Pendapatan Rumah Tangga Tingkat Kesejahteraan

10

G. Pendapatan Rumah Tangga

Pendapatan adalah penerimaan bersih seseorang, baik berupa uang atau natura. Secara garis besar pendapatan dapat digolongkan menjadi 3 golongan Saefudin dan Marisa, 1984. 1. Gaji dan Upah Merupakan imbalan yang diperoleh seseorang setelah melakukan pekerjaan untuk orang lain, perusahaan swasta atau pemerintah di pasar tenaga kerja. 2. Pendapatan dari usaha sendiri Merupakan nilai total hasil produksi dikurangi dengan biaya yang dibayar baik dalam bentuk uang atau natura. Tenaga kerja keluarga dan nilai sewa kapital milik sendiri tanah, ternak, alat pertanian, dan lain-lain tidak diperhitungkan. Dengan demikian pendapatan dari usaha tani misalnya, merupakan penerimaan atas tenaga kerja keluarga, tanah dan manajemen return to family labor, land and management. 3. Pendapatan dari sumber lain Pendapatan yang diperoleh tanpa pencurahan tenaga kerja, antara lain: Menyewakan asset; ternak, rumah, dan barang lain, Bunga uang, Sumbangan dari pihak lain, Pensiun. Pendapatan rumah tangga merupakan total pendapatan dari setiap anggota rumah tangga dalam bentuk uang atau natura, yang diperoleh baik sebagai gaji atau upah, usaha rumah tangga atau sumber lain. Pendapatan rumah tangga diperoleh dari dua sumber, yaitu pendapatan yang diperoleh dari usaha sendiri own production baik usaha tani maupun usaha non pertanian. Sumber yang kedua berasal dari curahan waktunya dalam pasar tenaga kerja atau berburuh market work Saefudin dan Marisa, 1984. Pendapatan rumah tangga petani tidak hanya berasal dari usaha pertanianya saja, tetapi juga berasal dari sumber-sumber lain diluar sektor pertanian, seperti perdagangan, jasa angkutan, industri pengolahan dan lain- lain, bahkan kadang penghasilan diluar usaha pertanian justru lebih besar daripada pendapatannya Biro Pusat Statistik 2000 dalam Komalasari 2002. 11

H. Tingkat Kesejahteraan

Sajogjo 1977 dalam Komalasari 2002 berpendapat bahwa tingkat kesejahteraan rumah tangga atau seseorang dapat dinilai dari besarnya pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengukuran tingkat kesejahteraan yang diukur, melalui pengeluaran rumah tangga dengan berpedoman kepada garis kemiskinan. Menilai garis kemiskinan dengan cara menghubungkan tingkat pengeluaran rumah tangga dengan ukuran kecukupan pangan merupakan penilaian yang baik, dengan membuat ”patokan” penghasilan senilai harga beras sebagai ukuran garis kemiskinan, tingkat pengeluaran rumah tangga dipakai sebagai pengganti angka penghasilan dengan melihat sebagian pengeluaran rumah tangga adalah untuk makan pada taraf pengeluaran yang rendah. Klasifikasi tingkat kemiskinan masyarakat berdasarkan pengeluaran total per kapita per tahun yang diukur dengan nilai setara beras yaitu: 1. Miskin, pengeluaran rumah tangga di antara 240 sampai 320 kg nilai tukar berasorangtahun. Klasifikasi ini disebut lapisan ambang kecukupan pangan, dimana lapisan ini rumah tangga dapat mencapai kebutuhan minimum pangan kalori-protein. 2. Miskin sekali, pengeluaran rumah tangga diantara 180 sampai 240 kg nilai tukar berasorangtahun. 3. Paling miskin, pengeluaran rumah tangga dibawah 180 kg nilai tukar berasorangtahun.

III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pulosari, Kecamatan Pangalengan yang merupakan wilayah BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2006. B. Kerangka Pemikiran Masyarakat Indonesia sebagian besar adalah masyarakat petani, dimana sebagian besar bertempat tinggal di pedesaan. Keterbatasan sumberdaya manusia pedesaan dapat menimbulkan permasalahan, terutama masyarakat desa sekitar hutan. Desakan kebutuhan hidup menimbulkan efek negatif terhadap keamanan hutan, berupa gangguan kelestarian dan fungsi hutan. Perum Perhutani sebagai salah satu pengelola hutan sudah seharusnya dapat memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat terutama masyarakat sekitar hutan yang dapat diwujudkan dengan adanya keikutsertaan masyarakat di dalam kegiatan pengelolaan hutan. Selain itu juga upaya penerapan sistem Agroforestri dapat dikembangkan untuk pemanfaatan lahan secara optimal, sehingga masyarakat mendapatkan manfaat langsung yang diperoleh guna meningkatkan kesejahteraan mereka. Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut dalam penelitian ini dicoba untuk mengetahui bagaimana sitem pengelolaan kopi di bawah tegakan dalam program PHBM ini dapat memberikan kontribusinya terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. Dari kegiatan tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan peran aktif masyarakat dan rehabilitasi lahan, sehingga potensi lahan meningkat dan masyarakat dapat memperoleh manfaat yang optimal. Selanjutnya dapat memberikan rekomendasi kepada Perum Perhutani dan pihak lain yang membutuhkan. Diagram Kerangka berfikir tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Dokumen yang terkait

ANALISIS DAMPAK PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM) TERHADAP TINGKAT KESUBURAN LAHAN DAN PENDAPATAN PESANGGEM RKPH SEKAR BKPH NGANTANG KPH MALANG

1 5 2

Curahan Teuaga Kerja Pesanggem Kayu Putih dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Pesanggem di BKPH Sukun KPH Madiun

0 7 150

Kontribusi pendapatan penyadap getah pinus terhadap kebutuhan rumah tangga masyarakat sekitar hutan di RPH Gombeng, BKPH Ketapang, KPH Banyuwangi Utara, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

0 3 51

Analisis gender dalam kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) kasus di Desa Pulosari, RPH Pangalengan, BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

2 19 56

Kemandirian masyarakat desa sekitar hutan dalam melakukan usaha agroforestri: studi kasus usaha agroforestri tanaman kopi di BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

0 12 453

Kontribusi Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Hutan Lindung Terhadap Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga di Desa Criwik BKPH Gunung Lasem KPH Kebonharjo

1 6 55

Persepsi, Motivasi, dan Partisipasi Masyarakat terhadap Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di RPH Dayeuhluhur BKPH Wanareja KPH Banyumas Barat

2 12 54

Kontribusi Phbm Terhadap Perubahan Luas Hutan Dan Pendapatan Rumah Tangga Di Kph Ngawi, Jawa Timur

1 9 57

AGRIBISNIS KOPI LUWAK ARABIKA ( Studi Kasus Asosiasi Petani Kopi Luwak Three Mountain, Desa Pulosari, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung ).

0 10 30

Implementasi Kebijakan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di KPH Pasuruan BKPH Lawang Barat

1 1 4