Gayo Etnis, Agama dan Bahasa

2.6.1.2 Mata Pencarian

Wilayah Kecamatan Kebayakan memiliki potensi untuk pengembangan pertumbuhan ekonomi di bidang pertanian, perikanan, peternakan, perdangan dan lain- lain. Sebagian besar masyarakat Kecamatan Kebayakan berprofesi sebagai petani, kemudian berprofesi sebagai nelayan. Sisanya bekerja di bidang lain seperti PNS Pegawai Negri Sipil, pedagang, dan lain-lain. Namun ada pula yang memiliki profesi ganda. Misalnya seorang warga yang berprofesi sebagai PNS, kemudian memiliki kerja sampingan mengolah lahan yang ia miliki. Ada pula warga berprofesi nelayan yang juga bertani, atau seorang pegawai PNS yang juga sebagai nelayan.

2.6.2 Etnis, Agama dan Bahasa

2.6.2.1 Gayo

Penduduk di wilayah Kecamatan Kebayakan di dominasi oleh etnis Gayo selain itu ada juga dari luar etnis Gayo seperti Batak, Cina, Jawa, Minang, Aceh. Etnis Gayo terbagi dalam beberapa kelompok yaitu; kelompok Orang Gayo Lut; Gayo Deret; Gayo Serbejadi; Gayo Kalul; Gayo Lues. Kelompok Orang Gayo Lut yaitu kelompok Orang Gayo yang tinggal di sekitar Danau Laut Tawar. Kelompok Orang Gayo Deret yaitu kelompok orang Gayo yang tinggal didaratan. Orang Gayo Serbejadiatau sering disebut Gayo Semamah adalah kelompok Orang Gayo yang tinggal di sekitar Sungai Peurelak. Orang Gayo Kalul merupakan kelompok Orang Gayo yang tinggal di daerah Sungai Tamiang. Kelompok Orang Gayo yang tinggal di wilayah Aceh Tengah dan khususnya wilayah Kecamatan Kebayakan di dominasi oleh kelompok Orang Gayo Lut dan Gayo Deret. Mengenai asal mula Orang Gayo, memiliki beberapa versi yang diperoleh dari legenda-legenda yang berkembang di masyarakat. Ada yang mengatakan bahwa Orang Universitas Sumatera Utara Gayo berasal dari sekelompok orang yang melarikan diri karena tidak mau masuk agama Islam di daerah pantai. Arti kata Gayo menurut versi ini yaitu “Kayo”yang artinya “takutmelarikan diri”. Dapat disimpulkan bahwa menurut versi ini, Orang Gayo ada setelah masuknya ajaran agama Islam. Versi lain tentang asal mula Orang Gayo, ada yang mengatakan bahwa Orang Gayo berasal dari “Negeri Rum” negeri rum ini di duga dari daerah Timur Tengah. Orang yang berasal dari Negeri Rum tersebut bernama Genali menurut cerita Genali terdampar di sebuah pulau kecil, pulau kecil tersebut menjadi pulau Sumatra. Genali memiliki hubungan dengan anak raja yang berasal dari Negeri Johor. Putri Johor tersebut membawa serta pengasuh dan penginangnya dan pada saat itu berkembanglah penduduk di pulau tersebut. Kemudian Genali menjadi raja pertama di daerah tersebut, pulau kecil tersebut bernama Buntul Linge dengan nama kerajaan “Kerajaan Lingga”. Asal mula Orang Gayo selalu dikaitkan dengan kalimat “asal linge awal serule” yang memiliki arti Linge dan Serule sama-sama asal dan sama-sama awal. Melalatoa;1981 Tetapi versi yang mengatakan bahwa Orang Gayo awalnya sekumpulan orang yang tidak mau masuk Islam, dan lari ke Tanah Gayo saat ini. Versi tersebut dibantahkan dengan adanya fosil yang ditemukan oleh Arkeolog yang bernama Ketut Wardhana pada tahun 2009 di daerah Mendale Kecamatan Kebayakan, Aceh Tengah. Fosil tersebut berumur 4400 tahun. Fosil tersebut identik dengan DNA Deoxyribonucleic Acid Orang. Gayo saat ini, maka dapat disimpulkan bahwa fosil tersebut nenek moyang Orang Gayo. Sedangkan ajaran Islam masuk ke Aceh pada abad ke-12 melalui Kerajaan Pasai. Fosil tersebut ditemukan di dalam gua atau ceruk Ujung Karang dengan keadaan kaki terlipat dan menjadi cara penguburan manusia pada saat itu di Tanah Gayo. Cara penguburan pada saat itu dengan cara badan ditindihkan dengan batu dan dengan kaki Universitas Sumatera Utara yang dilipat ke belakang, diduga hal ini dilakukan agar jenazah aman dari gangguan binatang atau mungkin cara penguburannya sudah diatur berdasarkan prosesinya. Pada saat ditemukan tulang paha kaki dan pinggul dalam posisi tertindih batu. Kemudian di situs Loyang Mendale ditemukan gerabah yang diberi hiasan warna merah dan putih pada permukaan bagian luar, dengan temper yang kasar dan tidak ada motif hias lain. Kemudian di situs yang sama ditemukannya kapak persegi, membuktikan bahwa di daerah Gayo sudah ada budaya Neolitik 10 yang berkembang 5000 tahun silam. Kerangka manusia purba ini ditemukan di daerah Mendale Kecamatan Kebayakan dan dekat dengan Danau Laut Tawar. Jauh sebelum ditemukan kerangka tersebut ada orang yang menduga bahwa sudah ada sejak zaman neolitik, ini didasari oleh ragam hias di Gayo yaitu pahatan tertentu di rumah Gayo berupa lambang-lambang bagian tubuh dari binatang. Lambang-lambang itu selain sebagai hiasan tetapi juga menyangkut kepercaan mereka. Ragam hias tersebut berupa anyaman seperti tikar, wadah yang dianyam seperti; tape, sentong, bebalun. Ragam hias tersebut juga memiliki ikatan dengan kepercayaan. Kemudian ragam hias tembikar dengan berbagai motif dan nama seperti; kekukut, memayang, kekuyang, gegenit, tapak tikus, dll. Nama-nama hiasan tersebut diambil dari unsur tubuh binatang seperti telapak tikus, kaki lipan. Ada pula nama dari alam seperti ‘awan berangkat’, semua itu dapat dihubungkan dengan aktivitas mereka di masa lalu.Melalatoa;1981 Sistem kekerabatan Orang Gayo bersifat Patrilineal atau mengikuti garis keturunan dari ayah. Perkawinan pada Orang Gayo menurut adat exogam belah minimal lineage, yang mana seseorang dilarang kawin sesama anggota satu belah. Kelompok 10 Neolitikum atau Zaman Batu Muda yaitu fase atau tingkat kebudayaan pada zaman prasejarah yang memiliki ciri-ciri berupa unsur kebudayaan, seperti peralatan dari batu yang diasah, pertanian menetap, peternak dan pembuatan tembikar. Universitas Sumatera Utara belah ini yaitu kelompok kerabat yang masih saling mengenal, dalam satu kampung biasanya terdiri dari beberapa belah, tetapi ada pula dalam satu kampung yang terdiri dari satu belah saja. Perkawinan akan membentuk sebuah keluarga batih nuclear family. Keluarga batih yang baru ini masih tinggal dengan orang tua atau keluarga batih senior dalam jangka waktu tertentu, yang dikenal dengan sebutan sara kuren atau sara dapur satu dapur. Dua keluarga yang hidup dalam satu atap maka akan membentuk sebuah keluarga luas extended family. Aturan menetap setelah menikah resident patterns yang diumum di masyarakat Gayo yaitu virilokal yang mana kedua pengantin akan tinggal di sekitar kediaman suaminya, dalam istilah Gayo disebut kawin juelen atau ango. Selain virilokal, adapula yang uxorilokal menetap di kediaman kerabat istri setelah menikah yang dalam bahasa Gayo disebut dengan angkap. Ada tiga bentuk angkapyaitu angkap nasap, yang mana sang suami tinggal selamanya di lingkungan kerabat istri dan biasanya pasangan suami istri ini diberikan satu rumah dan lahan untuk bertani. Yang kedua yaitu angkap biasa, yang mana pasangan suami istri bisa saja pindah dari rumah kerabat istri ke kediaman kerabat suami virilokal dengan persetujuan orang tuanya. Dengan syarat membayar kembali mas kawin unyuk. Yang ketiga yaitu angkap sentaran angkap sejep dalam angkap ini dibedakan menjadi dua bentuk yaitu angkap duduk edet angkap tekunul utang yang mana pada angkap ini pasangan suami istri tidak mampu membayar seluruh tenironpermintaan. Saat itu suami menjadi anggota belah istrinya, ketika sang suami sudah bisa membayar hutangnya berupa teniron maka ia juga harus membayar penesoh soh=kurang karena kepergiannya menyebabkan keluarga belah dari pihak istri berkurang. Bentuk yang kedua yaitu angkapdengan pejanyin, yang mana pada bentuk angkap ini terjadi karena adanya Universitas Sumatera Utara perjanjian dan alasan tertentu. Selain itu ada berkembang pula adat menetap utrolokal yang dalam bahasa Gayo disebut kuso kini ke sana-ke mari, dalam adat menetap ini pasangan pengantin bebas untuk memilih tinggal di lingkungan kerabat suami atau kerabat istri. Ada norma-norma yang mengatur hubungan keluarga batih dengan sesama anggotanya. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa Orang Gayo menarik garis keturunan dari ayah atau patrilineal, dan ayah merupakan pihak yang memiliki kedudukan tertinggi di suatu keluarga. Setelah ayah kedudukan tertinggi berikutnya yaitu anak laki-laki dewasa. Karena ayah memiliki kedudukan tertinggi di dalam keluarga, maka sosok ayah sangat dihormati dan disegani oleh anggota keluarga. Hubungan ayah dengan menantu laki-laki terlihat kaku, seorang menantu laki-laki sangat segan oleh mertua laki-laki avoidance relationship. Bahkan karena segannya jarang ada komunikasi antara menantu laki-laki dengan mertua laki-laki, dan apabila mereka berpapasan di jalan maka menantu akan memilih untuk mencari jalan pintas. Kemudian rasa segan berikutnya terjadi pada seorang perempuan dengan saudara laki-laki yang lebih tua dari suaminya temude. Hubungan yang terbilang bebas yaitu hubungan antara menantu laki-laki dan mertua perempuan, adik perempuan ayah ibi dan suaminya ibi kil, kemudian orang tua dari ayah dan ibu yaitu kakek awan dan nenek anan. Hubungan bebas ini dilihat dari komunikasi yang lebih terbuka dan kedekatan diantaranya. Kemudian aturan dalam tutur atau sapaan, seorang pengantin akan disapa dengan sebutan aman mayakuntuk pengantin laki-laki dan inen mayak untuk pengantin perempuan. Dan apabila sepasang pengantin ini sudah memiliki anak laki-laki maka akan disapa dengan aman uwin ayah dari anak laki-laki dan inen uwin ibu dari anak Universitas Sumatera Utara laki-laki. Apabila mereka memiliki anak perempuan maka akan disapa dengan aman ipak ayah dari anak perempuan dan inen ipak ibu dari anak perempuan. Untuk sapaan yang sifatnya tetap biasanya diambil dari nama anak pertamanya misalnya anak pertamanya bernama Genali, maka akan disapa dengan aman Genali ayah Genali dan inen Genali ibu Genali. Sehubungan dengan istilah kekerabatan Orang Gayo yang bersifat patrilineal memiliki enam tingkat ke atas dan tiga tingkat ke bawah ego. Enam tingkat ke atas yaitu ama ayah, mpu, datu uyut, muyang, nini, entah. Dantiga tingkat dibawah ego yaitu anak, kumpucucudan piut buyut. Namun kini sebutan kekerabatan dalam istilah Gayo sudah kabur, karena kebanyakan Orang Gayo sudah tidak menggunakan sebutan kekerabatan dalam bahasa Gayo. Ini mungkin disebabkan oleh masuknya budaya luar dan bahasa Indonesia yang kemudian digunakan Orang Gayo dalam sebutan kekerabatan, misalnya sebutan inesudah diganti dengan sebutan mamak, mama, dan ibu. Dan sebutan ama diganti dengan sebutan ayah, bapak, dan papa. Sebutan anan diganti dengan nenek, dan sebutan untuk awan diganti dengan kakek.

2.6.2.2 Agama