laki-laki. Apabila mereka memiliki anak perempuan maka akan disapa dengan aman ipak ayah dari anak perempuan dan inen ipak ibu dari anak perempuan. Untuk sapaan
yang sifatnya tetap biasanya diambil dari nama anak pertamanya misalnya anak pertamanya bernama Genali, maka akan disapa dengan aman Genali ayah Genali dan
inen Genali ibu Genali. Sehubungan dengan istilah kekerabatan Orang Gayo yang bersifat patrilineal memiliki enam tingkat ke atas dan tiga tingkat ke bawah ego. Enam
tingkat ke atas yaitu ama ayah, mpu, datu uyut, muyang, nini, entah. Dantiga tingkat dibawah ego yaitu anak, kumpucucudan piut buyut.
Namun kini sebutan kekerabatan dalam istilah Gayo sudah kabur, karena kebanyakan Orang Gayo sudah tidak menggunakan sebutan kekerabatan dalam bahasa
Gayo. Ini mungkin disebabkan oleh masuknya budaya luar dan bahasa Indonesia yang kemudian digunakan Orang Gayo dalam sebutan kekerabatan, misalnya sebutan inesudah
diganti dengan sebutan mamak, mama, dan ibu. Dan sebutan ama diganti dengan sebutan ayah, bapak, dan papa. Sebutan anan diganti dengan nenek, dan sebutan untuk awan
diganti dengan kakek.
2.6.2.2 Agama
Keberadaan Islam di Tanah Gayo diduga sudah cukup lama, kemungkinan lebih lama dari masuknya Islam ke Aceh. Adanya dugaan ini berdasarkan adanya batu nisan
yang bertuliskan Allah dan Muhammad dalam tulisan Arab. Batu nisan tersebut diduga berasal dari masa yang lebih tua dari jaman Islam, bentuk batu nisan tersebut berbentuk
seperti menhir yang mungkin berasal dari megalitik. Perkembangan agama di Tanah Gayo ada tiga tahap yang dilihat dari bagaimana
mereka mengamalkan ajaran agama tersebut. Yang pertama yaitu perkembangan sebelum masuknya agama Islam mereka masih mempercayai animisme mempercayai kekuatan-
Universitas Sumatera Utara
kekuatan gaib yang ada di pohon-pohon besar, batu-batu besar, mata air dsb. Pada masa ini mereka sudah fanatik dengan Islam, mereka pantang disebut kafir, agama Islam tidak
boleh dihina walaupun mereka sendiri juga belum mengamalkan ajaran Islam sepenuhnya. Saat itu mereka belum memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai
ajaran Islam, mereka hanya mengerjakan ajaran Islam seperti; melaksanakan khitan, menjalankan kenduri maulud, dan melaksanakan kenduri mayit. Walaupun begitu ada
juga yang telah mengerjakan ajaran Islam yang paling pokok seperti sholat, puasa dan bayar zakat. Orang-orang tersebut biasanya sudah berusia lanjut dan sudah bergelar
Tengku . Kemudian perkembangan dimana Orang Gayo sudah beragama Islam namun
Animisme masih juga dirasakan. Yang terakhir yaitu perkembangan dimana Orang Gayo sudah mengamalkan ajaran Islam secara murni dengan cepat. Lalu pada tahun 1928
Muhammaddiyah berdiri di sekitar kota Takengon dan beberapa desa yaitu desa Teritit dan Bintang. Melalatoa;1981
Kini agama Islam masih mendominasi di Aceh Tengah dan pada Orang Gayo khususnya, ada juga agama lain seperti Kristen dan Budha. Biasanya agama Kristen dan
Budha dianut oleh para pendatang dari daerah lain seperti Batak dan Cina. Walaupun begitu mereka hidup dalam rasa toleransi yang tinggi dan saling menghormati.
2.6.2.3
Bahasa
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Orang Gayo memiliki kelompok-kelompok, kelompok tersebut antara lain orang Gayo Lut, Gayo Deret, Gayo Lues, Gayo Serbejadi,
dan Gayo Kalul. Karena kelompok-kelompok tidak tinggal dalam satu lingkup atau wilayah, maka dalam bahasa mereka memiliki dialeg tersendiri. Dialek tersebut dibagi
Universitas Sumatera Utara
menjadi dua yaitu dialek Gayo Lut, yang terdiri dari sub-dialek Gayo Lut dan Gayo Deret kemudian memiliki sub-subdialek yaitu Bukit dan Cik. Dan yang kedua yaitu Dialek
Gayo Lues yang terdiri dari sub-dialek Gayo lues dan Serbejadi, sub dialek Serbejadi terbagi lagi kedalam dua sub-subdialek yaitu sub-subdialek Serbejadi dan sub-subdialek
Lukup. Berdasarkan pemencarannya bahasa Gayo dan bahasa Aceh terjadi pada tahun
1515 SM dengan jangka kesalahan 423 tahun. Bahasa Gayo dan bahasa Karo pada tahun 609 SM dengan jangka kesalahan 340 tahun Melalatoa;1981. Pemencaran bahasa ini
juga mematahkan dugaan bahwa Orang Gayo merupakan sekelompok orang yang tidak mau masuk Islam, dengan bukti Orang Gayo ada jauh sebelum kedatangan Islam di Aceh.
Bahasa Gayo juga menyerap pengaruh bahasa Melayu, ini dikarenakan adanya hubungan komunikasi dengan Orang Temiang dan Orang Gayo yang bekerja di
perkebunantembakau di Sumatera bagian Timur, Langkat. Walaupun begitu bahasa Gayo tidak memiliki dialek yang sama dengan bahasa Melayu maupun Aceh.Hurgronje;1996
2.6.3 Sarana dan Prasarana