Pengertian Frase “Uang Tebusan” dalam Ketentuan Pasal 1 Angka 7

21

B. Pengertian Frase “Uang Tebusan” dalam Ketentuan Pasal 1 Angka 7

yang direalisasikan pada Pasal 4 juncto Pasal 5 Undang-Undang pengampunan Pajak bertentangan dengan Pasal 28D ayat 1 Undang- Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum” 1. Bahwa, dalam ketentuan Pasal 1 Angka 7 Undang-Undang No. 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak, diuraikan bahwa Uang Tebusan adalah sejumlah uang yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan pengampunan pajak. Ketentuan tersebut secara implementatif dijelaskan dalam Pasal 4 ayat 1 yaitu Tarif Uang Tebusan atas Harta yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau Harta yang berada di luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dialihkan ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan diinvestasikan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu paling singkat 3 tiga tahun terhitung sejak dialihkan, adalah sebesar: a 2 dua persen untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak undang- undang ini mulai berlaku; b 3 tiga persen untuk periode penyampaian Surat pada bulan keempat terhitung sejak undang-undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2016; c 5 lima persen untuk periode penyampaian Surat Pernyataan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017; Atau untuk harta yang berada di luar wilayah Indonesia, tarif uang tebusan atas harta yang berada diluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebesar a 4 empat persen untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku; b 6 enam persen untuk periode penyampaian surat pernyataan pada bulan keempat terhitung sejak undang-undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2016; c 10 sepuluh persen untuk periode penyampaian surat pernyataan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id 22 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017; Atau bentuk pengampunan ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Angka 3 menyatakan tarif uang tebusan bagi wajib pajak yang peredaran usahanya sampai dengan Rp. 4.800.000.000 empat miliar delapan ratus juta, pada tahun pajak terakhir adalah sebesar : a 0.5 nol koma lima persen bagi wajib pajak yang mengungkapkan nilai harta sampai Harta sampai dengan Rp. 10.000.000.000 sepuluh miliar rupiah dalam surat pernyataan; atau b 2 dua persen bagi wajib pajak yang mengungkapkan nilai Harta lebih dari Rp. 10.000.000.000 sepuluh miliar rupiah dalam surat pernyataan , untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2017; 2. Bahwa, secara penjalanan “Uang Tebusan” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Angka 7 memiliki 2 dua implikasi yaitu pengampunan pajak sebesar 10 sepuluh persen terhadap objek wajib pajak yang diakui dan didaftarkan pertama kali oleh wajib pajak, kedua pengampunan pajak sebesar 10 sepuluh persen untuk pengalihan harta dari luar kedalam wilayah hukum Republik Indonesia, dimana uang tebusan yang dimaksud dalam Undang-Undang pengampunan pajak adalah bentuk perlakuan khusus pemerintah untuk penggelap dan penghindar pajak; 3. Bahwa, perlakuan khusus yang diberikan pemerintah kepada penggelap dan penghindar pajak telah menyebabkan kerugian untuk wajib pajak yang selama ini taat dalam melakukan pembayaran pajak dan Undang- Undang Pengampunan Pajak tersebut memberikan posisi berbeda antara peserta pengampunan pajak dengan wajib pajak yang selama ini taat membayar pajak, dimana wajib pajak yang membayarkan pajak tersebut, pajaknya telah dipergunakan untuk keperluan pemerintah yang dibukukan dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara pada tahun-tahun sebelumnya; 4. Bahwa, upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia baik dalam tataran konsep maupun penerapan secara teknis secara keseluruhan telah diregulasikan dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, keseluruhan perangkat tersebut telah Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id 23 terintegrasi dengan sistem perekonomian serta sistem penegakan hukum di Indonesia yang telah didesain dan diperbaharui secara terus menerus sehingga iklim perekonomian serta kesadaran atas perpajakan tidak memerlukan perangkat diluar dari perangkat yang tidak terintegrasi dengan sistem keuangan dan sistem penegakan hukum di Indonesia. Pengaturan perpajakan yang diatur melalui Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan telah mengatur mengenai penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap warga Negara pengempalangpenghindar pajak. Pengundangan Undang-undang Pengampunan Pajak yang bersifat menegasi pengaturan perpajakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah justru kontraproduktif dengan mekanisme penegakan perpajakan di Indonesia; 5. Bahwa, nilai-nilai dalam demokrasi mengatur kedudukan dan kapasitas warga negara adalah setara di hadapan hukum dan pemerintahan sebagaimana dijelaskan pada dictum menimbang International Covenant on Civil and Political Rights, yang menjelaskan bahwa ”sesuai dengan prinsip-prinsip yang diproklamirkan dalam Piagam Perserikatan Bangsa- Bangsa, pengakuan atas harkat dan martabat serta hak-hak yang sama dan tak terpisahkan dari seluruh anggota umat manusia merupakan landasan dari kebebasan, keadilan dan perdamaian di dunia” . Selanjutnya Pasal 28D ayat 1 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang menjelaskan bahwa, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum” 6. Bahwa, dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus berdasarkan pada asas pembentukan dasar dari Peraturan Perundang- undangan yang terdiri dari Kejelasan tujuan, Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis dan materi muatan, Dapat dilaksanakan, Kedayagunaan dan kehasilgunaan, Kejelasan rumusan, dan Keterbukaan. 7. Bahwa, dalam penerapan Pasal 1 Angka 7 Undang-Undang Pengampunan Pajak, pemerintah melakukan diskriminasi dengan memposisikan wajib pajak yang taat dengan yang tidak taat secara berbeda serta lebih cenderung kepada memberikan perlakuan khusus Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id 24 kepada wajib pajak yang tidak taat dalam melakukan pembayaran pajak, perihal ini merupakan suatu pengaturan yang bersifat inkonstitusional karena bertentangan dengan Pasal 28D ayat 1 Undang-Undang Dasar, sehinga sudah seharusnya dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai Uang tebusan adalah sejumlah uang yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan pengampunan pajak;

C. Frase “Tidak Dapat” Pada Pasal 20 Undang-Undang No. 11 Tahun 2016