Arah Sistem pajak Indonesia tidak memiliki Grand Design.

50 menyangkut jumlah yang material. Seringkali kasus keberatan di tolak bukan karena tingkat kebenaan kasus tersebut, tapi lebih dikarenakan pertimbangan dampak terhadap target penerimaan. Walaupun hal tersebut tidak melanggar aturan, namun cara tersebut tidaklah sesuai dengan prinsip self assessment system. Karena akan menimbulkan efek negatif terhadap kepatuhan wajib pajak. Selain itu juga dalam jangka panjang dapat menimbulkan kekacauan misalkan potensi pajak masing-masing KPP sulit terukur, momentum pengenaan pajak menjadi tidak jelas, kesulitan dalam menilai prestasi kerja aparatur pajak, menyuburkan terjadinya korupsi dll.

5. Maksimalisasi target penerimaan pajak.

Dengan prinsip sistem self assessment, target penerimaan seharusnya mengarah pada titik paling optimum yang bisa digali optimalisasi . Idealnya pemungutan pajak tidak melebihi titik optimum atau bahkan melebihi potensi pajak sesungguhnya. Sebagai salah satu upaya yang dapat dilakukan dengan penggalian potensi penerimaan melalui profiling dan bencmarking wajib pajak potensial. Profiling dilakukan untuk mengetahui profil setiap wajib pajak dan akan dikelompokan berdasarkan jenis usaha yang sama, sehingga Ditjen Pajak memilliki acuan benchmark mengenai kondisi usaha dan laba yang diperoleh wajib pajak disektor tertentu. Kegiatan ini seharusnya lebih di intensifkan sehingga dapat memetakan potensi setiap wajib pajak, berapa tingkat optimum pajak yang mampu mereka bayar. Namun pada kenyataannya selama ini, kebijakan pajak lebih mengarah pada target penerimaan setinggi-tingginya maksimalisasi . Hal ini tentunya dapat memberatkan masyarakat, yang pada akhirnya merusak fungsi pembinaan dan menurunkan kepercayaan masyarakat akan pajak.

B. P embangunan

sistem pajak yang tidak mengarah pada cita-cita pajak bangsa.

1. Arah

kebijakan yang bertumpu pada target penerimaan Dari tahun ke tahun pembuat kebijakan lebih berfokus pada pencapaian target penerimaan. Ada kecendrungan pembuat kebijakan lebih fokus pada bagaimana menaikan target penerimaan. Perangkat hukum tinggal disiapkan agar kebijakan tersebut menjadi legal . Tentu saja tolok ukur target penerimaan, pada akhirnya menjadikan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id 51 masyarakat menjadi fihak yang paling dirugikan. Karena masyarakat sebagai fihak yang memiliki kewajiban membayar pajak. Masyarakat menjadi pihak yang harus menanggung beban atas kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Bahkan disaat target penerimaan pajak tercapai dan dianggap sebagai suatu keberhasilan maka tahun berikutnya, target penerimaan akan ditetapkan lebih tinggi. Begitu pula sebaliknya akan lebih memberatkan masyarakat, jika target penerimaan pajak tidak tercapai dan dianggap sebagai kegagalan. Karena pemerintah akan melakukan berbagai upaya, yang intinya akan menaikan target penerimaan pajak. Pada akhirnya masyarakat hanya dipandang sebagai objek pengenaan pajak. Potensi pajak masyarakat yang sesungguhnya tidak pernah tergali, bahkan cenderung menjadi semakin menjauh.

2. Sistem pajak Indonesia tidak memiliki Grand Design.

Dari hasil penelusuran serta wawancara mendalam, terbukti sejak tax reform tahun 1983 sampai saat ini, sistem pajak Indonesia tidak pernah memiliki Grand Design sebagai cetak biru blue print dalam penyelenggaraan dan pemungutan pajak . Sistem pajak Indonesia, tidak memiliki arah yang jelas dan strategi dalam pencapaian cita-cita pajak bangsa. Hal ini menjadikan tidak ada pedoman yang dapat dijadikan dasar dalam merancang kebijakan pajak. Pada akhirnya secara pragmatis, terminologi tax ratio dan maximum budget menjadi dasar dalam proses pembuatan kebijakan. Begitu pula seringkali menjadikan pembenahan pajak Indonesia kurang tepat. Bahkan tidak jarang menimbulkan masalah baru, yang seringkali menambah rumitnya permasalahan yang terjadi. Permasalahan pajak Indonesia juga menjadi semakin sulit untuk dipetakan saat lembaga pajak terkait stakeholders tidak memiliki data yang secara akurat dapat dijadikan acuan dalam pembuatan kebijakan pajak.

3. Cita-cita pajak bangsa dan Grand Design.