Latar Belakang Masalah Ikan Depik Dan Ekosistem Danau Laut Tawar (Etnografi Tentang Pengetahuan Lokal Orang Gayo)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penelitian ini mengkaji mengenai pengetahuan yang dimiliki orang Gayo tentang ekosistem ikan Depik di Danau Laut Tawar di Takengon, Aceh Tengah. Fokus dari penelitian ini adalah memaparkan bagaimana pengetahuan orang Gayo tentang ekosistem Danau Laut Tawar, dan apa yang diketahui Orang Gayo mengenai perilaku dan hidup ikan Depik. Mengingat kehidupan masyarakat yang bergantung dengan danau, dalam hal ini masyarakat memanfaatkan danau dalam bidang pariwisata dan pertanian. Untuk itu, peranan masyarakat lokal yang tinggal di daerah sekeliling Danau Laut Tawar sangat penting untuk menjaga dalam melestarikan ekosistem danau. Dengan melestarikan danau maka ikan endemik yang hidup di danau juga terjaga. Penelitian ini sangat penting dilakukan karena isu mengenai kerusakan ekosistem danau, termasuk Danau Laut Tawar sudah banyak diperbincangkan. Berdasarkan informasi dari berbagai sumber banyak sekali terjadi kerusakan ekosistem danau, baik di dalam maupun di luar negri. Contohnya antara lain danau yang mengering terjadi di Chile, Santiago. Danau tersebut mengering di duga adanya retakan yang memungkinkan air merembes ke dasar danau dan akhirnya kering. Bayangkan apabila Danau Laut Tawar mengering, sudah pasti ikan endemik yang hidup di danau tersebut akan hilang. Lain lagi halnya dengan Danau Nyos di Kamerun, Afrika Barat. Masyarakat yang yang tinggal disekeliling danau tersebut mendadak tewas saat mereka melakukan aktivitas sehari-hari. Ada yang ditemukan tewas dalam keadaan sedang memompa air, memasak, dan lain-lain. Kemudian informasi pada malam sebelum kejadian tersebut udara terasa hangat dan tercium aroma seperti telur busuk. Para peneliti menyatakan hal Universitas Sumatera Utara ini terjadi karena malam sebelum kejadian sebuah tebing ditepian danau jatuh dan masuk ke air. Diduga reruntuhan dari tebing yang jatuh tersebut mengoncangkan lapisan-lapisan air hingga ke lapisan yang paling dasar yang dipenuhi dengan CO2 menjadi bocor dan mengalirkan CO2 tersebut ke permukaan danau. Kemudian kerusakan yang terjadi di Danau Laut Aral yang terletak di Kazakhstan, Uzbekistan. Pada tahun 2007 danau Aral mengalami penyusutan dan ukurannya hanya tinggal 10 dari ukuran awalnya, danau tersebut juga mengandung beberapa zat kimia yang berbahaya yang ditimbulkan dari zat hasil pengujian senjata, pestisida, dan pupuk. Apabila Danau Laut Tawar juga mengalami kerusakan seperti kasus diatas, maka akan berdampak besar terhadap keseimbangan ekologi di sekitar danau tersebut.Dari hasil konferensi danau Indonesia yang dilaksanakan pada tahun 2009 lalu di Bali, ada 15 danau kritis di Indonesia. Danau tersebut yaitu Danau Toba di Sumatera Utara; Danau Maninjau danDanau Singkarak di Sumatera Barat; Danau Kerinci di Jambi; Rawa Danau di Banten; Danau Rawapening di Jawa Tengah; Danau Batur di Bali; Danau Tempe dan Danau Matano di Sulawesi Selatan; Danau Poso di Sulawesi Tengah; Danau Tondano di Sulawesi Utara; Danau Limboto di Gorontalo; Danau Sentarum di Kalimantan Barat; Danau Cascade Mahakam-Semayang, Danau Melintang, dan Danau Jempang di Kalimantan Timur; dan Danau Sentani di Papua. Lima belas danau yang dinyatakan kritis telah diseleksi melalui enam kriteria penilaian yaitu pertama kerusakan danau yang meliputi sedimentasi; pencemaran; eutrofikasi; penurunan kualitas dan kuantitas air yang tinggi. Kedua pemanfaatan danau yang beragam antara lain untuk pembangkit listrik; pertanian; perikanan budidaya keramba; air baku; nilai religi dan budaya; pariwisata; serta kondisi masyarakat di sekitar danau. Ketiga komitmen pemerintah daerah dan masyarakat dalam Universitas Sumatera Utara pengelolaan danau. Keempat fungsi strategis danau. Kelima kandungan biodiversitas di sekitar lingkungan danau misal adanya spesies ikan endemik, burung, dan vegetasi. Keenam nilai penting karbon terkait pengaruh perubahan iklim global. Walaupun dari hasil konferensi tersebut tidak menyebutkan Danau Laut Tawar termasuk ke dalam kategori danau kritis, bukan berarti bahwa danau tersebut aman dari kerusakan karena berdasarkan penelitian M. Salehpada tahun 2000 faktanya jumlah air di Danau Laut Tawar semakin menyusut. Dan ini berpengaruh terhadap ekosistem Danau Laut Tawar seperti ikan Depik, yang merupakan ikan endemik dan menjadi ikan kebanggaan bagi masyarakat Gayo karena ikan ini memiliki nilai historis. Nilai historis tentang ikan Depikdiwujudkan ke dalam sebuah legenda.Legenda tersebut menceritakan tentang munculnya ikan Depik di Danau Laut Tawar yang berasal dari nasi yang menghitam karena diaduk dengan menggunakan kayu geluni. Nasi tersebut dimasak oleh para pemburu, kemudian nasi yang menghitam itu dibuang ke aliran sungai yang bermuara ke danau, dari nasi gosong itu diyakini menjelma menjadi ikan Depik Sangat disayangkan apabila ikan Depik ini hilang dan hanya menjadi sebuah cerita saja, akibat dari pemanfaatan alam yang tidak ramah lingkungan seperti, penangkapan ikan yang berlebihan over fishing dan akibat dari hutan yang semakin berkurang di sekeliling Danau Laut Tawar. Kerusakan hutan yang terjadi disekeliling danau ini dapat merusak ekosistem danau karena saat terjadi hujan atau musim hujan,air tidak mampu menahan resapan air dan pada saat musim hujan air akan turun ke Danau Laut Tawar dan erosi pun terjadi ketika hujan turun dan tidak ada penahannya. Maka tanah juga terbawa oleh aliran air, sehingga menyebabkan pendangkalan di Danau Laut Tawar. Pendangkalan yang terjadi mengganggu ekosistem yang ada di Danau Laut Tawar. Erosi yang terjadi mengakibatkan Universitas Sumatera Utara air danau pada musim hujan keruh. Padahal ikan Depik hanya bisa berkembang biak di tempat yang airnya bersih dan jernih. Hilangnya ikan Depik akan terjadi cepat atau lambat, hal ini ditandai dengan adanya informasi yang diperoleh bahwa, jumlah ikan Depik ini terus saja menurun dan menjadi masalah yang paling krusial. Berkurangnya populasi ikan Depik tersebut dapat diketahui berdasarkan Data Dinas Perikanan Provinsi Aceh 1989, hasil tangkapan ikan di Danau Laut Tawar pada tahun 1988 sebesar 455 ton. Pada tahun 1994, produksi menurun menjadi 223 ton. Tahun 2006 menjadi 79,1 ton dan terus menurun menjadi 74,5 ton tahun 2008. Penurunan hasil tangkapan ini diduga disebabkan oleh laju eksploitasi yang tinggi dan peningkatan status perairan menjadi eutraof atau pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya nutrient yang berlebihan ke dalam ekosistem air. Pada tahun 2007 lalu sekurang-kurangnya ada 11 jenis ikan di Danau LautTawar yang terus dieksploitasi yaitu depik Rasbora tawarensis, kawan Poropuntius tawarensis, peres Osteochiluskahayensis, lele dumbo Calrias gariepinus, ikan masCyprinus carpio,mujairOreochromismossambicus, nila O. niloticus buntok XiphophorushelleridanX. maculate, bawalCtenopharyngodon idella, gabusChanna striata.Muchlisin dan Siti Azizah, 2009. Ancaman akan kepunahan ikan endemik di Danau Laut Tawar bukan isapan jempol belaka. Menurut The International Union for Conservation of Nature IUCN, sebuah organisasi nirlaba yang bergerak dalam isu-isu lingkungan dan konservasi ikan Depik dan Kawan telah dimasukkan dalam daftar merah jenis ikan-ikan yang terancam punah The Red List of Threatened Species”. Walaupun pada saat ini ikan Depik masih ada belum punah, akan tetapi populasi ikan tersebut terus menurun dan tidak menutup kemungkinan kepunahan tersebut akan terjadi cepat atau lambat, apabila tidak ada upaya untuk melestarikan dan Universitas Sumatera Utara mempertahankan keberadaan species tersebut. Namun upaya pemerintah belum mendapatkan hasil hingga saat ini, bahkan pemerintah pernah melakukan kebijakan yang sangat fatal dengan melepaskan ikan asing yaitu ikan grass crapCtenopharyngodon idella, ikan mujair Oreochromis mossambicus, nila Oreochromis niloticus, lele dumbo Clarias gariepinus, ikan mas Cyprinus carpio dan ikan buntok Xiphophorus sp, ikan sapu kaca Liposarcus pardalis.Ikan-ikan asing yang masuk ke danau akan menjadi pesaing competitor bagi ikan asli indigenous. Kebijakan pemerintah sangat fatal karena ikan asing yang dilepas ke Danau Laut Tawar akan mengganggu keberlangsungan hidup ikan endemik ikan yang sudah ada di Danau Laut Tawar dan mengganggu ekosistem danau tersebut. Ditambah lagi dengan adanya penebangan pohon, terutama pohon pinus di gunung yang mengelilingi danau, berdampak pada menurunnya volume air di Danau Laut Tawar.Bahkan pada Oktober 2009 penyusutan air mencapai 80 cm. Kemudian dengan dibangunnya tempat wisata di sekitaran danau ini juga menambah dampak buruk bagi ekosistem danau. Orang yang datang ke danau untuk berwisata telah menciptakan sampah di areal danau. Ikan endemik yang menjadi kebanggan dan kekayaan alam tanah Gayoterancam punah. Punahnya ikan endemik ini, maka dapat diartikan pula sebagai punahnya pengetahuan orang Gayo tentang ikan Depik dan ekosistemnya di Danau Laut Tawar. Pengetahuan tersebut antara lain tentang teknik penangkapan ikan Depik, pengetahuan orang Gayo mengenai siklus hidup ikan Depik, kuliner khas Gayo yang dibuat dari bahan dasar ikan Depik, dan kekayaan akan cerita rakyatfolk lore yang berhubungan dengan danau Laut Tawar. Sangat disayangkan apabila pengetahuan tersebut akan hilang begitu saja, akibat kelalaian dan ketidakpedulian manusia. Universitas Sumatera Utara Orang Gayo memiliki pengetahuan mengenai penangkapan ikan Depik seperti teknik penangkapan penyangkulen dan dedesen.Penangkapan dengan menggunakan teknik penyangkulen merupakan salah satu teknik yang digunakan Orang Gayo untuk menangkap ikan Depik dengan rangkaian batang bambu dan doran atau jaring.Sedangkan teknik dedesen digunakan sebagai perangkap ikan Depik dengan menggunakan susunan batu yang dibentuk menyerupai parit, kemudian diujung parit tersebut diletakkan bubu sehingga ikan Depik terperangkapdi bubu tersebut. Orang Gayo juga mengetahui perilaku ikan Depik, biasanya ikan Depik hanya dapat berkembang biak di air yang dingin dan jernih.

1.2 Tinjauan Pustaka