Kendala Pemberian Kredit KENDALA YANG TIMBUL DALAM PEMBERIAN KREDIT

BAB IV KENDALA YANG TIMBUL DALAM PEMBERIAN KREDIT

KEPADA USAHA KECIL

A. Kendala Pemberian Kredit

Pada dasarnya setiap bank tidak terlepas dari munculnya peluang kredit bermasalah, sebab ada saja kendala-kendala yang timbul dalam pemberian kredit tersebut. Membahas mengenai kredit kendala dan masalah, maka secara langsung bank akan dikaitkan dengan adanya risiko yang terkandung di dalam setiap pemberian kredit tersebut. Kredit bermasalah merupakan salah satu penyebab kesulitan bank menyangkut tingkat kesehatan bank, sehingga sedini mungkin bank harus dapat mengantisipasi akan timbulnya risiko kredit bermasalah. Secara umum, kredit bermasalah disebabkan oleh dua hal : 104 1. Dari pihak perbankan, yakni masalah yang disebabkan oleh ketidaktelitian analisis terhadap kemampuan calon debitur, sehingga munculnya faktor kredit bermasalah tidak dapat diprediksi sebelumnya. Disamping itu, hal ini dapat pula terjadi karena adanya kolusi pihak analis dengan debitur sehingga proses analisis yang dilakukan tidak objektif. 2. Dari pihak nasabah yang disebabkan oleh dua faktor yaitu : a. Adanya unsur kesengajaan debitur yang tidak mau memenuhi kewajibannya kepada bank untuk membayar hutang sehingga muncul kredit macet. b. Adanya unsur tidak sengaja yang disebabkan debitur tidak mampu memenuhi kewajibannya akibat faktor ekstenal seperti musibahforce majeur. 104 Kasmir, Manajemen Perbankan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004, hal 102. Universitas Sumatera Utara Ditinjau dari munculnya kegagalan pengembalian kredit, pada dasarnya disebabkan oleh faktor ekstern dan intern bank itu sendiri. Faktor – faktor tersebut antara lain : 105 1. Self Dealing, yakni dikarenakan pejabat bank dalam melakukan penilaian kredit yang tidak objektif, 106 sehingga data yang diajukan tidak valid dengan tingkat objektifitas yang rendah. 2. Anxiety for income, kredit dianggap sebagai pendapatan oleh debitur dan bahkan dianggap sebagai pendapatan yang harus dicari sebanyak banyaknya. Jika anggapan debitur yang semacam ini yang ada dan mengabaikan kemampuan membayarnyarepayment capacity, maka kegagalan kredit akan semakin besar. 3. Compomis of Credit Principles, 107 yakni hal yang disebabkan petugas bank yang menerimamelewati batas toleransi penyimpangan prinsip perkreditan. Hal ini tentu akan memperbesar ruang kompromi dalam bentuk risiko sehingga sangat berbahaya dikemudian hari. 4. Non Existane of sounds lending Policies, penilaian kredit yang tidak didasarkan pada kebijakan kredit yang sehat, seperti adanya tingkat kejenuhan profil produk nasabah sehingga pengembalian kredit tersendat. 105 Warman Djohan, Kredit Bank, Alternatif Pembiayaan dan Penggunaannya, Jakarta, Mutiara Sumber Wijaya, 2000, hal 99. 106 Petugas bank terlibat dengan kepentingan pribadinya seperti : 1. Pemberian kredit kepada perusahaan yang sahamnya juga dimilikinya. 2. Petugas bank memperoleh bagian dari pinjaman yang akan direalisasikan. 3. Petugas bank memperoleh hadiah sebagai balas jasa pemberian kredit. 4. Petugas bank berhutang budi kepada nasabahnya. H.As Mahmoedin, Melacak Kredit Bermasalah, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,2004, hal 73. 107 Tidak jarang petugas bank terlalu banyak memberikan keringanan kepada nasabah, sehingga memberikan kelonggaran yang sangat prinsip terkait pada persyaratan perkreditan dengan berbagai alasanseperti kekhawatiran nasabah pindah ke bank lain. Ibid. Universitas Sumatera Utara 5. Incomplete credit information, 108 dalam mengambil keputusan terhadap permohonan debitur seharusnya didasarkan pada prinsip 5 C’s analysis. Apabila keputusan yang diambil berdasarkan data yang tidak lengkap maka hal ini akan semakin membuka peluang munculnya kredit bermasalah di kemudian hari. 6. Failfure Obtain or Enforce Liquidation Agreement, 109 Kegagalan dalam mendapatkan pelunasan kredit pada saat likuidasi yang juga merupakan kegagalan dalam persetujuan pemberian kredit. Hal tersebut terjadi karena kurang kuatnya pengikatan barang jaminan yang diserahkan karena kurang memenuhi bukti kepemilikan dan kualitas jaminan itu sendiri. 7. Complacency, 110 membuat sesuatu menjadi mudah dalam analisis permohonan juga merupakan kegagalan dalam pemberian dan pengembalian fasilitas kredit . 8. Lack of Supervising, 111 Kurangnya pengawasan juga merupakan penyebab kegagalan. Pengawasan pada waktu menganalisis,pencairan kredit, dan pada waktu berjalannya kredit sehingga sedapat mungkin dapat diketahui gejala awal apabila suatu 108 Untuk setiap proses analisis haruslah berdasarkan data yang akurat dan tepat. Biasanya pejabat bank meminta kepada nasabah perihal perkembangan usaha yang dibuktikan dari laporan keuangan selama tiga tahun terakhir.Namun pada kenyataannya, akibat laporan keuangan yang tidak ditatakerjakan dengan baik, sehingga data yang diperoleh hanyalah perkiraan saja sehingga data yang disajikan tidak akurat dan kemungkinan direkayasa. Hal ini tentu saja akan membahayakan kelancaran kredit. Ibid, hal. 52. 109 Kelemahan pengikatan agunan secara jurudis memberi peluang kepada debitur untuk beritikad kurang baik, sehingga ketika muncul tuntutan hukum oleh bank, nasabah merasa yakin bahwa bank akan kalah. Disamping itu ada pula kemungkinan agunan fiktif karena petugas bank tidak melakukan pemeriksaan secara administratif terhadap agunan ke BPN, sehingga sertifikat yang diserahkan kepada bank adalah fiktif. Ibid hal. 68. 110 Bahwa setiap pencairan kredit harus melalui prosedur yang sudah baku. Hal ini berlaku bagi siapapun, walaupun nasabah sudah lama dan dapat dipercaya dan menggampangkan masalah, sementara masalah tersebut dapat saja muncul setiap saat dan terhadap siapapun. Ibid, hal. 61 111 Bank kurang pengawasan dan pemantauan atas performance secara kontiniu dan teratur.Setiap usah a tentu ada risiko bisnis dan risiko non bisnis.Karena itu bank harus tahu persis setiap pengembangan usaha nasabahnya.Satu satunya cara dengan pengawasan dan pemantauan baik secara periodik maupun secara insidential dan secara kontiniu agar setiap masalah dapat diatas sedini mungkin. Ibid, hal 57. Universitas Sumatera Utara permasalahan itu muncul untuk kemudian secara dini dapat dicarikan terapi pemecahannya. 9. Technical Incompetence, Dilihat dari kemampuan teknis analisis dan pengurus bank dan apabila mereka tidak mempunyai kemampuan sebagaimana yang diisyaratkan, maka akan menyebabkan kegagalan dalam pemberian kredit. 10. Poor selection of risk Seluruh kemungkinan risiko kredit yang muncul haruslah dianalisis agar dapat diminimalkan. 11. Over lending, yakni jumlah kredit yang diberikan melebihi jumlah yang dibutuhkan debitur, sehingga membuka peluang penggunaan kredit untuk tujuan lainnya. Apabila kredit digunakan untuk tujuan yang tidak direncanakan sebelumnya, maka akan memunculkan risiko kredit baru yang dapat menyebabkan kegagalan pemberikan dan pengembalian kredit. 12. Competition, berkaitan dengan persaingan antara bank dimana masing masing bank berlomba untuk memberikan pelayanan dengan cepat dan mudah kepada calon debitur. Apabila dalam persaingan itu hal hal prinsip persetujuan pemberian kredit dan pengelolaannya terabaikan maka bank akan berhadapan dengan risiko kegagalan dalam pemberian kredit. Dalam Rakornas Himpunan Bank - Bank Milik Negara HIMBARA yang dipimpin oleh Wakil Presiden RI, telah disepakati bahwa Bank BUMN menggunakan PP No 33 Tahun 2006 untuk menyelesaikan kredit macet segmen UMKM. Adapun hal-hal yang menjadi butir kesepakatan tersebut adalah : 112 112 Materi HIMBARA, Oktober 2007, “Program Penyelesaian Kredit Macet Segmen UMKM, Dalam Rangka Implementasi PP Nomor 33 Tahun 2006, 2007. Universitas Sumatera Utara 1. Dalam upaya menggerakkan perekonomian nasional yang berkeadilan dan meningkatkan pengembangan UMKM, peserta rapat menyepakati hal hal sebagai berikut : a Penyelesaian kredit macet UMKM di bank Umum perlu dilaksanakan sebagaimana mestinya. b Penyelesaian kredit macet UMKM dilaksanakan berdasarkan PP No. 332006. c Pelaksanaan penyelesaian kredit macet UMKM pada bank BUMN berdasarkan PP Tahun 2006 mengacu pada UU 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas PT dan UU 192003 tentang BUMN. d Dalam hal terdapat tindakan pidana dalam menyelesaikan kredit macet tersebut, rujukan hukum delik pidana yang diberlakukan adalah pidana umum. e Penyelesaian kredit macet dengan tata cara penghapusan piutang negara sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 332006 dilaksanakan dengan tertib dan sebaiknya dapat dihindari penyalahgunaan dalam pelaksanaan tersebut. 2. Peserta rapat berkewajiban untuk melaksanakan kesepakatan ini dalam lingkup kewenangan dan tanggung jawab masing-masing. Kesepakatan rapat terdiri atas Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Kejaksaan Agung, Menteri Perindustrian, Menteri Pertanian, Menteri Kalautan dan perikanan, Menteri Negara Koperasi dan UMKM, Menteri BUMN dan Direktur- direktur Bank BUMN.

B. Manajemen Pengelolaan Kredit Bermasalah.