51
masyarakat menjadi fihak yang paling dirugikan. Karena masyarakat sebagai fihak yang memiliki kewajiban membayar pajak. Masyarakat menjadi pihak
yang harus menanggung beban atas kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.
Bahkan disaat target penerimaan pajak tercapai dan dianggap sebagai suatu
keberhasilan maka tahun berikutnya, target penerimaan akan ditetapkan lebih tinggi. Begitu pula sebaliknya akan lebih memberatkan masyarakat, jika
target penerimaan pajak tidak tercapai dan dianggap sebagai kegagalan. Karena pemerintah akan melakukan berbagai upaya, yang intinya akan
menaikan target penerimaan pajak. Pada akhirnya masyarakat hanya dipandang sebagai objek pengenaan pajak. Potensi pajak masyarakat yang
sesungguhnya tidak pernah tergali, bahkan cenderung menjadi semakin menjauh.
2. Sistem pajak Indonesia tidak memiliki Grand Design.
Dari hasil penelusuran serta wawancara mendalam, terbukti sejak
tax reform tahun 1983 sampai saat ini, sistem pajak Indonesia tidak pernah memiliki
Grand Design sebagai cetak biru
blue print dalam penyelenggaraan dan
pemungutan pajak .
Sistem pajak Indonesia, tidak memiliki arah yang jelas dan strategi dalam pencapaian cita-cita pajak bangsa.
Hal ini menjadikan tidak ada pedoman yang dapat dijadikan dasar dalam merancang kebijakan pajak. Pada akhirnya secara pragmatis, terminologi
tax ratio
dan maximum budget
menjadi dasar dalam proses pembuatan kebijakan. Begitu pula seringkali menjadikan pembenahan pajak Indonesia kurang tepat.
Bahkan tidak jarang menimbulkan masalah baru, yang seringkali menambah rumitnya permasalahan yang terjadi. Permasalahan pajak Indonesia juga
menjadi semakin sulit untuk dipetakan saat lembaga pajak terkait
stakeholders tidak memiliki data yang secara akurat dapat dijadikan acuan
dalam pembuatan kebijakan pajak.
3. Cita-cita pajak bangsa dan Grand Design.
Bila mengacu pada keterangan di Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Tatacara Perpajakan maka tertuang harapan serta
cita-cita bangsa Indonesia di bidang pajak. Cita-cita tersebut seharusnya menjadi tujuan bagi pemerintah dalam membangun sistem pajak Indonesia.
Cita-cita tersebut harus dituangkan dalam suatu
Grand Design .
Suatu Grand
Design pajak akan memuat rancangan besar sistem pajak Indonesia yang
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
52
akan membawa sistem pembangunan pajak Indonesia menuju cita-cita pajak bangsa. Grand design nantinya akan menjadi induk utama sebagai dasar
dalam membangun dan menyelenggarakan sistem pajak Indonesia.
Dengan adanya
Grand Design memudahkan dalam merancang pedoman
serta perbaikan tata kelola sistem perpajakan Indonesia. Sehingga sistem perpajakan Indonesia memiliki peta jalan
Road Map , yang berisi rencana
operasional tahapan serta langkah-langkah strategi yang berkelanjutan, dalam pencapaian sasaran pembangunan cita-cita pajak Indonesia.
Selain itu juga, melalui
Grand Design dapat dirancang cetak biru
Blue Print dari sistem pajak Indonesia.
Blue Print menurut definisi Wikipedia diartikan
sebagai kerangka kerja terperinci sebagai landasan dalam pembuatan kebijakan, yang meliputi penetapan tujuan dan sasaran, penyusunan strategi,
pelaksanaan program dan fokus kegiatan serta langkah-langkah implementasi yang harus dilakukan dari setiap lembaga sampai unit kerja terkecil dari
lembaga-lembaga pajak terkait.
Cita -cita dan harapan pajak Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum Tatacara Perpajakan tersebut adalah: 1. Wajib pajak merupakan subyek yang harus dibina dan diarahkan agar
mau dan mampu memenuhi kewajiban perpajakannya sebagai pelaksanaan kewajiban kenegaraan.
2. Tuntutan masyarakat terhadap adanya “aparatur perpajakan yang makin mampu dan bersih”.
3. Dengan adanya self assessment system
diharapkan pelaksanaan administrasi perpajakan yang berbelit-belit dan birokratis akan dihilangkan.
4. Ketentuan peraturan pajak yang baru akan lebih memperhatikan jaminan dan kepastian hukum mengenai hak dan kewajiban wajib pajak,
dengan demikian dapat merangsang peningkatan kesadaran dan tanggug jawab perpajakan dimasyarakat.
5. Administrasi perpajakan akan berperan aktif dalam melaksanakan pengendalian administrasi pemungutan pajak yang meliputi tugas-tugas
pembinaan, penelitian, pengawasan dan penerapan sanksi administrasi.
6. Pada akhirnya sistem yang terbangun diharapkan dapat menunjang
sepenuhnya laju pembangunan dan mempercepat terwujudnya perataan pendapatan masyarakat, peningkatan serta perluasan tingkat kesadaran
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
53
kewajiban perpajakan, perataan dan perluasan obyek kena pajak dan pengingkatan penerimaan Negara sejalan dengan perkembangan nasional
sehingga mempercepat terwujudnuya cita-cita P
roklamasi. Tujuan dan cita-cita bangsa tersebut dipertegas kembali pada revisi Undang-
Undang Pajak Tahun 1994 dan 2000, yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang
Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan. Dimana bukan hanya butir yang disebutkan diatas, tapi lebih diperluas lagi, dalam rangka memenuhi amanat
GBHN :
1. Menuju kemandirian bangsa dalam pembiayaan Negara dan pembiayaan pembangunan yang sumber utamanya berasal dari penerimaan pajak
2. Menunjang pemerataan pembangunan dan mendorong investasi 3. Menunjang usaha peningkatan ekspor
4. Menunjang usaha pengembangan usaha kecil 5. Menunjang usaha pengembangan sdm, tehnologi dan ilmu pengetahuan
6. Menunjang usaha pelestarian ekosistem 7. Menunjang usaha meningkatkan keadilan dalam partisipasi masyarakat
dalam pembiayaan pembangunan 8. Menunjang usaha terciptanya aparat pajak yang makin mampu
dan bersih, peningkatan pelayanan, penyederhanaan prosedur, peningkatan pengawasan, serta penegakan hukum yang berlaku
II. KEBIJAKAN TAX AMNESTY SEMAKIN MEMBUAT RAPUHNYA
SISTEM PAJAK INDONESIA.
Tidak adanya pedoman yang bisa dijadikan dasar, menjadikan pembuat kebijakan
Tax Amnesty lebih memfokuskan diri pada target penerimaan.
Kebijakan ini tentunya membuat semakin rapuhnya sistem pajak Indonesia :
1. Mengabaikan