Penegakan Hukum Pasca Pengampunan Pajak

243 ii Tantangan eksternal mengenai efektivitas pertukaran informasi juga masih membayangi. Walau sudah 104 negara yang berkomitmen, namun jumlah tersebut baru 50 dari total negara di dunia. Padahal, dalam konteks penyelesaian persoalan pajak yang bersifat internasional dibutuhkan suatu kesepakatan yang mengikat secara multilateral. Kesepakatan yang hanya dilakukan oleh sebagian negara subset of countries tetap menyisakan celah untuk adanya aliran dana ke tempat-tempat yang masih belum berpartisipasi dalam AEoI. Dari 49 negara tax haven yang ada, baru sekitar 30 negara yang terlibat. Itupun belum mempertimbangkan preferential tax regime negara dengan rezim ring fencing atau wilayah dalam suatu negara yang sengaja dibentuk sebagai offshore financial center seperti di Labuan Malaysia, Basque Spanyol atau Delaware Amerika Serikat. Selain itu, tidak adanya mekanisme punishment dari Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes juga menciptakan keraguan mengenai efektivitas AEoI . Singkatnya, pertukaran informasi secara otomatis yang digaungkan tersebut masih memiliki unsur ketidakpastian . Walaupun pengampunan pajak diajukan sebagai antisipasi ketidakpastian implementasi pertukaran informasi secara otomatis di masa mendatang, namun kehadirannya tidak dimaksudkan untuk menggagalkan hal tersebut . Ide mengenai transparansi dan keterbukaan justru menjadi salah satu elemen penting dari program pengampunan pajak di Indonesia. Sebagai contoh, hal tersebut terlihat dari kewajiban untuk membubarkan special purpose vehicle SPV dan melakukan pengalihan hakbagi wajib pajak yang memiliki harta tidak langsung melalui SPV. Akan tetapi, mempertimbangkan bahwa kehadiran SPV bukan selalu untuk kepentingan pajak, namun juga untuk kebutuhan bisnis, maka keharusan untuk membubarkannya menjadi opsional. Ketentuan tersebut sekaligus juga menyeimbangkan antara transparansi dan upaya untuk menjaga aktivitas ekonomi lintas yurisdiksi.

3.5. Penegakan Hukum Pasca Pengampunan Pajak

Mengacu pada teori dan pengalaman di berbagai negara, dalam jangka panjang, efek dari pengampunan pajak terhadap kepatuhan pajak dan juga penerimaan hanya akan berdampak positif jika terdapat peningkatan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id 244 penegakan hukum pajak pasca diadakannya pengampunan pajak. Dengan demikian, wajib pajak secara rasional akan cenderung melihat bahwa biaya untuk tidak patuh akan lebih besar karena pelanggaran atas ketidakpatuhan akan mudah terdeteksi . Terdapat tiga argumen mengapa program pengampunan pajak di Indonesia harus dilakukan saat ini tanpa menunggu, misalnya, era keterbukaan informasi yang akan datang di tahun 2018, yaitu: i Perubahan lanskap pajak di masa yang akan datang memungkinkan semakin mudahnya penegakan hukum law enforcement oleh otoritas pajak . Dengan demikian, terdapatdaya tawar bargaining power yang semakin besar bagi pemerintah di mata wajib pajak. Dengan demikian, bayangan tentang perubahan di masa mendatang telah menciptakan peluang keberhasilan probability of success yang semakin besar bagi program pengampunan pajak; ii Program pengampunan pajak memberikan suatu masa transisi dan peringatan bagi wajib pajak . Di negara berkembang, ketidakpatuhan wajib pajak juga diakibatkan oleh sistem administrasi pajak yang tidak sedemikian baik di masa lalu. Oleh karena itu, pengampunan pajak dapat dibaca sebagai kesempatan terakhir , uluran tangan , dan salah satu bentuk memahami ketidakpatuhan wajib pajak di masa lalu; iii Pengampunan pajak sejatinya merupakan salah satu wujud upaya pemerintah untuk membangun transparansi data dengan suatu kesukarelaan dari wajib pajak untuk mengungkapkan harta yang belum atau belum sepenuhnya dilaporkan dalam SPT. Dengan demikian, pengampunan pajak justru sangat relevan dengan era keterbukaan informasi.

4. DESAIN PENGAMPUNAN PAJAK