Dedesen sebagai Penyebab Berkurangnya Ikan Depik

4.2.2 Dedesen sebagai Penyebab Berkurangnya Ikan Depik

Ikan endemik Danau Laut Tawar yaitu ikan Depik, berada dalam kondisi diambang kepunahan. Informasi mengenai kondisi ikan Depik ini diperoleh dari sebuah organisasi nirlaba yang bergerak dalam isu-isu lingkungan dan konservasi ikan Depik dan ikan Kawan, atau The International Union for Conservation of Nature IUCN. Organisasi ini telah mencantumkan ikan Depik dan ikan Kawan ke dalam daftar merah jenis ikan-ikan yang terancam punah The Red List of Threatened Species. Ada beberapa faktor yang menyebabkan populasi ikan Depik menurun, yaitu nelayan mengeksploitasi ikan Depik tanpa memperhatikan populasi ikan Depik. Ditambah lagi dengan adanya doran atau jaring, maka semakin tidak terkontrol jumlah ikan Depik yang ditangkap atau disebut over fishing. Bisa dikatakan nelayan ikan Depik hanya menguras kekayaan Danau Laut Tawar yaitu ikan Depik, tetapi dalam hal ini kesalahan tidak dapat dilimpahkan secara penuh kepada nelayan. Karena alasan mengapa mereka mengeksploitasi ikan Depik, jawabannya yaitu karena ikan Depik tidak dapat dibudidayakan. Seorang nelayan Depik dedesen bernama Aman Fijas berumur 54 tahun, pernah membuat suatu percobaan walaupun percobaan ini sifatnya sambilan saja dan tidak terfokus. Aman Fijas ini mengambil satu ikan Depik dari dedesen miliknya dalam keadaan hidup, dan memasukkannya ke dalam bak dan bisa bertahan hidup selama seminggu. Selama seminggu itu ikan Depik yang dijadikan sebagai percobaan telah berubah warna pada punggungnya yang awalnya di punggung ikan Depik berwarna hitam berubah menjadi putih. Namun karena penelitian ini sifatnya sambilan maka tidak diteruskan lagi. Universitas Sumatera Utara Aman Fijas kemudian memberikan penjelasan tentang perbedaan antara ikan Depik yang didapat dari dedesen dan ikan Depik yang didapat dari doran, dari penjelasan ini mungkin dapat dihubungkan dengan perubahan warna pada punggung ikan Depik. Ikan Depik yang didapat dari dedesen punggungnya berwarna hitam, sedangkan yang didapat dari doran berwarna putih dan sedikit kemerahan. Pada hal ini Aman Fijas memberikan analisa, bahwa ikan Depik yang dari dedesen tidak terkena intensitas cahaya matahari pada saat berada di danau, karena berada di dalam gua yang ada di danau. Sedangkan ikan Depik yang didapat dari doran memiliki warna punggung putih dengan sedikit kemerahan, karena pada saat di tengah danau ikan Depik mendapatkan intensitas cahaya matahari. Berikut penuturan dari informan. “Kalo yang dedesen itu itam, itam baju itu dek itam terus kayak gini itamnya belakangnya. Berarti dia mungkin di tengah sana enggak kenak sinar matahari entah mungkin di dalam gua. Iya kan… itu bedanya lah, kalo kita lihat bedanya tu apa kalo yang kenak jaring tu kadang agak merah-merah dia udah putih merah udah enggak begitu itamlah pokoknya. Kalo kena dedesen itu itam, itam belakangnya. Itam kalo yang baru masuk itu enggak pernah pun mau nimbul dia.” Ada pernyataan yang disampaikan oleh informan yang sama, bahwa seorang peneliti dari Malaysia yang ahli dibidang perikanan air tawar yaitu ikan Kawan dan ikan Depik, peneliti tersebut mengatakan kepada informan bahwa dedesen sebagai penyebab berkurangnya ikan Depik. Sempat ada perdebatan diantara peneliti dari Malaysia tersebut dengan informan, karena usaha yang dimilikinya secara turun temurun di tuding sebagai penyebab turunnya populasi Depik. Lalu informan memberikan penjelasan kepada peneliti perikanan tersebut dengan menyatakan bahwa dedesen sudah ada dari jaman dulu. Kalau memang dedesen sebagai penyebab dari turunnya jumlah populasi ikan Depik, maka penurunan jumlah ikan Depik sudah terjadi sejak dahulu sebelum masuknya doran. Universitas Sumatera Utara Alasan ini masuk akal karena jumlah dedesen sekarang lebih sedikit dari pada zaman dahulu sebutkan saja pada tahun 1970-an, kini hanya tertinggal lebih kurang 10 orang yang masih menggunakan teknik dedesen yang lainnya menggunakan doran. Di lihat dari penjelasan ini sepertinya pendapat para peneliti dari perikanan tersebut sedikit terbantahkan. Banyak dari para ahli di bidang perikanan air tawar yang melakukan penelitian tentang ikan Depik, namun belum ada yang mengatakan secara pasti bahwa ikan Depik dapat dibudidayakan. Seperti yang disampaikan oleh informan bernama ibu Ami berumur 53 tahun. “Bertelurnya kayak mana jadi kayak orang laen yang di tipi-tipi tu dia dibudidayakan terus dari, dari tambak ni bertelornya nanti diambil dari ikan ini kan ada tu kan, dia suntik di situ udah bertelor dibadannya itu nanti kalo udah tua baru dikeluarin lagi, di taruk disatu tempat lagi baru menetas. Jadi tau kita berapa hari atau berapa bulan baru… ini lah enggak ada.” Informan juga menjelaskan bahwa penyebab turunnya jumlah populasi ikan Depik karena masuknya doran atau jaring ke dalam sistem penangkapan ikan Depik dengan alasan, ikan-ikan yang terjaring adalah ikan yang akan bertelur dan ikan Depik yang masih muda atau bibitnya sehingga tidak dapat tumbuh dan berkembang. Berikut penuturan informan. “Jadi katanya katanya begini penyebabnya kekurangan ikan tu punahnya ikan Depik tu lantaran dedesen. Katanya… ya kan. Padahal enggak, padahal dari zaman dulu udah ada dedesen. Jaring endak ada kan, kami kan karena jaring tu belom, belom waktunya dia bertelor udah kenak di jaring tu ya kan. Kan enggak ada lagi bibitnya kan jadi dia enggak berkembang. Kalo dedesen itu enggak paling-paling yang bertelor tu baru kita angkat.” Walaupun demikian ditekankan kembali bahwa kesalahan tidak dapat dilimpahkan secara penuh kepada nelayan ikan Depik dengan cara doran ataupun dedesen. Tidak ada gunanya apabila hanya melemparkan kesalahan pada satu pihak, yang Universitas Sumatera Utara sangat diperlukan dalam menangani hal ini adalah membatasi jumlah tangkapan ikan Depik agar mencegah terjadinya over fishing. Kemudian menjaga kelestarian Danau Laut Tawar dengan cara menjaga kebersihan di sekitar danau tidak membuang limbah, tidak menebang pohon yang ada di sekitar danau. yang terakhir yaitu pemerintah, nelayan dan masyarakat di daerah setempat bersinergi untuk menjaga kelestarian Danau Laut Tawar.

4.3 Penyangkulen dan Dedesen merupakan Teknologi Tradisional