Orang Gayo memiliki pengetahuan mengenai penangkapan ikan Depik seperti teknik penangkapan penyangkulen dan dedesen.Penangkapan dengan menggunakan
teknik penyangkulen merupakan salah satu teknik yang digunakan Orang Gayo untuk menangkap ikan Depik dengan rangkaian batang bambu dan doran atau jaring.Sedangkan
teknik dedesen digunakan sebagai perangkap ikan Depik dengan menggunakan susunan batu yang dibentuk menyerupai parit, kemudian diujung parit tersebut diletakkan bubu
sehingga ikan Depik terperangkapdi bubu tersebut. Orang Gayo juga mengetahui perilaku ikan Depik, biasanya ikan Depik hanya dapat berkembang biak di air yang dingin dan
jernih.
1.2 Tinjauan Pustaka
Manusia secara alamiah berinteraksi dengan lingkungannya, manusia sebagai aktor atau pelaku dan dipengaruhi oleh lingkungan tersebut. Manusia sangat menentukan
keramahan lingkungan terhadap kehidupannya sendiri dengan melalui perlakuan manusia terhadap lingkungannya. Manusia dapat memanfaatkan lingkungan tetapi manusia juga
perlu untuk memelihara lingkungan agar tingkat kemanfaatannya bisa dipertahankan dan ditingkatkan. Sikap manusia dalam mengelola lingkungannya pada akhirnya akan
mewujudkan pola-pola peradaban dan kebudayaan. Para ahli antropologi juga menyadari bahwa alam sekitar akan mempengaruhi kebudayaan meskipun tidak selalu bersifat
negatif. Para ahli tersebut antara lain AndrewVayda dan Roy A.Rappaport dalam
Poerwanto,2000:73 yang melakukan penelitian pada orang Maring Tsembaga di daerah Papua New Guinea. Penelitian tersebut memberikan hasil bahwa lingkungan alam di
Tsembaga mempengaruhi kebudayaan seperti; adanya upacara memburu babi secara besar-besaran yang dilakukan setahun sekali di kalangan Tsembaring adapun syaratnya
Universitas Sumatera Utara
dalam pemburuan babi tersebut yaitu para pemburu tidak boleh membunuh anak babi, dalam upacara ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan hubungan antarkelompok,
termasuk menata kembali berbagai sumber penghidupan dan menambah protein. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Andrew Vayda dan Roy A.Rappaport
dapat disimpulkan bahwa budaya sebagai sistem rancangan gagasan, seperti yang dinyatakan oleh Roger M. Keesingseperti berikut:
“…budaya sebagai sistem rancangan gagasan, yang sedikit-banyak dimiliki bersama untuk kehidupan dan merupakan kekhususan
masyarakat tertentu. Rancangan gagasan ini hanya merupakan satu perangkat dari unsur-unsur yang membentuk tingkah laku suatu
populasi dalam suatu ekosistem…”1992:146
Riwayat studi antropologi ekologi sudah ada pada tahun 1930-an oleh Juliant H. Steward, berkat karyanya eseinya yang berjudul “The Economic and Social Basis of
Primitive Bands” tahun 1936. Pada esei tersebut Steward membuat pertanyaan yang utuh yaitu “bagaimana interaksi antara kebudayaan dan lingkungan yang dianalisis dalam
kerangka sebab-akibat in-causal terms, tanpa harus masuk ke dalam partikularisme”. Steward kemudian menjelaskan hubungan lingkungan dan kebudayaan dalam bukunya
“Theory of Culture Change” pada tahun 1955. Dalam buku tersebut Steward menjelaskan, mendefinisikan, dan mengembangkan “ekologi budaya”. Menurut
StewardPutra, 1994:3 “…beberapa sektor kebudayaan lebih erat kaitannya dengan
pemanfaatan lingkungan dari pada sektor-sektor yang lain. Sektor- sektor yang penting ini disebut sebagai inti budaya cultural core”
Persfektif ekologi budaya unsur-unsur pokoknya adalah “pola-pola perilaku” behaviors patterns, yakni kerja work dan teknologi yang dipakai dalam proses
pengolahan atau pemanfaatan lingkungan. Menurut Julian Steward kebudayaan cenderung tunduk pada lingkungan yang kuat dan bahwasannya analisis ekologi dapat
Universitas Sumatera Utara
digunakan untuk menjelaskan kesamaan-kesamaan lintas budaya. Metode ekologi kebudayaan meliputi analisis:
1. Hubungan antara lingkungan dan teknologi eksploitasi atau produktif .
2. Hubungan antara pola-pola “perilaku” dan teknologi eksploitatif.
3. Seberapa jauh pola-pola “perilaku” itu mempengaruhi sektor-sektor lain dari
kebudayaan steward, 1995:40-41 Dalam konteks antropologi persfektif ekologi merupakan suatu upaya untuk
mendapatkan kerangka analisis, terutama dalam konteks saling pengaruh dan mempengaruhi antara manusia dan organisme yang ada dialam lingkungannya. Menurut
Steiner 2002 ruang lingkup ekologi manusia ialah; Set of connected stuff sekelompok unsur yang saling terkait; Integrative traits ciri-ciri yang integratif; Scaffolding of place
and change perancah tempat dan perubahan.Para ahli lingkungan pada umumnya membagi kriteria lingkungan hidup dalam tiga golongan, yaitu:
1. Lingkungan fisik: segala sesuatu di sekitar kita sebagai benda mati.
2. Lingkungan biologis: segala sesuatu di sekitar kita sebagai benda hidup.
3. Lingkungan sosial, merupakan manusia yang hidup secara bermasyarakat.
Kehidupan lingkungan sangat tergantung pada ekosistemnya maka dari itu, masyarakat harus terus didorong untuk mencintai; memelihara; dan bertanggung jawab
terhadap kerusakan lingkungan. Karena untuk menjaga semua itu tidak ada yang bisa diminta untuk pertanggungjawaban kecuali manusia yang merupakan pelaku pengguna
lingkungan itu sendiri. Berikut peran lingkungan bagi individu manusia, yaitu:
1. Alat untuk kepentingan dan kelangsungan hidup manusia dan menjadi alat
pergaulan sosial. 2.
Tantangan bagi individu dan individu berusaha untuk dapat mengatasinya.
Universitas Sumatera Utara
3. Sesuatu yang diikuti individu. Lingkungan yang beraneka ragam senantiasa
memberikan rangsangan kepada individu lain untuk berpartisipasi dan mengikutinya serta berupaya untuk meniru dan mengidentifikasinya, apabila
dianggap sesuai dengan dirinya. 4.
Objek penyesuaian diri bagi individu, baik secara alloplastis maupun autoplastis. Penyesuaian diri alloplastis merupakan individu tersebut berusaha untuk merubah
lingkungan. Tumanggor,dkk.2010 Manusia dan kebudayaan melihat lingkungan alam dan fisik menggunakan
pandangan yang berbeda sehingga mereka memiliki kebudayaan yang berbeda, menginterpretasikan dan merasakan lingkungan alam fisik yang berbeda. Peranan
kebudayaan dalam menjembatani hubungan antara manusia dengan lingkungan alam dan fisiknya. Faktor-faktor lingkungan dan kebudayaan dilihat sebagai suatu bagian dari suatu
sistem yang satu yang saling berkaitan dan saling pengaruh-mempengaruhi, sejalan dengan pendekatan yang dilakukan oleh Geertz 1968: 9-10 dalam uraiannya mengenai
kebudayaan sawah dari petani Jawa. Konsep involusi pertanian Cliford Geertz Fedyani:2005 yang melakukan
penelitian di Mojokuto menguraikan pola-pola kebudayaan yang gagal menstabilkan maupun mengubah dirinya menjadi pola yang baru, tetapi terus berkembang menjadi
semakin rumit ke dalam sistem. Relevansi dari konsep involusi pertanian adalah fragmentasi lahan pertanian di Jawa merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya
migrasi dari desa ke kota, dan sebagian besar migran tersebut miskin dan tidak lagi mempunyai tanah di desa.
Konsep kebudayaan yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti konsep kebudayaan James Spradley. Konsep kebudayaan James Spradley yaitu kebudayaan
sebagai sebuah sistem pengetahuan yang diperoleh manusia melalui proses belajar, yang
Universitas Sumatera Utara
mereka gunakan untuk menginterpretasikan dunia sekeliling mereka dan sekaligus menyusun strategi perilaku dalam menghadapi dunia sekeliling mereka
spradley:1997.Menurut Spradley kebudayaan berada di dalam mind pikiranmanusia yang diperoleh dari proses belajar dan diterapkan atau digunakan di kehidupan mereka
dan dijadikan pula sebagai strategi untuk hidup. Untuk mengetahui pengetahuan dan mind yang dimiliki individu atau masyarakat yaitu menggunakan metode folk taksonomi.
Pendekatan ini merupakan aliran dari antropologi kognitif yang berasumsi bahwa setiap masyarakat mempunyai satu sistem yang unik dalam mempersepsikan dan
mengorganisasikan fenomena material, seperti benda-benda, kejadian dan emosi. Maka dari itu, kajian pada penelitian yang akan dilakukan mengarah pada cara fenomena
diorganisasikan dalam pikiran mind manusia. Budaya yang ada didalam pikiran mind manusia dan bentuknya adalah organisasi pikiran tentang fenomena material.
Pengetahuan lokal yang dimiliki oleh orang Gayo mengenai ekosistem ikan Depik juga merupakan budaya yang ada didalam pikiran mind orang Gayo, yang mungkin dari
pengetahuan tersebut diterapkan dan menjadi sebuah kearifan lokal Orang Gayo. Budaya yang didapat oleh Orang Gayo melalui proses belajar dan diinterpretasikan ke dunia
sekelilingnya dan dijadikan strategi dalam menghadapi dunia sekelilingnya. Berbicara tentang kearifan lokal, konsep kearifan lokal yang saya gunakan mengacu kepada defenisi
kearifan lokal menurut Keraf 2002, kearifan lokal adalah semua bentuk yang berhubungan pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan
atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Berdasarkan konsep kearifan lokal yang saya gunakan dalam penelitian ini,
maka kearifan lokal orang gayo tentang ekosistem ikan Depik merupakan bentuk dari hubungan pengetahuan, keyakinan, pemahaman serta kebiasaan perilaku orang gayo
dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis.
Universitas Sumatera Utara
Pada judul penelitian ini juga berhubungan dengan ekosistem, walaupun ekosistem yang saya angkat dalam penelitian ini tidak seperti penelitian yang dilakukan oleh ahli
ekologi dan ahli perikanan, paling tidak saya harus memahami konsep ekosistem. Konsep ekosistem yang saya gunakan konsep dari Soemarwoto 1994, ekosistem adalah suatu
sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Suatu sistem terdiri atas komponen-komponen yang bekerja secara teratur
sebagai satu kesatuan. Masing-masing komponen itu mempunyai fungsi, selama masing- masing komponen itu melakukan fungsinya dan bekerja sama dengan baik, maka
keteraturan ekosistem akan tetap terjaga. Manusia meliputi organisme dan lingkungan yang merupakan suatu ekosistem, dan
manusia melakukan adaptasi dengan organisme yang lain yang ada dilingkungannya. Dari adaptasi tersebut menghasilkan keseimbangan yang dinamis. Dengan adanya
kebudayaan yang dimiliki manusia, manusia mampu mengembangkan seperangkat sistem gagasannya; dengan kata lain manusia dapat menyesuaikan diri sebagai bagian dari
ekosistem.Poerwanto,2000:62 Dari penjelasan mengenai konsep ekosistem diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
berbicara tentang ekosistem ikan Depik maka akan menyingung tentang kehidupan makhluk lain yang ada di Danau Laut Tawar, karena semua makhluk yang ada
disekeliling Danau Laut Tawar merupakan suatu komponen yang memiliki fungsi masing-masing. Apabila salah satu komponen hilang maka akan mengganggu komponen
yang lainnya, dengan begitu keteraturan ekosistem di Danau Laut Tawar tidak terjaga.
1.3 Perumusan Masalah