Kopi Arabika Coffea Arabica Rumah Tangga

8 kadang-kadang hanya mengandung satu butir atau bahkan tidak berbiji hampa sama sekali Najiyati dan Danarti, 1999. Di dunia perdagangan, dikenal beberapa golongan kopi, tetapi yang paling sering dibudidayakan hanya kopi arabika, robusta, dan liberika. Penggolongan kopi tersebut umumnya didasarkan pada spesiesnya, kecuali kopi robusta. Kopi robusta bukan merupakan nama spesies karena kopi ini merupakan keturunan dari beberapa spesies kopi, terutama Coffea canephora. secara ekonomis pertumbuhan dan produksi tanaman kopi sangat tergantung pada atau dipengaruhi oleh keadaan iklim dan tanah. Kebutuhan pokok lainnya yang tak dapat diabaikan adalah mencari bibit unggul yang produksinya tinggi dan tahan terhadap penyakit. Setelah persyaratan tersebut dapat terpenuhi, suatu hal yang juga penting adalah pemeliharaan seperti pemupukan, pemangkasan, pohon peneduh dan pemberantasan hama penyakit AAK, 1988.

E. Kopi Arabika Coffea Arabica

Jenis Kopi yang diusahakan oleh petani peserta program PHBM di Desa Pulosari adalah jenis Arabika yang berasal dari Aceh Tengah. Kopi Arabika berasal dari Ethiopia dan Albessinia. Golongan ini merupakan yang pertama kali dikenal dan dibudidayakan oleh manusia, bahkan merupakan golongan kopi yang paling banyak diusahakan sampai akhir abad XIX. Setelah abad XIX dominasi kopi Arabika menurun, karena ternyata kopi ini sangat peka terhadap penyakit Hemeileia Vastatrix HV, terutama di dataran rendah Najiyati dan Danarti, 2001. Beberapa sifat penting kopi Arabika diantaranya: 1. Menghendaki daerah dengan ketinggian antara 700-1700 m dpl, dengan suhu 16-20°C 2. Menghendaki daerah yang mempunyai iklim kering atau bulan kering 3 bulan tahun secara berturut-turut, yang sesekali mendapat hujan kiriman 3. Umumnya peka terhadap serangan penyakit HV, terutama bila ditanam di dataran rendah atau kurang dari 500 m dpl 9 4. Rata-rata produksi sedang 4,5-5 ku kopi berashath, tetapi mempunyai kualitas dan harga yang relatif lebih tinggi dari kopi lainnya, dan bila dikelola secara intensif bisa mencapai 15-20 kuhath. Rendemen ±18 5. Umumnya berbuah sekali dalam setahun

F. Rumah Tangga

Rumah tangga merupakan semua anggota keluarga yang termasuk satu unit anggaran belanja keluarga satu dapur, termasuk anak yang sedang sekolah di kota atas biaya keluarga, orang lain yang ikut makan secara teratur meskipun tidak tidur di rumah, tidak termasuk orang yang tinggal di rumah, tapi tidak makan Saefudin dan Marisa, 1984. Menurut Kartasubrata 1986 menyatakan bahwa ciri-ciri umum rumah tangga petani di desa adalah sebagai berikut: 1. Rumah tangga mempunyai fungsi rangkap yaitu sebagai unit produksi, unit konsumsi, unit reproduksi dalam arti luas dan unit interaksi sosial ekonomi dan politik. 2. Tujuan utama rumah tangga di pedesaan adalah untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan para anggotanya. 3. Implikasi penting bagi pola penggunaan waktu adalah a rumah tangga petani miskin akan bekerja keras untuk mendapatkan produksi meskipun kecil, b mereka sering terpaksa menambah kegiatan bertani dengan pekerjaan-pekerjaan lain walaupun hasilnya lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil di dalam usaha taninya c rumah tangga petani miskin menunjukan ciri-ciri self exploitation. Sajogyo 1978 dalam Kartasubrata 1986 menggolongkan rumah tangga pedesaan dalam tiga lapisan yaitu: a. Buruh tani atau petani gurem adalah petani yang menguasai lahan 0,25 ha. b. Petani kecil adalah petani yang menguasai lahan antara 0,25-0,5 ha. c. Petani besar adalah petani yang menguasai lahan 0,5 ha. 10

G. Pendapatan Rumah Tangga

Dokumen yang terkait

ANALISIS DAMPAK PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM) TERHADAP TINGKAT KESUBURAN LAHAN DAN PENDAPATAN PESANGGEM RKPH SEKAR BKPH NGANTANG KPH MALANG

1 5 2

Curahan Teuaga Kerja Pesanggem Kayu Putih dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Pesanggem di BKPH Sukun KPH Madiun

0 7 150

Kontribusi pendapatan penyadap getah pinus terhadap kebutuhan rumah tangga masyarakat sekitar hutan di RPH Gombeng, BKPH Ketapang, KPH Banyuwangi Utara, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

0 3 51

Analisis gender dalam kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) kasus di Desa Pulosari, RPH Pangalengan, BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

2 19 56

Kemandirian masyarakat desa sekitar hutan dalam melakukan usaha agroforestri: studi kasus usaha agroforestri tanaman kopi di BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

0 12 453

Kontribusi Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Hutan Lindung Terhadap Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga di Desa Criwik BKPH Gunung Lasem KPH Kebonharjo

1 6 55

Persepsi, Motivasi, dan Partisipasi Masyarakat terhadap Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di RPH Dayeuhluhur BKPH Wanareja KPH Banyumas Barat

2 12 54

Kontribusi Phbm Terhadap Perubahan Luas Hutan Dan Pendapatan Rumah Tangga Di Kph Ngawi, Jawa Timur

1 9 57

AGRIBISNIS KOPI LUWAK ARABIKA ( Studi Kasus Asosiasi Petani Kopi Luwak Three Mountain, Desa Pulosari, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung ).

0 10 30

Implementasi Kebijakan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di KPH Pasuruan BKPH Lawang Barat

1 1 4