PROSPEK KEBERHASILAN PENGAMPUNAN PAJAK

250 untuk tidak akan menggunakan atau membocorkan informasi pribadi atau keuangan wajib pajak, menjaga kerahasiaan setiap informasi yang diperoleh, diterima, atau didapat, serta hanya mengizinkan petugas yang telah disahkan oleh hukum untuk menjalankan pemeriksaan data pribadi atau data keuangan wajib pajak. Jika terdapat perlakuan yang adil dan penghormatan atas hak- haknya, wajib pajak cenderung bersedia lebih patuh terhadap kewajiban perpajakannya. Sekali lagi perlu dipahami bahwa UU Pengampunan Pajak hanya dimaksudkan untuk mengampuni kewajiban pajak dan pidana pajak dan tidak dimaksudkan untuk mengampuni pidana lainnya . Apabila aparat penegak hukumpihak lain memiliki sumber data sendiri atas harta yang dilaporkan oleh wajib pajak dalam Surat Pernyataan maka atas harta yang dilaporkan dalam Surat Pernyataan dapat dijadikan sebagai objek sita, perampasan, objek sengketa perdata dan sebagainya.

5. PROSPEK KEBERHASILAN PENGAMPUNAN PAJAK

Kriteria keberhasilan dari pengampunan pajak seringkali disederhanakan hanya sebatas penerimaan pajak. Agaknya akademisi yang berkutat dalam penelitian mengenai pengampunan pajak memiliki bias secara statistik. Hal ini dapat dimaklumi karena data yang tersedia untuk publik adalah dana repatriasi maupun penerimaan tambahan. Namun, harusnya keberhasilan pengampunan pajak tidak hanya dilihat sebatas pada penerimaan apalagi tujuan utama program pengampunan pajak bukanlah hal tersebut. Kepatuhan pasca pengampunan pajak atau jangka panjang juga perlu dilihat sebagai indikator kesuksesan . Jika ditinjau dari statistik hasil dari program pengampunan pajak periode pertama 1 Juli-30 September 2015, terdapat sinyal positif . Pertama, partisipasi dari program ini sangat besar yaitu lebih dari 370.000 wajib pajak yang mana terdapat penambahan wajib pajak yang sama sekali baru sebesar 15.856. Selain itu, periode pertama ini juga diikuti oleh 62.354 wajib pajak yang selama ini terdaftar namun belum pernah melaporkan SPT sama sekali. Kedua, jumlah harta yang dilaporkan sebesar Rp3.620 triliun yang sebagian besar merupakan deklarasi harta dalam negeri. Kedua indikator ini jelas menunjukkan sinyalemen bahwa upaya ekstensifikasi dan perluasan basis Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id 251 pajak membuahkan hasil yang positif . Terakhir, walaupun kurang tepat untuk diperbandingkan, uang tebusan penerimaan yang diperoleh di periode pertama sudah mencapai Rp89,1 triliun atau 0,75 dari PDB Indonesia atau jauh lebih besar dari penerimaan program pengampunan pajak di negara- negara lainnya. Dengan demikian, dasar pemikiran diadakannya program pengampunan pajak sangat relevan dengan tiga tujuannya, yaitu: i mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan harta, yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar Rupiah, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi; ii mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi; dan iii meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan. Atau dengan kata lain, terdapat keterkaitan yang jelas antara ketiga tujuan tersebut dengan pengampunan pajak. Melihat indikator pencapaian dalam periode pertama UU Pengampunan Pajak di atas serta antusiasme masyarakat untuk ingin tahu lebih mendalam lagi terhadap UU Pengampunan Pajak dan pajak itu sendiri, dapat dikatakan UU Pengampunan Pajak telah menjalankan perannya sebagai jembatan transisi untuk menuju babak baru perpajakan Indonesia. Tentu ini akan menjamin kesinambungan penerimaan pajak untuk menopang keberlangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5. Prof. Dr. Romli Atmasasmita, S.H., LL.M.,