26 umumnya masih rendah. Tingkat pendidikan petani peserta program PHBM
dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Tingkat Pendidikan Petani PHBM
Tingkat Pendidikan Jumlah Petani
Tidak Sekolah 3
4,05 SDSR 47
63,51 SLTP 11
14,88 SLTA
8 10,81
D3 2
2,70 S1
3 4,05
Jumlah 74 100,00
Berdasarkan pada Tabel 3 sebagian besar petani umumnya berpendidikan SD, yaitu sebanyak 63,15 dari total responden, tingkat pendidikan tertinggi
petani didaerah penelitian yaitu sarjana sebesar 4,05 dari total responden, sedangkan persen lainnya sebanyak 2,70 diploma, 10,81 SMU, 14,88
SMP dan 4,05 tidak bersekolah. Meskipun pendidikan secara langsung kurang banyak hubungannya
dengan bidang usaha tani, tetapi lama pendidikan baik formal maupun non formal secara tidak langsung mempengaruhi pola fikir petani. Pendidikan
yang ditempuh petani akan membantu petani dalam melakukan kegiatan intensifikasi, demikian juga halnya dalam kegiatan diluar usaha tani yang pada
gilirannya akan menentukan perilaku dalam mencapai suatu tingkat pendapatan tertentu. Petani yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi
cenderung lebih inovatif terhadap perkembangan pertanian dan lebih mampu dalam optimalisasi lahan PHBM.
3. Mata Pencaharian
Sebagian besar petani responden bermata pencaharian utama sebagai petani kopi, hal tersebut dikarenakan terbatasnya lahan di daerah tersebut yang
lebih banyak dikuasai instansi-instansi pemerintah maupun swasta. Selain sebagai petani, mata pencaharian lain dari petani responden yaitu sebagai
27 buruh, wiraswasta, karyawan, dan PNS. Sumber mata pencaharian responden
dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Mata Pencaharian Utama Petani PHBM
Mata Pencaharian Jumlah Petani
Petani Kopi 67
90,55 Petani Sayur
1 1,35
Wiraswasta 1
1,35 Buruh
2 2,70
Karyawan 1
1,35 PNS
2 2,70
Jumlah 74 100,00
4. Luas Pemilikan dan Penguasaan Lahan
Pemilikan dan penguasaan lahan sangat penting karena merupakan salah satu sumber pendapatan keluarga bagi sebagian besar masyarakat desa.
Perubahan pemilikan dan penguasaan lahan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan pendapatan.
Tingkat pemilikan lahan sebagian besar petani peserta PHBM didaerah penelitian sangat rendah bahkan banyak petani yang tidak memiliki lahan
garapan sendiri. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya hal tersebut disebabkan penguasaan lahan lebih banyak dipegang oleh instansi-instansi
pemerintah maupun swasta, selain itu mereka juga tidak memiliki keahlian yang lain. Ini artinya bahwa petani sangat menggantungkan hidupnya dari
pendapatan yang diperoleh dengan menggarap lahan usaha tani PHBM. Besarnya luas penguasaan lahan petani di daerah penelitian dapat dilihat pada
Tabel 5. Tabel 5. Distribusi Petani Peserta PHBM Menurut Strata Luas Penguasaan
Lahan
Strata Penguasaan Lahan ha
Petani Peserta PHBM Jumlah
Strata I 0,5 46
62,16 Strata II 0,25-0,5
19 25,68
Strata III 0,25 9
12,16 Jumlah 74
100,00
28 Tabel 6. Rata-Rata Penguasaan Lahan Petani Peserta Program PHBM
Strata Penguasaan Lahan ha
Lahan Milik ha
Lahan PHBM
ha Total
ha Total
1 2
1 2
Strata I 0,5 2,37
1,82 4,19
56,56 43,44
100 Strata II 0,25-0,5
0,37 0,37
0,74 50,00
50,00 100
Strata III 0,25 0,01
0,17 0,17
3,95 96,05
100 Rata-rata 0,92
0,79 1,70
36,84 63,16
100
Dari tabel 6 terlihat peningkatan luas penguasaan lahan petani dari lahan PHBM sebesar 63,16 dari total luas lahan yang dikuasai oleh petani, dengan
demikian dapat dikatakan bahwa adanya program PHBM telah membantu peningkatan luas penguasaan lahan petani di daerah penelitian.
5. Ketenagakerjaan