kantor Pertahanan mencoret catatan hak tanggungan tersebut pada buku tanah hak atas tanah dan sertifikatnya.” 64 Pencoretan pendaftaran hak tanggungan dapat dilakukan dengan atau tanpa pengembalian sertifikat hak tanggungan telah dikeluarkan. 65 Dalam hal sertifikat hak tanggungan tidak dikembalikan, maka hal tersebut tersebut harus dicatat dalam Buku Tanah Hak Tanggungan. Ini berarti sejalan dengan ketentuan Pasal 22 ayat 2 UUHT, yaitu bahwa : “Dengan hapusnya hak tanggungan, sertifikat hak tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertahanan.” Percoretan hak tanggungan adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pemberian hak tanggungan yang di berikan olehnya hapus, menurut ketentuan Pasal 18 UUHT. Untuk keperluan pencoretan hak tanggungan tersebut, pemberian hak tanggungan telah hapus hak tanggungannya, diperbolehkan untuk mempergunakan semua sarana hukum yang diperbolehkan, termasuk permohonan perintah coretan Ketua Pengadilan Negeri dan karenanya juga mempergunakan semua alat bukti yang diperkenankan yang dapat membuktikan telah hapusnya hak tanggungan tersebut. 64 Lihat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan 65 Kartini Muljadi dan Widjaja, Hak Tanggungan, Jakarta, Kencana, 2005, hal. 273 Universitas Sumatera Utara

D. Perjanjian Kredit Bank

1. Kredit Bank

Kredit pada awal perkembangannya mengarahkan fungsinya untuk merangsang kedua belah pihak untuk tujuan pencapaian kebutuhan baik dalam bidang usaha maupun kebutuhan sehari-hari. 66 Pihak yang mendapatkan kredit harus dapat menunjukkan prestasi yang lebih tinggi pada kemajuan usaha tersebut. Sedangkan bagi pihak yang memberikan kredit kreditur, secara material kreditur harus mendapatkan rentabilitas berdasarkan perhitungan yang wajar dari modal yang dijadikan objek kredit dan secara spritual mendapatkan kepuasan karena dapat membantu pihak lain untuk mencapai kemajuan. Perjanjian kredit merupakan perjanjian yang dilakukan oleh bank sebagai kreditur dan nasabah sebagai pihak debitur. Perjanjian kredit menurut hukum perdata Indonesia adalah : “Suatu bentuk perjanjian pinjam meminjam”. 67 Dalam melaksanakan perjanjian kredit, maka harus diketahui pihak-pihak yang akan melaksanakan perjanjian kredit. Pihak-pihak yang dimaksud dalam perjanjian kredit adalah “Pihak yang menerima kredit dari bank atau yang disebut dengan Debitur”. 68 Selanjutnya tentang subjek hukum dalam perjanjian kredit yang dijelaskan sebagai berikut : 69 a. Perorangan dan perusahaan perseorangan 66 Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Diluar KUH Perdata, Buku Satu, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006, hal. 69. 67 M. Tohar, Permodalan dan Perkreditan Koperasi, Yogyakarta, Kanisius, 2000, hal. 138. 68 Hasanuddin Rachman, Op Cit, hal. 15. 69 Ibid Universitas Sumatera Utara Perorangan adalah setiap orang yang melakukan perbuatan hukum bertindak dan atas nama dirinya sendiri, sedangkan perusahaan perseorangan dalam melakukan perbuatan hukum ia diwakili oleh pemiliknya yang hanya seorang bertindak baik untuk dan atas nama dirinya sendiri juga dan atas nama perusahaannya. Apabila calon debiturnya perorangan, maka harus diingat oleh hukum ada beberapa golongan orang yang telah dinyatakan tidak cakap untuk bertindak sendiri dalam melakukan perbuatan hukum Pasal 1330 KUH Perdata termasuk melakukan perjanjian hutang piutang tentunya. b. Perusahaan Perseorangan Perusahaan perseorangan adalah perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh hanya seorang pengusaha, yang sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang diatur tentang tata cara pendirinya. Begitupun bentuk perusahaan perseorangan ini secara resmi tidak ada, namun secara umum dalam masyarakat perdagangan ada suatu bentuk perusahaan perseorangan yang tampaknya telah diterima oleh masyarakat umumnya yaitu Usaha Dagang UD atau Perusahaan Dagang PD. c. Badan Usaha dan Badan Hukum Badan hukum yang dimaksud adalah yang lazim disebut perusahaan, baik oleh para pakar, sarjana hukum maupun istilah yang dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Badan usaha adalah suatu badan yang menjalankan usahakegiatan perusahaan, sedangkan perusahaan, pengertiannya lebih condong kepada jenis usahakegiatan dari suatu badan usaha. Singkatnya, badan usaha adalah institusi sedangkan perusahaan adalah aktivitasnya. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perusahaan mempunyai bentuk Universitas Sumatera Utara hukum yang diakui oleh undang-undang, yang sekaligus menunjukkan legalitas perusahaan itu sebagaimana suatu badan usaha. Dengan alasan itulah lebih condong digunakan istilah badan usaha. Menurut Abdul Kadir Muhammad istilah perusahaan mengacu kepada badan usaha dan perbuatan badan usaha menjalankan usahanya. Perbuatan badan usaha itu meliputi perbuatan ekonomi yang bersifat komersial, yaitu bertujuan memperoleh keuntungan atau laba. Perbuatan ekonomi terdiri dari kegiatan bidang perdagangan. Pelayanan dan industri, jadi dalam istilah perusahaan itu tersimpul dua hal, yaitu mengenai badan usaha dan kegiatan badan usaha. 70 Badan usaha yang menjalankan kegiatan dalam kegiatan ekonomi itu mempunyai bentuk tertentu, seperti perusahaan dagang, firma, persekutuan komanditer, perseroan terbatas, perusahaan umum dan koperasi. Hal ini dapat diketahui melalui izin usaha seperti pada perusahaan perseorangan. Dari aspek hukumnya, badan usaha itu sendiri dibagi 2 dua : 1. badan usaha yang berbadan hukum dan 2. badan usaha yang tidak berbadan hukum 71 . Masing-masing badan usaha ini mempunyai bentuk hukum tertentu, yang terbagi atas badan usaha baik berbadan hukum maupun tidak yang selama ini lazim dan paling banyak menjadi debitur dari pihak bank. Sistematika investigasi kredit dalam pelaksanaannya mencakup beberapa informasi pokok untuk pengambilan suatu keputuan, dalam pertanyaan yang harus diajukan calon debitur maka harus dianut suatu kerangka berpikir yang meliputi antara lain untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar menguntungkan harus dilakukan analisis. Dalam penilaian pemberian kredit perbankan terdapat sistem penilaian yang 70 Abdul Kadir Muhammad, Pengantar Hukum Pertanggungan, Bandung : Cirta Aditya Bakti, 1994, hal. 76. 71 Ibid. Universitas Sumatera Utara dikenal dengan istilah prinsip. Prinsip-prinsip yang biasa dijadikan acuan dalam analisis itu adalah : “Prinsip 5 C’S, Prinsip 5 P, Prinsip 3 R”. 72 Prinsip 5 C’S terdiri atas watak character, modal capital, kemampuan capacity, kondisi ekonomi condition of economoc dan jaminan collateral. Dalam penilaian melalui the five C’s dapat terlihat bahwa keyakinan bank terhadap calon debitur terlebih dahulu diteliti dari segala aspek, setelah bank merasa yakin bahwa calon debitur akan mampu, baru kredit disetujui dan perjanjian kreditpun dibuat. Berdasarkan penilaian terhadap faktor-faktor yang meyakinkan bank tersebut, bank dimungkinkan untuk memberikan kredit tanpa meminta jaminan secara fisik atau jaminan materiil yaitu dengan melihat dan yakin akan bonafiditas dan prospek usaha calon debitur, yaitu dalam praktek perbankan disebut sebagai jaminan pokok. Dalam hal ini bank dimungkinkan memberikan kredit yang biasa dikenal sebagai kredit tanpa jaminan secara fisik uncusered loans. 73 Dalam menganalisis juga terdapa apa yang dikenal sebagai prinsip 5 P, yaitu : 1. Party Disini dilakukan penggolongan calon-calon peminjam calon debitur, yang dibagi dalam beberapa golongan berdasarkan character, capacity dan capital. 2. Purpose Analisis tentang tujuan penggunaan kredit yang telah disampaikan oleh calon debitur. Disin bank perlu tahu apakah kredit yang dimohon oleh calon debitur akan mempunyai dampak yang positif secara ekonomis dan sosiak. 3. Payment Sumber pembayaran dari calon debitur. Apabila rencana penggunaan kredit itu tergolong yang dapat memberikan dampak positif secara ekonomis dan sosial, akan dpat diperkirakan bahwa calon debitur itu akan mampu memperoleh pendapatan dalam jumlah yang diperkirakan akan cukup untuk mengembalikan kredit disertai bunganya. Penilaian ini berlaku untuk kredit yang produktif maupun yang konsumtif. Jadi analisis kemampuan membayar harus tetap diperhitungkan dalam analisis. 4. Profitability 72 Muhammad Jumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003, hal. 80. 73 Muhammad Jumhana., Op cit., hal. 80-90 Universitas Sumatera Utara Yaitu penilaian terhadap kemampuan calon debitur untuk memperoleh keuntungan dalam usahanya. 5. Protection Ini merupakan analisis terhadap sarana perlindungan terhadap kreditur. Disini dianalisis tentang cukup tidaknya jaminan yang diberikan oleh calon debitur sebagai upaya pengamanan. 74 Sedangkan prinsip 3 R terdiri atas : 1. Returns Disini dilakuikan penilaian terhadap hasil usaha yang akan dapat dicapai oleh calon debitur. Terhadap hasil yang akan dapat dicapai oleh debitur ini dianalisis atas kemungkinan pengembalian kredit beserta bunganya.

2. Repayment