Frase “Tidak Dapat” Pada Pasal 20 Undang-Undang No. 11 Tahun 2016

24 kepada wajib pajak yang tidak taat dalam melakukan pembayaran pajak, perihal ini merupakan suatu pengaturan yang bersifat inkonstitusional karena bertentangan dengan Pasal 28D ayat 1 Undang-Undang Dasar, sehinga sudah seharusnya dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai Uang tebusan adalah sejumlah uang yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan pengampunan pajak;

C. Frase “Tidak Dapat” Pada Pasal 20 Undang-Undang No. 11 Tahun 2016

Tentang Pengampunan Pajak, serta Frase “Tindak Pidana Lain” pada penjelasan Pasal 20 Undang-Undang No. 11 Tahun 2016 Bertentangan dengan Pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 Karena memberikan kekebalan penyelidikan, penyidikan, dan Penuntutan dalam tindak pidana perpajakan serta tindak pidana lain kepada Peserta Pengampunan Pajak sehingga mengintervensi kekuasaan kehakiman dalam penyelenggaraan penegakan hukum; 1. Bahwa, Kekuasaan Kehakiman adalah Kekuasaan yang bebas dan merdeka dalam menyelenggarakan peradilan dalam memeriksa, mengadili, dan memutus sebuah perbuatan pelanggaran terhadap hukum baik secara perdata, pidana maupun secara administratif guna menegakan hukum dan keadilan. Dalam melakukan upaya penegakan hukum tersebut, konstitusi menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang tidak dibatasi atau dikurangkan oleh kekuasaan eksekutif baik secara langsung maupun melalui kebijakan tertentu karena pencarian kebenaran hukum dan keadilan hukum adalah hak dasar yang tidak bisa dibatasi; 2. Bahwa, Pasal 20 Undang-Undang No. 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak mengatur bahwa Data dan informasi yang bersumber dari Surat Pernyataan dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Undang Undan ini tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, danatau penuntutan pidana terhadap Wajib Pajak. Pemaknaan “Data dan informasi yang bersumber dari Surat Pernyataan dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan atau penuntutan pidana Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id 25 terhadap Wajib Pajak” adalah peserta pengampunan pajak setelah membuat pernyataan kepada Kementrian Keuangan, dilepaskan dari pertanggungjawaban hukum baik secara pidana, perdata, maupun secara administratif sehingga memiliki kekebalan hukum terhadap perolehan dan atau sumber keuangan yang dinyatakan dan dilaporkan; 3. Bahwa, imunitas hukum berupa pelepasan pertanggungjawaban pidana secara Penyelidikan, Penyidikan, Penuntutan bagi Peserta Pengampunan Pajak diperluas oleh Penjelasan Pasal 20 Undang- Undang No. 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak, yang memberikan pemaknaan Frase tindak pidana dalam Pasal 20 Undang- Undang No. 11 Tahun 2016 sebagai, Tindak pidana yang diatur dalam pasal ini meliputi Tindak Pidana di Bidang Perpajakan dan tindak pidana lain. Perluasan pemaknaan tindak pidana, sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 20 Undang-Undang Pengampunan Pajak, membuat peserta pengampunan pajak tidak memiliki pertanggungjawaban hukum atas harta yang dinyatakan baik dalam pidana perpajakan maupun, dalam pidana umum; 4. Bahwa, kekebalan hukum atas pidana perpajakan serta pidana lain yang diperoleh peserta pengampunan pajak, secara langsung telah membuat pembatasan terhadap jangkauan kekuasaan kehakiman dalam penyelenggaraan pencarian kepastian dan keadilan hukum, pembatasan dan pengurangan kekuasaan kehakiman tersebut telah menyalahi dan bertentangan dengan Pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945; 5. Bahwa, dalam konsep Negara Hukum semua alat-alat perlengkapan negara, khususnya alat perlengkapan dari pemerintah dalam tindakan- tindakannya baik terhadap para warga negara maupun dalam saling berhubungan masing-masing tidak boleh sewenang-wenang, melainkan harus memperhatikan peraturan-peraturan hukum yang berlaku, dan dalam konteks kekuasaan kehakiman maka tidak ada satu aturan yang berlaku dengan membeda bedakan warga Negara dihadapan hukum dan pemerintahan; 6. Bahwa, menurut Sudargo Gautama terdapat ciri Negara hukum antara lain meliputi 1 Pembatasan kekuatan negara terhadap perorangan , Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id 26 maksudnya adalah negara tidak dapat bertindak sewenang-wenang, tindakan negara dibatasi oleh hukum, individu mempunyai hak terdapat negara atau rakyat mempunyai hak terhadap penguasa 2 Asas Legalitas, Setiap tindakan negara harus berdasarkan hukum yang telah diadakan terlebih dahulu yang harus ditaati juga oleh pemerintah atau aparatnya 3 Pemisahan Kekuasaan, pemisahan kekuasaan yang dimaksud terdiri dari Adanya jaminan atau hak dasar manusia, Adanya pembagian kekuasaan, Pemerintah berdasarkan peraturan hukum, Adanya peradilan administrasi Negara. Bahwa pemaknaan pemisahaan kekuasaan adalah penjalanan kekuasaan eksekutif tanpa mengintervensi kekuasaan legislative dan judikatif serta sebaliknya, dalam perihal ini Pemberlakukan Pasal 20 Undang-Undang No. 11 Tahun 2016 serta Penjelasan Pasal 20 Undang-Undang No. 11 Tahun 2016, secara langsung telah membuat batasan serta pengurangan terhadap sifat dan fungsi kemerdekaan kehakiman, pengurangan dan pembatasan ini telah membuat Pasal 20 serta Penjelasan Pasal 20 Undang-Undang Pengampunan Pajak bertabrakan dengan Undang- Undang 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang- Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian, Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 Tetang Kejaksaan Republik Indonesia, serta segala bentuk peraturan perundang-undangan yang peran dan fungsinya mendukung pelaksanaan pencarian kebenaran hukum dan keadilan; 7. Bahwa selanjutnya, pertentangan makna dan norma antara Pasal 20 dan Penjelasan Pasal 20 Undang-Undang Pengampunan Pajak dengan Pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Dasar, karena menyalahi suatu sistem bermasyarakat dan bernegara, dengan cara pemerintah membatasi kewenangan yudikatif dalam menjalankan proses pencarian keadilan, dan mengintervensi penegakan hukum melalui Pasal 20 dan Penjelasan Pasal 20 Undang-Undang Pengampunan Pajak, dengan memberikan imunitas hukum pidana perpajakan dan pidana lain yang timbul kepada peserta Pengampunan Pajak, norma dan asas imunitas atau kekebalan hukum pada Pasal 20 dan Penjelasan Pasal 20 undang- Undang No. 11 Tahun 2016 tersebut bersifat inkonstitusional karena telah bertentangan dengan Pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Dasar Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id 27 Negara Tahun 1945, sehingga sudah seharusnya dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat sepanjang dimaknai tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan atau penuntutan pidana di bidang perpajakan dan tindak pidana lain terhadap wajib pajak;

D. Frase “tidak dapat” dalam kalimat “tidak dapat dilaporkan, digugat,